Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT

FRAKTUR FEMUR

Disusun Oleh:

1. Ayuvy Monzalitza 1102013051


2. Mohammad Egatama 1102013175

Pembimbing:
Dr. Husodo Dewo Adi, SpOT, K-Spine

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ORTHOPEDI


RSU DR. SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2017

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma adalah kata lain untuk cedera atau rudapaksa yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Trauma jaringan lunak musculoskeletal dapat berupa vulnus. Perdarahan,
memar regangan atau robek parsial, putus atau robek, gangguan pembuluh darah, dan

1
gangguan saraf. Sedangkan cedera pada tulang dapat menimbulkan patah tulang (Fraktur) dan
dislokasi. Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus
menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur ini disebut sebagai fraktu dislokasi.

Prinsip penanggulangan cedera musculoskeletal adalah rekognisi, reduksi, retaining,


dan rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui, apakah
akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tidak langsung. Reduksi berarti
mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi). Dengan kembali ke bentuk
semula, diharapkan bagian yang sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining
adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan
sembuh lebih cepat. Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota yang sakit agar
berfungsi kembali. Adapun pembahasan Fraktur yang lebih mendalam akan dibahas di BAB
III

Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya


respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses
penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak
menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita
fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan
mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon
psikologis yang baik, respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses
kesembuhan (Depkes RI, 2008).

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas
No rekam medis : 01024138
Nama : Tn. X
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku : Sunda
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk RS : 25 Juni 2017
Tanggal Operasi : 6 Juli 2017
Tanggal Keluar RS :-
Ruangan : Marjan Atas

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kanan atas setelah mengalami
kecelakaan motor
Keluhan Tambahan : Sakit kepala,
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan, nyeri
dirasakan ketika lengan digerakkan, nyeri dirasakan
sejak sebulan yang lalu.

Riwayat Penyakit dahulu :-

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita
keluhan seperti ini.

III. Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Sakit Sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 100 x/menit

3
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36,8 oC
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat isokor, refleks pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, Murmur (-) Gallop (-)

Pulmo :
Inspeksi : pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan
dinamis simetris kanan dan kiri.
Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri
simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen :
Inspeksi : tampak datar simetris
Palpasi : datar lembut, NT/NL: -/- ; hepar dan lien tidak teraba
besar
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas atas : akral hangat, edema -/-, sianosis -/-


Ekstremitas bawah : akral hangat, edema -/- sianosis -/-

STATUS LOKALIS

Look : Luka (-) Deformitas (+) Memar (+) Pembengkakan (-)

Feel : Krepitasi(+) Nyeri Tekan(+) Sensibilitas (+)


Pulsasi Arteri (+)

Movement : ROM (Range of Movement) terbatas,


Pergerakan Aktif terbatas, Pergerakan Pasif terbatas

PEMERIKSAAN PENUNJANG

4
1. Laboratorium

Darah rutin:
Hemoglobin : 11,4 g/dl
Hematokrit : 34%
Leukosit : 16.200 /mm3
Trombosit : 634.000 /mm3
Eritrosit : 3,80 juta/mm3

2. Foto Radiologi

PreOp (19 Juni 2017)

5
Kesan : Closed Fraktur Femoris Dextra Segmental

Post ORIF (7 Juli 2017)

Kesan :

IV. Diagnosis
Closed Fraktur Femoris Dextra Segmental

V. Penatalaksanaan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) femoral nail + plat and screw
Medikamentosa
Post Op:

6
- Inf. RL : D5% = 2:1 20tpm
- Inj. Cefoperazon non sulbactam 2x1 gr IV
- Inj. Gentamicin 2x80 mg IV
- Inj. Dexketoprofen 2x1 amp IV

VI. Laporan Operasi

DO: Ditemukan fraktur femur segmental fragmanted displaced di 1/3


proksimal/distal

VII.Prognosis

Ad Vitam : ad bonam

Ad Fungsional : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubias ad bonam

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Femur

Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan

dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur bersendi

dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia dan

patella untuk membentuk articulatio genus. Ujung atas femur memiliki caput, collum,

trochanter major, dan trochanter minor.

Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os

coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang

berguna sebagai tempat melekatnya ligamentun capitis femoris. Sebagian suplai darah

untuk caput femoris dari arteri obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan

memasuki tulang melalui fovea capitis.

8
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,

belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125 dan lebuh kecil pada perempuan

dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena

adanya penyakit.

Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara

collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trocanter ini di

bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian posterior

oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum

quadratum.

Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan

permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini melekat

otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke bawah.

Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju

ke tuberculum adductorum pada condylus medial. Tepi lateral melanjutkan diri ke

distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus,

tepatnya dibawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai tempat

melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar kearah ujung distalnya dan

membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya yang disebut facies

poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condyli medialis dan lateralis yang bagian

posteriornya dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus

ikut serta dalam pembentukan articulatio genus. Diatas condyli terdapat epicondylus

lateralis dan medialis. Tuberkulum adductorum dilanjytkan oleh epicondylus medialis.

Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus

iliacus, musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris.

9
Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh

darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis,

musculus adductor longus, musculus adductor magnus, musculus obturatorius

externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang fascial medial diperdarahi

oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria. Ruang fascia posterior tungkai atas

diisi oleh musculus biceps femoris, msculus semitendinosus, musculus

semimembranosus, dan sebagian kecil musculus adductor magnus (otot-otot

hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang fascia posterior tungkai atas

diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris.

II. Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh
trauma berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila
tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus
dapat menimbulkan fraktur.1,2

10
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya
telah mengalami proses paotologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder,
mieloma multipel, kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya.
ETIOLOGI

Penyebab fraktur femur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan

kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung.

Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di

tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya

fraktur berjauhan.

PATOFISIOLOGI
Fraktur traumatik yaitu yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba. Fraktur
patologis dapat terjadi hanya tekanan yang relatif kecil apabila tulang telah melemah
akibat osteoporosis atau penyakit lainnya. Fraktur stres yang terjadi karena adanya
trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi etiologis
Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam
tulang
Fraktur stres
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup (simple fracture)
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)

11
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from
without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed
union, nonunion, infeksi tulang.

Derajat Fraktur Terbuka


Derajat Luka Kerusakan Jaringan Fraktur
I Luka akibat Sedikit kerusakan Fraktur simpel,
tusukan fragmen jaringan, tidak terdapat transversal, oblik
tulang, bersih, tanda trauma yang hebat pendek atau sedikit
ukuran < 1 cm kominutif
II Luka > 1 cm, Kerusakan jaringan Dislokasi fragmen
sedikit sedang, tidak ada avulsi tulang jelas
terkontaminasi kulit
III Luka lebar, rusak Kerusakan jaringan hebat Kominutif,
hebat, kontaminasi termasuk otot, kulit, dan segmental, fragmen
hebat struktur neurovaskuler tulang ada yang
hilang
IIIa Luka lebar dan Jaringan lunak cukup Kominutif atau
rusak hebat menutup tulang yang segmental yang
patah hebat
IIIb Luka lebar dan Kerusakan hebat dan Kominutif yang
rusak hebat, kehilangan jaringan, hebat
kontaminasi hebat terdapat pendorongan
periosteum, tulang
terbuka
IIIc Luka lebar dan Kerusakan arteri yang Kuminutif yang
rusak hebat, memerlukan perbaikan hebat
kontaminasi hebat tanpa memperhatikan
tingkat kerusakan
jaringan lunak

12
Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi (gambar 1)
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi

Gambar 1. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi


a. Fraktur diafisis c. Dislokasi dan fraktur
b. Fraktur metafisis d. Fraktur intra-artikule

13
2. Konfigurasi (gambar 2)
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada
fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis

Gambar 2. klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi.


a. Transversal
b. Oblik
c. Spiral
d. Kupu-kupu
e. Komunitif
f. Segmental
g. Depresi
3. Menurut ekstensi (gambar 3)
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick

14
Gambar 3. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur
a. Transversal
b. Oblik
c. Segmental
d. Spiral dan segmental
e. Komunitif
f. Depresi

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya (gambar 4)


Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
a) Bersampingan
b) Angulasi
c) Rotasi
d) Distraksi
e) Over-riding
f) Impaksi
Gambar 4
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur femur secara umum adalah sebagai berikut :
a) Nyeri
b) Ketidak mampuan untuk menggerakkan kaki
c) Deformitas
d) Bengkak

KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR

15
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai ke distal tulang.
Berdasarkan letak patahannya, fraktur femur dekategorikan sebagai2:
a. Fraktur leher femur
b. Fraktur trokanterik
c. Fraktur subtrokanterik
d. Fraktur diafisis
e. Fraktur suprakondiler
f. Fraktur kondiler

Gambar 2.2 Anatomi Lokasi Fraktur Femur

a. Fraktur leher femur

16
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang
tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.

Gambar 2.3 Fraktur Leher Femur

Mekanisme: Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas
atau jatuh dari tempat tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi
dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi.

Klasifikasi Fraktur Leher Femur:


1. Hubungan terhadap kapsul
- Ekstrakapsuler
- Intrakapsuler
2. Sesuai lokasi
- Sub-kapital
- Trans-servikal
- Basal
3. Radiologis
a. Berdasarkan keadaan fraktur
- Tidak ada pergeseran fraktur
- Fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan dapat bergeser ke
proksimal
- Fraktur impaksi
b. Klasifikasi menurut Garden
- Tingkat I; Fraktur impaksi yang tidak total
- Tingkat II; Fraktur total tetapi tidak bergeser
- Tingkat III; Fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran
- Tingkat IV; Fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat
c. Klasifikasi menurut Pauwel

17
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur.

Gambar 2.4
Klasifikasi
Sudut Inklinasi
Leher Femur

- Tipe I : Fraktur dengan garis fraktur 30


- Tipe II : Fraktur dengan garis fraktur 50
- Tipe III: Fraktur dengan garis fraktur 70

b. Fraktur daerah trokanter

Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik


(intertrokanterik) adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di
atas umur 60 tahun.

Gambar 2.4 Fraktur Trokanter Femur

Mekanisme trauma: Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan


trauma langsung pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat

18
memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor dimana
fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat
komunitif terutama pada korteks bagian posteromedial.
Fraktur trokanterik dapat dibagi atas:
a. Stabil
b. Tidak stabil; disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial
remuk dan fragmen besar mengalami pergeseran terutama trokanter
minor.

Fraktur trokanterik diklasifikasikan atas empat tipe, yaitu:


- Tipe I
Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran
- Tipe II
Fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter nimor
- Tipe III
Fraktur disertai dengan fraktur komunitif
- Tipe IV
Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur

Pada pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah disertai rotasi


eksterna.

c. Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat
trauma yang hebat. Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna,
memendek dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur
disertai nyeri pada pergesekan.

d. Fraktur diafisis femur


Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya karena
trauma hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain misalnya jatuh
dari ketinggian. Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi
untuk tulang femur, tetapi juga daat berkibat jelek karena dapat menarik
fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur
patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan
perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok.
19
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat pada
dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur yang bersifat
transversal dan oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi.

Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif,


fraktur Z atau segmental. Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan
pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan
pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam keadaan syok.

e. Fraktur suprakondiler femur


Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Terapi konservatif dengan cara lutut
difleksi dilakukan untuk menghilangkan tarikan otot. Fraktur terjadi karena
tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran.
Klasifikasi Frakrue Suprakondiler femur:

1. Tidak bergeser
2. Impaksi
3. Bergeser
4. Komunitif

Gambar 2.5 Fraktur Suprakondiler Femur


Pergeseran terjadi pada fraktur oleh karena tarikan otot sehingga pada terapi
konservatif lutut harus difleksi untuk menghilangkan tarikan otot.

20
Gambar 2.6

Mekanisme Pergeseran Fraktur Suprakondiler

f. Fraktur suprakondiler femur dan fraktur interkondiler

Gambar 2.7 Klasifikasi Fraktur Suprakondiler dan Interkondiler Femur

Menurut Neer, Grantham, Shelton (1967)

- Tipe I : Fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T


- Tipe IIA : Fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
metafisis (bentuk Y)
- Tipe IIB : Sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil
- Tipe III : Fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur
kondiler yang tidak total

g. Fraktur kondilus femur

21
Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan. Mungkin
ditemukan krepitasi dan hemaartrosis sendi lutut. Klasifikasi:

- Tipe I; Fraktur kondilus dalam posisi sagital


- Tipe II; Fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus
femur bergeser
- Tipe III; Kombinasi antara sagital dan koronal

Gambar 2.8

Klasifikasi Fraktur Kondilus Femoris

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Dari anamnesa dapat diperoleh keluhan yang dialami pasien serta riwayat
trauma. Bila tidak ada riwayat trauma dapat dipikirkan terjadi suatu fraktur
patologis. Trauma harus diperinci jenisnya, berat ringannya trauma. Arah
trauma. Dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan (mechanism
of injury)
Gejala klasik fraktur adalah:
o Adanya riwayat trauma rasa nyeri dan bengkak pada bagian tulang yang
patah
o Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi)
o Nyeri tekan
o Krepitasi
o Gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri
o Putusnya kontinuitas tulang
o Gangguan neurovascular
Apabila gejala klisik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.

b. Pemeriksaan Fisik

22
Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia atau
perdarahan, kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti pada
fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal, dilakukan tiga hal penting yakni
inspeksi/look, palpasi/feel, dan pergerakan/move.

Look
Memeriksa dengan melihat:
o Warna dan perfusi
o Luka
o Deformitas (angulasi/pemendekan)
o Pembengkakan
Penilaian keseluruhan penderita yang dilakukan dengan cepat akan dapat
menemukan perdarahan aktif. Bila bagian distal ekstremitas pucat
menunjukkan tidak adanya aliran darah arteri.
Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya
crush syndrome dengan ancaman sindroma kompartemen, pembengkakan
sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi tulang menunjukkan
adanya trauma musculoskeletal

Feel/palpasi
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa fungsi sensorik (fungsi
neurologi dan daerah nyeri tekan). Dilakukan penilaian pada neurovascular
distal dari daerah yang mengalami fraktur.
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan palpasi:
o Suhu
o Nyeri tekan
o Krepitasi (diketahui dengan perabaan & harus dilakukan secara hati hati)
o Sensibiltas: baik/tidak
o Pemeriksaan vaskuler: pulsasi arteri & capillary refill time
o Pengukuran panjang tungkai
Kehilangan rasa raba dan nyeri menunjukkan adanya trauma spinal atau saraf
tepi. Nyeri dan nyeri tekan di atas otot menunjukkan kontusi jaringan lunak
atau fraktur.

Movement/gerakan
Penilaian ini terutama menilai range of movement serta menilai gerak aktif
dan pasif dari sendi
o Pergerakan aktif: minta pasien untuk bergerak tanpa dibantu. Nilai
kemampuan pergerakan sendi dan apakah terdapat rasa nyeri atau tidak.
o Pergerakan pasif
o Range Of Movement: pemeriksaan area pergerakan dari sendi. Hasil
pengukuran dinyatakan dalam drajat.
Pasien fraktur ketika diperiksa gerakan aktif, pasif dan ROM akan terbatas
karena nyeri. Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan

23
nyeri sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disampingitu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak terutama pembuluh
darah dan saraf.

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos dapat digunakan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis dilakukan
dengan prinsip rule of two: dua posisi, dua sendi, dua anggota gerak, dua
trauma, dua kali dilakukan foto.

PENATALAKSANAAN

Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan


pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian
ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian perdarahan dengan balut
tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. Penderita dengan
fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga diperlukan resusitasi cairan
dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri.2,9
Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu
jangan membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan
prognosis yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti
menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan
terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal,
mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara
individual2.
Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:
1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah
alignment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal
50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.

24
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin raction
merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter
umum9.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.

Metode Penanganan Fraktur


Fraktur Tertutup
1. Konservatif
Penanganan fraktur secara konservatif dapat berupa:
a. Imobilisasi dengan bidai eksterna
Indikasi: fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan seperti fraktur femur.
b. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
menggunakan gips
Indikasi: diperlukan manipulasi pada fraktur displaced dan diharapkan
dapat direduksi dengan cara tertutup dan dipertahankan.
c. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
Dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Indikasi: bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak
memungkinkan, mencegah tindakan operatif, terdapat angulasi,
overriding, dan rotasi yang beresiko menimbulkan penyembuhan tulang
abnormal, fraktur yang tidak stabil pada tulang panjang dan vertebra
servikalis, fraktur femur pada anak mupun dewasa9 .
Terdapat empat jenis traksi kontinu yaitu traksi kulit, traksi menetap,
traksi tulang serta traksi berimbang dan traksi sliding.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Metode ini merupakan metode operatif dengan cara membuka daerah fraktur
dan fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung
menggunakan metode AO.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna: diperlukan fiksasi rigid
misalnya pada fraktur leher femur, fraktur terbuka, fraktur dislokasi yang tidak
dapat direduksi dengan baik, eksisi fragmen yang kecil, fraktur epifisis, dan
fraktur multipel pada tungkai atas dan bawah.
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna: fraktur terbuka grade II dan
II, fraktur dengan infeksi, fraktur yang miskin jaringan ikat, fraktur tungkai
bawah pada penderita diabetes melitus.
3. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis

25
Protesis merupakan alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan
bagian tulang yang nekrosis. Biasanya digunakan pada fraktur leher femur dan
sendi siku pada orang tua yang terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau
nonunion.

Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan keadaan gawat darurat ortopedi yang memerlukan
penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi dan masalah penyembuhan.
Prinsip dasar penanganan fraktur terbuka adalah:2,8
1. Obati fraktur sebagai kegawatdaruratan
2. Evaluasi awal dan diagnosis kelainan yang dapat menyebabkan kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, kamar operasi dan setelah
operasi
4. Segera lakukan debridemen dan irigasi
5. Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogeneous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap pengobatan fraktur terbuka:


1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. Jumlah cairan yang digunakan
berbeda tergantung pada derajat fraktur terbuka, untuk derajat I digunakan tiga
liter, derajat II enam liter, dan derajat III 10 liter. Larutan antibiotik dapat
digunakan walaupun belum banyak literatur yang membahasnya. Detergen
(sabun) dapat pula digunakan untuk mengurangi jumlah kuman. Hindari
penggunaan larutan antiseptik karena bersifat toksik pada jaringan.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya dapat menjadi tempat
kolonisasi kuman sehingga diperlukan tindakan eksisi operatif pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen yang lepas (debridemen).
Debridemen harus dilakukan dalam 6 jam pasca trauma untuk mencegah infeksi
dan bila perlu dapat diulangi 24 sampai 48 jam berikutnya.
3. Pengobatan fraktur
Fraktur dengan luka hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau resuksi terbuka
dengan fiksasi eksterna. Traksi skeletal dapat digunakan pada fraktur pelvis dan

26
fraktur femur untuk sementara. Fiksasi eksternal dianjurkan pada fraktur derajat
IIIA dan IIIB.
4. Penutupan kulit
Bila fraktur terbuka telah ditangani dalam waktu kurang dari enam jam,
sebaiknya kulit ditutup. Luka dapat dibiarkan terbuka selama beberapa hari tapi
tidak lebih dari 10 hari. Prinsipnya adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang dapat mengakibatkan kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah
tindakan operasi. Antibiotik yang dianjurkan pada fraktur terbuka derajat I
adalah golongan sefalosporin, derajat II golongan sefalosporin dan
aminoglikosida, dan derajat III golongan sefalosporin, penisilin dan
aminoglikosida.
6. Pencegahan tetanus
Semua pendertia dengan fraktur terbuka harus diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup diberikan toksoid dan
bagi yang belum dapat ditambahkan pemberian 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).

KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa trauma
kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun
penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur
arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri, komplikasi neurologis
baik pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf perifer serta komplikasi pada
organ dalam seperti jantung, paru-paru, hepar dan limpa.
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen,
trombosis, infeksi sendi dan osteomielitis. Dapat juga terjadi ARDS, emboli paru dan
tetanus
Komplikasi lanjut akibat fraktur dapat berupa penyembuhan abnormal dari fraktur
seperti malunion ununion delayed union, osteomielitis kronik, gangguan
pertumbuhan, patah tulang rekuren, osteomielitis kronis, ankilosis, penyakit
degeneratif pasca trauma dan kerusakan saraf. Compartement Syndrome merupakan
komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome
dapat memperburuk kualitas hidup pasien

27
PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan
untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang
penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta, 1995.Widya Medika;
2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
3. Putz, R., Pabst. R. Atlas Anotomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. 2000. Hal. 276,278.
4. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby
Elsevier. United States. 2007. Page 408-410
5. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge
University, 2004. Page 140-143
6. Sjamsuhidat. R., De Jong. Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 2003. Hal. 880.
7. James E Keany, MD.Femur Fracture. In site
http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
8. Lawrence M Davis, MD. Magnetic Resonance Imaging (MRI). In site
http://www.emedicinehealth.com
9. Kramer. Josef., Czerny. C., Pfirrmann. Christian W., Hofmann. S., Scheurecker.
A. In Internal Derangements of the Hip and Proximal Femur (Including Intra-
and Extra-articular Snapping Hip). Imaging of the Musculoskeletal System.
Elsevier. 2008. In site http://imaging.consult.com

28

Anda mungkin juga menyukai