FRAKTUR FEMUR
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Dr. Husodo Dewo Adi, SpOT, K-Spine
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma adalah kata lain untuk cedera atau rudapaksa yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Trauma jaringan lunak musculoskeletal dapat berupa vulnus. Perdarahan,
memar regangan atau robek parsial, putus atau robek, gangguan pembuluh darah, dan
1
gangguan saraf. Sedangkan cedera pada tulang dapat menimbulkan patah tulang (Fraktur) dan
dislokasi. Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus
menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur ini disebut sebagai fraktu dislokasi.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas
No rekam medis : 01024138
Nama : Tn. X
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku : Sunda
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk RS : 25 Juni 2017
Tanggal Operasi : 6 Juli 2017
Tanggal Keluar RS :-
Ruangan : Marjan Atas
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kanan atas setelah mengalami
kecelakaan motor
Keluhan Tambahan : Sakit kepala,
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan, nyeri
dirasakan ketika lengan digerakkan, nyeri dirasakan
sejak sebulan yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita
keluhan seperti ini.
STATUS GENERALIS
3
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36,8 oC
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat isokor, refleks pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan
dinamis simetris kanan dan kiri.
Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri
simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : tampak datar simetris
Palpasi : datar lembut, NT/NL: -/- ; hepar dan lien tidak teraba
besar
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
STATUS LOKALIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
1. Laboratorium
Darah rutin:
Hemoglobin : 11,4 g/dl
Hematokrit : 34%
Leukosit : 16.200 /mm3
Trombosit : 634.000 /mm3
Eritrosit : 3,80 juta/mm3
2. Foto Radiologi
5
Kesan : Closed Fraktur Femoris Dextra Segmental
Kesan :
IV. Diagnosis
Closed Fraktur Femoris Dextra Segmental
V. Penatalaksanaan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) femoral nail + plat and screw
Medikamentosa
Post Op:
6
- Inf. RL : D5% = 2:1 20tpm
- Inj. Cefoperazon non sulbactam 2x1 gr IV
- Inj. Gentamicin 2x80 mg IV
- Inj. Dexketoprofen 2x1 amp IV
VII.Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Femur
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan
dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan
patella untuk membentuk articulatio genus. Ujung atas femur memiliki caput, collum,
Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os
coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang
berguna sebagai tempat melekatnya ligamentun capitis femoris. Sebagian suplai darah
untuk caput femoris dari arteri obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan
8
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125 dan lebuh kecil pada perempuan
dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena
adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara
oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum
quadratum.
permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini melekat
otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke bawah.
Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju
melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar kearah ujung distalnya dan
membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya yang disebut facies
poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condyli medialis dan lateralis yang bagian
ikut serta dalam pembentukan articulatio genus. Diatas condyli terdapat epicondylus
Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus
9
Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh
darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis,
externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang fascial medial diperdarahi
oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas
hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas
II. Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh
trauma berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila
tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus
dapat menimbulkan fraktur.1,2
10
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya
telah mengalami proses paotologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder,
mieloma multipel, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya.
ETIOLOGI
Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan
kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
PATOFISIOLOGI
Fraktur traumatik yaitu yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba. Fraktur
patologis dapat terjadi hanya tekanan yang relatif kecil apabila tulang telah melemah
akibat osteoporosis atau penyakit lainnya. Fraktur stres yang terjadi karena adanya
trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi etiologis
Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam
tulang
Fraktur stres
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup (simple fracture)
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
11
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed
union, nonunion, infeksi tulang.
12
Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi (gambar 1)
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
13
2. Konfigurasi (gambar 2)
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada
fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis
14
Gambar 3. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur
a. Transversal
b. Oblik
c. Segmental
d. Spiral dan segmental
e. Komunitif
f. Depresi
15
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang.
Berdasarkan letak patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai2:
a. Fraktur leher femur
b. Fraktur trokanterik
c. Fraktur subtrokanterik
d. Fraktur diafisis
e. Fraktur suprakondiler
f. Fraktur kondiler
16
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang
tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.
Mekanisme: Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas
atau jatuh dari tempat tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi
dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi.
17
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur.
Gambar 2.4
Klasifikasi
Sudut Inklinasi
Leher Femur
18
memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor dimana
fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat
komunitif terutama pada korteks bagian posteromedial.
Fraktur trokanterik dapat dibagi atas:
a. Stabil
b. Tidak stabil; disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial
remuk dan fragmen besar mengalami pergeseran terutama trokanter
minor.
c. Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat
trauma yang hebat. Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna,
memendek dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur
disertai nyeri pada pergesekan.
1. Tidak bergeser
2. Impaksi
3. Bergeser
4. Komunitif
20
Gambar 2.6
21
Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan. Mungkin
ditemukan krepitasi dan hemaartrosis sendi lutut. Klasifikasi:
Gambar 2.8
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Dari anamnesa dapat diperoleh keluhan yang dialami pasien serta riwayat
trauma. Bila tidak ada riwayat trauma dapat dipikirkan terjadi suatu fraktur
patologis. Trauma harus diperinci jenisnya, berat ringannya trauma. Arah
trauma. Dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan (mechanism
of injury)
Gejala klasik fraktur adalah:
o Adanya riwayat trauma rasa nyeri dan bengkak pada bagian tulang yang
patah
o Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi)
o Nyeri tekan
o Krepitasi
o Gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri
o Putusnya kontinuitas tulang
o Gangguan neurovascular
Apabila gejala klisik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.
b. Pemeriksaan Fisik
22
Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia atau
perdarahan, kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti pada
fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal, dilakukan tiga hal penting yakni
inspeksi/look, palpasi/feel, dan pergerakan/move.
Look
Memeriksa dengan melihat:
o Warna dan perfusi
o Luka
o Deformitas (angulasi/pemendekan)
o Pembengkakan
Penilaian keseluruhan penderita yang dilakukan dengan cepat akan dapat
menemukan perdarahan aktif. Bila bagian distal ekstremitas pucat
menunjukkan tidak adanya aliran darah arteri.
Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya
crush syndrome dengan ancaman sindroma kompartemen, pembengkakan
sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi tulang menunjukkan
adanya trauma musculoskeletal
Feel/palpasi
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa fungsi sensorik (fungsi
neurologi dan daerah nyeri tekan). Dilakukan penilaian pada neurovascular
distal dari daerah yang mengalami fraktur.
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan palpasi:
o Suhu
o Nyeri tekan
o Krepitasi (diketahui dengan perabaan & harus dilakukan secara hati hati)
o Sensibiltas: baik/tidak
o Pemeriksaan vaskuler: pulsasi arteri & capillary refill time
o Pengukuran panjang tungkai
Kehilangan rasa raba dan nyeri menunjukkan adanya trauma spinal atau saraf
tepi. Nyeri dan nyeri tekan di atas otot menunjukkan kontusi jaringan lunak
atau fraktur.
Movement/gerakan
Penilaian ini terutama menilai range of movement serta menilai gerak aktif
dan pasif dari sendi
o Pergerakan aktif: minta pasien untuk bergerak tanpa dibantu. Nilai
kemampuan pergerakan sendi dan apakah terdapat rasa nyeri atau tidak.
o Pergerakan pasif
o Range Of Movement: pemeriksaan area pergerakan dari sendi. Hasil
pengukuran dinyatakan dalam drajat.
Pasien fraktur ketika diperiksa gerakan aktif, pasif dan ROM akan terbatas
karena nyeri. Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
23
nyeri sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disampingitu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak terutama pembuluh
darah dan saraf.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos dapat digunakan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis dilakukan
dengan prinsip rule of two: dua posisi, dua sendi, dua anggota gerak, dua
trauma, dua kali dilakukan foto.
PENATALAKSANAAN
24
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin raction
merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter
umum9.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
25
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan
bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur leher femur dan
sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau
nonunion.
Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan keadaan gawat darurat ortopedi yang memerlukan
penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi dan masalah penyembuhan.
Prinsip dasar penanganan fraktur terbuka adalah:2,8
1. Obati fraktur sebagai kegawatdaruratan
2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang dapat menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, kamar operasi dan setelah
operasi
4. Segera lakukan debridemen dan irigasi
5. Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogeneous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
26
fraktur femur untuk sementara. Fiksasi eksternal dianjurkan pada fraktur derajat
IIIA dan IIIB.
4. Penutupan kulit
Bila fraktur terbuka telah ditangani dalam waktu kurang dari enam jam,
sebaiknya kulit ditutup. Luka dapat dibiarkan terbuka selama beberapa hari tapi
tidak lebih dari 10 hari. Prinsipnya adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang dapat mengakibatkan kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah
tindakan operasi. Antibiotik yang dianjurkan pada fraktur terbuka derajat I
adalah golongan sefalosporin, derajat II golongan sefalosporin dan
aminoglikosida, dan derajat III golongan sefalosporin, penisilin dan
aminoglikosida.
6. Pencegahan tetanus
Semua pendertia dengan fraktur terbuka harus diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup diberikan toksoid dan
bagi yang belum dapat ditambahkan pemberian 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).
KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa trauma
kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun
penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur
arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri, komplikasi neurologis
baik pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf perifer serta komplikasi pada
organ dalam seperti jantung, paru-paru, hepar dan limpa.
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen,
trombosis, infeksi sendi dan osteomielitis. Dapat juga terjadi ARDS, emboli paru dan
tetanus
Komplikasi lanjut akibat fraktur dapat berupa penyembuhan abnormal dari fraktur
seperti malunion ununion delayed union, osteomielitis kronik, gangguan
pertumbuhan, patah tulang rekuren, osteomielitis kronis, ankilosis, penyakit
degeneratif pasca trauma dan kerusakan saraf. Compartement Syndrome merupakan
komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome
dapat memperburuk kualitas hidup pasien
27
PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan
untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang
penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta, 1995.Widya Medika;
2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
3. Putz, R., Pabst. R. Atlas Anotomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. 2000. Hal. 276,278.
4. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby
Elsevier. United States. 2007. Page 408-410
5. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge
University, 2004. Page 140-143
6. Sjamsuhidat. R., De Jong. Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 2003. Hal. 880.
7. James E Keany, MD.Femur Fracture. In site
http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
8. Lawrence M Davis, MD. Magnetic Resonance Imaging (MRI). In site
http://www.emedicinehealth.com
9. Kramer. Josef., Czerny. C., Pfirrmann. Christian W., Hofmann. S., Scheurecker.
A. In Internal Derangements of the Hip and Proximal Femur (Including Intra-
and Extra-articular Snapping Hip). Imaging of the Musculoskeletal System.
Elsevier. 2008. In site http://imaging.consult.com
28