Syariah
Jawab :
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi
dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan/atau tabarru (hibah) yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah, yaitu
akad yang tak mengandung gharar (penipuan),
perjudian, riba, penganiayaan/ kezaliman, suap,
barang haram dan maksiat. (Fatwa DSN No
21/DSN-MUI/IX/2001, hlm. 5; Al Maayir Al
Syariyah, AAOIFI, 2010, hlm. 376).
Jawab:
Saya telah menelaah masalah yang Anda kirimkan. Demikian pula
saya telah menelaah sumber-sumber lain. Dari semua itu telah jelas
bagi saya hal-hal berikut:
Pertama, fakta asuransi tersebut:
1. Asuransi taawuni, takaful dan Islami itu dari sisi metode
pembentukannya dan aktifitasnya tidak berbeda (dengan
asuransi komersial). Dan hukum dalam masalah itu adalah sama.
2. Orang-orang yang menjalankannya, mereka memasarkannya
bahwa itu adalah tabarru (donasi) dari pribadi-pribadi dalam
jumlah tertentu untuk membantu sebagian terhadap sebagian
yang lain jika terjadi peristiwa bahaya seperti kebakaran,
kecelakaan, atau yang lain Meski demikian, akad itu
ditandatangani (dilakukan) dengan mutabarri (para donatur) oleh
perusahaan asuransi!
.
Bahwa keluarga al-Asyariyun jika mereka kehabisan bekal di dalam
peperangan atau makanan keluarga mereka di Madinah menipis,
maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam satu
lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu
wadah, maka mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari
mereka (Hr Muttafaq alayh)
6. Perusahaan yang bersifat tolong menolong (asy-syirkt attawuniyah) ini melakukan reasuransi, yaitu perusahaan
asuransi takaful lokal atau kecil memberikan premi-premi dari
tertanggung yang dimilikinya kepada perusahaan asuransi besar
agar mengelola harta dan menginvestasikannya
Berikut adalah apa yang dinyatakan di dalam buku-buku, leafletleaflet mereka seputar reasuransi:
(Karena perusahaan asuransi kecil tidak bisa menutupi
kompensasi bahaya-bahaya besar, dan tidak mampu
menanggung asuransi yang lebih berresiko terhadap kapal dan
pesawat, oleh karena itu kita mendapati diri kita terpaksa,
supaya bisa terjamin, untuk mengasuransikan kepada
perusahaan-perusahaan asuransi raksasa yang ada di ibukota
negara besar seperti Eropa dan Amerika dan ini disebut
reasuransi)
Ini adalah jelas dan tidak ada keraguan. Akan tetapi pada waktu-waktu
belakangan dari beberapa lembaga dan perusahaan muncul,
penyelimutan perkara atas masyarakat dan terjadi perubahan
atau pemutarbalikan kebenaran, di mana asuransi komersial
yang haram disebut asuransi taawuni. Pendapat tentang
kebolehannya dinisbatkan kepada Haiah Kibar Ulama dalam
rangka mengelabuhi masyarakat dan untuk propaganda
perusahaan-perusahaan mereka. Haiah Kibar Ulama berlepas
diri dari aktifitas itu secara total. Karena keputusan Haiah
adalah jelas dalam membedakan antara asuransi komersial dan
asuransi taawuni. Perubahan nama tidak bisa merubah
hakikat. Dalam rangka memberikan penjelasan kepada
masyarakat dan membongkar kover dan mengungkap
kebohongan dan pemalsuan, maka penjelasan in dikeluarkan)
selesai. (sumber: Baynt wa Fatw Muhimmah, al-Lajnah ad-Daimah
li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta, Dar Ibn al-Jawzi, Damam, Saudi.
1999/1421).
Kedua, asuransi ini tidak berbeda dari asuransi komersial kecuali hanya
dengan permainan kata saja:
1. Asuransi ini bukanlah taawun dalam rangka kebaikan dan
ketakwaan. Akan tetapi dia merupakan investasi untuk harta yang
dibayarkan dan mendistribusikan keuntungan kepada orang-orang yang
berpartisipasi. Akan tetapi tidak mereka namanan keuntungan atau
bunga, sebagaimana penyebutan oleh perusahaan-perusahaan asuransi
komersial, bank. Tetapi mereka sebut surplus!
2. Asuransi taawuni (takafuli) bukanlah tabarru. Akan tetapi,
partisipasi dengan saham seperti dalam asuransi komersial. Buktinya
adalah bahwa partisipan di dalam asuransi ini seandainya tidak diberi
keuntungan atas partisipasinya dengan apa yang disebut surplus, maka
ia akan mengeluh dan mengajukan komplain. Seandainya itu adalah
tabarru maka ia tidak akan memiliki hak itu. Demikian juga, tabarru
adalah tasharruf dari satu pihak saja. Tidak perlu penandatanganan akad
dan syarat-syarat yang menjadi obyek negosiasi Karena orang yang
berderma maka perannya berakhir dengan donasinya itu.
.
Bahwa keluarga al-Asyariyun jika mereka kehabisan bekal di
dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di
Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang
mereka miliki di dalam satu lembar kain kemudian mereka
bagi rata diantara mereka dalam satu wadah, maka mereka
itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (Hr
Muttafaq alayh)
Jadi mereka jika kehabisan bekal mereka maka pada saat
itu mereka mengumpulkan apa yang ada pada mereka di
satu pakaian dan mereka bagi sama rata.
Keempat, hukum syara dalam hal asuransi ini adalah haram. Hal itu:
1. Asuransi ini bukan tabarru. Jadi asuransi ini tidak boleh dibahas
berdasarkan asas sebagai tabarru.
2. Asuransi ini adalah pertanggungan (dhamn) dari perusahaan
asuransi yang terbentuk dari orang-orang yang berserikat terhadap
partisipan yang mengalami kejadian. Karena itu syarat-syarat
pertangungan (adh-dhamn) di dalam Islam wajib diterapkan
terhadapnya:
a. Di sana wajib ada hak yang wajib ditunaikan yang berada di
dalam tanggungan. Yaitu bahwa kejadian yang terjadi kemudian
perusahaan memberikan pertanggungan kepada seseorang yang
mengalami kejadian. Artinya membayar konsekuensi yang muncul
dari kejadian itu.
b. Di sana harus tidak ada kompensasi. Yakni penanggung tidak
mengambil kompensasi baik disebut keuntungan atau surplus atau
partisipasi (premi)