Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan
kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang
dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah
penyakit menular yang berbasis lingkungan.
Skabies ditemukan disemua Negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27%
dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit
skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% -
12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.
Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi
tungau Sarcoptes scabiei .
Penyakit ini telah dikenal sejak lama, yaitu ketika Bonomo dan Cestoni
mampu mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun
1689 (Montesu dan Cottoni, 1991) . Literatur lain menyebutkan bahwa skabies
diteliti pertama kali oleh Aristotle dan Cicero sekitar tiga ribu tahun yang lalu dan
menyebutnya sebagai "lice in the flesh" (Alexander, 1984) . Tungau ini mampu
menyerang manusia dan ternak termasuk hewan kesayangan (pet animal) maupun
hewan liar (wild animal) (Pence dan Ueckermann, 2002) .

1.2. Rumusan Masalah


A. Bagaimana klasifikasi sarcoptes scabiei?
B. Bagaimana ciri morfologi sarcoptes scabiei?
C. Bagaimana daur hidup sarcoptes scabiei?
D. Bagaimana epidemiologi scabies?
E. Apa hospes dari sarcoptes scabiei?
F. Apa penyakit yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei?

1
G. Bagaimana gejala penyakit scabies?
H. Bagaimana cara penularan scabies?
I. Bagaimana cara pencegahan scabies?
J. Bagaimana pengobatan scabies?

1.3. Tujuan Penulisan


A. Untuk mengetahui klasifikasi sarcoptes scabiei
B. Untuk mengetahui ciri morfologi sarcoptes scabiei
C. Untuk mengetahui daur hidup sarcoptes scabiei
D. Untuk Mengetahui Epidemiologi scabies
E. Untuk Mengetahui Hospes dari sarcoptes scabiei
F. Untuk mengetahui nama penyakit yang disebabkan oleh sarcoptes scabies
G. Untuk mengetahui Gejala Penyakit Scabies
H. Untuk Mengetahui Cara Penularan Scabies
I. Untuk mengetahui cara pencegahan scabies
J. Untuk mengetahui pengobatan scabies

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi Sarcoptes Scabieis


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Sub Kelas : Acari (Acarina)
Ordo : Astigmata
Famili : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies :Sarcoptes Scabieis

Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis,
pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis.

2.2. Ciri Morfologi Sarcoptes Scabiei


Secara morfologik merupakan tungau kecil, Badannya transparan,
berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata, dan tidak bermata.
Ukurannya,yang  betina antara 300-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan
yang  jantan, antara 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat.

2.3. Daur Hidup Sarcoptes Scabiei


Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-
kadang masih dapat hidup beberapa hari di dalam terowongan yang di gali oleh
tungau betina, tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan dapat
tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari.

3
daur hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama
satu bulan. Sarcoptes scabei memiliki empat fase kehidupan yaitu telur, larva,
nimfa dan dewasa. Berikut ini siklus hidup Sarcoptes scabiei :

1.      Betina bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit .
2.      Telur berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm
3.      Masa inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva yang
kemudian bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang molting
pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki.
4.      Stadium larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir,
terbentuklah nimfa yang memiliki 4 pasang kaki.
5.      Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah menjadi
dewasa. Larva dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches atau di folikel
rambut dan bentuknya seperti tungau dewasa tapi ukurannya lebih kecil.
6.      Tungau betina memperluas molting pouches untuk menyimpan telurnya. Tungau
betina mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan di lubang
pada permukaan.

2.4. Epidemiologi Scabies


Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di
beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% – 27%
populasi umum, dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit


ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit scabies
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada
pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus
fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari
suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10 – 15 tahun
(Harahap, 2000).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi
yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,

4
kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini
dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual). (Haandoko,
R, 2001).

2.5. Hospes
Sarcoptes scabiei hidup dengan menjadikan manusia sebagai inangnya
dan bersifat menular, Penularannya melalui kontak langung atau tidak langsung.

2.6. Nama Penyakit


Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang disebabkan oleh
investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Di
indonesia skabies di kenal dengan nama kudik, kudis dan penyakit ampera.

2.7. Gejala Penyakit Scabies


gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal penuh
bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan
keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006)
a. Gejala utama
gejala utama adalah rasa gatal pada malam hari Rasa gatal karena
pembuatan terowongan oleh Sarcoptes Scabies di Startum Korneum, yang
pada malam hari temperatur tubuh lebih tinggi sehingga aktivitas kutu
meningkat (Goldstein, 2001). Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala
klinis lainnya muncul. Rasa gatal hanya pada lesi, tetapi pada skabies kronis
gatal dapat terasa pada seluruh tubuh.
b. Erupsi kulit
Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi, hygiene
perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit Batognomatik berupa
terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit meninggi,
berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang 10 milimeter sampai 3
centimeter dan bergelombang (Goldstain, 2001)

5
c. Lesi kulit
Lokasi lesi kulit terdapat pada sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian dalam, lipatan aksila bagian depan, perut sekitar umbilikus dan
pantat. Pada wanita juga terdapat pada areola mamae dan bagian bawah
mamae, sedangkan pada laki-laki lesi kulit ditemukan sekitar genetalia eksterna.
Pada bayi distribusinya sampai mengenai seluruh tubuh termasuk punggung,
kepala, leher bahkan sampai wajah, orang dewasa tidak sampai mengenai
wajah (Goldstein, 2001)

2.8. Cara Penularan Scabies


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularanya adalah :
1)      Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan
seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat
dari orang tua atau temannya.
2)      Kontak tak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada
penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut
memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa
sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam bagi penderita perempuan.
Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada
rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama dan rumah sakit jiwa karena
banyak mengandung tungau (Djuanda, 2006).

2.9. Cara Pencegahan Scabies


Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran

6
scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.

Selain itu, Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan
lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit
ini dapat dilakukan dengan cara :

1)       Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2)       Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu

3)       Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

4)       Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

5)       Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.

6)       Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh
sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari,
serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah
menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa,
dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari

2.10. Pengobatan Scabies


A. pengobatan secara medis
Pengobatan Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia
dalam bentuk topikal antara lain:

1)      Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah
antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. Secara umum sulfur
bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah
mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.

7
Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-
satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan
jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic
acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur
bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2)      Emulsi benzil-benzoat (20-25%) Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan
alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru.
Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak
24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan
secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan
pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui,
bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies.
3)      Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,
adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir
kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan
yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian
tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak
berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke
seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau
lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1

8
minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah
oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas
SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari
kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah
seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4)      Krotamiton 10% Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai
krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali
sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari
leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan
anak kecil
5)      Permetrin dengan kadar 5%
Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies
karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum,
dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan
obat ini.

9
Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin
jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil
dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama
sekitar 2 jam.
Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal,
namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang
sensitive dan terekskoriasi.

B. Pengobatan secara tradisional

Ada beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam


mengobati penyakit scabies, diantaranya :

1)      Daun salam


Kandungan daun salam terdapat antipruritus yang dapat mengobati penyakit
scabies.
Cara pemakaian : Cuci daun, kulit batang, atau akar salam seperlunya sampai
bersih, lalu giling halus sampai menjadi adonan, seperti bubur. Balurkan ke
tempat yang sakit, kemudian di balut.
2)      Biji Pinang
Pinang mempunyai beberapa sifat yang adapat menyembuhkan penyakit
diantaranya, bersifat anthelmintica, stimulansia(merangsang) dan haermostatica.
Biji pinang mengandung alkaloida seperti arekania dan arekolina
Cara pemakaian: haluskan satu biji buah pinang campur dengan seperempat
sendok teh kapur sirih dan air secukupnya.
3)      Daun srikaya
Kandungan : daun buah terdapat astringen, antiradang, antheimetik, sifatnya
sedikit dingin.
Cara pemakaian: cuci daun srikaya segar ( 15 lembar ) lalu gilig sampai halus,
kemudian remas dengan air kapur sirih sebanyak satu sendok teh dan gunakan
untuk menggosok kulit yang terkena kudis. Lakukan sehari dua kali.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Skabies pada manusia masih menjadi kendala bagi kesehatan manusia .
Penyakit ini harus mendapat perhatian yang serius dari lembaga-lembaga terkait
sehingga penyebarannya tidak semakin luas .Lemahnya piranti diagnosis dan
timbulnya resistensi tungau S. scabiei terhadap bermacam-macam akarisidal
menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menemukan akarisidal alternative yang
aman bagi penderita dan bersifat ramah lingkungan.
Skabies (kudis) adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang
disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei
varietas hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida,
ordo Astigmata, famili Sarcoptidae. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
Hominis dan merupakan tungau kecil, Badannya transparan, berbentuk oval,
pungggungnya cembung dan perutnya rata. daur hidup Sarcoptes scabiei dari
telur hingga dewasa berlangsung selama satu bulan. Sasaran dari Sarcoptes scabiei
untuk menyebarkan penyakit yaitu manusia
gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal penuh
bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan
keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi . Penularan penyakit
skabies dapat terjadi secara langsung seperti seperti berjabat tangan, tidur bersama
dan hubungan seksual maupun tidak langsung misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk. untuk mencegah penyebaran penyakit harus menjaga
kebersihan lingkungan, rumah dan badan. Pengobatan scabies dapat dilakukan
baik secara medis seperti Belerang endap (sulfur presipitatum), Emulsi benzil-
benzoat, Gama benzena heksa klorida, Krotamiton dan Permetrin maupun secara
tradisional seperti daun salam, biji buah pinang dan daun buah srikaya

3.2. Saran
Agar terhindar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh tungau
(sarcoptes scabiei) terutama sarcoptes scabiei var homonis, maka sangat
diperlukan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kehiginetas.

11
DAFTAR PUSTAKA
Hadir Az-zuhri (http://blogkuhadiraz-zuhri.blogspot.co.id/2014/05/normal-0-
false-false-false-in-x-none-ar.html)

12

Anda mungkin juga menyukai