I. IDENTITAS
Nama : An. F. F
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Dsn Pegayaman Sukasada
Tanggal masuk RS : 25 Agustus 2019
Ruang rawat : Ruangan Kamboja
II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 27 Agustus 2019)
Keluhan utama : Nyeri pada kaki kiri bila digerakkan.
Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva anemis -/-, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor, refleks
pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor : Bunyi jantung normal regular, tidak ada bunyi tambahan
Pulmo : Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis simetris kanan
dan kiri, terdengar bunyi vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Tampak datar simetris, teraba supel , NT/NL -/- ; hepar dan lien tidak
teraba besar, tympani pada seluruh kuadran abdomen, bising usus (+)
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/+, sianosis -/-
Status lokalis :
a/r cruris sinistra
Look :
Deformitas (+), terlihat perbedaan panjang kaki kiri dengan kaki kanan yang
sehat
Edema (+)
Luka (-)
Feel :
Teraba hangat didaerah yang dikeluhkan daripada daerah sekitarnya
Nyeri tekan (+)
Krepitasi (+)
Arteri dorsalis pedis sinistra teraba
Sensibilitas baik
CRT baik
V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
3
Pemasangan bidai melewati 2 sendi dan diistirahatkan
Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang penyakit yang diderita
pasien serta perawatan pasca operasi.
Medikamentosa
Analgesik : Ketorolac tab 2 x 0.5 mg/KgBB
Operatif
Reduksi terbuka dan fiksasi interna : ORIF
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
4
TINJAUAN PUSTAKA
2. Diaphysis (corpus)
5
Pada penampang melintang merupakan segitiga dengan puncaknya menghadap ke muka,
sehingga corpus mempunyai tiga sisi yaitu margo anterior (di sebelah muka), margo
medialis (di sebelah medial) dan crista interossea (di sebelah lateral) yang membatasi facies
lateralis, facies posterior dan facies medialis.Facies medialis langsung terdapat dibawah
kulit dan margo anterior di sebelah proximal.
3. Epiphysis distalis (ujung bawah)
Ke arah medial bagian ini kuat menonjol dan disebut maleolus medialis (mata kaki).
Epiphysis distalis mempunyai tiga dataran sendi yaitu dataran sendi yang vertikal (facies
articularis melleolaris), dataran sendi yang horizontal (facies articularis inferior) dan
disebelah lateral terdapat cekungan sendi (incisura fibularis).
Fibula
Merupakan tulang yang panjang, langsing, terletak di sebelah lateral tibia. Epiphysis
proximalis membulat disebut capitulum fibulae. Kearah proximal meruncing menjadi apex.
Pada capitulum terdapat dua dataran sendi yang disebut facies articularis capitulli fibulae,
untuk bersendi dengan tibia. Pada corpus terdapat empat buah crista yaitu, crista lateralis,
crista anterior, crista medialis dan crista interosssea. Datarannya ada tiga buah yaitu facies
lateralis, facies medialis dan facies posterior. Pada bagian distal ke arah lateral membulat
menjadi maleolus lateralis.
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang
dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-
anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan
kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan
metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari
ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis
merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
6
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan
transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi
dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan.
Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan
kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa, yaitu :
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah
dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini
menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi
tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah
mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami
robekan dibandingkan orang dewasa.
Remodelling
Melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada dewasa, mempunyai kemampuan
“biological plasticity” sehingga dapat terjadi gambaran fraktur yang unik pada anak
yang tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada fraktur buckle (torus) dan
greenstick.
Ligamen
Tensile strength (kekuatan tegangan) pada ligamen anak-anak dan dewasa secara
umum sama.
Periosteum
Bagian terluar yang menutupi tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang pada anak-
anak secara signifikan lebih tebal daripada dewasa. Kraktur tidak cenderung untuk
mengalami displace seperti pada dewasa, dan periosteum yang intak dapat berguna
sebagai bantuan dalam reduksi fraktur dan maintenance.
Growth Plate
Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis
(pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Bagian ini juga menjadi satu titik
kelemahan dari semua struktur tulang terhadap trauma mekanik.
8
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih
besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai
perbedaan fisiologi, yaitu :
Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat
fleksibel dibandingkan orang dewasa.
DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis
dan luasnya trauma (Lukman dan Nurna, 2009; 26).
9
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005; 840).
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi
menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wongg, 2004 ; 625).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Brunner dan Suddarth, 2002: 2357).
KLASIFIKASI FRAKTUR
Lukman dan Nurna Ningsih (2009 : 27) mengatakan bahwa ada lebih dari 150
klasifikasi fraktur, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini yang merupakan klasifikasi
fraktur menurut para ahli.
Tabel 1.1
klasifikasi fraktur
Price Sjamsuhidayat(1995) Doenges Reeves (2001) Smeltzer
(1995) (2000) (2002)
Transversal Tertutup Incomplete Tertutup Komplit
Oblik Terbuka Complete Terbuka Tidak komplit
Spiral Fisura Tertutup Komplit Tertutup
Segmental Serong Sederhana Terbuka Retak tak komplitTerbuka
Impaksi Lintang Sederhana patologis Oblik Greenstick
Patologik Kominutif Spiral Transversal
Greenstick Segmental Transversal Oblik
Avulsi Dahan hijau Segmental Spiral
Sendi Kompresi kominutif Kominutif
Beban Impaksi Depresi
lainnya Impresi Kompresi
patologis Patologik
Avulsi
Epifiseal
impaksi
Sumber: Lukman dan Ningsih, Nurna. (2009; 27).
Klasifikasi etiologi
o Traumatik, akibat trauma tiba-tiba
o Patologis, karena kelemahan tulang yang didahului dengan keadaan
patologis tulang
10
o Stress, akibat adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.
Klasifikasi klinis
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidaknya hubungan antara patah tulang
dengan dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang
memungkinkan tulang dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ketulang yang patah
(Sjamsuhidayat, 2005; 841).
Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulit. Klasifikasi menurut Tscherne :
Grade I : Fraktur dengan memar pada kulit atau jaringan subkutan
Grade II : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Grade III : Cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang
ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang. Klasifikasi menurut
Gustilo :
Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat
tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada
jaringan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak
kominutif.
Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak
terdapat kerusakan jaringan lunak, dan tidak lebih dari
kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan
struktur neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka.
11
III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi
secara memadai oleh jaringan lunak.
Klasifikasi radiologi
o Lokasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
o Konfigurasi
Transversal
Oblik
Spiral
Kupu-kupu
Komunitif (lebih dari dua fragmen)
Segmental
Depresi
ETIOLOGI FRAKTUR
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana, baiknya kita lebih dahulu mengetahui keadaan
fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Umumnya fraktur
diakibatkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok,
memutar, dan tarikan.
Trauma
12
Langsung
Trauma yang terjadi langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan
tersebut, umunya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya
pada jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur klavikula (membran
interoseus). Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untum
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terliahat maupun
teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas yang normal.
Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji kreptus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih berat.
13
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau
cedera.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral.
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis
sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan
dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-
tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa
ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI, contohnya untuk fraktur tulang belakang
dengan komplikasi neurologis.
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan
melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan
melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan
menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
1. Anamnesa : trauma
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci jenisnya,
besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma).
Dari anamnesa saja dapat diduga :
- Kemungkinan politrauma.
- Kemungkinan fraktur multipel.
14
- Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur supracondylair
humerus, fraktur collum femur.
- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan.
Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur impacted
(impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel, fraktur
pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
1. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
15
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat
dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi
dalam hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula
terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam
gips. Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi
Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5
kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai
traksi definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk
orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
(image intensifier, C-arm) :
1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka
dipasang alat fiksasi eksterna.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan
pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak
diikuti pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur
femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa
membuka frakturnya.
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
Open treatment:
Beberapa indikasi untuk penatalaksanaan operasi pada anak meliputi :
Fraktur displaced epifisis
Fraktur displaced intrartikuler
Fraktur tidak stabil
17
Multiple fraktur
Fraktur terbuka
Fraktur femur pada remaja
Fraktur leher femur
Fraktur dengan luka bakar
Closed treatment yang gagal atau tidak stabil
Closed treatmen dengan kemungkinan kegagalan yang tinggi
Fraktur patologis
Cidera neurovaskuler
Tipe-tipe fiksasi
open reduction and internal fixsation (ORIF)
closed reduction dan internal fixsation (CRIF) atas indikasi:
1. Fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan yang masif
2. Memberikan fiksasi yang instan dalam kasus politrauma
3. Penatalaksanaan fraktur dengan defisiensi simpanan tulang atau infeksi
Evaluasi
Menunjukkan perawatan yang rutin pada anak dengan traksi
Menunjukkan adanya sirkulasi, integritas kulit terjaga, fungsi neurologi normal, dan
tidak terjadi infeksi
Observasi aktifitas yang bisa dilakukan anak
1. Malunion
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan
atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi
Gambaran Klinis
Radiologis
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan
2. Delayed Union
Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5
bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak
bawah).
Etiologi
Gambaran Klinis
19
Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat
pembengkakan, nyeri tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah
fraktur, pertambahan deformitas.
Radiologis
Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista pada
ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang
kurang disekitar fraktur.
Pengobatan
3. Non union
Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama
infeksi disebut infected pseudoartrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi
menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang yaitu :
hipertrofik ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal
yang disebut gambaran elephant’s foot, garis fraktur tampak dengan jelas,
ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, pada
jenis ini vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang
rigid tanpa pemasangan bone graft.
Etiologi
20
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak
adekuat, imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen,
waktu imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena
adanya traksi yang berlebihan, interposisi jaringan lunak di antara kedua
fragmen, terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen, destruksi
tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis),
disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler),
kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi
interna yang tidak sempurna, delayed union yang tidak diobati, pengobatan
yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan, terdapat benda asing
diantara kedua fraktur misalnya pemasangan screw diantara kedua fragmen.
Gambaran Klinis
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah fraktur
yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit
atau sama sekali tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak
terdapat pembengkakan sama sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara
kedua fragmen.
Radiologis
Pengobatan
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat
sendi misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan
21
protesis misalnya pada fraktur leher femur, stimulasi elektrik untuk
mempercepat osteogenesis.
PROSES PENYEMBUHAN
1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang
disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.
22
3. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut
juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler
yang tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium membentuk suatu
tulang imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada
radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur
4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
5. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap
terjadi osteoblastik pada tulang.
23
PROGNOSIS
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi
pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter pada patahan tulang
tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yang disebut dengan
fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis,
dan pada akhirnya fase konsolidasi.(18)
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi
fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:
Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8
minggu).
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley. A Graham, louis Solomon.Buku Ajar Orthopedi dan fraktur sistem Alpley.
Penerbit widya medika. Jakarta
2. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Injuries of the forearm and wrist. In:
(Solomon L, Warwick D, Nayagam S. eds.) Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures. Ninth Edition.UK: Hodder Arnold.2010
3. Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad Chairuddin.
Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam. Penerbit PT. Yarsif Watampone.
Jakarta. 2009.
4. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.2005
5. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Ekstermitas Superior:
Lengan Bawah. EGC: Jakarta. 2006. Hal: 467
6. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
25