Disusun Oleh:
Ayuvy Monzalitza
1102013051
Pembimbing:
dr. Laila Wahyuni, Sp.M
IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 14 Maret 2018
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Alamat : Sukapadang Atas
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Dokter Muda
ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 14 Maret
2018 pukul 08.30 WIB di Poliklinik Mata RSU dr. Slamet Garut.
Keluhan Utama
Pengelihatan kedua mata buram
Anamnesis Khusus
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSU dr. Slamet Garut dengan keluhan penglihatan
kedua mata buram sejak 6 bulan yang lalu. Pasien telah menggunakan kacamata sejak usia 9
tahun dan mengaku menggunakan kacamata setiap saat, dan hanya dilepas saat mandi atau
tidur. Kacamata terakhir dikoreksi 5 tahun yang lalu. Pasien merasa pengelihatan buram bila
melihat benda benda jauh dan lebih nyaman jika melihat dari dekat. Pada awalnya, keluhan
buram saat tidak menggunakan kacamata tidak separah yang dialami saat ini, kemudian
semakin memburuk dengan berjalannya waktu. Pasien mengaku dari kecil hingga saat ini
memiliki hobi bermain game hingga berjam-jam setiap hari.
Pasien kerap kali merasa pusing sejak 6 bulan terakhir yang terasa hilang timbul. Ia
mengaku pernah melihat seperti pelangi saat melihat ke arah cahaya namun keluhan hilang
dengan sendirinya. Keluhan mata merah, gatal dan perih disangkal oleh pasien. Pengelihatan
berkurang saat senja atau gelap disangkal. Keluhan pandangan berkabut dan menyempit juga
disangkal. Riwayat trauma tajam dan tumpul disangkal oleh pasien.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat tekanan darah tinggi dan diabetes. Riwayat
trauma pada mata sebelumnya disangkal pasien. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-
obatan.
Anamnesa Keluarga
Pasien mengaku seluruh anggota keluarga; orangtua dan saudara kandung,
menggunakan kacamata karena menderita Miopi.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 14 Maret 2018 pukul 09.00 WIB di Poliklinik
Mata RSU dr. Slamet Garut.
I. Status Generalis
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg Suhu : 36,70C
Nadi : 76 x/menit RR : 20 x/menit
Pemeriksaan fisik : Kepala : Normocephale
Thoraks/Cor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
Visus OD OS
SC 3/60 0,1
CC 1,0 False 2 1,0
STN 0,2 False 1 0,2 False 2
Koreksi S – 6.75 S – 7.25
ADD - -
Posisi Bola Mata Ortotropia
2
Gerakan bola mata Versi baik, duksi baik ke Versi baik, duksi baik ke
segala arah segala arah
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palpebra superior Tenang Tenang
Palpebra inferior Tenang Tenang
Silia Tumbuh teratur Tumbuh teratur
Ap. Lakrimalis Refluks (-) Refluks (-)
Konj. Tarsalis superior Tenang Tenang
Konj. Tarsalis inferior Tenang Tenang
Konj. Bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Diameter pupil ± 3 mm ± 3 mm
Reflex cahaya
Direct + +
Indirect + +
Iris Kripti (+), sinekia (-) Kripti (+), sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
3
Kornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Iris Kripti (+), sinekia (-) Kripti (+), sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Tonometri 11.3 11.7
Palpasi Normal perpalpasi Normal perpalpasi
Pemeriksaan Funduskopi
Sulit dinilai
Pemeriksaan Autorefraktometri
SPH CYL AX
OD -6.50 -0.50 109
OS -7.00 0.00 -
PD : 62
RESUME
Pasien laki-laki berusia 22 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU dr. Slamet Garut
dengan keluhan penglihatan kedua mata semakin buram sejak 6 bulan yang lalu. Pasien telah
menggunakan kacamata sejak usia 9 tahun dan mengaku menggunakan kacamata setiap saat,
dan hanya dilepas saat mandi atau tidur. Kacamata terakhir dikoreksi 5 tahun yang lalu.
Pasien merasa pengelihatan buram bila melihat benda benda jauh dan lebih nyaman jika
melihat dari dekat. Pasien mengaku dari kecil hingga saat ini memiliki hobi bermain game
hingga berjam-jam setiap hari. Keluhan juga disertai pusing sejak 6 bulan terakhir yang terasa
hilang timbul. Ia mengaku pernah melihat seperti pelangi saat melihat ke arah cahaya namun
keluhan hilang dengan sendirinya.
Status Oftalmologis :
Oculus Dexter Oculus Sinister
sc: 3/60 sc: 0,1
VISUS
cc: 1,0 false 2 cc: 1,0
0,2 false 1 STN 0,2 false 2
S – 6,75 Koreksi S – 7,25
4
DIAGNOSIS KERJA
- Miopia Simpleks ODS
RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan visus rutin setiap tahun
RENCANA TERAPI
Medikamentosa
- Vitamin A Eye Drops 3x1 tetes/ hari ODS
Non Medikamentosa
- Khusus
Kacamata lensa spheris konkaf/negatif sesuai dengan koreksi:
OD S – 6.75 : 1.0
OS S – 7,25 : 1.0
PD 61/59
- Umum
Membaca dengan pencahayaan yang cukup
Mengatur jarak membaca ± 30 cm
Hindari membaca dengan posisi tidur berbaring dan membaca dalam tempat
gelap
Memberi istirahat pada mata 15-20 menit setelah dipakai untuk beraktivitas.
misalnya, melakukan istirahat sejenak pada mata setelah dipakai untuk
memainkan laptop atau membaca
Kacamata harus terus dipakai kecuali saat mandi dan tidur.
PROGNOSIS
OD OS
Quo ad vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad fungtionam Ad bonam Ad bonam
Quo ad sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. FISIOLOGI PENGELIHATAN
Manusia dapat melihat benda karena adanya cahaya. Cahaya yang ditangkap mata
berturut-turut akan melalui kornea, aqueous humor, pupil, lensa, vitreus humor, dan
retina. Lensa mata berfungsi memfokuskan cahaya yang terpantul dari benda-benda yang
terlihat sehingga menjadi bayangan yang jelas pada retina. Cahaya ini akan merangsang
fotoreseptor untuk menyampaikan impuls ke saraf penglihat dan berlanjut sampai lobus
oksipitalis pada otak besar.1
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata.
Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila
berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil.
Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang
berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, karena iris merupakan cincin otot yang
berpigmen, maka iris juga berperan dalam menentukan warna mata. Setelah melalui
pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous humor
dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum suspensorium.
Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama
berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata
memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan berkontraksi, sehingga
lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek yang
jauh, maka otot–otot siliaris akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih
lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang
merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya
tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina
adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak,
karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan
normal.1
6
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses:
1. Pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa,
dan humor vitreus.
2. Akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada
objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
3. Konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di fovea
sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu
terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari
paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang.
4. Pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua
bola mata terfokus ke arah obyek yang sedang dilihat.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki bagian lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina
yang dapat disamakan dengan film. Susunan refraksi mata terdiri atas empat pembatas
refraksi:
1. Antara permukaan anterior kornea dan udara
2. Antara permukaan posterior kornea dan udara
3. Antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa
4. Antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous
Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indeks bias udara adalah 1,
kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalina (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous
1.34.2
7
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan
sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya
sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan
sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdapat satu lensa dengan titik pusat 17
mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat
jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan
anterior kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh
berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara
normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total
hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila
lensa ini diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya
biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang
mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias
lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat
mencembung sehingga memungkinkan terjadinya “akomodasi”.2
Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa
kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina.
Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda
tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena
otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.2
8
ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila
mata istirahat.4
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan
berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata
yang tidak seimbang. Ametropia sendiri terdiri dari miopia, hipermetropia, dan
astigmat.4,5
Gambar 2. Ametropia6
III. MYOPIA
1. Definisi Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang
datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina
sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat
bayangan yang kabur.4,5
Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar
sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina.
Sehingga untuk meletakkan bayangan di retina maka titik terjauh harus lebih dekat
ke bola mata dibandingkan dengan orang normal. Untuk mengoreksinya dengan
lensa sferis negatif terkecil.7
9
Gambar 3. Refraksi Normal dan Kelainannya8
10
2. Klasifikasi Miopia
Dikenal beberapa tipe dari miopia:
1. Miopia aksial
Panjang aksial bola mata lebih panjang dari normal, walaupun kornea dan
kurvatura lensa normal dan lensa dalam posisi anatominya normal. Miopia
dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari tidak normalnya
besar segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan exaggerated cincin
scleral, dan staphyloma posterior.
2. Miopia refraktif
Mata memiliki panjang aksial bola mata normal, tetapi kekuatan refraksi mata
lebih besar dari normal Hal ini dapat terjadi pada:
– Miopia kurvatura
Mata memiliki panjang aksial bola mata normal, tetapi kelengkungan
dari kornea lebih curam dari rata-rata, misal: pembawaan sejak lahir atau
keratokonus, atau kelengkungan lensa bertambah seperti pada
hyperglikemia sedang ataupun berat, yang menyebabkan lensa membesar.
– Miopia karena peningkatan indeks refraksi
Peningkatan indeks refraksi daripada lensa berhubungan dengan
permulaan dini atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan
penyebab umum terjadinya miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan
lensa meningkatkan index refraksi, dengan demikian membuat mata
menjadi miopik.
– Miopia karena pergerakan anterior dari lensa
Pergerakan lensa ke anterior sering terlihat setelah operasi glaukoma
dan akan meningkatkan miopik pada mata.9
11
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina.4
Dari segi klinis miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks
Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau
indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal
Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang cahaya.
Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap
pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil
yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya,
sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia
Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang
memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu,
karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru –
buru memberikan lensa koreksi.
4. Miopia Degeneretif
Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam
penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi.
Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi
Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya
kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.7
12
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah:
1. Kongenital: sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak
2. Miopia onset anak-anak: di bawah umur 20 tahun
3. Miopia onset awal dewasa: di antara umur 20 sampai 40 tahun
4. Miopia onset dewasa: di atas umur 40 tahun (> 40 tahun)4
3. Etiologi Miopia
Pada dasarnya miopia terjadi oleh karena pertambahan panjang aksis bola
mata tanpa diikuti oleh perubahan pada komponen refraksi yang lain. Begitu juga
perubahan kekuatan refraksi kornea, lensa dan aquos humor akan menimbulkan
miopia bila tidak dikompensasi oleh perubahan panjang aksis bola mata.
Anak membaca terlalu dekat
Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus berkonvergensi berlebihan. M.
rektus internus berkontraksi berlebihan, bola mata terjepit oleh otot-otot mata
luar sehingga polus posterior mata, yang merupakan tempat terlemah dari bola
mata memanjang.
Wajah yang lebar
Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila hendak melakukan
pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama seperti di atas.
Beberapa hal yang dikaitkan atau diperkirakan sebagai etiologi miopia adalah:
1. Herediter
2. Penyakit sistemik / mata tertentu
3. Kelainan endokrin
4. Malnutrisi, defisiensi vitamin dan mineral tertentu
5. Penyakit mata
6. Gangguan pertumbuhan
7. Aktivitas/ membaca dekat yang berlebihan
8. Pemakaian kaca mata yang tidak sesuai
9. Sikap tubuh yang tidak sesuai10
13
4. Patofisisiologi
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk
panjangnya bola mata akibat:
Gambar 4. Miopia11
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang
lebih panjang, bola mata yang lebih panjang) disebut sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau
lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia
kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks
4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaucoma.5,12
5. Gejala Klinis
Gejala subjektif atau gejala khas yang dirasakan pasien miopia sangat khas, diantara
gejala tersebut adalah:
a) Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh yang buram
b) Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa koreksi kesalahan
myopia yang rendah membantu mengurangi sakit kepala akibat asthenopia (mata
cepat lelah)
c) Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia ingin melihat jauh,
efek pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas
d) Penderita rabun jauh biasanya suka membaca jarak dekat karena mudah bagi
mereka sebagai spekulasi yang menarik
e) Lekas lelah bila membaca karena konvergensi yang tidak sesuai akomodasi 8
14
6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Gejala objektif atau tanda-tanda dari miopia antara lain5,10,12
1. Miopia Simpleks:
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik
15
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.
Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik yang
terjadi pada miopia tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin
disebabkan karena perdarahan makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch
mengalami dekompensasi. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan
metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.
Dikatakan miopia tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi
lagi hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan
dengan panjangnya aksial miopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang
daripada normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.2,5
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi
dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).5
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan. Degenerasi
latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai ablasio retina, yang
terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.2,5
16
Gambar 7 Degenerasi Latis4
Pemeriksaan Penunjang
Penyebab penglihatan yang buram yang dikeluhkan oleh pasien dapat berupa
kelainan refraksi atau bukan, misalnya terdapat gangguan pada nervus optikus. Tes
Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah gangguan disebabkan oleh refraksi
atau bukan. Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut
1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter atau 20
kaki) dari kartu pemeriksaan
2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila berkacamata,
pasang koreksi kacamatanya
3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan
4. Catat sebagai tajam penglihatan pin hole
Teknik pemeriksaan refraksi sendiri terdiri dari teknik pemeriksaan secara subjektif
dan objektif14:
a. Pemeriksaan Refraksi Subjektif
Teknik pemeriksaan refraksi subjektif tergantung kepada respon pasien dalam
menentukan koreksi refraksi. Pemeriksaan ini terdiri dari:
1) Pemeriksaan trial and error
Cara melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai
berikut:
Pasien tetap duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart.
Pada mata dipasang trial frame.
Satu mata ditutup dengan okluder
Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
17
Dipasang trial lens, tergantung dari jarak berapa pasien mulai tidak
bisa membaca Snellen chart (+/- 2, +/- 1, +/- 0.5, +/- 0.25) dan dari
kejernihan pasien melihat tulisan Snellen chart (lensa +/-)
Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubah lensa
sampai huruf pada jarak 5/5 dapat dibaca dengan jelas, jika lensa
negatif (-) pilih lensa yang negatif terkecil yang dapat melihat huruf
pada jarak 5/5, dan jika lensa positif, maka di pilih positif yang terbesar
yang bisa melihat huruf pada jarak 5/5.
Lakukan hal yang sama pada mata kiri
Interpretasikan
18
1) Retinoskopi
Retinoskopi adalah teknik untuk menentukan obyektif kesalahan bias
mata (rabun dekat, rabun jauh, Silindris) dan kebutuhan untuk
kacamata. Tes cepat, mudah, akurat dan membutuhkan kerjasama minimal
dari pasien.
Ketika cahaya tersebut akan dipindahkan secara vertikal dan
horizontal di mata, pemeriksa mengamati gerakan refleks merah dari
retina. Pemeriksa kemudian meletakkan lensa di depan mata sampai
gerakan dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk menetralkan
gerakan adalah kesalahan bias mata dan menunjukkan kekuatan lensa yang
diperlukan untuk mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan / atau
lensa kontak (practical opth)
19
Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya, dan
kecepatan gerak dari reflek fundus. Reflek yang terang, pinggirnya yang
tegas dan gerak cepat menunjukkan kelainan reflek yang ringan. Bila
refleknya suram, pinggirnya tidak tegas dan geraknya lamban, didapatkan
pada kelainan refraksi yang tinggi. Bila pinggirnya tegak, tanda ada
astigmatisme. Sedangkan pada hipermetrop, miop, atau emetrop
mempunyai pinggir yang melengkung (crescentie).
Kemudian di depan mata penderita diletakkan lensa koreksinya,
yang dapat menimbulkan gerakan yang sebaliknya, pada jarak 1 meter.
Untuk jarak tak terhingga, perlu ditambahkan lagi -1 D untuk semua hasil
pemeriksaan akhir .Jadi untuk myopia menjadi bertambah kuat 1 D
sedangkan pada hipermetrop berkurang 1 D.
Contoh :
a. Kalau dengan cermin dari retinoskop didapatkan reflex yang bergerak
berlawanan dengan arah gerak cermin, jadi myopia lebihdari 1 D,
dengan -1D, masih berlawanan geraknya, juga dengan -2 D, tetapi
dengan -2,5 D timbul gerak yang berlawanan, dengan gerak yang
pertama, maka koreksinya adalah (-2,5) + (-1) = -3,5 D.
b. Dengan cermin retinoskop didapatkan reflek yang bergerak sama
dengan arah gerak cermin. Mata penderita mungkin hipermetrop,
emetrop atau miop kurangdari 1 D.
Bila diletakkan lensa +0,5 D menyebabkan gerak yang
berlawanan, menunjukkan penderita miop -0,5 D, karena (+0,5 D)
– (-1 D) = -0,5 D.
Bila pemberian +0,5 D arah gerak tidak berubah, tetapi pada
pemberian +1 D, menyebabakan pupil seluruhnya terang atau
seluruhnya gelap, ini menunjukkan mata penderita emetrop.
Jika pemberian +1 D tidak menimbulkan perubahan gerak,
menunjukkan matapenderita hipermetrop, maka lensa itu
kekuatannya diperbesar sampai menimbulkan kebalikan gerak,
umpamanya pada pemberian +4 D, maka derajat hipermetropnya
adalah (+4) + (-1) = +3 D.
20
Pada contoh di atas, hasil yang sama didapatkan bila cermin
digerakkan horizontal ataupun vertikal. Pada astigmatisme, koreksi pada
meridian vertikal tidak sama dengan koreksi pada meridian horizontal.
Contoh :
Dengan retinoskop didapatkan reflek yang bergerak kearah yang
sama dengan retinoskop, di kedua meridian, tetapi pada meridian yang satu,
bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini menunjukkan
adanya astigmatisme. Kemudian ternyata pada meridian vertical
memerlukan koreksi +1 D untuk timbul gerakan yang berlawanan, sedang
pada meridian yang horizontal diperlukan +2 D untuk gerakan ini. Pada
kedua hasil ditambahkan -1 D, maka pada meridian vertikal didapatkan (+1
D) – (-1 D) = 0, sedang pada meridian horizontal (+2 D) – (-1 D) = +1 D.
Jadi didapatkan astigmatisma hipermetropikus simpleks yang memerlukan
lensa koreksi silindris +1 D dengan aksisnya vertikal.
Bila untuk timbul arah yang berlawanan, meridian horizontal
memerlukan lensa koreksi -2 D, dan meridian vertical -4 D, maka setelah
ditambahkan -1 D, untuk meridian horizontal didapatkan -3 D sedang pada
meridian vertikal didapatkan -5 D, kelainan refraksinya adalah
astigmatisma miopikus kompositus, dengan koreksi S-3D = C-2D aksis
horizontal.
Contoh untuk astigmatisma mikstus :
Disini didapatkan reflek yang bergerak berlawanan pada satu
meridian, sedang pada meridian yang lainnya pergerakannya sama arahnya
dengan arah gerak cermin retinoskop. Bila pada meridian vertikal
gerakannya sama arahnya dengan cermin dan memerlukan lensa koreksi +2
D untuk timbulkan gerak yang berlawanan, sedang gerak reflek pada
meridian horizontal berlawanan dengan gerak cermin dan memerlukan
lensa koreksi -2 D untuk timbulkan gerak yang kebalikannya, maka setelah
ditambahkan -1 D didapatkan untuk meridian vertikal +1 D dan untuk
horizontal -3 D. Jadi lensa koreksinya adalah S+1 = C-4 D (aksis vertikal).
21
2) Refraktor
Refraktor, atau photoroptor, alternatif dari kacamata uji coba,
terdapat lensa-lensa spheris, dan silindris yang dapat langsung di ganti
dengan cepat.
3) Distometer
Alat ini digunakan untuk mengukur jarak vertex, jarak antara garis
mata tertutup dan permukaan belakang lensa refraksi.
4) Autorefraktometer
Refraktor otomatis yang dapat dengan cepat menentukan refraksi
objektif, tetapi alat ini kurang bermanfaat pada anak atau orang dewasa
dengan penyakit segmen anterior yang cukup berat.5
Diagnosis Banding
a. Hipermetropia
Gangguan atau cacat mata yang tidak dapat melihat dekat. Hal ini
disebabkan mata penderita terlalu cekung. Penderita biasanya adalah orang yang
terlalu sering melihat objek yang jauh. Penglihatan penderita membaik dengan
kacamata plus (positif)8
b. Astigmatisme
Astigma adalah suatu keadaan dimana berkasi sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam pada retina tetapi pada 2 garis titik yang saling tegak lurus
yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.8
7. Penatalaksanaan
Miopia bisa dikoreksi dengan kacamata spheris negatif atau lensa kontak sehingga
cahaya yang sebelumnya difokuskan didepan retina dapat jatuh tepat di retina.
a. Koreksi Miopia dengan Penggunaan Kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.
Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata
masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan
keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata.
Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi
resep kacamata yang tinggi. pengguanaan indeks material lensa yang tinggi akan
mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa.
22
Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui
material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang
lebih tinggi.6
c. Terapi bedah
Seiring dengan semakin berkembangnya tehnik operasi dan semakin
banyaknya orang yang lebih memilih operasi dibandingkan dengan memakai
kacamata ataupun lensa kontak. Sekarang telah dilakukan banyak prosedur operasi
untuk mengkoreksi kelainan refraksi seperti miopia secara permanen. Setelah operasi
23
penderita miopia akan mendapatkan tajam penglihatan sampai 20/40 bahkan sampai
20/20.6
Beberapa tehnik operasi yang telah digunakan untuk mengatasi kelainan refraktif
miopia ini, diantaranya:
• Epikeratophakia
• Radial keratotomy (RK)
• Photo-refractive keratotomy (PRK)
• Laser Insitu Keratomileusis (LASIK)
• Laser Epitelial Keratomileusis (LASEK)
• Clear lens extraction in unilateral high myopia
• Phakic IOL
OPERASI LASIK
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau
mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita
kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara
permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta
mata silinder (astigmatisme).15
Gambar 9 Lasik15
24
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri
Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri
Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6
(enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak,
glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua)
minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens).
25
8. Komplikasi
Komplikasi lebih sering terjadi pada myopia tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi
berupa:
1. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi 1/1335.Lebih
dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor risiko
pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi
300 kali.
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Halini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters).
Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga
kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko
untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata
3. Miopik makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang
berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa
menyebabkan berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau
degenerasi makular miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular
normal dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di
bawah sentral retina
4. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan
stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
penyambung pada trabekula
26
5. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang
dengan miopia, onset katarak muncul lebih cepat.4
9. Pencegahan
Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari
anak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter akan
melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk
membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.
Tindakan pencegahan yang lain adalah dengan cara:
- Jarak baca 40 – 45 cm.
- Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah
membaca atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit, berhenti
dahulu untuk 15 – 20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain.8
10. Prognosis
Prognosis penyakit myopia secara fungsional dapat berkembang cukup baik,
begitu juga untuk prognosis kelanjutan hidup serta kekambugan dapat mudah
ditangani jika pasien koperatif. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia
adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke
dalam akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin
fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.4,16
27
BAB III
PEMBAHASAN
1. Mengapa pada pasien ini di diagnosa sebagai pasien Miopia Simpleks ODS?
Anamnesis:
Pasien laki-laki berusia 22 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU dr. Slamet Garut
dengan keluhan penglihatan kedua mata semakin buram sejak 6 bulan yang lalu. Pasien telah
menggunakan kacamata sejak usia 9 tahun dan mengaku menggunakan kacamata setiap saat,
dan hanya dilepas saat mandi atau tidur. Kacamata terakhir dikoreksi 5 tahun yang lalu.
Pasien merasa pengelihatan buram bila melihat benda benda jauh dan lebih nyaman jika
melihat dari dekat. Pasien mengaku dari kecil hingga saat ini memiliki hobi bermain game
hingga berjam-jam setiap hari. Keluhan juga disertai pusing sejak 6 bulan terakhir yang terasa
hilang timbul. Ia mengaku pernah melihat seperti pelangi saat melihat ke arah cahaya namun
keluhan hilang dengan sendirinya.
Pada pemeriksaan mata eksternal slit lamp kedua mata dalam batas normal.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa miopia merupakan suatu keadaan
refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga dalam keadaan
mata istirahat, dibiaskan di depan retina sehingga pada retina didapatkan lingkaran
difus dan bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat mungkin
dibiaskan tepat di retina tanpa akomodasi.
Pasien ini diterapi dengan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang digunakan
adalah yang terkecil yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan koreksi. Hal
ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada penderita miopia
diberikan lensa sferis negatif yang terkecil yang memberikan visus maksimal.
28
2. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien ini?
Untuk penatalaksanaan pada pasien dengan diagnosis Miopia Simpleks dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Medikamentosa
- Vitamin A Eye Drops 3x1 tetes/hari ODS
Obat ini mempunyai indikasi untuk menguatkan pandangan, mengurangi simptom letih
setelah membaca atau menonton televisi. Pemberian vitamin A hanya sebagai nutrisi
mata dan juga membantu mengatasi iritasi pada mata serta pemakaiannya cukup aman
untuk jangka waktu yang lama.
b. Non-medikamentosa
- Khusus
Kacamata lensa spheris konkaf / negatif sesuai dengan koreksi :
OD S – 6.75 : 1.0
OS S – 7,25 : 1.0
PD 61/59
- Umum
Membaca dengan pencahayaan yang cukup
Mengatur jarak membaca ± 30 cm
Hindari membaca dengan posisi tidur berbaring dan membaca dalam tempat
gelap
Memberi istirahat pada mata 15-20 menit setelah dipakai untuk beraktivitas.
misalnya, melakukan istirahat sejenak pada mata setelah dipakai untuk
memainkan laptop atau membaca
Kacamata harus terus dipakai kecuali saat mandi dan tidur.
29
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad functionam adalah ad bonam karena setelah dilakukan koreksi dengan baik,
disertai dengan pemeliharaan kesehatan mata yang baik, prognosisnya akan baik. Pasien
myopia sederhana yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan baik.
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quoa ad sanationam adalah dubia ad bonam karena kekambuhan bergantung pada
kebiasaan pasien untuk mengurangi bermain game terlalu lama dan ditempat yang gelap.
Penglihatan akan memburuk jika kebiasaan tersebut tidak diubah.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sloane E, Widyastuti P. “Anatomi dan Fisiologi untuk pemula”. Jakarta: EGC, 2003
p.148-9
2. Hall JE. Guyton dan Hall. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran” Ed. 12 Jakarta: EGC
2014. p.980
3. Hawarij S dan Afifah H. “Refraksi Cahaya Pada Mata” Diaskes pada: 15 Maret 2018
https://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokteran-
dasar/refraksi-cahaya-pada-mata/
4. Ilyas, S dan Yulianti, SR. “Ilmu Penyakit Mata” Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI 2013. p.72
5. Vaughan A dan Riordan E. Ofthalmologi Umum. Ed 17. Jakarta: EGC 2013. p.393
6. Choudhary, D. “Emmetropia & Ametropia” Diakses pada: 14 Maret 2018.
http://www.doctoralerts.com/emmetropia-ametropia-refractive-error/
7. American Optometric Assosiation. “Care The Patient With Myopia” Lindbergh blvrd:
St.Louis 2008. p.1-41
8. Denniston A, Murray P. “Oxford Handbook of Ophtalmology” 3rd Ed. UK: Oxford
Univ. Press, 2014. p.827
9. Ilyas S. “Optik dan Refraksi” Jakarta: Balai penerbit Sagung Seto 2005. p.249
10. Widodo A dan Prillia T. Miopia Patologi. Jakarta : Jurnal Oftalmologi Indonesia
2007. p.1693-2587
11. Lang G, Spraul C. “Optic and Refractive Errors In: Ophtalmology A Short Textbook”
New York: Thieme Stuttgart 2000. p.432
12. Wijaya N. “Ilmu Penyakit Mata”. Ed.6. Jakarta: Abadi T 1993. p.204
13. Ganong. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran” Ed.22. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
2012. p.665
14. Franklin A. Optics of the Eye, Ametripia and Its Correction. US: Elsevier 2007. p.101
15. Lalita D. Tindakan Bedah LASIK. Updated 2012. Available from: www.semarang-
eye-centre.com/. Diakses pada: 14 Maret 2018.
16. KEMENKES RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: KEMENKES RI, 2016. p.217
31