Anda di halaman 1dari 206

Fro: mahasiswa semester VII,

Koordinatornya: Sunata
tugas kelas: kumpulan bahan ajar hukum asuransi ini difkopi dan dijilid softcover
warnanya abu-abu. Dikumpulkan saat uas.
Terimakasih

HUKUM ASURANSI MENURUT ISLAM


Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi
(muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah
harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji
atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun
kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad
(transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan
berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada
perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu
cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya
diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.
Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:
A. Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan
atas harta benda.
B. Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang
menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas
kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan.
ASURANSI KONVENSIONAL
A. Ciri-ciri Asuransi konvensional.
Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 1

Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib


dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung.
Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi
dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang
diasuransikan.

Akad asuransi ini adalah akad muawadhah, yaitu akad yang didalamnya
kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah
diberikannya.

Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah
pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak
mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.

Akad asuransi ini adalah akad idzan (penundukan) pihak yang kuat adalah
perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki
tertanggung,
B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam.
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan
ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga
ditinjau dari sudut pandang agama Islam.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang
melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah.
Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada
makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:
Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang
memberi rezekinya. (Q. S. Hud: 6)
dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?
Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? (Q. S. An-Naml: 64)
Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan
(kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezeki kepadanya. (Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan
segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai
khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang.
Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 2

mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak
dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah
ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan
pendapat sukar dihindari.
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam.
yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:
I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania),
Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi (mufti Mesir). Alasan-alasan
yang mereka kemukakan ialah:

Asuransi sama dengan judi

Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.

Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak


bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau
di kurangi.

Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
II. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa
(guru besar Hukum Islam pada fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad
Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd.
Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka
beralasan:

Tidak ada nash (al-Quran dan Sunnah) yang melarang asuransi.

Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

Saling menguntungkan kedua belah pihak.

Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang


terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 3

Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah).


Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial
diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar
Hukum Islam pada Universitas Cairo).
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang
bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam
asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil
yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang
dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang
keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat
kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh,
tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah
asuransi menurut ketentuan agama Islam.
Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn
tidak meragukan kamu. (HR. Ahmad).
Asuransi syariah

Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah

Suatu asuransi diperbolehkan secara syari, jika tidak menyimpang dari prinsipprinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong
menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata.
Allah SWT berfirman, Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan
ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.

Asuransi syariat tidak bersifat muawadhoh, tetapi tabarru atau mudhorobah.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 4

Sumbangan (tabarru) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram
hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut
syariat.

Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah


ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip
ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna
membantu orang yang sangat memerlukan.

Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan


tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan
tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang
diberikan oleh jamaah.

Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan
syari.
B. Ciri-ciri asuransi syariah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya
adalah Sbb:

Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan


tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru, maka andil yang dibayarkan
akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil
jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih.
Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.

Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan)
bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak
bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan
tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jamaah (seluruh peserta asuransi
atau pengurus yang ditunjuk bersama).

Dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua
keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jamaah seperti dalam asuransi
takaful.

Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba.

Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.


C. Manfaat asuransi syariah. Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam
menggunakan asuransi syariah, yaitu:

Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.

Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong
menolong.

Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 5

Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko


kerugian yang diderita satu pihak.

Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan


pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan
banyak tenaga, waktu, dan biaya.

Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang


jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang
timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.

Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan
dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.

Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak
dapat berfungsi(bekerja).
Perbandingan
antara
asuransi
syariah
dan
asuransi
konvensional.
A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Jika diamati
dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional
dengan asuransi syariah, diantaranya sbb:

Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.
Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota
Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)
Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.

B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan


asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam
beberapa hal.

Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah


merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen,
produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.

Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu


nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan.
Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah
dengan perusahaan).

Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi)


diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah).
Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang
sektor dengan sistem bunga.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 6

Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.


Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada
asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang
memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.

Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening


tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan
tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.

Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim,
nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional
tidak memenuhi standar syari yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi
kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan
syariat yang ada dalam asuransi tersebut. Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin
menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang
menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan
prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentukbentuk asuransi syariah yang telah kami paparkan di muka.
Selanjutnya, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta [Komite Tetap
Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia] mengeluarkan fatwa sebagai berikut:
Asuransi ada dua macam. Majlis Haiah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa
tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik
bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan
lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi
sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti; sekelompok orang
membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau
membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan
untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.
Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang
merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa
sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini
termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Taala Sesungguhnya (meminum) khamar,
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 7

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan *Al-Maidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah
uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk
kepentingan syari, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid
dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil
Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi
kerjasama (jaminan bersama).
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma badu.
Telah dikeluarkan keputusan dari Haiah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil
dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar serta
merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana
hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras.
Lain dari itu, Haiah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya
jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur
dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada
anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang
diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Taala dengan membantu orangorang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini
termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Taala Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran *Al-Ma'idah : 2]
Dan sabda nabi Shallallahu alaihi wa sallam Dan Allah akan menolong hamba selama
hamba itu menolong saudaranya *Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du'at wat
Taubah 2699]
Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.
Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar
balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan
sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Haiah
Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka.
Padahal Haiah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 8

jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan
nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.
Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan
membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan
salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga
dan para sahabat.
[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta'min AtTijari wat Ta'min At-Ta'awuni+.
Kemudian, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin berpendapat sebagai
berikut:
Asuransi konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan syariat, dalilnya adalah
firmanNya Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara
kamu dengan jalan bathil *Al-Baqarah : 188]
Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta para pengasuransi (polis)
tanpa cara yang haq, sebab (biasanya) salah seorang dari mereka membayar sejumlah uang per
bulan dengan total yang bisa jadi mencapai puluhan ribu padahal selama sepanjang tahun,
dia tidak begitu memerlukan servis namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak
dikembalikan kepadanya.
Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan sedikit uang, lalu terjadi
kecelakaan terhadap dirinya sehingga membebani perusahaan secara berkali-kali lipat dari
jumlah uang yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta
perusahaan tanpa cara yang haq.
Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi (fee) kepada perusahaan suka
bertindak ceroboh (tidak berhati-hati terhadap keselamatan diri), mengendarai kendaraan
secara penuh resiko dan bisa saja mengalami kecelakaan namun mereka cepat-cepat
mengatakan, Sesungguhnya perusahaan itu kuat (finansialnya), dan barangkali bisa
membayar ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi. Tentunya hal ini berbahaya terhadap
(kehidupan) para penduduk karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka kematian.
[Al-Lu'lu'ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-191+

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 9

Hukum Asuransi Syariah: Tanggapan terhadap Pendapat yang Mengharamkan


20 September 2015 proteksi keluarga syariah Tinggalkan komentar
Dalam muamalah, hukum asalnya boleh selama tidak ada dalil yang melarang.
Materi utama tulisan saya kali ini diambil sepenuhnya dari web Bapak Asep Sopyan,
leader saya di Allianz Jakarta. Tulisan tersebut merupakan hasil riset dan tinjauan
beliau yang menurut saya sangat komprehensif (luas, lengkap, dapat dimengerti).
Sejauh ini tulisan Bapak Asep tersebut merupakan yang pertama yang ada di
internet, yang membahas sanggahan tentang pendapat yang mengharamkan asuransi
syariah.
http://myallisya.com/2015/05/01/hukum-asuransi-syariah-tanggapan-terhadappendapat-yang-mengharamkan/
Menurut pendapat saya, asuransi syariah jelas halal. Mungkin di dalamnya masih
terdapat ruang untuk peningkatan ke arah yang lebih baik, namun apa yang ada
sekarang sudah bisa dipertanggungjawabkan ke-halal-annya. Uraian di bawah ini
merupakan jawaban atas keraguan masyarakat karena pendapat yang
mengharamkan asuransi syariah. Meski tulisannya terlihat panjang , namun sangat
layak untuk dibaca kata demi kata. Semoga para pembaca yang sampai saat ini masih
menunda nunda memiliki polis asuransi syariah karena masih meragukan ke-halalannya bisa mendapatkan keyakinan kembali akan manfaat dan berkah asuransi
syariah. Selamat membaca uraian yang mencerahkan di bawah ini.
Pendapat Yang Mengharamkan Asuransi Syariah
Jika kita ketik hukum asuransi syariah di mesin pencari, kita akan menemukan
sejumlah artikel dan tanya jawab yang mengeluarkan pendapat haramnya asuransi
syariah. Supaya para pembaca dapat ikut berdiskusi, berikut tautan dari artikelartikel tersebut:

http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/07/hukum-asuransi-syariah/
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-asuransi.html
http://konsultasi.wordpress.com/2012/05/22/hukum-asuransi-syariah/
http://konsultasi.wordpress.com/2010/08/16/asuransi-takaful-haram/
http://chirpstory.com/li/61020
http://mediaislamnet.com/2010/07/hukum-asuransi-syariah/

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 10

http://studipemikiranislam.files.wordpress.com/2013/09/hukum-asuransisyariah.pdf
http://pengusahamuslim.com/bagaimanakah-hukum-asuransi-dalam-islam33/#.VB-a2FdH3IU
http://umuainana2.blogspot.com/2013/02/hukum-asuransi-syariah_6.html

Menurut artikel-artikel tsb, yang satu sama lain tidak berbeda substansinya,
setidaknya ada empat poin yang menjadikan asuransi syariah haram.
Pertama, dalil hadis Asyariyyin yang digunakan sebagai dasar asuransi tidak tepat.
Hadis Asyariyyin yang dimaksud adalah: Nabi bersabda, Kaum Asyariyin jika mereka
kehabisan bekal dalam peperangan atau jika makanan keluarga mereka di Madinah menipis,
mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi
rata di antara mereka dalam satu wadah, mereka itu bagian dariku dan aku pun bagian dari
mereka. (HR Muttafaq alaih).
Menurut para pengkritik asuransi syariah, dalam hadis tersebut bahaya terjadi lebih
dahulu, baru dilakukan proses taawun (tolong-menolong). Sedangkan dalam
asuransi syariah, taawun dilakukan lebih dahulu padahal bahayanya belum terjadi
sama sekali.
Kedua, akad dalam asuransi syariah tidak sesuai dengan akad dhaman
(pertanggungan) dalam Islam. Mestinya ada tiga pihak, tapi dalam asuransi syariah
hanya ada dua pihak.
Dalam sebuah hadis dari Abu Qatadah r.a., diceritakan bahwa kepada Nabi Saw.
pernah didatangkan sesosok jenazah agar beliau menyalatkannya. Lalu beliau
bertanya, Apakah ia punya utang? Para sahabat berkata, Benar, dua dinar. Beliau
bersabda, Salatkan teman kalian! Kemudian Abu Qatadah berkata, Keduanya
(dua dinar itu) menjadi kewajibanku, wahai Rasulullah. Nabi Saw. pun lalu
menyalatkannya. (HR Ahmad, Abu Dawud, an-NasaI, dan al-Hakim).
Dalam hadis tersebut ada tiga pihak. Pertama, pihak yang menjamin/ penanggung
(dhamin) adalah Abu Qatadah r.a. Kedua, pihak yang dijamin / tertanggung (madhmun
anhu) adalah jenazah. Ketiga, pihak yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun
lahu) adalah orang yang memberi utang kepada jenazah.
Sementara dalam asuransi syariah, hanya ada dua pihak, yaitu: Pertama, pihak yang
menjamin/ penanggung (dhamin), yaitu para peserta semua; kedua, pihak yang
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 11

mendapat jaminan / tanggungan (madhmun lahu) yaitu para peserta semua. Jadi
dalam asuransi syariah tidak terdapat pihak ketiga, yaitu pihak yang dijamin /
tertanggung (madhmun anhu).
Ketiga, terjadi multiakad atau akad ganda, yaitu penggabungan akad hibah dan
akad tijarah (komersial), padahal Nabi melarang dua kesepakatan dalam satu
kesepakatan.
Ada beberapa hadis yang menyebutkan larangan membuat beberapa akad dalam
satu akad, antara lain:
Pertama, hadis riwayat Ahmad dari Abu Hurairah: Rasulullah Saw. melarang jual beli
dan pinjaman.
Kedua, hadis riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah: Rasulullah Saw. melarang dua jual
beli dalam satu jual beli (bayatain fi bayatin).
Ketiga, hadis riwayat Ahmad dari Ibnu Masud: Nabi Saw. melarang dua
kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin).
Keempat, hadis riwayat Thabrani dari Hakim Ibnu Hizam: Nabi saw. telah melarang
aku dari empat macam jual-beli yaitu: (1) menggabungkan salaf (jual-beli salam/pesan) dan
jual-beli; (2) dua syarat dalam satu jual-beli; (3) menjual apa yang tidak ada pada dirimu; (4)
mengambil laba dari apa yang tak kamu jamin *kerugiannya+.
Keempat, akad hibah (tabarru) dalam asuransi syariah tidak sesuai dengan
pengertian hibah, yaitu pemberian tanpa kompensasi.
Dalam asuransi syariah, peserta memberikan dana hibah tapi sekaligus mengharap
kompensasi. Ini dianggap sama dengan menarik kembali hibah yang diberikan, yang
hukumnya haram. Sabda Nabi Saw: Orang yang menarik kembali hibahnya, sama
dengan anjing yang menjilat kembali muntahannya. (HR Bukhari dan Muslim). Juga
sabda Nabi Saw: Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik
kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya. (HR Abu Dawud).
Tanggapan
Setelah membaca dalil-dalil di atas, bagaimanakah pendapat anda? Apakah anda
setuju asuransi syariah itu haram?
Inilah tanggapan saya terhadap kritik tersebut:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 12

Pertama, mengenai dalil hadis Asyariyyin yang digunakan sebagai dasar asuransi.

Menurut saya kritik ini tidak tepat pada sasaran. Hadis Asyariyyin bukanlah
dalil asuransi syariah, dan dalam fatwa MUI tentang asuransi syariah, hadis ini
tidak dicantumkan sebagai dalil. Silakan cek di SINI.
Mungkin saja ada ulama lain yang menjadikan hadis ini sebagai dalil asuransi
syariah, tapi pastilah bukan dalil satu-satunya atau dalil yang utama. Selain itu,
meski tidak sepenuhnya tepat, setidaknya hadis ini dapat digunakan sebagai dalil
bolehnya melakukan tolong-menolong dalam kesusahan.
Saya setuju bahwa hadis tersebut bercerita tentang kegiatan tolong-menolong
setelah terjadi musibah, dan tolong-menolong semacam ini baik serta dipuji oleh
Nabi. Tapi apakah hadis tersebut melarang tolong-menolong sebelum terjadi
musibah? Saya tidak melihatnya sama sekali.
Tidak tepatnya dalil tidak otomatis membuat hukum asuransi syariah menjadi
haram. Hal itu hanya menunjukkan bahwa perihal asuransi memang belum ada
contohnya pada zaman Nabi, baik dalam praktik maupun ucapan.
Dalam hal ini, kaidah yang patut digunakan adalah Dalam muamalah, hukum
asalnya boleh selama tidak ada dalil yang melarang.

Kedua, tentang ketidaksesuaian akad asuransi syariah dengan akad dhaman dalam
Islam.

Saya setuju bahwa dalam hadis Abu Qatadah di atas, akad dhaman yang
dicontohkan terdiri dari tiga pihak (Abu Qatadah sendiri, jenazah, dan pemberi
utang). Tapi apakah hadis tersebut melarang akad dhaman dengan dua pihak?
Jika kita tinjau kembali hadis Asyariyyin di atas, justru yang terjadi adalah
tolong-menolong atau saling menanggung di antara dua pihak, yaitu pihak
penanggung (dhamin) ialah kaum Asyariyyin dan pihak yang mendapat
tanggungan (madhmun lahu) ialah kaum Asyariyyin juga. Di sini tidak terdapat
pihak tertanggung (madhmun anhu). Kita tahu bahwa tradisi kaum Asyariyyin ini
mendapat pujian dari Nabi Saw.

Ketiga, tentang akad ganda.

Hadis tentang pelarangan akad ganda atau multiakad tidak bisa dimaknai secara
serampangan. Menurut saya, akad ganda yang dilarang itu adalah akad terhadap
objek yang sama. Pelarangan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya
ketidakjelasan akad, yang bisa membingungkan dan merugikan salah satu pihak.
Sebagai contoh: jika saya menyerahkan uang kepada seseorang, harus jelas
apakah uang itu pinjaman ataukah pemberian. Dikatakan akad ganda jika suatu
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 13

saat saya berkata uang itu pemberian, pada saat lain saya berkata uang itu
pinjaman.
Jika objeknya berbeda, meskipun dalam lingkup produk yang sama, hal itu tidak
bisa disebut akad ganda. Bagaimana pun tiap objek memerlukan akadnya sendirisendiri, begitu pula objek yang sama tetapi pihak-pihaknya berbeda akan
memerlukan akad tersendiri. Penggabungan akad-akad ini dalam suatu produk
keuangan tidak bisa serta-merta disamakan dengan akad ganda yang dilarang
oleh Nabi.
Akad-akad dalam asuransi syariah tidak bisa disebut akad ganda, karena tiap
akad berlaku untuk objek yang berbeda dan atau para pihak yang berbeda.
Dalam asuransi syariah terdapat dua akad, yaitu akad tabarru (hibah) dan akad
tijarah (komersial). Kedua akad ini objeknya berbeda, dan pihak-pihak yang
terlibat pun berbeda.
Objek akad tabarru adalah pengumpulan dana tabarru (hibah) oleh para peserta.
Pihak yang terlibat adalah peserta sebagai individu dengan peserta sebagai
kumpulan. Peserta sebagai individu menghibahkan sejumlah dana kepada
peserta sebagai kumpulan, yang akan digunakan untuk menolong para peserta
yang mengalami suatu musibah.
Sedangkan objek akad tijarah adalah pengelolaan dana tabarru oleh perusahaan
asuransi. Pihak yang terlibat adalah peserta (sebagai individu maupun
kumpulan) dengan perusahaan asuransi. Akad tijarah yang digunakan adalah
akad wakalah bil ujrah (perwakilan, penyerahan wewenang dengan upah).
Pada produk asuransi yang mengandung nilai tunai (saving product), untuk unsur
savingnya diberlakukan juga akad tijarah. Pihak yang terlibat adalah peserta
sebagai individu dengan perusahaan asuransi. Akad tijarah pada unsur saving
dapat menggunakan salah satu dari tiga bentuk, yaitu akad mudharabah (bagi
hasil), akad mudharabah-musytarakah (jika perusahaan asuransi sebagai pengelola
ikut menyertakan modalnya), atau akad wakalah bil ujrah (perwakilan, penyerahan
wewenang dengan upah).
Dalam konteks yang lebih luas, adanya beberapa akad dalam sebuah produk
keuangan ataupun aktivitas ekonomi lain sesungguhnya tidak bisa dihindari.
Contoh: pembelian rumah dengan cara kredit setidaknya melibatkan tiga pihak:
pembeli, penjual, dan lembaga pembiayaan, di mana masing-masing memerlukan
akad tersendiri yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Dalam sebuah kerja
sama bisnis yang melibatkan banyak orang, di mana tiap-tiap pihak
menyumbangkan kontribusi yang berbeda baik jenis maupun jumlahnya, tidak
mungkin bisa dirangkum dalam sebuah akad saja.
Akad ganda itu sendiri ada beberapa macam, tidak bisa seluruhnya dilarang.
Lebih lanjut sila menyimak antara lain di sini:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 14

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/multi-akad-al-uqud-al-murakkabahhybridcontracts-dalam-transaksi-syariah-kontemporer-pada-lembaga-keuangan-syariahdi-indonesia-2/. Menurut saya, tidak mungkin Nabi melarang sesuatu yang secara
alamiah tidak bisa dihindarkan.

Keempat, tentang penarikan kembali dana hibah (tabarru).

Poin keempat ini merupakan kritik yang paling substantif terhadap konsep
asuransi syariah. Harus diakui, kritik ini sedikit banyak ada benarnya, namun
tidak semua produk asuransi syariah dapat dikenakan kritik ini. Selain itu,
konsep asuransi syariah sendiri terus berkembang menuju penyempurnaan
seiring dengan kritik yang menyertainya.
Seperti diketahui, pada asuransi syariah, akad hibah terjadi pada saat seorang
peserta memberikan sejumlah dana untuk dikumpulkan dalam rekening dana
tabarru. Dengan menghibahkan dana tabarru, peserta tersebut berniat untuk
menolong para peserta lain, dan pada saat yang sama juga berharap akan
mendapat pertolongan apabila dirinya yang mengalami musibah. Apakah hal ini
diperbolehkan?
Tentang memberi dengan mengharapkan suatu imbalan, ini termasuk perbuatan
hati sehingga berada di luar jangkauan hukum fikih. Paling banter hukumnya
adalah makruh dan makruh bukanlah dosa. Bahkan dalam satu hadis dinyatakan,
niat maksiat pun kalau tidak jadi dilaksanakan akan dihitung satu kebaikan (HR
Bukhari-Muslim).
Tentang penarikan kembali dana hibah, ini jelas haram dan dosa bagi siapa pun
yang melakukannya, serta pantas dibenci oleh orang yang tadinya menerima
hibah.
Tapi yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah betul dalam asuransi syariah ada
aktivitas penarikan dana hibah (tabarru) oleh peserta? Saat kapan, dalam kondisi
apa, dan apakah hal itu dimungkinkan dalam aturan asuransi syariah sendiri?
Hal ini harus betul-betul diperhatikan, supaya kita tidak sembarangan
mengharamkan sesuatu.
Sejauh yang saya ketahui dalam beberapa produk asuransi syariah, penarikan
kembali dana hibah atau tabarru oleh peserta sama sekali tidak dimungkinkan.
Sekali dana hibah peserta telah masuk ke dalam rekening tabarru, dana tersebut
tidak dapat ditarik kembali, kecuali dalam masa amat singkat yang disebut
freelook period (masa peninjauan polis, biasanya 7-14 hari dari tanggal polis
diterima peserta). Jika peserta tidak setuju dengan ketentuan-ketentuan polis,
dalam masa freelook, ia dapat mengajukan pembatalan polis dan premi (termasuk
tabarru) yang telah disetorkan akan dikembalikan. Jika masa freelook telah
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 15

terlewati, ia tidak akan bisa menarik kembali hibahnya walaupun di tengah jalan
ia membatalkan kepesertaan.
Bagaimana jika peserta mengalami suatu musibah dan mendapatkan bantuan
sejumlah uang yang diambil dari dana tabarru, apakah hal itu bisa dikatakan
sebagai penarikan kembali dana hibah? Ini salah satu yang dipersoalkan oleh
kritikus asuransi syariah dan perlu dijawab dengan teliti.
Contoh: Seorang peserta asuransi kesehatan membayarkan tabarru 2 juta setahun.
Suatu ketika dia dirawat di rumah sakit dan mendapat penggantian biaya
pengobatan sebesar 10 juta. Pertanyaannya, ketika peserta ini mendapatkan
bantuan 10 juta, apakah bisa dikatakan dia telah menarik kembali dana hibahnya
yang 2 juta?
Menurut saya tidak. Ketika peserta tsb mendapatkan bantuan 10 juta dari
rekening dana tabarru, di situ tidak dirinci misalnya 2 juta berupa pengembalian
dana hibah, 8 juta berupa bantuan dari para peserta lain. Uang 10 juta tersebut
adalah murni merupakan manfaat yang berhak dia terima sesuai manfaat
asuransi yang diambilnya.
Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan: Apakah boleh seorang penyumbang
mendapatkan manfaat dari sumbangannya?
Menurut saya boleh, dan dalam banyak kasus tidak bisa dihindarkan. Contoh:
jika kita telah menyumbang sejumlah uang untuk masjid, bolehkah kita menarik
kembali sumbangan kita dari masjid tersebut? Tentunya tidak boleh, bisa-bisa jadi
bahan gunjingan orang sekampung. Tapi bolehkah kita mendapatkan manfaat
dari masjid tersebut, seperti dalam bentuk air wudhu atau tempat shalat? Saya
belum pernah mendengar ada yang melarang hal ini.
Contoh lain: Jika kita mewakafkan sebidang tanah untuk pemakaman umum,
bolehkah kita atau ahli waris kita mengambil alih tanah tersebut? Tentunya tidak
boleh. Tapi bolehkah kita atau anggota keluarga kita ikut dimakamkan di situ?
Boleh saja.
Jadi, harus dibedakan antara menarik kembali dana hibah (yang dilarang) dengan
mendapatkan manfaat dari hibah tersebut (yang dibolehkan). Ketika seorang
peserta asuransi syariah mendapatkan dana klaim karena dia mengalami suatu
musibah yang ditanggung, saat itu dia sedang menerima manfaat dari dana
hibahnya.
Titik krusial dari kritik keempat ini terletak pada satu aturan mengenai
pembagian Surplus Underwriting. Sederhananya, surplus underwriting adalah
selisih antara dana tabarru yang terkumpul dikurangi dana tabarru yang terpakai
untuk membayar klaim.
Tentang surplus underwriting ini, fatwa DSN-MUI No 53 Tahun 2006
menawarkan tiga alternatif: 1) Seluruhnya dikembalikan ke rekening dana tabarru
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 16

sebagai dana cadangan klaim tahun selanjutnya. 2) Dibagikan sebagian kepada


para peserta yang memenuhi syarat (biasanya jika tidak ada klaim di tahun
tersebut), dan sebagian lagi kepada dana tabarru sebagai cadangan. 3) Dibagikan
sebagian kepada para peserta yang memenuhi syarat, sebagian kepada dana
tabarru sebagai dana cadangan, dan sebagian kepada perusahaan asuransi
sebagai keuntungan.
Alternatif kedua dan ketiga menurut saya perlu ditinjau ulang oleh para perumus
fatwa. Meski jumlahnya kecil, pembagian surplus underwriting kepada para
peserta yang memenuhi syarat dikhawatirkan masuk dalam cakupan hadis Nabi
yang melarang seseorang menarik kembali hibahnya.
Saya setuju dengan alternatif keempat, yaitu dibagikan sebagian kepada dana
tabarru sebagai dana cadangan dan sebagian kepada perusahaan asuransi
sebagai keuntungan. Tak ada larangan bagi perusahaan untuk memperoleh
bagian surplus, dan tambahan keuntungan sangat baik untuk keberlangsungan
bisnis tolong-menolong ini.
Saya bersyukur bahwa dalam produk asuransi syariah yang saya jual di Allianz
Syariah, tidak dikenal adanya pembagian surplus underwriting untuk para
peserta. Produk syariah yang saya maksud adalah Tapro Allisya Protection Plus
(asuransi jiwa unit-link) dan Allisya Care (asuransi kesehatan murni). Perihal ini
mudah-mudahan saya bisa membahasnya lebih rinci pada kesempatan lain.

Demikian. Semoga bermanfaat untuk para pembaca, baik agen maupun nasabah dan
calon nasabah, terutama yang masih galau dengan kehalalan asuransi syariah.
Ditunggu masukan-masukannya terhadap isi artikel ini. [Asep Sopyan]

HUKUM ASURANSI
Pengertian Asuransi
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau
bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa,
properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadiankejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam
jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Pengertian Premi
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 17

Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya sebagai
kewajiban dari tertanggung atas keikutsertaannya dalam asuransi. Besarnya premi
atas keikutsertaan diasuransi yang harus dibayarkan telah ditetapkan oleh
perusahaan asuransi dengan memperhatikan keadaan-keadaan dari tertanggung.
Jadi Pengertian Premi Asuransi
Premi Asuransi adalah kewajiban tertanggung dimana hasil dari kewajiban
tertanggung akan di gunakan oleh penanggung untuk mengganti kerugian yang di
derita tertanggung.
Tujuan Asuransi
Tujuan asuransi, tujuan asuransi meliputi tujuan pengalihan resiko, tujuan
pembayaran ganti kerugian, tujuan pembayaran santunan, tujuan kesejahteraan
anggota. Untuk lebih jelasnya mengenai tujuan asuransi akan dibahas di bawah ini.

1. Tujuan Asuransi untuk Pengalihan Resiko


Tujuan Asuransi yang paling utama ialah untu pengalihan resiko. Dalam teori
pengalihan resiko, tertanggung menyadari ada ancaman bahaya terhadapp harta
kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika suatu hari bahaya tersebut menimpa
harta kekayaan atau jiwanya, maka dia akan menderita kerugian atau korban jiwa
atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya.
Tertanggung dalam hal ini sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat
memikul beban resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

2. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Ganti Rugi


Tujuan asuransi yang berikutnya adalah pembayaran ganti rugi. Dalam hal ini terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap resiko
yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya, bahaya yang mengancam itu
tidak senantiasa sungguh-sungguh akan terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi
penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang
mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika sunguh-sungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka kepada si tertanggung yang
bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya.
Dalam praktiknya, kerugian yang timbul tersebut bersifat sebagian, tidak semuanya
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 18

berupa kerugian total. Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang


bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh
dideritanya.
3. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Santunan
Tujuan Asuransi yang berikutnya yaitu untuk pembayaran santunan. Asuransi
kerugian dan juga asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela)
antara penanggung dan tertanggung. Akan tetapi, undang-undang mengatur
asuransi yang bersifat wajib, artinya tertanggung terikat dengan si penanggung
karena perintah undang-undang bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini biasa
disebut sebagai asuransi sosial. Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat
dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.
Dengan membayar sejumlah konstribusi (semacam premi), maka si tertanggung
berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.
4. Tujuan Asuransi untuk Kesejahteraan Anggota
Tujuan asuransi yang terakhir yaitu untuk kesejahteraan anggotanya. Apabila
beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan, maka perkumpulan tersebut
berkedudukan sebagai si penanggung, sedangkan anggota perkumpulanlah yang
berkedudukan tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau
kematian bagi anggota (tertanggung), maka perkumpulan akan membayar sejumlah
uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. Prof Wirjono Prodjodikoro
menyebut asuransi seperti ini mirip dengan perkumpulan koperasi. Asuransi ini
ialah asuransi yang saling menanggung atau asuransi usaha bersama yang bertujuan
mewujudkan kesejahteraan anggota.

Lanjutkan Membaca Hukum Asuransi Dalam Islam => Hukum asuransi dalam islam

== Pertanggungan ==
Materi :
1.

Istilah dan defenisi / pengertian/ ruang lingkup / batasan

2.

Pengaturan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 19

3.

Sejarah Asuransi / Pertanggungan

4.

Tujuan Asuransi / Pertanggungan

5.

Bentuk Polis (Akta)

6.

Syarat dan Perjanjian Asuransi / Pertanggungan

7.

Polis : apa yang harus dimuat dari Polis

8.

Subjek dan objek Pertanggungan

9.

Jenis-jenis Asuransi

10.

Premi

- Kontra Prestasi tentang pertanggungan


11.

Sejauh mana tanggung jawab Penanggung

12.

Hak dan Kewajiban dari Tertanggung

Literatur :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pokok-pokok hak pertanggungan


Hk. Asuransidi Indonesia
Hk. Pertanggungan
Hk. Asuransi Indonesia
Pokok-pokok Hk. Pertanggungan
Beberapa aspek tentang hk

Pertanggungan jiwa di Indonesia


7.

Asuransi Kebakaran

Abdul Kadir Muhammad


Wirjono Projoditoro
Emmy Pangaribuan S
Djoko Prakoso
Emmy P.S

Santoso Proebjo Subroto


J.E Kaihatu

PENDAHULUAN
A.

Istilah
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 20

Istilah Asuransi terdapat dalam bahasa :


1. Asuransi dalam Bahasa Belanda
- Viflekering artinya pertanggungan
- Assurantie artinya asuransi
2. Asuransi dalamBahasa Inggris
- Assurance artinya Asuransi

B.

Pengertian Asuransi

Pengertian asuransi terdapat dalam pasal 246 KUHD


Pertanggungan
Diibaratkan orang mempunyai pertalian beban / resiko dan dia tidak mampu
menanggungnya sendiri maka dialihkan kepada orang lain.
Kalau terjadi ancaman maka orang mengalihkan resiko untuk mendapatkan
ganti kerugian
-

Adanya peristiwa tidak tertentu yang menjadi acuan

Hukum adalah sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sanksi
Hukum tertulis

Hukum tidak tertulis


pertanggungan

KUHD
:

Praktek sehari-hari masyarakat mengenai

Jadi Hukum asuransi adalah


hukum atau sekumpulan peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengikat dan
mempunyai sangksi yang mengatur tentang peralihan resiko kepada orang lain
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 21

untuk mendapatkan ganti kerugian dan adanya peristiwa tidak tertentu yang
menjadi acuan.
Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP
Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang
penanggung menerima premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas
peristiwa belum tentu terjadi.
Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHP
1.
Suatu perjanjian asuransi muncul karena adanya kata sepakat ,mungkin Sepakat
benda / Syarat-syaratnya
Sepakat:
Para pihak sepakat mengenai benda-benda Syarat-syaratnya dan apapun yang
terjadi. Jika tidak ada kata sepakat maka perjanjian asuransi batal. Pasal 251 KUHD.
2.

Adanya peralihan resiko dari seorang tertanggung kepada penanggung

3.

Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung

4.

Adanya peristiwa tidak tertentu/belum pasti

5.
Adanya ganti kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas
peristiwa yang terjadi
Semakin besar resiko yang ditanggung maka besar premi yang dibayar jadi adanya
prinsip keseimbangan.
Menurut pasal 1774 KUHPerdata
Perjanjian pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan (Kans
Overenkoms/chance agreatment). Misalnya:
-

Perjanjian pertaruhan / perjudian

Perjanjian pertanggungan

Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 22

a. Perjanjian pertanggungan masuk perjanjian untung-untungan karena perjanjian


ini dikaitkan pada peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan karena
peristiwn belum tentu terjadi
b.

Perjanjian pertanggungan tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:

1. Adanya premi dan ganti rugi


Jadi adanya keseimbangan hak dan keajiban
2. Unsur kepentingan adalah syarat mutlak
3. Karena apabila terjadi wanprestasi dapat diajukan kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua perjanjian itu termasuk perjanjian untung-untungan
karena :
1.

Berkaitan dengan peralihan resiko

- Dalam pertanggungan ada peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung


dan orang yang mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya
keseimbangan antara premi dengan resiko. Sedangkan dalam pertaruhan tidak ada
keseimbangan atau azas keseimbangan resiko itu tidak terlalu dipentingkan.
2.
Dalam pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur
kepentingan maka perjanjian asuransi batal. Dalam pertaruhan tidak ada unsur
kepentingan
3.
Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat
ke pengadilan. Peratruan tidak dapat digugat ke pengadilan.

Isi Pasal 1774 KUHPerdata


1.
2.
3.

Merupakan suatu perbuatan hukum


Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak/semua pihak
Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 23

Kesimpulan
Pertanggungan masuk kedalam perjanjian untung-untungan karena adanya
peristiwa yang belum tentu terjadi.
C.

Sumber Hukum / Pengaturan Asuransi

Sumber Hukum Asuransi / pertanggungan terdapat dalam


1. Hukum Tertulis
A. KUHD
Dalam KUHD Terbagi 2 :
1.

Aturan bersifat umum ( Bab 9 Buku I )

Berlaku untuk semua bentuk-bentuk perjanjian asuransi baik di dalam KUHD


maupun di luar KUHD
2.

Aturan bersifat khusus ( BAB 10 buku I )

Mengatur tentang bahaya tertentu, kebakaran, bahaya yang mengancam hasil panen,
pertanggungan jiwa
- Bab 9 Buku II : Pertanggungan laut
- Bab 10 buku II : Pertanggungan dalam pengangkutan
Diluar KUHD
1. UU No. 33 / 1964 Tentang Pertanggungan penumpang kecelakaan
2. UU No.34 / 1964 Tentang Pertanggungan tentang kecelakaan lalu lintas jalan
3. UU No. 10 / 1963 Tentang Tabungan asuransi (Taspen)
Alasan-alasan Asuransi ada di luar KUHD
1.

Bahaya yang mengancam itu pada waktu pembuatan itu belum ada
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 24

2.
3.

Pada waktu UU itu lahir orang tidak memasukkannya karena merasa belum
penting.
Diyakini karena masih banyak bahaya yang mengancam harta jiwa, dll

B. KUH Perdata
2. Hukum tidak tertulis
Praktek dalam masyarakat
D.

SEJARAH / RIWAYAT ASURANSI

Sejarah / Riwayat Asuransi terbagi atas 3 kelompok


1. Zaman sebelum masehi ( zaman Yunani )
Sudah ada praktek-praktek Asuransi yaitu yang terlihat dari:
Zaman Pemerintah Alexsander praktek asuransinya yaitu Raja memerintahkan
sifatnya untuk memungut iuran (premi) kepada budak, dan resiko yang harus
ditanggung Raja adalah menangkap budak-budak yang lari jika tidak tertangkap
maka diberikan ganti rugi kepada pemilik budak. Adanya pemungutan oleh Kota
Praja dalam bentuk yang dianggap sebagian premi jika meninggal seorang penduduk
kota Praja mak Pemerintah berkewajiban memberikan ganti kerugian/ biaya-biaya
pemakaman. Jadi sudah ada cikal bakal lahirnya hukum pertanggungan.
2. Pada abad Pertengahan
Sudah ada sejarah asuransi yang menjadi cikal bakal hukum asuransi
- Di Inggris ada perkumpulan orang-orang se profesi. Maka semua anggota
berkewajiban membayar iuran dan kalau terjadi kebakaran rumah dan anggota maka
ada ganti rugi yang diambil dari iuran.
-

Pada abad 13 dan 14

Perdagangan lautan yang berkembang dan orang coba mencari cara untuk mengatasi
resiko / kerugian yang terjadi dilautan seperti kecelakaan, perampokan yaitu dengan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 25

cara mencari orang lain yang dapat menanggung resiko yang akan terjadi dengan
membayar iuran (premi) yang mana ada penanggung yang memberikan ganti rugi.
3. Setelah abad pertengahan (Abad 19)
Yang berkembang di Inggris dan Prancis, Asuransi kebakaran yang ditandai dengan
lahirnya:
- 1880 code commercial (KUHD Prancis) yang memuat pertanggungan laut
- 1938 lahirnya Wuk (Belanda) yang memuat pertanggungan lainnya
- 1848 lahirnya 1848 ( KUHD Indonesia)
Tujuan Hukum Asuransi / Pertanggungan
Tujuan Hukum Asuransi adalah:
1. Mempunyai tujuan motif ekonomi
Yang menjadi harapan adalah setiap saat harta benda yang di punya terancam
terhadap peristiwa tertentu. Jadi dia mencari orang lain untuk mengambil alih resiko
yang dengan membayar premi.
2. Karena ingin mengalihkan resko dan tertanggung kepada penanggung
Dalam hal Pengalihan resiko disini dibuatlah perjanjian pertanggungan
3. Orang ingin mendapat ganti rugi dan kerusakan, kehilangan terhadap harta benda,
Jiwa dan ini merupakan imbalan / ganti rugi di Premi. Tujuan yang pertama
merupakan tujuan yang paling penting karena orang ingin mendapatkan uang
Objek Dari Pertanggungan
Yang menjadi objek Asuransi menurut Pasal 268 KUHD:
1.

Kepentingan

- kepentingan dalam arti yang dapat diintai dengan uang. Semua kepentingan itu
terancam dari bahaya yang mungkin belum terjadi. misalnya: Barang

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 26

terancam pencurian. Semua kepentingan itu tidak dikecualikan oleh Undangundang.


2.

Menurut Pasal 250 KUHD

Kalau orang tidak punya


kepentingan pada saat dibuatnya perjanjian
pertanggungan maka orang yang menanggung tidak wajib membayar ganti rugi.
misalnya: Seseorang mempertanggunkan mobil orang lain maka seseorang tersebut
tidak punya Kepentingan. Maka, jika tidak ada kepentingan tidak ada kewajiban
ganti rugi.
Objek Asuransi ada 2
1. Benda Pertanggungan
Kalau yang mempertanggungkan benda itu pemilik benda itu
2. Pokok pertanggungan.
Kalau yang mempertanggungkan itu bukanlah pemilik dari benda itu tapi dia bisa
mempertanggungkan karena dia punya kepentingan. Kalau kepentingan tidak ada
maka akibatnya tidak ada ganti ruginya.
Kapankah kepentingan itu dibuat?
Menurut Pasal 250 KUHD:
1. Maka kepentingan ada saat perjanjian ada/diadakan artinya tidak ada
kepentingan tidak ada perjanjian.
2. Atau pada saat terjadinya peristiwa tersebut artinya boleh saat terjadinya
perjanjian tidak ada kepentingan (dalam praktek).
Subjek Dari Pertanggungan
1. Menurut pasal 1313 KUHPerdata
Siapapun dapat menjadi subjek pertanggungan subjek hukumnya adalah pendukung
hak dan kewajiban: Orang dan Badan Hukum, Sepanjang memenuhi syarat-syarat
sebagai subjek hokum.
2. Menurut pasal 264 KUHD
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 27

Asuransi tidak hanya dapat dibuat oleh orang yang tidak orang yang mempunyai
kepentingan untuk diri sendiri/juga dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Artinya: orang lain dapat membbuat perjanjian pertanggungan untuk kepentingan
orang lain (pihak ketiga).
Subjek dari pertanggungan
1. Pemilik benda Misalnya. Orang yang punya rumah di asuransikan
2. Orang yang punya kepentingan terhadap benda tersebut, Misalnya. Orang tidak
punya benda tapi punya kepentingan. Pemilik rumah Menggadaikan kepada pihak
lain. Jadi Pihak gadai mempunyai kepentingan.
Bentuk Perjanjian Asuransi
1. Menurut Pasal 257 (1) KUHD
Perjanjian asuransi lahirnya pada saat terjadinya kesepakatan atau konsensus antara
penanggung dan tertanggung. Maka hak dan kewajiban itu munculnya sejak
lahirnya perjanjian asuransi tersebut. Jadi menurut pasal ini perjanjian asuransi bisa
lahir secara lisan dan polis tidak diperlukan.
2. Menurut pasal 265 (1) KUHD
Perjanjian asuransi terbuat tertulis dalam bentuk suatu akta yang disebut dengan
polis.
3. Menurut pasal 258(1) KUHD
Polis adalah satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan adanya perjanjian
pertanggungan antara penanggung dan tertanggung. Jadi polis adalah bagian yang
penting untuk menentukan hak dan kewajiban.
Kesimpulan
1. Perjanjian asuransi tidak akan batal meskipun polis belum dibuat.
- Belum dituliskan
Sudah ada hak dan kewajiban tapi membuktikannya sulit
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 28

- Perjanjian belum ditandatangani


Perjanjian asuransi sudah lahir tapi juga sulit membuktikannya
- Belum diserahkan polis
Perjanjian sudah ada tapi sulit membuktikan hak dan kewajibannya
2. Maka cara menentukan hak dan kewajibannya adalah bentuk perjanjian asuransi
harus tertulis dengan akta dan berbentuk polis
3. Bentuk perjanjian asuransi tertulis dinamakan dengan polis
OBJEK ASURANSI
Adalah Segala kepentingan
- Kepentingan yang dapat dinilai dengan uang
- Kepentingan itu terancam bahaya yang belum tentu terjadi
- Semua kepentingan itu tidak dikecualikan oleh UU
Objek Asuransi ada 2
1.

Benda

Syarat-syaratnya:
a. Benda tersebut diancam bahaya
b. Benda berwujud
c. Dapat dinilai dengan uang artinya berbicara tentang harta kekayaan
d. Benda tersebut dapat rusak dan berkurang nilainya
2. Pokok Pertanggungan
Merupakan hak subjektif seseorang dan termasuk tidak berwujud
Syarat-syaratnya:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 29

a. Benda tersebut diancam biaya


b. Dapat dinilai dengan uang
c. Benda dapat rusak / hilang
Artinya kepentingan dalam arti sempit
Benda kepentingan melekat kepada pokok pertanggungan tapi ada kemungkinan
pemilik itu/benda pertanggungan terpisah dengan pokok pertanggungan. Misalnya.
Pemilik benda menghipotikkan benda kepada orang lain. Pemilik adalah benda
pertanggungan. Orang lain adalah Pokok Pertanggungan
Apabila tidak ada kepentingan maka:
Menurut pasal 251
1. Kepentingan itu syarat mutlak dalam pertanggungan
2. Kalau tidak ada kepentingan maka kalau terjadi peristiwa yang tidak diharapkan
maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi
Kepentingan itu dapat dialihkan
Berpindah mengikuti dimana benda itu dialihkan.
Menurut Pasal 263 (1)
Kecuali diperjanjikan lain, sepanjang tidak diperjanjikan maka berpindah dimana
benda kepentingan itu dialihkan, misal: A Menjual rumah kepada B, dan terjadi
kebakaran maka si B yang berkepentingan, kecuali diperjanjikan lain . Jika berpindah
rumah itu kepentingan itu tetap pada si A, maka si A lah yang menerima ganti rugi.
BENTUK PERJANJIAN ASURANSI
Perjanjian lahir karena kata sepakat (consensus)
Menurut pasal 257 (1) KUHD
Cara membuktikan kata sepakat:
1. Dibuktikan dengan akta / bukti tertulis / dengan polis.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 30

Kalau polis belum ada maka membuktikannya dengan cara lain.


2. Dengan bukti tertulis lainnya, menurut pasal 258. misal: Dalam bentuk catatancatatan, Dalam bentuk nota, Dalam bentuk Fax.
Menurut pasal 258 (1)
Bukti permulaan dalam bentuk nota, dll
Cara membuktikan janji-janji lainnya dalam perjanjian pertanggungan
1. Para pihak bisa membuktikannya dengan semua alat bukti
2. Tidak semua janji-janji bisa dibuktikan dengan alat bukti yaitu segala syarat yang
diatur UU kalau dianggap batall jika tidak dibuat dengan bukti tertulis, misal: Janji
polis.
Menurut Pasal 271 KUHD (Re Asuransi)
Yang termasuk janji-janji yang harus dibuktikan:
1. Mengenal inti dari pertanggungan (essensia)
2. Mengenal isinya yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban
3. Yang menjadi hak dan kewajiban, misal: Peristiwa yang menjadi landasan untuk
menimbulkan ganti rugi (evenement), misalnya: Tsunami, banjir
4. Sifat dari kerugian akan dijelaskan dalam perjanjian misalnya. Mobil
diasuransikan dihitung kerugian
5. Mengenal premi, Premi akan menentukan besar kecilnya resiko
Kapan kepentingan itu ada:
1. Menurut pasal 250 KUHD
Kepentingan itu harus ada sejak lahirnya kesepakatan itu, Maksud pasal di atas:
Seseorang yang mempertanggungkan benda tersebut maka kepentingan itu harus
ditegaskan.
2. Menurut ahli (Foimar)
Perjanjian kepentingan itu harus ada pada saat terjadinya
tertentu/kepentingan tidak harus ada pada saat lahirnya perjanjian.

peristiwa

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 31

Jalan Keluar dari 2 pendapat di atas:


1.

2.

Menafsirkan/menyampingkan pasal itu dengan menafsirkan pasal itu se flekxibel


mungkin Artinya adanya penegasan dalam polis untuk mengenyampingkan
pasal 250 KUHD.
Orang menyebutkan secara tegas kepentingan itu.

Pendapat ahli diatas yang dipakai dalam hukum Internasional di Inggris


Kapan lahirnya Perjanjian Asuransi
Menurut pasal 257
Perjanjian itu lahir setelah adanya kesepakatan dan kesepakatan lahir dari 2
kehendak yaitu penanggung dan tertanggung. Jadi kalau kesepakatan lahir maka
akan menimbulkan hak dan kewajiban. Jika terjadi peristiwa maka jelas para pihak
harus memenuhi kewajiban dengan membayar premi dan akan menimbulkan ganti
rugi.
Cara Melahirkan kata Sepakat:
1. Lisan, yaitu dengan tegas dan dengan dengan cara diam-diam/anggukan kepala
saja
2. Tulisan, yaitu dengan mencantumkan kata setuju pada selembar kertas
Syarat sahnya perjanjian Asuransi terdapat dalam
1. Pasal 1320 KUHPer
Syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer
1.
Perjanjian Asuransi harus lahir karena adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak . Yang disepakati: Benda dan Syarat-syaratnya. Kesepakatan ini ada
kemungkinan cacat hukum ada beberapa hal yang menyebabkan cacat hokum:
1.
2.
3.

Karena paksaan
Karena penipuan
Karena kekeliruan

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 32

Perjanjian asuransi yang lahir karena cacat dalam kesepakatan dapat dibatalkan
(Vermetig baar).
2.

Para pihak yang melahirkan Asuransi harus cakap menurut ketentuan hukum
Dewasa dalam KUHPer 21 tahun

3.

Hal tertentu

Ada bendanya sehingga jelas kepentingan

Tidak adanya kepentingan maka perjanjian Asuransi tersebut batal

4.

Klausula yang halal (sebab yang halal)

1. Sepanjang tidak bertentangan dengan UU


2. Sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum
3. Sepanjang tidak bertentangan dengan kesusilaan

2. Pasal 251 KUHD


Syarat sahnya perjanjian menurut KUHD pasal 251 KUHD:
1.

Pembayaran premi

Tidak ada premi tidak beralih resiko artinya kewajiban ganti rugi lahir waktu premi
telah dibayarkan
2.

Kewajiban memberitahukan

Segala hal mengenai pertanggungan tertanggung berkewajiban membayarkan premi.


Kalau tertanggung lalai/lupa maka apapun alasannya asuransi batal artinya
perjanjian asuransi tak pernah ada dan tidak melahirkan akibat hukum.
Perjanjian 1 & 2 ( dapat dibatalkan )
Perjanjian 3,4,5,6 ( Batal demi hukum )
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 33

Jalan keluar mengatasi kelemahan pasal 251


1. Berdasarkan mengenyampingkan pasal ini dengan alasan :
- Kebebasan berkontrak, Artinya semua orang bebas melakukan kontrak dengan
orang lain, hukum mana yang harus diberlakukan dan penyampingan pasal ini harus
dimuat dalam polis.
2. Kita dapat megenyampingkan karena aturannya bersifat mengatur
Ada 2 klausula mengenyampingkan pasal 251
1. Klausula Renunsiasi
Fisiknya adalah para pihak sepakat mengenyampingkan pasal 251 dimuat dalam
proses polis kecuali hakim menyatakan bahwa pasal 251 ini harus dipakai dengan
iktikad baik.
2. Klausula sudah mengetahui
Penanggung sudah mengetahui benda / kondisi benda tersebut dan dimuat dalam
polis. Dalam praktek ini dibuat tapi tidak diperlihatkan karena mungkin saja
tertanggung tidak mau mengasuransikan lagi.
Jenis-Jenis Asuransi
I. Jenis-jenis Asuransi berdasarkanteori/dalam masyarakat:
1. Pertanggungan kerugian (Schade Verzekering)
Pertanggungan yang bertujuan untuk mengganti kerugian artinya hal-hal yang dapat
dinilai dengan uang atau pertanggungan harta kekayaan. Contoh:
- pertanggungan kebakaran
- pertanggungan pengangkutan
- pertanggungan pencurian, kemalingan
2. Pertanggungan Jumlah ( Sommen Verzekering )

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 34

- pertanggungan yang tidak bertujuan untuk membayar ganti rugi, Jadi bertujuan
untuk memberikan sejulah uang kepada orang lain, Jadi dia tidak terletakpada harta
kekayaan Contoh : - pertanggungan jiwa
Cara orang menentukan jumlah pertanggungan adalah berdasarkan kepada
kesepakatan para pihak dan ini sangat berkaitan dengan premi.
3. Pertanggungan Premi (Pertanggungan Murni )
Premi itu dapat dibayarkan secara kelompok/sendiri-sendiri jadi yang murni disini
adalah pertanggungan yang preminya dibayar tetanggung sendiri-sendiri,
pertanggungan ini dalam praktek sangat banyak dipakai.
4. Pertanggungan saling tanggung menanggung
- Pertanggungan yang preminya itu sama dengan iuran dari anggota kumpulan jadi
antara pembayar premi yang satu berhubungan dengan yang lain.
Bentuk yang No. 4 di atas adalah cikal bakal lahirnya pertanggungan premi
II. Jenis pertanggungan berdasarkan UU Pasal 247 KUHD:
1. Pertanggungan kebakaran Bab 9 dan 10
2. Pertanggungan terhadap bahaya hasil panen
3. Pertanggungan terhadap kematian seseorang atau jiwa
4. Asuransi bahaya dilautan
5. Asuransi angkutan udara, laut, sungai dan perdalaman

Kewajiban Pemberitahuan
1. Pasal 251 KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan
2. Pasal 203
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 35

Seorang tertanggung berkewajiban


memberitahukan kepada penanggung

mencegah

timbulnya

kerugian

dan

Bedanya:
a. Kalau tidak diberitahukan tertanggung kepada penanggung maka perjanjian batal
demi hukum
b. Kalau tidak diberitahukan maka tertanggung wajib memberitahukan/memberikan
ganti kerugian kepada penanggung atau biaya yang mencegah kerugian.
3. Pasal 684 KUHD
- Pertanggungan dilaut, kewajiban memberitahukan mara bahaya dilautan yang
disampikan kepada penanggung dan apabila tidak disampaikan kepada penanggung
oleh tertanggung maka tertanggung wajib membayar ganti kerugian
4. Pasal 291
- Bentuknya tentang, pertanggungan kebakaran dan pasal ini tidak adanya sanksi
(pasal 655) pertanggungan dilautan

POLIS
Pengertian:
Polis adalah bukti telah lahirnya perjanjian Asuransi secara tertulis
Berkaitan dengan pasal 255
- Perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dan dalam bentuk akta dinamakan
Polis. Yang diisi dalam Polis
- Polis memuat segala kesepakatan yang berkaitan dengan ketentuan yang sesuai
dengan UU atau bersifat umum. Sebuah polis harus memuat isi perjanjian beberapa
hal pasal 256 KUHPerdata
A. Syarat-syarat polis secara umum

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 36

Isi Polis
1.

Polis harus memuat kapankah perjanjian asuransi dibuat misalnya : Hari, tgl, dll

Guna hari, tgl:


a. Menentukan sejak kapan perjanjian itu mulai berlaku dan ini mengenai kapankah
resiko itu beralih.
b. Menentukan perjanjian mana yang lebih dahulu terjadi karena perjanjian Asuransi
mungkin terjadi perjanjian 1,2 dst. Jadi perjanjian I, kalau double perjanjian maka
batal demi hukum (Pasal 252 KUHD)
2.
Polis harus membuat nama para pihak yang melakukan perjanjian
pertanggungan
- Siapa penanggung
- Siapa tertanggung
- Apakah dia bertanggung sendiri atau untuk kepada orang lain
- Orang yang mempertanggungkan pihak ketiga harus dimuat dalam polis. Kalau
tidak disebut dalam polis untuk kepentingan pihak ketiga maka dianggap untuk
kepentingan sendiri.
- Apabila tidak ada unsur kepentingan maka perjanjian batal demi hukum
3.

Dalam Pasal 256

- Polis harus memuat mengenai uraian benda pertanggungan, Misalnya: tentang


jenis bendanya
- Ukurannya
- Sifatnya
- Letaknya
- Jumlahnya

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 37

Gunanya: Para pihak dalam pertanggungan tidak keliru, kalau ternyata para pihak
tidak memberitahukan secara detail maka perjanjian batal demi hukum
4. Berapa jumlah/nilai yang akan dipertanggungkan atau nilai ganti rugi yang akan
dimintakan, jumlah pertanggungan dikaitkan dengan nilai benda dan minimal harus
sama dengan nilai benda dengan jumlah pertanggungan. Jumlah maksimum yang
diterima seseorang.
5. Bahaya-bahaya yang akan dijadikan acuan dalam pertanggungan, Misalnya:
Banjir, Bencana alam dan Kebakaran.
Bahaya-bahaya yang dianggap peralihan resiko tanggung jawab penanggung adalah
sepanjang dicantumkan dalam polis.
6. Kapankah bahaya itu dimulai dan berakhirnya, Ini berkaitan dengan Jangka waktu
pertanggungan.
-

Orang berfikir tentang waktu 1 jam, misal: tanggal 12-12-2007 jam 16.00

Orang yang berfikir dari tempat ketempat lain, misal : dari gudang ke gudang

7.

Polis harus memuat Premi pertanggungan

Premi
Kontrak prestasi /imbalan baik dari seorang tertanggngkepada penanggung premi
biasanya dihitung berdasarkan persentase dari jumlah pertanggungan semakin besar
premi muka peralihan resiko semakin besar.
Cara membayar Premi:
- Ditentukan dalam polis, harus lunas dan dicicil maka kalau tidak ada premi maka
resiko tidak beralih dan pertanggungan tidak jalan.
8.
Polis harus memuat semua keadaan dan semua syarat-syarat yang harus
disepakati oleh para pihak.
B. Ketentuan syarat-syarat khsus dalam Polis
Misalnya: pertanggungan kebakaran
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 38

a. Pasal 267
- Syarat umum harus ditambah dengan syarat lain yaitu: dimana benda itu terletak
Misalnya : terletak dipasar. Ini ditambah dengan syarat umum No.3
b.

Pasal 304 (pertanggungan Jiwa)

Jenis-Jenis Polis
A. Dalam praktek yang menentukan isi polis penanggung
B. Dalam teori yang menentukan isi polis adalah tertanggung. Akibatnya melahirkan
macam-macam polis
Jenis-jenis Polis Standart
1. Polis maskapai
- Polis yang ditertibkan oleh perusahaan maskapai atau perusahaan pertanggungan
karena pada umumnya penanggung menentukan isi polis yang ada dalam polis
maskapai dia memuat ketentuan / syarat umum khusus
2. Polis Bursa
Polis yang digunakan oleh Bursa (pasar) asuransi. Makanya polis yang satu
kelompok yang memuat polis seragam.
Polis Bursa terbagi 2 :
A) Polis Amsterdam ( dianut di Indonesia )
-- > diterbitkan oleh Bursa Amsterdam
B)

Polis Bursa Rotterdam


-- > diterbitkan oleh Bursa Rotterdam

Indonesia menganut polis standard ditambah dengan yang dibuat diatas. Polis
Amsterdam dari Rotterdan Rotterdam yang paling menonjol dalam polis diatas :
- pertanggungan angkutan / kebakaran
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 39

3. Polis loyet Lloyde


Dikeluarkan oleh Bursa di London anggota loyed dan boleh digunakan anggota
loyed
Jika dilihat dari sifat pertanggungan maka jenis polis
1. Polis perjalanan
Polis yang dikaitkan dalam satu kali perjalanan / suatu pelayanan dari suatu tempat
ke tempat lain.
2. Polis waktu
Dikaitkan dengan waktu tertentu/jangka waktu tertentu biasanya ditentukan secara
tepat dan tegas mengenai : Tanggal dan Tempat
Misalnya. Ditutup suatu polis asuransi tanggal 19 Desember 2006 jam 16.00 maka
sampai 19-12-2007 jam 16.00
Klausula Dalam Polis
Aturan-aturan khusus yang ditentukan para pihak dalam suatu perjanjian
pertanggungan/syarat2 khusus.

Klausulanya:
1.

Klausula primer Resque (primer resiko)

Klausula yang berisi resiko-resiko yang utama klausula ini digunakan dalam
pertanggungan bahaya pencurian.
Isi primer Resave
Pasal 253 (3) KUHD
Seandainya tertanggung dalam pertanggungan itu sebagian resiko yang ada pada
benda pertanggungan (parsial los ) misalnya : nilai suatu barang 1 milyar maka ia
mempertanggungkan milyar dan apabila terjadi peristiwa maka pertanggungan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 40

harus membayar penuh kerugian sesuai dengan jumlah nilai pertanggungan. Jika
terjadi resiko nilainya 400 juta, tapi karena dia menggunakan primer resiko maka si
Penanggung harus membayar 500 juta.
2. Klausula All Risk
Si penanggung menanggung semua resiko yang terjadi/tanpa batas, misalnya:
Pertanggungan mobil, karena bencana alam maka penanggung harus membayar
resiko penuh. Kecualinya : (pasal 276 dan 249). Kalau peristiwa itu bukan kesalahan
dari tertanggung / cacatnya benda menjadi penanggung ( pasal 249 ).
3.

Klausula sudah mengetahui

Isinya dimana klausula diketahui dalam pertanggungan kebakaran, artinya seorang


penanggung sudah mengetahui tentang benda yang ditanggungkan, kalau terjadi
peristiwa penanggung tidak boleh menghindar, tapi kalau tertanggung
merahasiakan rahasia benda maka penanggung tidak berkewajiban mengganti
kerugian.
4.

Klausula Renuntiatie

Isinya adalah bahwa 51 orang penanggung tidak akan menggugat tertanggung


berdasarkan:
Pasal 251 KUHD:
Bahwa seorang tertanggung tidak boleh merahasiakan benda pertanggungkan.
Maka kalau terjadi peristiwa maka penanggung tidak boleh menghindari dari ganti
kerugian.
5.
Klausula free from farticular everange (GPA) berkaitan dengan (pertanggungan
laut). Apakah para pihak menggunakan secara khusus pertanggungan laut, Isinya:
Penanggung dibebaskan dari kewajiban ganti kerugian kalau terjadi peristiwa
khusus dilautan. Misalnya. Barang yang diangkut diambil oleh perampok (bajak laut
Pasal 709 KUHD.
6.
Klausula with Porticular everange (WPE), Isinya seorang penanggung harus
membayar ganti kerugian terhadap peristiwa-peristiwa khsus yang ada di lautan,

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 41

Siapakah yang melakukan pembuatan Polis


- Dalam Praktek dibuat oleh perusahaan asuransi
Berdasarkan pasal 299 KUHD
Apa yang terjadi dlam praktek bertolak belakang , seorang tertanggung telah
menyiapkan polis dan menyedorkan kepada penanggung. Jadi dalam teori yang
berhak tertanggung, ia membuat polis berdasarkan keinginanya.
(1) Seorang penanggung haru smengembalikan polis kepada tertanggung dalam
tempo 24 jam. Maknanya: Yang terjadi dalam praktek sangat bertolak belakang pasal
254 yang mana penanggung sangat aktif sekali dalam pertanggungan, Kalau
penanggung tidak mengembalikan dlam waktu 24 jam maka resikonya penanggung
akan diberikan ganti kerugian.
Dalam pertanggungan, karena polis diserahkan. Kalau mengacu pada pasal 257 (1),
maka kalau polis belum diserahkan, kalau resiko maka penanggung wajin
membrikan ganti rugi.
Dalam praktek polis dibuat oleh penanggung dan tertanggung belum smpai
mempelajarinya, jadi langkah untuk memberikan waktu yang luas bagi tertanggung.
Adanya klausula yang isinya untuk menghindari keslahpahaman, maka sebaiknya
tertanggung mempelajari secara cermat/format syarat-syarat polis tersebut. Jadi
sebaiknya dalam polis diberikan peringatan.
(2) Penyerahan polis melalui makelar polis diserahkan 8 hari. UU menyatakan
demikian 18 hari karena makelar harus mempunyai waktu untuk menghubungkan
penanggung dengan tertanggung, kalau hal ini tidak dipenuhi maka kalau terjadi
peristiwa maka makelar harus membayar ganti kerugian.
Penyerahan polis dapat dikesmpingkan dengan cara menetapkan kapankah
penanggung/makelar mengembalikan polis.
Jumlah Yang Di Tanggungkan
Dia idnetik dnegan jumlah maksimal ganti rugi yang dpat diterima ganti rugi tidak
mungkin tinggi dari jumlah pertanggungan. Hal ini berupa jumlah hak/batas hak
yang diterima dan ini dikaitkan dengan nilai benda atau nilai kepentingan.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 42

Misalnya: Kita mempertanggungkan jiwa dalam pertanggungan, jadi berapa nilai


kepentingan yang ada.
Ada 3 hal yang mengetahui jumlah:
1.

Apakah pertanggungan itu dibawah nilai benda pertanggungan

2.

Sama dari nilai pertanggungan

3.

Diatas dari nilai pertanggungan

Menurut pasal 253 (1) KUHD

Pertanggungan itu sah kalau nilai pertanggungan itu sama dengan nilai benda
pertanggungan, batasnya mengacu pada nilai benda. Misalnya: Nilai benda 1 M
dan nilai pertanggungan M, maka penanggung tidak berkewajiban membayar
M tetapi 1 M.
-

Menurut pasal 253 (2) KUHD :

Pertanggungan tidak penuh, maka gnti kerugian adalah maksimal senilai jumlah
pertanggungan yang disepakati.
NILAI BENDA PERTANGGUNGAN
Nilai benda pertanggungan tidak disebutkan dalam KIHD dan tidak harus
disebutkan.
a.

Menurut Pasal 256 KUHD

Mengharuskan polis untuk menyebutkan secara detail tentang nilai benda, keadaan
benda yang dipertanggungkan.
b.

Menurut pasal 273 KUHD

Para pihak tertanggung dan penanggung tidak menyatakan nilai benda dalam
polis.
Yang diatur dalam pasal 273 KUHD :

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 43

Apabila benda pertanggungan tidak dimuat dalam polis maka nilai benda harus
dibuktikan dnegan seglaa alat bukti.
c.

Menurut pasal 274 KUHD

Nilai benda dinyatakan dalam polis, maka si penanggung punya


menolak/membantah nilai dalam polis dan menyimpulkan alasan-alasanya.

hak

Pasal 273 dinamakan polis terbuka (open policy)


Para pihak dapat mempertimbangkan kembali nilai benda disaat akan datang
setelah perjanjian.
Patokan Para Pihak Dalam Menentukan Nilai Benda
1.

Keadaan benda

2.

Tujuan benda

Makna Nilai Benda


1.
2.

Nilai benda pada waktu dilahirkannya pertanggungan


Nilai benda pada waktu terjadinya peristiwa pertanggungan

Tujuan Nilai Benda


Untuk memberikan ganti kerugian sesungguhnya jika dilihat dari tujuan
pertanggungan yang dilihat dari terjadinya perisetiwa, maka kita memberikan
makna nilai benda. Contoh: Yang seharusnya pada waktu lahir perjanjian harga nilai
benda 1 M pada waktunya terjadi peristiwa M. Jadi pada waktu terjadi peristiwa
dilihat pada nilai penjualan (boleh digunakan). Nilai benda dimaknai dengan
terjadinya peristiwa, nilai penjualan dan nilai tukar.
PERLUNYA NILAI BENDA
Nilai benda berubah-ubah setiap saat, baik bergerak atau tidak bergerak. Maka itulah
perlunya kita memaknai nilai benda.
TAKSIRAN PARA AHLI NILAI BENDA

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 44

Para pihak sepakat taksiran para ahli, maka para penangung dapat menolak, kecuali
kalau penanggung merasa tertipu.
Dalam Pasal 275 KUHD
Para pihak penanggung dapat menolak taksiran para ahli dengan alasan tertipu.

Dalam praktek

Jarong diminta pendapat para ahli, tapi berdasarkan kesepakatan para pihak.
PREMI
Pengertian Premi
Adalah prestasi dari pihak tertanggung kepada penanggung sebagai akibat lahrnya
perjanjan pertanggungan.
Atau:
Imbalan dari seseorang penanggung atas ditanggungnya resiko
Atau:
Beralih resiko.
Apabila Premi tidak dibayar, maka akibatnya:
1.
2.
3.

Tidak beralih resiko dan terjadi peristiwa seseorang penanggung tak


berkewajiban membayar.
Penanggung dapat memutuskan pertanggungan dan tidak ada hak dan
kewajiban
Pertanggungan tidak berjalan, premi secara berkala maka terjadi peristiwa, maka
resiko tidak beralih.

Cara membayar Premi


1.
Pertanggungan untuk jangka waktu tertentu premi dibayar pada awal
pertanggungan atau pada sat bahaya itu mulai berjalan, misalnya: Asuransi
kecelakaan lalu lintas.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 45

2.
Pertanggungan jangka waktu panjang, misalnya : Asuransi jiwa, maka premi
dibayarkan secara berkala atau periodik, sesuai ketetapan para pihak, dan kalau
putus pembayaran premi maka akibatnya piutang pertanggungan tidak berjalan.
Contoh:
Dibayark premi 1 Januari, 1 April dan seterusnya lupa dan kalau terjadi resiko, maka
cara untuk mengatasi hal diatas, para pihak dapat mencantumkan klausula janji
dalam polis. Isinya premi harus dibayar dimuka dan pada waktu premi tidak dibayar
pada waktu yang ditentukan pertanggungan tidak jalan.
Jumlah Premi yang harus dibayarkan
Jumlah premi dihitung dan persentase atau menghitung dari jumlah pertanggungan,
contoh: Pertanggungan jwa berdasarkan usia tertanggung, dan sebagainya. Premi
berkaitan dengan beban resiko. Semua premi itu ditentukan para pihak dengan
kesepakatan yang dicantumkan dalam polis. Yang menjadi acuan premi adalah
beberapa kemampuan dari seorang penanggung untuk dibayarkan membayar ganti
rugi.
Komponen Premi
1.

Persentase dari jumlah pertanggungan

2.

Biaya yang dikeluarkan oleh seseorang penanggung

3.

Perantara jika punya makelar

4.

Keuntungan

5.

Dana cadangan

Hal ini merupakan asas keseimbangan (rasa keadilan). Ada keseimbangan antara
premi yang diterima dengan resiko yang ditanggung sehingga akan ada keuntungan.
Seorang tertanggung dapat meminta kembali premi
Menurut pasal 281
Seorang tertanggung dapat meminta kembali premi yang telah dibayarkannya, baik
seluruhnya atau sebagian.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 46

Premi dapat dituntut kalau Pertanggungan gugur atau batal, syaratnya :


Contoh : Barang yang diangkut ketempat lain batal sebagian, jadi tidak semua premi
dapat dituntut. Pemi ini dinamakan premi RESTORNO, premi ini syaratnya kalau
tertanggung orang yang beritikad baik.
Misalnya : Pasal 51
PERISTIWA TAK TENTU (EVENEMENT)
Peristiwa tak tentu yaitu peristiwa yang berkaitan dengan pertanggungan .
Misalnya : Pertanggungan kebakaran, jadi orang melihat dari peristiwa kebakaran.
Pengertian Evenement
a. Peristiwa yang tidak dapat ditentukan kejadian itu atau kapan terjadi, bisa pasti
terjadi yang tidak diketahui kejadian awal. Misalnya : - Kebakaran, dan Kematian
(pasti terjadi)
b. Peristiwa yang tidak diharpkan terjadi artinya, peristiwa yang dikaitkan dengan
pertanggungan tidak diharapkan tejadi. Misalnya: Kebakaran, orang tidak
mengharapkan harta bendanya terbakar.
Kalau seseorang tahu kapan terjadi peristiwa, maka seseorang akan mau
menanggung resiko. Jadi kalau tak tentu, sudah diketahui maka menurut hukum
akibatnya perjanjian tertanggungan batal demi hukum (terdapat dalam pasal 251
KUHD).
Defenisi Peristiwa Tak Tentu
Suatu peristiwa menurut pengalaman manusia normal tidak dapat ditentukan terjadi
meskipun sudah terjadi, tapi kapan terjdi tidak dapat ditentukan dan tidak dapat
diharapkan terjadi.
Jenis-Jenis Peristiwa Yang Di Sepakati Dalam Pertanggungan
a. Orang-orang akan menulis jenis-jenis peristiwa dalam polisi, karena peristiwa
akan menimbulkan ganti kerugian dan resiko yang berada pada penanggung.
b.

Peristiwa juga dapat mengacau kepada Undang-undang


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 47

Misal :
a)

Pasal 290 KUHD (pertanggungan kebakaran)

Pasal ini menyebutkan lebih luas dengan peristiwa dari pertanggungan dengan tanpa
batas atau dnegan nama lain atau apapun.
Peristiwanya.
-

Bisa dengan bom

Baik dengan sengaja ataupun tidak disengaja, termasuk apa yang diperjanjikan atau
tidak. Maka semua peristiwa dijadikan acuan untuk beralihnya resiko kepada
penanggung.
b)

Pasal 657 (pertanggungan laut)

Pasal ini juga menyebutkan secara lebih luas peristiwa dari pertanggungan apapun.
Peristiwa yang dialami dilaut maka resiko beralih kepada penanggung atau pada
umumnya peristiwa ataupun yang menimbulkan kerugian laut.
Dalam praktek orang membatasi 2 pasal ini :
Maka orang kembali kepada polis dnegna menentukan peristiwa berdasarkan para
pihak. Peristiwa berkaitan dengan ganti kerugian (kompensasi) artinya tidak semua
peristiwa menimbulkan resiko yang akan ditanggung oleh penanggung.
1.
Kerugian yang terjadi karena peristiwa yang dituangkan dalam polis dan
apabila yang diterangkan dalam polis dan apabila tidak diterangkan dalam polis
maka tidak akan ada ganti kerugian. Misalnya : kebakaran karena kompor tapi tidak
diterangkan dalam polis.
2.
Apakah hubungannya langsung dari peristiwa yang terjadi, artinya penyebab
langsung yang menimbulkan kerugian/pristiwa yang mempunyai sebab akibat
dengan pertanggungan. Peristiwa-peristiwa yang mungkin menimbulkan kerugian.
-

Karena petir

Karena listrik

Kompor memasak
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 48

Jadi yang menjadi patokan untuk menimbulkan ganti kerugian adalah yang
mempunyai hubungan langsung yaitu kompor, dan apabila kebakaran karena
kompor dimasukkan dalam polis, maka penanggung berkewajiban membayar gnti
kerugian. Cara mengatasi peristiwa
1.

Menunjuk pada Undang-undang Misalnya : pasal 250

2.
Seorang penanggung dan tertanggung menilai secara jelas dalam polis peristiwa
yang akan dijadikan acuan.
3.
Dengan membuat janji khusus dalam bentuk Klausula All Risk (semua
peristiwa) dan ditegaskan dalam polis.
Hak dan kewajiban penanggung terdapat dalam
a.

Polis

b.

Undang-undang

Pembatasan Hak
a. Terdapat dalam pasal 249 KUHD
Membicarakan pembatasan
pertanggungan.

hak

penanggung

yang

dikaitkan

atas

benda

b. Pasal 276 KUHD


Pembatasan tanggung jawab atau kesalahan tertanggung bisa polis dan tidak cukup
dengan Klausula All Risk.
c. Pasal 249
Cacat benda yang berasal dari dalam diri benda itu sendiri. Artinya kerugian yang
muncul dari benda itu sendiri. Contoh: Bangunan yang diasuransikan konstruksi
bangunan tidak layak karena semen kurang
Cacat benda dari dalam
Contoh : Makanan

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 49

Kalau rusak dari luar maka dapat dikatakan penyebab kerugian.


Cacat benda dari dalam yang dilihat dari sifat benda
Contoh : - Kaca yang tipis/sensitif
- Hewan yang sudah mati.
Kesimpulan
- Cacat dar dlam tidak menimbulkan ganti kerugian dari penanggung.
d. Menurut pasal 276
Kesalahan Tertanggung
Tertanggung harus berbuat meminimalkan peristiwa dan harus berhati-hati.
Cara menyampingkan pasal ini dengan cara mencantumkan dalam polis dan tidak
cukum dengan Klausulas All .Risk

2.1 Pengertian Asuransi Jiwa


1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih
lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau
taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 50

Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2
(dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada
pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung.
b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi
sosial, dapat diketahui dari rumusan:
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada
jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 di persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya adalah:
Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak
Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang diasuransikan.
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam
Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941).
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf Ordonansi tersebut:
Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van
geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den
dood van den menschs. Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen,
met dien verstande, dat overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als
overeenkomsten van levensverzekerinq worden berschouwd.
Terjemahnnnya.
Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah
diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang,
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 51

rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk


dalam asuransi jiwa.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya
undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan
tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan undang-undang ini adalah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas
asuransi jiwa berdasarkari Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan
pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 UndangUndang Tahun 1992.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308 KUHD.
Jadi hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan
definisi asuransi jiwa. Dengan demikian sudah tepat jlka definisi asuransi dalam
Pasat 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak
pembahasan dan ini ada hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303
KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan,
baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam
perjanjian.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui
atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat
mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu
tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas, Purwosutjipto
memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi:
Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil)
asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 52

mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada


penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan meninggalnya
orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu
yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu
kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai
penikmatnya.
Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto
(pengambil) asuransi dan penangung.

menggunakan

istilah

penutup

Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal angka (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa
pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan
tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil) asuransi
dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa penanggung
dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada
orang yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l
orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya.
Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang
berjangka waktu tertentu.
2.2 Polis Asuransi jiwa
Bentuk dan isi Polis
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara
tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD,
polis asuransi jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 53

e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama
sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting
untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak
hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila
jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah
uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam
praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak
menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung
atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa
tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi
asuransi Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang
hanya dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu
mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung
ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan
dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu
berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi.
artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai
tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 54

terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada


tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).
Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung
kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat
asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan
penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas
keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi
berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang
disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.
Penanggung, Tertanggung, Penikmat
Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan
tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai
imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang
menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian.
Dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung
wajib membayar uang santunan, atau jika berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu
terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian
kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang
memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau
matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan
hukum milik swasta atau badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus
dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party
interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut
penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli
waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 55

tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat
menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah
sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, bagaimana halnya jika
asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung?. Dalam hal
ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri
masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh
penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan
asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak
mempunyai kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan
untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung
mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai
penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini
tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang berkewajiban
membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak
ketiga (penikmat) harus dicantumkan dalam polis.
2.3 Evenemen Dan Santunan
1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan
keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan
asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan
Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada
keharusan mencantumkan bahnya yang menjadi beban penanggung dalam polis
asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya adalah
meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu
merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami
kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah
yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang
sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena
evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis.
Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya
diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi
jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 56

itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi
sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada
penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang
tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh
tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak menerima
dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran
santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanqgung
dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi
peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam
asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung
yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat
perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi
berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan
pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap sebagai
tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
2.4 Asuransi Jiwa Berakhir
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung
adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi
jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang
diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung
berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh
tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran
uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak
meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu
perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing
pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa
berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 57

meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi
evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu
terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu
berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko
penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung
akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka
waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa
berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan
sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata
sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui
kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain,
Kata-kata bagian akhir pasal ini kecuali jika diperjanjiknn lain memberi peluang
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini,
misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung
betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu
gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak
menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk
memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan
pihak ketiga.
Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman
mati, maka asuransi jiwa itu gugur.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto,
penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa
ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan
prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 58

peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi.
Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir.
Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung
sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar
ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan
sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah
premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana
cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka
penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan
dalam polis
komentar (0)
REASURANSI
Diposkan oleh Catatan Kampus Unhalu on 01.55
A. Pengertian Reasuransi dan Prinsip-prinsip dalam Hubungan Antara Penanggung
dan Penanggung Ulang Dalam Perjanjian Reasuransi
Bila dalam asuransi telah didapatkan suatu definisi sebagaimana yang termaksud
dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kepailitan pasal 246 dan
kemudian telah diperbaharui dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 2
Tahun 1992 Tentang Usaha Pereasuransian pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat
1 dalam hal reasuransi hingga saat ini belum terdapat defenisi yang telah dibakukan.
Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut
tampak sejiwa dan seirama dengan dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I
Mehr dan E. Cammack dalam buku yang berjudul Principles of Insurance yang
menyatakan: Reinsurance is the insurance of the insurance (Ref. page no. 723),
artinya reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya asuransi (A.J.
Marianto 1997).
Selanjutnya Robert I Mehr and Emerson cammack memberikan suatu contoh atau
suatu penjelasan sebagai berikut : When a company has received from an agent a volume
of insurance on a given property or in a given area, in misalnyacess of the amount it wishes to
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 59

retain an its book, it can reinsure the contract (jika suatu perusahaan asuransi menutup
risiko atau dia menutup risiko-risiko disuatu daerah tertentu melalui seorang agen,
dia dapat mempertanggungkan ulang /kembali kelebihan resiko yang melampaui
daya tampungnya). (A. J. Marianto 1997).
Berdasarkan pengertian diatas, perusahaan asuransi berdasarkan prinsip
kepentingan yang dapat dipertanggungkan, telah menutup suatu pertanggungan
atas risiko atau risiko-risiko di suatu daerah tertentu dapat mempertanggungkan
kembali kelebihan tanggung gugat atau misalnyacess liability yang melampaui daya
tampungnya sendiri atau own retention kepada penanggung lain.
Untuk lebih jelasnya mari kita lihat pengertian reasuransi versi lain oleh beberapa
pakar ahli :
1. GF. Michelbacher
Dalam bukunya yang berjudul Multiple Line Insurance , G.F. Michelbacher membuat
rumusan pengertian reasuransi sebagai berikut : The process whereby one insurer
arranges with one or more other insurers to share risk is reinsurance (proses dengan
mana satu penanggung mengatur dengan satu atau lebih penanggung lainnya untuk
membagi risiko disebut reasuransi / pertanggungan ulang).
Dari rumusan tersebut Michelbacher mengartikan reasuransi sebagai suatu proses
yang dimana satu penanggung mengatur dengan satu atau lebih penanggung
lainnya dengan tujuan untuk membagi risiko.
2. Mollengraaf
Mollengraaf menyatakan reasuransi adalah persetujuan yang dilaksanakan oleh
suatu penanggung dengan penanggung lainnya yang dinamakan sebagai
penanggung ulang (reasuradur), dalam persetujuan mana pihak kedua dengan
menerima premi yang ditentukan terlebih dahulu bersedia memberikan penggantian
kepada pihak pertama, mengenai penggantian kerugian yang pihak pertama wajib
membayarnya kepada tertanggung akibat dari suatu pertanggungan yang diadakan
antara pihak pertama dan tertanggung.
3. R. C. REINARZ
Reasuransi adalah akseptasi oleh suatu penaggung yang dikenal sebagai
reasuradur / penaggung ulang atas semua atau sebagian risiko kerugian dari
penanggung lainnya yang disebut pemberi sesi (ceding company) .
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 60

Berdasarkan dari berbagai pendapat para pakar tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian reasuransi dalam arti yang sebenarnya dapat ditinjau dari
beberapa aspek sebagai berikut :
a. Aspek teknis
b. Aspek hukum
c. Aspek keuangan
a. Pengertian reasuransi dari aspek teknis
Ditinjau dari aspek teknis reasuransi merupakan suatu cara atau alat/sarana untuk
mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterimanya dengan mengalihkan
seluruh atau sebagian risiko itu kepada pihak penanggung lain. Risiko yang dihadapi
penanggung pertama dalam arti yang sebenarnya adalah beban risiko yang mungkin
timbul sebagai akibat kegiatan usaha yang dilakukannnya dengan mengambil alih
seluruh atau sebagian risiko yang dihadapi tertanggung asli. Dengan demikian
pertanggungan ulang (reasuransi) mempunyai peraanan yang sangat besar dalam
bidang industri asuransi.
b. Pengertian reasuransi dari aspek hukum
Dari aspek hukum, reasuransi adalah suatu perjanjian antara satu penanggung
dengan satu atau lebih penanggung ulang/reasuradur. Penanggung wajib memberi
dan penaggung ulang sepakat wajib menerima seluruh atau sebagian risiko yang
diberikan kepadanya. Seperti halnya asuransi, perjanjian pertanggungan ulang juga
bersifat timbale balik. Perjanjian ini menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
antara kedua pihak. Oleh karena itu penanggung ulang juga berhak menerima
seluruh atau sebagian premi yang diterima oleh penanggung pertama berdasarkan
polis yang telah diterbitkan.
c. Pengertian reasuransi dari aspek keuangan
Dari gejala ekonomi, maksud dan tujuan penanggung mengadakan perjanjian
reasuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko yang diterimanya
karena perjanjian asuransi kepada para penanggung lainnya adalah untuk mengubah
suatu ketidakpastian agar menjadi lebih pasti, demi kesinambungan usahanya dalam
menghadapi segala kemungkinan atau peluang kewajiban membayar ganti rugi atau
santunan yang besar yang dapat menimbulkan hasil underwriting yang buruk dan
memperngaruhi keadaan keuangan.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 61

Reasuransi memiliki bebrapa fungsi yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :


(1) Memberi jaminan atau perlindungan kepada penanggung dari kerugian-kerugian
underwriting yang dapat sewaktu-waktu membahayakan likuiditas, solvabilitas, dan
kelestarian kegiatan usaha mereka.
(2) Menaikkan kapasitas akseptasi perusahaan asuransi atas risiko-risiko yang
melampaui batas kemampuannya karena kelebihan tanggung-gugat yang tidak bisa
mereka tampung sendiri akan dijamin oleh penanggung ulang yang telah bersedia
menampungnya.
(3) Sebagai alat penyebar resiko, baik dipasaran reasuransi dalam negeri maupun
dipasaran luar negeri.
(4) Bila kerjasama reasuransi atas sebagian resiko dilakukan antar sesama perusahaan
asuransi, akan terdapat dua fungsi didalamnya, yaitu sebagai penyebaran risiko dan
sebagai sarana pertukaran bisnis yang mampu meningkatkan pendapatan premi
yang dapat ditahan karena disamping adanya pengeluaran terdapat pulapemasukan
premi.
(5) Meningkatkan atau mendukung kestabilan hasil underwriting dan keadaan
keuangan perusahaan asuransi, termasuk menjaga stabilitas pendapatannya. Dalam
hal ini, reasuransi seolah-olah berfungsi menyediakan fasilitas bank kepada
perusahaan asuransi .
(6) Meningkatkan dan memperbesar keleluasaan dalam melakukan pemasaran
berbagai macam produk asuransi, baik yang konvensional maupun yang baru
dengan segala macam tingkat besar kecilnya resiko.
(7) Secara tidak langsung reasuransi dapat berfungsi membantu membiayai kegiatan
usaha perusahaan asuransi, khususnya disesikan berdasarkan kontrak reasuransi.
Hubungan antara penanggung (ceding company) dan para penanggung ulang yang
sangat mendasar berpijak pada lima prinsip asuransi dan ditambah dengan satu
prinsip lainnya yang disebut prinsip / asas Follow the fortunes of the ceding company.
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini :
1. Prinsip itikad baik
Semua perjanjian dilakukan berdasarkan itikad baik, termasuk perjanjian asuransi
dan reasuransi. Berdasarkan prinsip ini, kedua pihak baik penanggung pertama
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 62

(ceding company) maupun penanggung ulang (reinsurer), wajib melakukan sesuatu


yang tidak bertentangan atau tidak melanggar undang-undang.
Yang dimaksud dengan melakukan sesatu dalam pelaksanaan perjanjian reasuransi
adalah bahwa pihak penaggung wajib pula melakukan pengungkapan dan atau
memberitahukan segala data dan keterangan tentang objek dan atau kepentingan
yang ditanggung olehnya. Tidak diperkenankan menyembunyikan segala data atau
keterangan yang selayaknya diketahui oleh penanggung ulang berhubungan dengan
keikutsertaan mereka dalam menanggung seluruh atau sebagian resiko.
Apabila ceding company telah melakukan kesengajaan menyembunyikan fakta,
berarti mereka telah melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan undangundang atau melanggar itikad baik yang dapat menyebabkan dibatalkannya
perjanjian reasuransi yang telah terbentuk. Lebih-lebih bila terjadi unsur penipuan,
perjanjian reasuransi yang telah dibentuk akan menjadi batal dengan sendirinya
menurut hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata Pasal 1321.
2. Prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan
Selain berlaku pada perjanjian asuransi, asas ini juga berlaku pada perjanjian
reasuransi. Dengan melakukan atau menerima penutupan pertanggungan, pihak
penanggung telah memilki kepentingan yang timbul karena adanya perikatan, yaitu
tanggungjawab / gugat atas klaim yang terjadi akibat peristiwa yang diperjanjikan.
Dengan perkataan lain, penanggung akan selalu menghadapi kemungkinan
terjadinya tuntutan ganti rugi yang dapat timbul setiap saat atas pertanggungan yang
ditutupnya. Oleh karena itu, berdasarkan KUHD Pasal 271, penanggung berhak
sekali lagi mempertanggungkan ulang / kembali pertanggungan yang ditutupnya.
3. Prinsip ganti rugi
Sebagian yang berlaku pada perjanjian pertanggungan, penggantian dan atau
pemulihan yang dapat dilaksanakan oleh para penanggung ulang hanya terbatas
pada kerugian sebenarnya yang dibayarakan oleh penanggung pertama kepada
tertanggung asli sesuai dengan persyaratan dan ketentuan polis yang berlaku serta
sah menurut hukum. Jumlah penggantian yang dibayar oleh para penanggung ulang
kepada penanggung pertama haruslah sebanding dengan saham atau penyertaannya
dalam reasuransi.
4. Prinsib subrogasi
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 63

Berdasarkan prinsip ini, penanggung yang telah melakukan pembayaran ganti


kerugian yang sah pada tertanggung berhak menggantikan kedudukan pihak
tertanggung untuk memperoleh pemulihan dan atau menuntut ganti rugi kepada
pihak ketiga yang berdasarkan hukum wajib bertanggungjawab atas segala kerugian
yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian mereka.
5. Prinsip kontribusi / saling menanggung
Prinsip kontribusi atau saling menanggung ini pada hakikatnya bukan hanya berlaku
dalam hal asuransi, melainkan juga berlaku dalam hal reasuransi. Hubungan
mendasar antara penanggung pertama dan penanggung ulang tentang prinsip ganti
kerugian yang juga menganut ketentuan tolak ukur ganti kerugian dan ketentuan
lainnya yang telah dijelaskan, kontribusi juga dipakai sebagai dasar mentukan
pembagian resiko dan atau sesi kepada para pihak yang bersangkutan termasuk
pembagian beban klaim yang harus ditanggung bersama sesusai dengan saham atau
penyertaannya dalam hal asuransi, ko-asuransi dan reasuransi. Dalam hal asuransi
dibawah harga kontribusi dilaksanakan antara penanggung dan tertanggung karena
dalam hal ini tertanggung dianggap ikut serta menanggung sebagian resiko atas
kepentingan yang dipertanggungkan sedangkan dalam hal reasuransi kontribusi
dilaksanakan antara penanggung pertama dan pihak penanggung ulang.
6. Prinsip follow the fortune of theceding company
Prinsip mengikuti keberuntungan penanggungung pertama tidak boleh diartikan
secara luas dan tampa batas tanggung jawab penaggung ulang dalam hal reasuransi
hanyalah ter batas pada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh penanggung pertama
sesuai dengan jumlah kerugian sebenarnya sekalipun berdasarkan teori maupun
praktek penanggung ulang dapat diminta persetujuannya untuk menyetujui
penyelesaian klaim atas dasar kompromi atau misalnya-gratia, penanggung pertama
harus mempunyai argumentasi dan pertimbangan komersial bahwa kebijaksanaan
itu berlandaskan pada perhitungan untung rugi demi kepentingan bersama
B. Keamanan Atas Jaminan Reasuransi
Jaminan atau perlindungan reasuransi atas kelebihan tanggung gugat / jawab dari
beban risiko yang ditanggung oleh perusahaan-perusahaan asuransi berdasarkan
polis yang diterbitkan memang sangat diperlukan karena berbagai macam alasan
baik teknis maupun non teknis. Meskipun demikian masalah keamanan adalah suatu
hal yang sangat penting atau serius dan wajib ditempatkan sebagai pertimbangan
utama dalam menempatkan bisnis reasuransi. Proteksi reasuransi memang sangat
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 64

diperlukan, tetapi setiap penanggung pertama ataupun pialang reasuransi sebagai


wakil mereka akan selalu lebih mengutamakan proteksi yang aman, disamping
mengharapkan persyaratan, kondisi dan harga yang kompetitif serta pelayanan yang
baik.
Keamanan jaminan reasuransi harus diamati secara terus menerus karena bisa
mengalami perubahan-perubahan. Bisa saja terjadi suatu kemungkinan bahwa dalam
beberapa tahun sebelumnya mereka termasuk kelompok security yang baik, tetapi
karena sesuatu dan lain hal ternyata diantara mereka telah mengalami kemunduran
sehingga dinilai tidak akan dapat memberikan proteksi reasuransi yang aman.
Apabila mengadakan perjanjian reasuransi dengan penanggung pertama secara
langsung ataupun melalui pialang reasuransi, para penanggung ulang selalu
melakukan penilaian, baik terhadap program reasuransi yang ditawarkan ataupun
terhadap keadaan, reputasi, kedudukan pihak penanggung pertama di dalam pasar,
ditinjau dari segi teknis maupun non teknis.
C. Metode Dalam Perjanjian Reasuransi
Berbicara mengenai metode dan tipe-tipe reasuransi, harus kita bedakan arti antara
istilah metode reasuransi dan tipe reasuransi untuk menghindari kerancuan dan
kesalahpahaman. Metode reasuransi hendaknya diartikan sebagai cara bagaimana
para pelaku pasar reasuransi itu melakukan kerjasama reasuransi, sedang tipe
reasuransi hendaknya kita artikan sebagai bentuk pelaksanaan dari cara melakukan
transaksi reasuransi. Menurut berbagai literatur reasuransi / asuransi terdapat tiga
cara dalam melakukan kerjasama asuransi antara pihak penanggung pertama (direct
insurers) dan pihak penaggung ulang (reinsurers), yaitu :
1. Metode reasuransi secara fakultatif
Metode reasuransi secara fakultatif adalah transaksi pertanggungan ulang antara
pihak penaggung pertama dan para penanggung ulang secara bebas, yaitu para
pihak penanggung ulang tidak terikat harus menerima penawaran pertanggungan
ulang. Dengan perkataan lain, para penaggung ulang dapat menolak atau
mmenerima penawaran pertanggungan ulang berdasarkan kebijakan akseptasi yang
telah mereka tetapkan.
Berdasarkan metode pertanggungan ulang secara fakultatif ini, para penaggung
ulang dapat melakukan seleksi resiko sesuai denga kebijakan underwriting yang
telah digariskan. Hal ini dapat dipahami bersama mengingat tingkat risiko dari objek
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 65

atau kepentingan yang dipertanggungkan itu berbeda-beda. Dalam praktek telah


dikenal adanya tiga tingkatan resiko, yaitu yang digolongkan sebagai objek beresiko
rendah / sederhana (simple risk), objek beresiko berbahaya (hazardous risks), dan
objek beresiko sangat berbahaya (misalnyatra hazardous risks).
2. Metode reasuransi secara kontrak (treaty)
Yang dimaksud dengan metode reasuransi secara kontrak adalah perjanjian antara
pihak penangung pertama dan para penanggung lain atau para pengnggung ulang
profesional yang dalam perjanjian tersebut pihak penaggung pertama, yang
selanjutnya disebut pemberi sesi atau ceding company, setuju memberikan bagian
(share) dan para penaggung ulang, yang selanjutnya disebut pihak kedua, setuju dan
wajib menerima bagian atau sesi dari tanggungjawab atas asuransi yang telah
ditutup oleh penggung pertama sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh
masing-masing penanggung ulang (peserta treaty) sampai dengan batas-batas
tanggung gugat/jawab tertinggi dari setiap kelas resiko berdasarkan pernyataan dan
ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam kontrak reasuransi.
3. Metode reasuransi pool dan facultative obligatory
a. Metode reasuransi pool
Maksud dan tujuan membentuk kerjasama secara pool pada lazimnya didasarkan
atas berbagai sasaran yang dituju. Sasaran dan tujuan pembentukan kerjasama sistem
pool yang paling penting adalah untuk mengatasi berbagai macam persoalan
melalaui kerjasama yang saling menguntungkan dan saling membantu antar sesama
anggota pool dalam mewujudkan penyebaran resiko, diantaranya dengan melakukan
pertukaran bisnis.
Pengertian kerjasama pool pada saat ini lebih terkenal dengan istilah konsorsium
meskipun penerapan kedua istilah itu sangat tergantung pada tujuannya.
Pembentukan konsorsium mempunyai tujuan dan sasaran yang khusus, hanya untuk
mengatasi kesulitan penanganan atau pengelolaan objek yang beresiko tinggi dengan
jumlah pertanggungan yang tidak mungkin ditangani oleh satu penanggung atau
untuk mengatasi risiko dalam satu komplek besar (khususnya pasar).
Metode kerjasama pool dalam kontrak reasuransi dikenal denga istilah asing
reciprocal pool. Metode kerjasama seperti ini tidak hanya dilakukan antar sesama
perusahaan asuransi didalam negeri, tetapi juga dapat diperluas antar wilayah
negara tetangga. Cara yang demikian sangat bermanfaat unutk mengatasi daya
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 66

tampung nasional yang terbatas dari tiap-tiap negara yang bersangkutan sehingga
tidak banyak tergantung pada satu pasar tertentu yang juga memiliki keterbatasan
kapasitas atau daya tampung.
b. Facultative obligatory
Jenis penutupan pertanggungan ulang seperti ini sebenarnya merupakan suatu cara
penempatan pertanggungan ulang secara kontrak meskipun masih terdapat kata
facultative. Dengan adanya kata wajib (obligatory) pihak penanggung wajib
menerima semua kelebihan tangtgung gugat yang sudah tidak tertampung dalam
kontrak pertanggungan ulang sampai dengan limit yang telah ditentukan. Melalui
cara ini pihak penanggung pertama tidak perlu lagi melakukan penawaran
reasuransi satu persatu karena secara otomatis telah memperoleh fasilitas jaminan
yang cukup memadai serta tidak perlu merasa cemas, seperti mengahadapi risiko
penolakan apabila mereka melakukan penaaran penempatan pertanggungan ulang
secara fakultatif biasa. Dengan cara ini penaggung pertama juga dapat bekerja lebih
efisien dan efektif karena dapat menghemat banyak biaya, waktu, dan tenaga
dibandingkan harus melakukan penawaran satu persatu.
Dalam pelaksanaannya, pihak penanggung ulang akan membatasi pada risiko-risiko
tertentu dengan persyaratan premi segera atau secepat mungkin dalam waktu yang
telah ditetapkan, akan memberikan komisi reasuransi yang lebih rendah atau sataraf
dengan komisi fakultatif biasa, serta tanpa pemberian komisi keuntungan.
D. Persyaratan dan Ketentuan Kontrak Reasuransi
Sebagaimana lazimnya setiap kontrak perjanjian, kontrak perjanjian reasuransi juga
akan menyebutkan segala persyaratan dan ketentuan yang telah disepakati bersama
antara pihak pemberi sesi dan penanggung ulang yang disebut juga sebagai
penerima sesi.
Beberapa persyaratan dan ketentuan yang sangat penting, yang kiranya perlu untuk
kita ketahui bersama, antara lain yang berkenaan dengan :
1) Komisi reasuransi (reinsurance commission)
Komisi reasuransi ( reinsurance commission, yang lazim disingkat R/I comm) yang
diberikan oleh penanggung ulang kepada pemberi sesi adalah sebagai imbalan jasa
atas bisnis reasuransi yang disesikan kepadanya oleh pemberi sesi. Besarnya komisi
reasuransi yang dapat diberikan kepada pemberi sesi sangat tergantung pada kelas
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 67

bisnis yang yang disesikan dan biasanya lebih besar dari komisi reasuransi yang
diberikan kepada agen atau pialang reasuransi.
Besarnya komisi reasuransi yang diberikan oleh penanggung ulang kepada pemberi
sesi lazimnya 3% sampai dengan 7,5% lebih besar dari komisi reasuransi yang
diberikan kepada agen / pialang karena pemberian komisi reasuransi tersebut
mempunyai tujuan untuk pengganti biaya operasional yang dikeluarkan oleh
pemberi sesi dalam rangka memperoleh bisnis.
Kembali kepada masalah komisi reasuransi, dalam hal penetapan besar kecilnya
komisi reasuransi, para pihak pemberi sesi biasanya lebih menyukai bila didasarkan
pada flat rate karena selain memudahkan perhitungan sesi bersuh yang harus
disesikan juga lebih menguntungkan baginya meskipun loss ratio dari sesi tahun
yang berjalan lebih besar dari, katakanlah 35%.
Khususnya untuk sesi yang didasarkan pada akseptasi reasuransi fakultatif biasanya
penaggung ulang hanya memberikan komisi reasuransi yang lebih kecil dari komisi
reasuransi atas sesi yang didasarkan pada kontrak quota share dan berkisar antara
2,5% sampai dengan 5% lebih kecil dari sesi atas dasar kontrak reasuransi pada jenis
pertanggungan yang sama.
2) Komisi keuntungan (profit commission)
Komisi keuntungan adalah suatu komisi yang diberikan oleh penerima sesi/
penanggung ulang kepada pemberi sesi yang lazimnya disebut juga reinsured.
Komisi keuntungan hanya diberikan bila hasil bersih yang disesikan kepada
penanggung ulang menunjukkan keuntungan bagi penerima sesi. Dalam praktek
profit commission jarang diberikan kepada pemberi sesi yang didasarkan atas nonproportional traties, tetapi seandainya dapat dfisepakati bersama lazimnya
diperhitungkan atas dasar tahun penutupannya.
Tujuan pemberian komisi keuntungan kepada pemberi sesi adalah merupakan suatu
perangsang agar pemberi sesi selalu mengusahakan agar hasil/saldo bersih yang
disesikan akan memberikan keuntungan bagi penerima sesi. Bila pemberi sesi dapat
memperoleh komisi keuntungan, pendapatan ini juga digunakan untuk menutup
biaya operasi untuk memperoleh bisnis.
3) Klausul MPL (maximum possible loss)

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 68

Yang dimaksud dengan klausul MPL adalah suatu kalusul yang mencantumkan
ketentuan bahwa pihak penanggung atau pemberi sesi dapat menetapkan retensi
sendiri dan memberi sesi reasuransi sampai pada batas tertinggi sesuai dengan
tingkat MPL dan setiap resiko yang diterima atau ditutup oleh pihak penanggung
pertama (pemberi sesi).
Klausul ini dicantumkan dalam naskah perjanjian apabila telah disepakati bersama
oleh pihak pemberi sesi wajib mencantumkan MPL yang benar-benar tepat karena
apabila terjadi kesalahan dalam penilaian MPL atas sesi yang diberikan, mereka
harus menanggung sendiri akibat kesalahan yang mereka lakukan.
Oleh karena itu, pihak pemberi sesi wajib memiliki kemampuan yang tinggi dalam
menilai atau mengkaji suatu resiko, yaitu sampai seberapa jauh MPL yang
sebenarnya dari resiko yang mereka jamin.
Dasar-Dasar Hukum Asuransi

88 Votes

APPLE MacBook Air [MD712ZA/A]


A.

DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI

Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah


Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 69

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya


akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undangundang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992
tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi), Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk
perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang
bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, Suatu persetujuan untunguntungan (kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya,
baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu
kejadian yang belum tentu.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1.
Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2.
Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah
ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini
tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20
April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3.
Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung,
namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang
akan menerima tanggungan;
4.
Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju
untuk diadakan perjanjian asuransi;
5.
Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi
adalah:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 70

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);


Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
Tujuan yang ingin dicapai;
Resiko dan premi;
Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
Syarat-syarat yang berlaku;
Polis asuransi.

1.

B. TUJUAN ASURANSI

1.

a. Pengalihan Risiko

Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang


mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada
perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
1.

b. Pembayaran Ganti Kerugian

Jika suatu ketika sungguhsungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian


(risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti
kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya
kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa
kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi
bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguhsungguh
diderita.
Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip
subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian hak si berpiutang
(tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) yang
membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) terjadi baik karena
persetujuan maupun karena undang-undang.
1.

C. BERLAKUNYA ASURANSI

Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya
asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya
dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara
(cover note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 71

undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan


polis asuransi (Pasal 255 KUHD).
D.
1.

POLIS ASURANSI
1. Fungsi Polis

Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat
khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban
para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan
demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian
asuransi antara tertanggung dan penanggung.
Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya
Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak
mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi
sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).
1.

2. Isi Polis

Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa
harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janjijanji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKERS
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 72

CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung


dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.
Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam
polisnya harus pula menyebutkan:
1.
Letak barang tetap serta batas-batasnya;
2.
Pemakaiannya;
3.
Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh
terhadap obyek pertanggungan;
4.
Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
5.
Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barangbarang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.
Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu
diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bencana yang ditutup;


Yang ditutup;
Kerugian yang ditutup;
Orang-orang yang ditutup;
Lokasi-lokasi yang ditutup;
Jangka waktu yang ditutup;
Bahaya-bahaya yang dikecualikan.

1.

3. Jenis Klausula Asuransi

Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara
tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk
mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian
apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut
ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap
asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
a. Klausula Premier Risque
Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi
kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai
maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa
digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 73

b. Klausula All Risk


Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda
yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang
timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan
tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249
KUHD).
1.

Klausula Total Loss Only (TLO)

Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya menanggung kerugian yang


merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.
1.

d. Klausula Sudah Diketahui (All Seen)

Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa
penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian
bangunan yang diasuransikan.
1.

e. Klausula Renunsiasi (Renunciation)

Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan


pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus
diberlakuan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila
timbul kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda
objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal
251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada
tertanggung.
1.

Klausula Free Particular Average (FPA)

Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul
akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal
709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang
diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang
sudah dibebaskan klausula FPA.
1.

g. Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)

Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12


orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 74

gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta


pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.
Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok
pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal
jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana
biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau
dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang
diberlakukan oleh majikan.
Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar
massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan
suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan
menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda,
sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan
terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau
perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24
jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian
tersebut.
1.

4. Hal yang harus diperhatikan:

Bankers Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis
yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara
tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas
peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam
perjanjian asuransi (polis).
Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur
dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga
klausula ini bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam
Polis.
E.

JENIS ASURANSI

Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi
Kerugian dan Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
a. Asuransi Kebakaran;
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 75

b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;


c. Asuransi laut;
d. Asuransi Pengangkutan;
e. Asuransi Kredit.
2. Asuransi Jiwa terdiri dari
a. Asuransi Kecelakaan;
b. Asuransi Kesehatan;
c. Asuransi Jiwa Kredit.
1.

F. BATALNYA ASURANSI

Suatu pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan


suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat
dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
1.
Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan
kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut
(Pasal 251 KUHD);
2.
Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi
ditandatangani (Pasal 269 KUHD);
3.
memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui
pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan
datang (Pasal 272 KUHD);
4.
Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal
282 KUHD);
5.
Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak
boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing
yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan
perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 76

G.

SANKSI

Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung


dapat dikenakan sanksi berupa:
1.
Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan
pada tertanggung); dan
2.
Sanksi Pidana.
1.

1. Sanksi Administratif

Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan


Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian (PP No.73/1992) serta peraturan pelaksanaannya yang
berkenaan dengan:
1.
Perizinan usaha;
2.
Kesehatan keuangan;
3.
Penyelenggaraan usaha;
4.
Penyampaian laporan;
5.
Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan
langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi
pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
1.
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan
laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak
mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan;
2.
Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak
menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
1.

2. Sanksi Pidana

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 77

Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21
UU Asuransi, berikut ini:
1.

a. Terhadap pelaku utama

Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin
usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan,
menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
1.

b. Terhadap pelaku pembantu

Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali
kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya
atau patut diketahuinya bahwa barangbarang tersebut adalah kekayaan Perusahaan
Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi,
dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
1.

c. Terhadap pemalsu dokumen

Orang yang secara sendirisendiri atau bersamasama melakukan pemalsuan atas


dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan
denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1.
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT
Intermasa, 1986;
2.
H. Mashudi, SH. MH dan Moch. Chidir Ali, SH. (Alm.), Hukum Asuransi,
Penerbit CV. Mandar Maju, 1995;
3.
Undang Undang Usaha Perasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perbankan
1992, Penerbit CV. Eko Jaya, Jakarta, 1992;
4.
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung 1999;
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 78

5.
Hasanuddin Rahman, S.H., AspekAspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di
Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

blog ini mengenai hukum dan asuransi

Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis

1.
Mar
4

definisi asuransi

Secara umum, syahnya suatu perjanjian diatur harus memenuhi ketentuan yang
diatur oleh pasal 1320 KUHperdata beserta pasal-pasal yang diatur oleh pasal-pasal
yang melindungi pasal tersebut, ialah pasal 1321-1329 KUHperdata. Setiap perjanjian
asuransi jiwa harus memenuhi syarat-syarat umum berikut:
a.

Sepakat mereka mengikat diri

b.

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c.

Suatu hal tertentu


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 79

d.

Suatu sebab yang halal

Ke empat hal tersebut diatas tidak boleh melakukan karena adanya kehilapan,
paksaan ataupun karena tipuan. Sedangkan untuk persyaratan khusus bagi
perjanjian asuransi jiwa biasanya ada persyaratan baku yang sudah disiapkan oleh
perusahaan asuransi jiwa, seperti contoh: pihak asuransi Prudential menyiapkan
suatu formulir Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ).1[1]

1. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi Jiwa


a.
Pihak pertama ialah penanggung, yang pada umumnya adalah perusahaan
asuransi jiwa. Penanggung atau perusahaan asuransi jiwa dengan sadar
menyediakan diri untuk menerima dan mengambil alih risiko pihak lain. 2[2]
Penerimaan risiko ini diikuti dengan janji, bahkan ia akan memberikan penggantian
kepada pihak lain itu apabila yang bersangkutan menderita kerugian karena
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan di
deritannya karena suatu peristiwa. Dengan demikian penanggung memberikan suatu
proteksi, terhadap kemungkinan kerugian ekonomi yang diderita oleh tertanggung.
Peralihan risiko kepada penanggung dari tertanggung harus di ikuti dengan suatu
pembayaran sejumlah uang tertentu yang disebut premi. Proteksi yang diberikan
oleh penanggung kepada tertanggung pada dasarnya sangat bervariatif tertanggung
kepada jenis risiko yang dapat terjadi dan sesuai dengan kemampuan penanggung
untuk menerimannya. Dengan demikian proteksi yang sama dapat ditawarkan
kepada calon-calon tertanggung atau masyarakat luas. Apabila tawaran diterima oleh
para calon tertanggung terjadilah perjanjian asuransi jiwa atau pertanggungan.
b.
Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam
perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk perusahaan atau
siapapun yang dapat menderita kerugian. Jadi dalam hal ini, siapapun yang
mempunyai peluang atau kemungkinan menderita kerugian dapat mengalihkanya
kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung. Peralihan risiko hanya mungkin
terjadi dengan mengadakan perjanjian asuransi jiwa atau pertanggungan.

1[1] Wawancara dari (Achmad Faizal unit Tatang Nurochman agen perusahaan Asuransi
Prudential), hari kamis tanggal 1 Septembar 2011 di Jakarta
2[2] Halim ali, Pengantar Asuransi Jiwa,Cet.2.(Jakarta:Bumi Aksara 1993), hal 110
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 80

2. Sifat Dan Ciri Yang Khusus Dalam Perjanjian Asuransi


Dari pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan timbal balik
yang berarti masing masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling
berhadap hadapan. Oleh sebab itu dalam hubungan dengan pemegang polis,
disamping harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya juga perlu mendapat
perlindungan untuk menuntut hak-haknya. Adanya peraturan yang memeadai dan
mudah difahami akan sangat membantu pemegang polis. 3[3]

a.

H. Gunanto:4[4]

Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir, dan bukan perjanjian kommutatif


adalah bahwa prestasi dari penanggung untuk memberikan ganti rugi atau sejumlah
uang kepada tertanggung diganti kepada peristiwa yang belum pasti terjadi. Dengan
demikian terdapat kesenjangan waktu di antara prestasi tertanggung membayar
premi dengan haknya mendapat ganti rugi dari penanggung. Hal demikian berlainan
dari perjanjian jenis lain yang pada umumnya prestasi kedua pihak dilaksanakan
secara serentak. Oleh karena adanya syarat bagi pelaksana prestasi penanggung
tersebut maka perjanjian asuransi disebut pula sebagai perjanjian bersyarat.
b.

Sri Redjeki Hartono:5[5]

Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa


perjanjian dimaksud menunjukan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan
janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti
kerugian, apabila penanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan,
sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apa pun.

3[3] Man Suparman Sastra Wijaya dan Endang, Hukum Asuransi.,Cet.3. (Bandung:
Alumni,2004), hlm.7.
4[4] Ibid.
5[5] Ibid.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 81

c.

Sri Redjeki Hartono:6[6]

Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung


(adhesion), karena didalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi
perjanjian
hampir
seluruhnya
ditentukan
dan
diciptakan
oleh
penanggung/perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat
yang murni atau tawar menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi
perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh penanggung
sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan mengetahui
banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya apabila pengertian yang
tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.

A. Pengertian Asuransi Atau Pertanggungan Dan Asuransi Jiwa


1. Istilah dan definisi asuransi
Istilah asuransi, menurut pengertian riilnya, adalah iuran bersama untuk
meringankan beban individu, kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep
asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persedian yang disiapkan
oleh sekelompok orang, yang bisa tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian
yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah
seorang di antara mereka maka beban kerugian akan disebarkan ke seluruh
kelompok.7[7]
Menurut ketentuan pasal 246 KUHD:
Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang
penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritannya
karena suatu peristiwa yang tak tentu.
6[6] Ibid.
7[7] Muhammad Muslehudin, Menggugat Asuransi Modern., cet.1,(Jakarta: Lentera,
1999). Hlm.3.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 82

Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack: 8[8]


Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara
pengumpulan unit-unit misalnyaposure dalam jumlah yang memadai, untuk
membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang
dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung.

Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green:


Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan
jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar
jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam
batas-batas tertentu.

Definisi asuransi menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang


mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:
a.
Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan
oleh seorang penanggung.
b. Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan
mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial.

Berdasarkan definisi pasal 246 KUHD tersebut dapat di uraikan unsur-unsur asuransi
atau pertanggugan sebagai berikut:9[9]
a.

Pihak-pihak

8[8] http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=84714 diunduh 21 september 2011.


9[9] Abdulkadir Muhammad, Op. Cit.,hal 8.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 83

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan


tertanggung mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah
pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib menanggung risiko yang
dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan
tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul
atas harta yang di asuransikannya.
b.

Status Pihak-pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dan berbentuk


Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (persero) atau koperasi. Tertanggung
dapat setatus perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik sebagai
perusahaan ataupun bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau
pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.
c.

Objek Asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda,
dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi
tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan
memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko.
Tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul
kerugian atas harta miliknya.
d.

Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau
kesepakatan bebas antara penanggung atau tertanggung mengenai objek asuransi,
peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi, dan syarat syarat
yang berlaku bagi asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat
dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satusatunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.
e.

Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah


keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan dan kesepakatan bebas.
Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela dari penanggung dan
tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama
lain. Artinya sejak terjadi kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 84

membayar premi asuransi kepada penanggung, dan sejak itu pula penanggung
menerima pengalihan risiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas
benda asuransi, penanggung wajib membayar kerugian sesuai dengan ketentuan
polis asuransi, jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh
penenggung tetap menjadi pemilik penanggung.
Salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan
Pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. unsur tersebut hanya menuunjuk kepada
asuransi kerugian yang objeknya harta kekayaan.

Diposkan 4th March 2012 oleh achmad


1
Lihat komentar
1.
Zahira Abid Kahar28 September 2015 04.06
Terima Kasih Atas paparan Hukum Asuransinya, sangat berguna yang sedang atau
akan memilih atau mengetahui info asurasi, manfaat, dan perusahan asuransi,
khususnya
asuransi
kesehatan,
pendidikan
:)
Baca juga ya paparan saya mengenai Review Produk Perlindungan Asuransi
Kesehatan Dengan Unit Link Commonwealth Life
Balas
2.
Mar
4
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 85

asuransi

1. Syarat-Syarat Sah Asuransi


Asuransi merupakan perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Perjanjian adalah
persetujuan yang dibuat oleh pihak atau lebih tertulis maupun lisan, masing-masing
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 86

sepakat untuk mentaati suatu persetujuan yang dibuat bersama.10[1]Maka ketentuan


syarat-syarat suatu perjanjian dalam KUHperdata berlaku juga bagi perjanjian
asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka di samping
ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang
diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUHperdata, menurut
ketentuan pasal tersebut, ada 4 (empat) macam syarat sah suatu perjanjian yaitu
kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal.
Syarat yang diatur KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam pasal
251 KUHD:11[2]
Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, atau pun tidak memberikan hal-hal
yang di ketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang
demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan
yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syaratsyarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.
a.
Kesepakatan
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan
tersebut pada pokoknya meliputi:12[3]
1) Benda yang menjadi objek asuransi
2) Pengalihan risiko dan pembayaran premi
3) Evenemen dan ganti kerugian
4) Syarat-syarat khusus asuransi
5) Dibuat tertulis yang disebut polis
Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara
langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah
pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara
tidak langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui
jasa perantara. Penggunaan jasa perantara memang dibolehkan menurut undangundang. Dalam pasal 260 KUHD ditentukan:

10[1] Sudarsono, Op.Cit., hal 355.


11[2] Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia., Cet4, (Bandung Citra Aditya
Bakti, 2006), hlm.49.
12[3] Ibid.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 87

apabila asuransi diadakan dengan perantaraan makelar, maka polis yang sudah
ditanda tangani harus diserahkan dalam waktu 8 (delapan) hari setelah ditutupnya
perjanjian.
Dalam pasal 5 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan, bertindak
mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan kontrak
asuransi. Perantara dalam KUHD disebut makelar, dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 disebut pialang.13[4]
Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, artinya
tidak berada dibawah pengaruh, tekanan, paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak
sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai denan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undan Nomor 2
Tahun 1992:
penutupan asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih
penanggung kecuali bagi program asuransi sosial.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi hak tertanggung agar dapat
secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggungnya. Hal ini dipadang
perlu mengingat tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan atas objek
yag diasuransikan, jadi sudah sewajarnya apabila mereka secara bebas tanpa
pengaruh dan tekanan dari pihak mana pun dalam menentukan penanggungnya.
b. Kewenangan
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum
yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat
subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak
sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada dibawah perwalian atau pemegang kuasa
yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubugan yang sah
dengan benda objek asuransi karena benda kekayaan tersebut adalah miliknya.
c.
Objek Tertentu
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat
pula berupa berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan
dan kepentingan melekat pada harta kekayaan terdapat pada asuransi kerugian.
Objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa.
13[4] Ibid.hlm. 50.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 88

d. Kausa yang Halal


Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi asuransi itu tidak
dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang
dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek
asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi. Jadi, kedua belah pihak
berprestasi, tertanggung membayar premi, penanggung menerima peralihan risiko
atas objek asuransi. Jika premi dibayar, maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar,
risiko tidak beralih.14[5]
e.

Pemberitahuan

Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek


asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat dilakukan asuransi. Apabila tertanggung
lalai, maka akibat hukum asuransi batal. Menurut pasal 251 KUHD, semua
pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang
diketahui oleh tertanggung tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu
batal.15[6]

Diposkan 4th March 2012 oleh achmad


0
Tambahkan komentar
3.
Mar

14[5] Ibid.hal 52
15[6] Ibid.hal 54
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 89

-1- Prof. Dr. van Kan. (Juris dari Belanda)


Menurutnya hukum adalah "keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat".
-2- Prof. Mr. E. M. Meyers.
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan pada
tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa
Negara dalam melakukan tugasnya."
-3- Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn. (Juris Belanda)
Ia membedakan pengertian hukum berdasarkan 2 sudut pandang:
- Hukum menurut kalangan terpelajar adalah rentetan pasal demi pasal yang termuat
dalam aturan atau perundang-uandangan.
- Hukum menurut orang awam (the man in the street) ketika mendengar istilah
hukum, maka ia akan teringat akan polisi, jaksa, pengadilan, hakim, dan aparat
penegak hukum lainnya.
-4- Prof. Paul Scholten.
Sarjana hukum asal Belanda ini memandang hukum berdasarkan kepentingan
individual (perorangan) dan sosial (masyarakat). Dia tidak memberikan tawaran
definisi tunggal mengenai hukum, namun ia memberikan batasan bahwa, "Recht is
bevel, Recht is verlof, Recht is belofte, Recht is depositie".
-5- Dr. E. Utrecht, SH.
Utrecht memberikan tawaran definisi hukum sekedar untuk pegangan dan
memudahkan pemahaman bagi penjelajah hukum dan bukan sebagai definisi baku.
"Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu."
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 90

-6- S. M. Amin, SH.


"Kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk
mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara."
-7- J. C. T. Simorangkir.
"Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi bereakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman
tertentu."
sangat sulit mendefinisikan hukum oleh sebab itu hukum adalah mengenai hak
dengan kewajiban yang harus diseimbangkan.

Pengertian Asuransi Dari Aspek Hukum


Pengertian tentang asuransi yang saat ini berlaku adalah sebagaimana tercantum
dalam Undang Undang Republik Indonesia no.2 tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian Bab 1 pasal1 yang berbunyi sebagai berikut :

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih , dengan mana
pihak penanggung menginkatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang
dipertanggungkan.
Pemahaman kita atas pengertian atau definisi tersebut diatas akan lebih lengkap
apabila dibandingkan dengan pengertian tentang asuransi yang tercantum pada
pasal 246 K.U.H. Dagang yang berbunyi sebagai berikut:

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 91

asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang


penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tidaktentu.

Unsurunsur penting yang terdapat dalam kedua definisi tersebut adalah:


i)

Asuransi adalah suatu perjanjian

ii) Premi merupakan pra syarat perjanjian


iii) Penanggung akan memberikan pergantian kepada tertanggung
iv) Kemungkinant terjadinya peristiwa tak tertentu atau peristiwa yang tidakpasti

Asuransi sebagai suatu perjanjian atau perikatan sebagaimana pejanjian lainnya


tunduk kepada hukum perikatan (the law contract) sebagaimana tercantum dalam
Buku Ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang perikatan.

Untuk sahnya suatu perjanjian asuransi diperlukan 4syarat,yaitu:


i) Sepakat mereka mengikatkan dirinya
ii) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
iii) Suatu hal tertentu
iv) Suatu sebab yang halal

Premi asuransi atau biaya ber asuransi merupakan pra- syarat adanya perjanian
asuransi, karena tanpa adanya premi tidak akan ada asuransi (No premium No

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 92

insurance). Pada umumnya premi asuransi dibayar dimuka namun biasanya


diberikan tenggat waktu pembayaran (grace payment period).
Contoh: Dalam Polis Standard Kebakaran Indonesia dan Polis Standard Kendaraan
Bermotor tenggat waktu tersebut dicantumkan didalam polis, yaitu masing masing
30 hari dan 14 hari, dengan pengertian bahwa jika terjadi klaim pada masa tenggang
waktu tersebut walaupun premi belum dibayar,penanggung tetap berkewajiban
membayar klaim.

Jadi, dengan kata lain, Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang
dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain
(dalam hal ini adalah perusahaan asuransi).

Pengertian asuransi yang lain adalah merupakan suatu pelimpahan risiko dari pihak
pertama kepada pihak lain. Dalam pelimpahan dikuasai oleh aturan-aturan hukum
dan berlakunya prinsip-prinsip serta ajaran yang secara universal yang dianut oleh
pihak pertama maupun pihak lain.

Dari segi ekonomi, asuransi berarti suatu pengumpulan dana yang dapat dipakai
untuk menutup atau memberi ganti rugi kepada orang yang mengalami kerugian.

HUKUM ASURANSI
A.

Pengertian

Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin)


untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai
konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi
barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau
terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai
imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan
dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di
saat hidupnya.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 93

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi jiwa merupakan salah
satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang
dananya diambil dari iuran atau premi seluruh peserta asuransi.
Asuransi dipersamakan dengan akad mudharabah musyarokah, dimana beberapa orang
menyerahkan modal atau premi kepada pengelola / lembaga asuransi untuk
dikelolah, ketika salah satu mengalami kecelakaan maka dari hasil mudharabah
tersut dibuat untuk membantu orang yang sedang mengalami musibah.
B.

Rukun Asuransi Jiwa

Adapun hal-hal yang bersangkutan dengan asuransi atau rukun-rukun yang ada
pada asuransi adalah:
1. Muammin (Tertanggung), yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau
berkepentingan atas harta benda
2. Muamman (Penanggung), Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang
memiliki atau berkepentingan atas harta benda
3. Premi, kewajiban tertanggung membayar sejumlah uang yang telah disepakati
kepada penanggung.
4. Ganti Rugi, ganti rugi oleh penanggung kepada tertanggung ketingga terjadi
musibah berupa kecelakaan atau sampai meninggal.
5. Evenemen, yaitu adanya kejedian/ musibah berupa kecelakaan.

C.

Hukum Asuransi

permasalahan asuransi jiwa ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka
masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih
diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 94

Sebagian ulama kontemporer seperti ayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti


Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muthi (mufti Mesir).
mengaharamkan segala bentuk macam asuransi dengan berbagai alasan:
-

Asuransi sama dengan judi

Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.

Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila


tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah
dibayar atau di kurangi.
-

Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
Akan tetapi tidak semua asuransi mengandung unsur-unsur yang diatas. Ada juga
asuransi yang dilakukan dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah hukum syariat
juga ada. Oleh karena itu sebagian Ulama membolehkan asuransi seperti Abd.
Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas
Syariah
Universitas
Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo
Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa
Ahkamuha).
Dalam akad asuransi ada unsur maslahat dimana keduanya saling menguntungkan,
dan tidak ada yang dirugikan karena akad yang dilakukan atas dasar ta`awun dan
tidak ada niat untuk menguntungkan diri sendiri, berbeda dengan judi. Melihat
persoalan di atas dimana seseorang mengansuransikan dirinya, agar ketika di waktu
yang akan datang secara tidak disengaja mengalami kecelakaan dan ia tidak
mempunyai uang untuk berobat maka dengan asuransi sesorarang lebih merasa
aman dan tidak menggantungkan pada yang lain.
Asuransi diperbolehkan karena tidak di jelaskan dalam nash secara jelas dalam artian
nash tidak melarangnya. Di dalam akad asuransi juga mengandung unsur-unsur:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 95

1.

Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

2.

Saling menguntungkan kedua belah pihak.

3.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.
4.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

5.

Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah).

Oleh karena itu Asuransi diperbolehkan jika dilakukan secara syari, dan tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam
muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.
Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong
menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata.
Allah SWT berfirman, Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan
ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.
2.

Objek Asuransi adalah sesuatu yang halal.

3.
Tidak mengeksploitasi/memeras (seperti menaikkan harga yang kelewat batas).
(HR. Bukhari, Muttafaq 'alaih)
4.
menjunjung tinggi kesepakatan, seperti dijelaskan dalam al-Quran surah alMaidah 1 : "Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu".Rasulullah juga
menegaskan: "Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka"(H.R. Abu Dawud)
5.

Asuransi syariat tidak bersifat muawadhoh, tetapi tabarru atau mudhorobah.

6.
Sumbangan (tabarru) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram
hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut
syariat.
7.
Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan,
harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian
dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang
sangat memerlukan.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 96

8.
Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan
tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan
tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang
diberikan oleh jamaah.
9.
Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan
syari.
PENGERTIAN PREMI ASURANSI, POLIS ASURANSI, KLAIM ASURANSI,
PENANGGUNG, UNDERWRITING, TERTANGGUNG

Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya sebagai
kewajiban dari tertanggung atas keikutsertaannya di asuransi. Besarnya premi atas
keikutsertaan di asuransi yang harus dibayarkan telah ditetapkan oleh perusahaan
asuransi dengan memperhatikan keadaan-keadaan dari tertanggung.
Polis Asuransi adalah suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat
konsensual (adanya kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta
antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu
dinamakan polis. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang
merupakan bukti tertulis.

Klaim asuransi adalah Sebuah permintaan resmi kepada perusahaan asuransi, untuk
meminta pembayaran berdasarkan ketentuan perjanjian. Klaim Asuransi yang
diajukan akan ditinjau oleh perusahaan untuk validitasnya dan kemudian
dibayarkan kepada pihak tertanggung setelah disetujui.

Penangguh menurut asuransi jiwa adalah yang memberikan jasa dalam


penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang
diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta
atau badan hukum milik Negara.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 97

Tertangguh adalah seseorang yang memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi, baik
milik swasta ataupun milik Negara.

Underwriting menurut pengertian asuransi jiwa adalah proses penaksiran mortalitas


atau morbiditas calon tertanggung untuk menetapkan apakah akan menerima atau
menolak calon peserta dan menetapkan klasifikasi peserta. Mortalitas adalah jumlah
kejadian meninggal relatif di antara sekelompok orang tertentu, sedang morbiditas
adalah jumlah kejadian relative sakit atau penyakit di antara sekelompok orang
tertentu.

DEFINISI ASURANSI DARI SUDUT FINANSIAL , SOSIAL, DAN HUKUM

Sudut Finansial sebagai suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada
perekonomian, dengan cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko
yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas
kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan
dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu.
Sudut Hukum asuransi merupakan suatu kontrak (perjanjian) pertanggungan risiko
antara tertanggung dengan penanggung. Penanggung berjanji akan membayar
kerugian yang disebabkan risiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung.
Sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung. Jadi,
tertanggung mempertukarkan kerugian besar yang mungkin terjadi dengan
pembayaran tertentu yang relatif kecil.
Sudut Sosial, asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima
pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna
membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut.
Kerugian setiap anggota dipikul bersama.
HUKUM ASURANSI OLEH HIZKY

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 98

KOMPILASI HUKUM ASURANSI

NAMA

Hizky Jayakusuma

NPM

123112330050051

MT. KULIAH/ KELAS


Dosen

Hukum Asuransi/ 02
:

Surajiman, S.H., M.Hum.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 99

FAKULTAS HUKUM
2014

HUKUM ASURANSI
OLEH : HIZKY JAYAKUSUMA

Berikut ini merupakan pengertian Asuransi menurut Undang-undang dan Para Ahli :
Asuransi secara etimologis berasal dari Inggris reisurance atau reassurance yang
berarti
pertanggungan
ulang
atau
pertanggungan
kembali.

Pengertian

Berdasarkan

Undang-Undang:

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 100

Pasal
246
Kitab
Undang-undang
Hukum
Dagang
(KUHD)
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu
peristiwa
yang
tak
tertentu.

Undang-Undang
No.
2
Tahun
1992
Asuiransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

KUHP
pasal
246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan meneriam suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau
kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin diderita karena suatu yang tak tertentu.

Pengertian
Menurut
Para
Ahli:

Prof.
Mehr
dan
Cammack
Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara
pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian
individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul
merata
oleh
mereka
yang
tergabung.

C.Arthur
William
Jr
dan
Richard
M.
Heins
mendefinisikan
asuransi
berdasarkan
dua
sudut
pandang,
yaitu
:
- Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh
seorang
penanggung.
- Asuransi adalah suatu persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan
mengumpulkan
dana
untuk
menanggulangi
kerugian
finansial

Khoiril
Anwar
Asuransi adalah salah satu cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap
kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asuransi akan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 101

membantu untuk mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang
diderita
oleh
pelaku
bisnis
bisa
diperkecil

Mamat
Ruhimat
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi
untuk
memberikan
penggantian
kepada
tertanggung

Eddy
Suryanto
Soegoto
Asuransi adalah pengelolaan kerugian melalui transfer risiko tersebut kepada
perusahaan asuransi, yang setuju untuk mengganti kerugian tertanggung atas
kerugian tersebut, untuk memberikan manfaat berupa uang lain pada suatu kejadian,
atau untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan resiko. 16[1]
Kemudian terdapat juga Dasar Hukum Asuransi yang kami ambil dari sumber yang
sama.

Dasar Hukum Asuransi


Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang
diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil
(Kitab Hukum Perdata) dan Code de Commerce (Kitab Hukum Dagang). Ini terjadi
pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat
pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang
diadakan di negara Belanda untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat
peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan undang-undang terakhir
yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum
Perniagaan (Wetboek Van Koophandel) dalam tahun 1838, termuat peraturanperaturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa.
Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan untuk
Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9
dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada
umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil
pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi
pengangkutan didarat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 102

mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada umumnya mengandung arti
bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua
cabang asuransi baik di dalam maupun di luar KUHD. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
Sifat berlaku secara umum ini dapat disimpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada
umumnya.
b.
Isi
rumusan
pasal
248
KUHD
yang
berbunyi
:
Terhadap segala macam pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu
maupun dalam buku kedua KUHD berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam pasal-pasal berikut.
Jadi apabila disimpulkan , maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua
cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak
termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam
KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi
risiko-risiko baru. Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam
KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774
KUHPerdata
yang
menentukan
bahwa
:
Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai
untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung
pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga
cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain
disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk
mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD.
Asuransi menurut pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian ,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur


asuransi,
yaitu
:
Penanggung
dan
tertanggung
sebagai
para
pihak
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 103

- Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
Peristiwa
tertentu,
yaitu
peristiwa
yang
belum
terjadi
- Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi,
namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian (dalam asuransi jiwa tidak
dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan
sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak
diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam
asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat
disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246
KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya
perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu.
Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat
membayar ganri rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa
yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.

Untuk
itu
masih
ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu
meliputi
:
bagaimana
dengan
peristiwa
yang
diperjanjikan?
- sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa
yang
diperjanjikan
?
- apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
adakah
kesalahan
tertanggung
?
- hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan
tertanggung. 17[2]

Kemudian kami juga mengutip empat sejarah dari Hukum Asuransi dari sumber
yang sama.

Sejarah Hukum Asuransi


1. Zaman Kebesaran Yunani

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 104

Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Almisalnyaander The Great (356323 BC) seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak
uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang
tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya
mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada
Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada
budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu
ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai
gantinya.
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam
bukunya verzekeringsrecht halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman
Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Almisalnyaander yang Agung)
356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu
mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah
pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri
keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian
tersebut agar mereka mendaftarkan budak-budak miliknya dan membayarkan
sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila
ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan
menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik
budak seharga jual beli dari budak tersebut.
Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes
mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa
kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu
itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin
harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak
apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara
Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan
perjanjian asuransi atau pertanggungan.

2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi


Perjanjian seperti pada zama Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai
tahun ke-10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium).
Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran
bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 105

memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya.


Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan
memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang
mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara.

Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjianperjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan
asuransi kerugian dan asuransi jumlah.

Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah


Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam bukubukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang
mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan
sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai
perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang.
(sommen-verzekering).
Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan
(collegium) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam
perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang
iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia
maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya.

Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium
lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk
membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya
ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan
pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk
berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali
dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin (onderlingne levensverzekering).

3. Zaman Abad Pertengahan


Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad
pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis
membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus
kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 106

rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang
terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan
mirip dengan asuransi kebakaran.

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di


Denmark, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada
abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan
tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui
laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya
yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik
awal perkembangan asuransi kerugian laut.

Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan


selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan
bunganya. Ini disebut bodemerij.

Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal


meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan
kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal
dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah
dibayar kembali.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar
itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai
pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang
menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti
kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya.

Karena
ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka
pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi
pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal
dan barang muatannya, tetapi setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpa
kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada
permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 107

uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan
apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu
menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan
premi asuransi.

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi


kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di Negara-negara
Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara
tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui
laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerahdaerah jajahan mereka.

Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi
laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van
Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi
kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi
laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance
Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van
Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad
Nomor 23 Tahun 1847.

4. Zaman Kodifikasi Perancis


Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang dilakukan Kaisar Napoleon
dimuat dalam Kitab Code Civil (KUHPER) dan Code De Commerce (KUHD). Pada
abad ke 19, Code De Commerce hanya memuat pasal Asuransi Laut.
Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu
rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu
Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian
didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan
asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/
sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika
sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu berangsurangsur bergeser menjadi perusahaan.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 108

Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut


didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama
periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai bubble period ini adalah
disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja
George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London
Assurance Corporation dan Royal Misalnyachange Assurance Corporation.
Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi
kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaanperusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung
perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.
18[3]

Berikut adalah ruang lingkup asuransi dengan manajemen resikonya yang kami
kutip dari sumber yang berbeda.

Ruang Lingkup Asuransi Dengan Manajemen Resikonya


Prinsip Asuransi
Prinsip dalam asuransi sangatlah penting karen harus dipenuhi oleh pihak
tertanggung dan pihak penanggung agar perjanjian asuransi yang telah disepakati
tersebut tidak batal. Adapun prinsip-prinsip asuransi sebgai berikut:

Prinsip kepentingan yang diasuransikan (Insurable Interest)

Yaitu hak untuk mengasuransikan yang timbul dari suatu hubungan keuangan
antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum
Prinsip itikad baik (Utmost Good Faith)

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 109

Yaitu suatu tindakan untuk mengungkapkan secra akurat dan lengkap akan semua
fakta yang material fact megenai sesuatu yang akan diasuransikan baik dimita
maupun tidak.

Prinsip ganti rugi (Indemnity)

Yaitu suatu mekanisme dimana penganggung menyediakan kompensasi finasial


dalam upaya yang dimiliki sesaat sebelum terjadinya kerugian.

Prinsip sebab akibat (Proximate Cause)

Yaitu suatu penyebab aktif, efisie yang menimbulkan rantaian kejadian yang
menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi yang dimulai secara aktif dari
sumber yang baru dan independen.

Prinsip kontribusi (Contribution)

Yaitu hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama


menanggung tetapi tidak harus sama kewajibanya terhadap tertanggung untuk ikut
memberikan indemnity.

Prinsip subrogasi (Subrogation)

Yaitu pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim
dibayar. 19[4]

Selain itu juga terdapat berbagai macam jenis Asuransi. Berikut uraian dan
penjelasannya.

Jenis Asuransi
1.

Asuransi Tradisional

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 110

Adapun jenis asuransi tradisional dibagi menjadi tiga jenis yaitu asuransi term life
(berjangka), whole life (seumur hidup), dan asuransi endowment (dwiguna)

2.

Asuransi Modern

Asuransi modern saat ini didominasikan oleh jenis asuransi unit link dimana
tertanggung memiliki benefit sesuai dengan yang diinginkan dan investasi yang
tidak kalah besarnya. Asuransi jenis ini dinamakan asuransi modern yang populer
saat ini. Asuransi ini kebanyakan berbentuk asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.
Komposisi investasi produk asuransi tersebut biasanya telah diatur dan dialihkan
kedalam produk investasi reksa dana sehingga seiring berjalanya waktu nilai
investasi asuransi ini dapat naik secara signifikan. 20[5]

Masih dari sumber yang sama berikut adalah asuransi dengan Manajemen
Resikonya.

Asuransi dengan Manajemen Resiko


Pengertian Manajemen Resiko
Manajemen risiko adalah sebuah pendekatan metodologi yang terstruktur dalam
mengelola (manage) sesuatu yang berkaitan dengan sebuah ancaman karena ketidak
pastian. Ancaman yang dimaksud di sini adalah akibat dari aktivitas individu /
manusia termasuk: yang terdapat / berperan di dalamnya. Aktivitas ini meliputi
penilaian risiko yang mengancam, pengembangan strategi untuk menanggulangi
risiko dengan pengelolaan sumberdaya yang ada. Risiko dalam asuransi sendiri
adalah suatu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian ekonomis. 21[6]

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 111

Resiko juga terbagi dalam berbagai macam bentuk. Berikut dibawah ni


penjelasannya.

Bentuk-Bentuk Resiko
Bentuk-bentuk risiko antara lain risiko murni, risiko spekulatif, risiko partikular dan
risiko fundamental. Risiko murni adalah risiko yang akibatnya hanya ada 2 macam:
rugi atau break even, contohnya pencurian, kecelakaan atau kebakaran.

Risiko Murni (Pure Risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat
merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Melihat
dari definisi sebagaimana dikutif dari wikipedia tersebut, riks pure atau risiko murni
ini contohnya adalah bencana alam, kebakaran, dll.
Sebuah perusahaan yang terkena
bencana alam seperti gempa bumi misalnya, kemudian perusahaan tersebut hancur.
Dari kejadian tersebut dapat dipastikan perusahaan akan mengalami kerugian / tidak
mungkin ada keuntungan (secara materil). Resiko murni ini bisa kita tanggulangi
dengan mengikuti jasa asuransi. Dengan demikian kemungkinan kerugian bisa
diperkecil atau bisa meringankan beban akibat kerugian itu sendiri. Itulah alasan
mengapa risiko murni / risk pure ini disebut juga insurable risk (risiko yang dapat
diasuransikan.)

Risiko Spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi oleh perusahaan /


individu yang dapat memberikan keuntungan dan dapat memberikan kerugian.
Jika memperhatikan pengertian risiko spekulatif yang dikutif dari wikipedia, sudah
dapat kita tebak bahwa resiko spekulatif ini adalah resiko yang ada dalam segala hal.
Misalnya dalam berbisnis, kita bisa untung dan juga bisa rugi. Resiko ini juga
disebut sebagai Business Risk / resiko bisnis.
Sebuah contoh: kita investasi sebagian dana kita untuk berbisnis. Dari invesatasi ini
kita berpeluang meraup keuntungan atau bahkan menelan kerugian. Jadi, secara
sederhana Risiko Spekulatif merupakan risiko yang memungkinkan kita untung dan
rugi.
Tidak semua risiko dapat diasuransikan. Risiko-risiko yang dapat diasuransikan
adalah risiko yang dapat diukur dengan uang, risiko homogen (risiko yang sama dan
cukup banyak dijamin oleh asuransi), risiko murni (risiko ini tidak mendatangkan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 112

keuntungan), risiko partikular (risiko dari sumber individu), risiko yang terjadi
secara tiba-tiba (accidental), insurable interest (tertanggung memiliki kepentingan
atas obyek pertanggungan) dan risiko yang tidak bertentangan dengan hukum
Contoh perusahaan asuransi di Indonesia yaitu Jiwa Sraya 22[7]

Berikut ini ruang lingkup asuransi dan jenisnya yang kami kutip dari sumber yang
berbeda dari sebelumnya.

Ruang Lingkup Asuransi dan Jenisnya


Macam- Macam Asuransi
1.
Asuransi kebakaran adalah asuransi yang tujuannya melindungi dari bahaya
kebakaran.

2.

Asuransi Kredit, Jenis-jenis dalam asuransi kredit, Yaitu :

1.

Asuransi Piutang Dagang.

2.

Asuransi Deposito.

3.

Asuransi Kredit Pinjaman.

4.

Asuransi Obligasi.

5.

Asuransi Garansi bisnis Internasional.

6.

Asuransi Kredit Barang Dagang dalam Negeri.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 113

3.
Asuransi Kesehatan, Tujuan asuransi kesehatan adalah membayar biaya
Rumah sakit biaya pengobatan dan mengsanti kerugian tertanggung atas hilangnya
pendapatannya karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit.

4.
Asuransi Sosial adalah alat untuk menghimpun resiko dengan
memindahkannya pada organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang
diharuskan oleh undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau
pelayanan kepada atau atas nama orang-orang yang diasuransikan itu pada wakfu
terjadinya kerugian-kerugian tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

5.

Asuransi Tanggung Gugat

Asuransi tanggung gugat adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap


kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.

6.

Asuransi Mobil

Asuransi mobil adalah asuransi yang digunakan untuk melindungi mobil akibat dari
kecelakaan atau kehilangan. 23[8]

Reasuransi
Reasuransi adalah kontrak asuransi dimana sebuah perusahaan asuransi
memindahkan semua atau sebagian risikonya kepada perusahaan lain. Tujuan utama

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 114

dari perusahaan asuransi yang memindahkan risikonya adalah untuk melindungi


dirinya terhadap kerugian dalam kasus tertentu yang melebihi jumlah tertentu. 24[9]

Pengertian Asuransi Jiwa


Menurut J. Tinggi Sianipar (1990 :5), definisi asuransi dapat dilihat dari sudut
ekonomi adalah suatu cara atau alat pemindahan resiko dari seseorang kepada orang
lain Dengan adanya pemindahan resiko yang dilakukan melalui lembaga asuransi,
maka apabila dimasa yang akan datang ada kerugian-kerugian yang diderita
seseorang akibat resiko yang dihadapinya, maka kerugian termaksud dapat
dialihkannya kepada orang lain, yaitu kepada siapa ia telah memindahkan resiko
tersebut, Jadi secara lengkap definisi asuransi adalah suatu perjanjian kontrak antara
penanggung dengan tertanggung dalam perjanjian mana penanggung berjanji akan
mengganti setiap kerugian yang diderita oleh penanggung akibat dari suatu resiko
yang disebutkan dalam perjanjian, resiko mana belum diketahui atau belum terjadi
pada saat perjanjian diadakan (belum pasti).
Atas kesediaan penanggung memberikan penggantian seperti tersebut diatas, ia
menerima sejumlah uang yang relatif kecil yang disebut premi. 25[10]

Tujuan Asuransi Jiwa


1.
Menjamin suafu estate dari mana para ahli waris dapat memperoleh
penghasilan jika kepala keluarga meninggal dunia.
2.
Untuk menabung uang sebagai bagian dari estate hidup seseorang yang
diadakan untuk penghasilan di masa depan.
Tujuan yang pertama disebut proteksi atau perlindungan sedangkan yang kedua
disebut dengan kebutuhan tabungan. 26[11]

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 115

Prinsip Asuransi Jiwa


Pada prinsipnya Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerjasama antara orangorang yang ingin menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan
oleh :
a)

Resiko kematian.

b)

Resiko hari tua.

c)

Resiko kecelakaan. 27[12]

Produk-Produk Asuransi Jiwa


Produk asuransi Jiwa pada dasarnya ada tiga :
1.

Asuransi Jiwa Berjangka (Term Life)

Asuransi ini adalah jenis asuransi jiwa dimana kita membayar sejumlah uang
tertentu kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan akan melindungi kita selama
jangka waktu tertentu dari risiko kematian. Apabila terjadi risiko selama jangka
waktu tersebut ahli waris Kita akan menerima uang pertanggungan. Apabila jangka
waktu itu selesai dan tidak terjadi risiko maka kontrak selesai dan kita tidak akan
mendapatkan apa-apa.

2.

Asuransi Jiwa Dwi Guna (Endowment Life)

Asuransi jenis ini hampir sama dengan asuransi jiwa berjangka hanya bedanya pada
masa akhir asuransi jika tidak ada risiko pada kita maka kita tetap akan
mendapatkan Uang pertanggungan.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 116

3.

Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life).

Asuransi ini sama seperti Asuransi Dwi Guna hanya bedanya, jangka waktumya
seumur hidup. Artinya kita dirindungi selamanya (atau sampai umur 99 Tahun).
28[13]

Selanjutnya kami mengutip terkait mengenai perizinan, ruang lingkup dan bentuk
hukum usaha asuransi.

Perizinan, Ruang Lingkup dan Bentuk Hukum Usaha Asuransi

A.

Perizinan Usaha

Izin usaha merupakan hal yang mendasar dari setiap perusahaan asuransi. Untuk
mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan perusahaan perasuransian harus
mengajukan permohonan izin usahanya dengan memenuhi persyaran dan tata cara
yang telah ditentukan. Persyaratan tersebut antara lain bentuk hukum, deposito
wajib, tenaga ahli, program kerja dan lain-lainnya. 29[14]

B.

Ruang Lingkup Usahanya

Guna melakukan pengawasan terhadap usaha perasurasian, perlu kiranya kita untuk
mengetahui jenis-jenis usaha perasuransian dan ruang lingkupnya. Terdapat 8 jenis
usaha perasuransian yang ada di Indonesia, berikut adalah jenis-jenis dan ruang
lingkupnya :
-

Perusahaan Asuransi Kerugian

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 117

Pada perusahaan asuransi kerugian ini hanya dapat menyelenggarakan usaha


asuransi kerugian dan usaha reasuransi kerugian.

Perusahaan Asuransi Jiwa

Perusahaan asuransi jiwa ini hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa,
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri dan usaha nuitas, serta menjadi pendiri
dan pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Perusahaan Reasuransi

Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi kerugian


dan reasuransi jiwa. Perusahaan ini hanya dapat melakukan usaha secara tidak
langsung.

Perusahaan Pialang

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha keperantaraan dalam transaksi


kontrak asuransi. Dalam menjalankan fungsinya sebagai perantara, perusahaan
pialan asuransi bebas untuk menempatkan penutupan asuransinya kepada
perusahaan asuransi mana saja yang menurut penilaiannya lebih bonafit dan ahli
dibidangnya, serta dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada tertanggung,
terutama apabila terjadi klaim.
Perusahaan pialang asuransi wajib memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya
kepada penganggung tentang obyek asuransi yang dipertanggungkan dan wajib
menjelaskan secara benar kepada tertanggung mengenai ketentuan isi polis serta hak
dan kewajiban tertanggung.
Atas dasar penunjukan dari tertanggung, perusahaan pialang asuransi dapat
melakukan pengurusan penyelesaian klaim, untuk dan atas nama tertanggung atas
obyek asuransi yang telah diperantarainya.
Sedangkan mengenai premi asuransi dibayarkan melalui perusahaan pialang
asuransi dan perusahaan pialang asuransi ini wajib untuk menyerahkan premi
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 118

tersebut kepada perusahaan asuransi sebelum berakhirnya tenggang waktu


pembayaran premi yang telah ditetapkan dalam polis asuransi. Apabila perusahaan
pialang asuransi terlambat menyerahkan premi kepada perusahaan asuransi, maka
perusahaan pialang asuransi tersebut wajib untuk bertanggung jawab atas
pembayaran klaim yang timbul.
Berikut adalah larangan yang dilakukan oleh perusahaan pialang asuransi :
~
Pialang asuransi dilarang untuk menutup asuransi atas obyek asuransi yang
diperolehnya kepada perusahaan asuransi yang tidak memiliki izin usaha dari
Menteri Keuangan.
~
Pialang asuransi dilarang untuk menerbitkan dokumen penutup sementara
atau cover note atau polis sementara.
~
Pialang asuransi dilarang untuk melakukan penutupan asuransi kepada
perusahaan asuransi yang merupakan afiliasi dari perusahaan pialang asuransi yang
bersangkutan, kecuali mendapat persetujuan dari tertanggung.
Yang dimaksud afiliasi disini adalah adanya hubungan antara seseorang atau
badan hokum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukum lain sedemikian rupa
sehingga salah satu dari mereka dapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan
dari orang lain atau badan hokum lain atau sebaliknya dengan memanfaatkan
adanya kebersamaan kepemilikan saham atau kebersamaan pengelolaan perusahaan.

Perusahaan Pialang Reasuransi

Hampir sama dengan pialang asuransi, hanya saja pada perusahaan pialang
reasuransi ini hanya dapat menyelenggarakan usaha keperantaraan dalam transaksi
kontrak reasuransi.
Dimana dalam menjalankan fungsinya sebagai perantara reasuransi tersebut,
perusahaan ini wajib untuk memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya kepada
Penanggung Kedua atau Penanggung Ulang Reasudir atas obyek asuransi yang
dipertanggungkan dan memberikan penjelasan kepada Penanggung Pertama
(Ceding Company Asudir) mengenai hak dan kewajibannya. Perusahaan pialang
reasuransi yang menerima pembayaran premi reasuransi dari penanggung dengan
tenggang waktu pembayaran premi reasuransi yang tertera dalam perjanjian (treaty)
reasuransi.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 119

Perusahaan Agen Asuransi

Perusahaan agen asuransi atau seorang agen asuransi ini hanya dapat
menyelenggarakan usaha pemasaran asuransi. Dimana dalam menjalankan
fungsinya tersebut, agen asuransi bertindah mewakili perusahaan asuransi.
Agen asuransi harus memiliki perjanjian keagenan asuransi dengan perusahaan
asuransi tertentu. Satu agen asuransi hanya diperbolehkan untuk memasarkan
produk-produk dari satu perusahaan asuransi saja. Obyek asuransi yang diperoleh
agen asuransi, penutupannya harus diberikan kepada perusahaan asuransi yang
diageninya. Perusahaan asuransi yang diageni bertanggung jawab atas semua
tindakan agenya yang berkaitan dengan transaksi asuransi.
Agen asuransi harus memberikan keterangan yang benar dan jelas kepada calon
tertanggung tentang program asuransi yang dipasarkannya
berikut dengan
ketentuan dalam polis, serta hak dan kewajiban dari calon tertanggung. Agen
asuransi dilarang untuk menjadi agen dari perusahaan asuransi yang tidak memiliki
izin usaha dari Menteri Keuangan.

Perusahaan Konsultan Aktuaria

Konsultan aktuaria hanya dapat menyelenggarakan usaha jasa dibidang aktuaria.


Usaha jasa aktuaria ini antara lain memberikan konsultasi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan analisis dan perhitungan cadangan, penyusunan laporan aktuaria,
penilaian kemungkinan terjadinya risiko dan perancangan produk asuransi jiwa,
serta memberikan konsultasi kepada Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program
Pensiun Manfaat Pasti, contohnya menghitung besarnya tanggung jawab pemberi
kerja terhadap masa kerja lalu karyawan (past service liability), besarnya iuran dalam
menyelenggarakan program pensiun, dll. Untuk menjaga obyektifitas dan mencegah
timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest), konsultan aktuaria
dilarang memberikan jasa kepada perusahaan asuransi jiwa atau dana pensiun yang
merupakan afiliasi dari konsultan aktuaria yang bersangkutan.
-

Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 120

Perusahaan penilai kerugian asuransi atau adjuster asuransi hanya dapat


menyelenggarakan usaha jasa penilaian kerugian atas kehilangan atau kerusakan
yang terjadi pada obyek asuransi kerugian.
Perusahaan penilai kerugian asuransi ini dilarang untuk melakukan penilaian
kerugian atas obyek asuransi yang diasuransikan kepada perusahaan asuransi
kerugian yang merupakan afiliasi dari perusahaan penilai kerugian asurasni yang
bersangkutan.
Dengan demikian diharapkan perusahaan penilai kerugian
asuransi dalam menjalankan fungsinya dapat bebas atau independent, obyektif dan
dapat di cegah timbulnya pertentangan kepentingan, sehingga tertanggung tidak
dirugikan dalam penyelesaian klaimnya.
Setiap perusahaan perasuransian hanya dapat melakukan usaha sesuai dengan ruang
lingkup yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di bidang perasuransian pada dasarnya dianut prinsip spesialisasi usaha. Dengan
adanya spesialisasi usaha tersebut sebuah perusahaan asuransi tidak dimungkinkan
menjalankan usaha asuransi kerugian dan usaha asuransi jiwa secara sekaligus
dalam satu badan usaha. Ketentuan ini didasarkan pertimbangan bahwa usaha
perasuransian merupakan usaha yang memerlukan keahlian serta ketrampilan teknis
dan khusus dalam penyelenggaraannya. Selain pengelompokan menurut jenis
usahanya, usaha perasuransian dapat pula dibedakan menurut sifat usahanya, yaitu
sifat sosial dan bersifat komersil.
Usaha perasuransian yang bersifat sosial menyelenggarakan program asuransi yang
bersifat wajib berdasarkan Undang-Undang, dimana berfungsi untuk memberikan
perlindungan dasar bagi kepentingan masyarakat dan jenis usaha perasuransian ini
hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara. Sedangkan usaha
perasuransian yang bersifat komersil menyelenggarakan program asuransi yang
bersifat sukarela atau tidak bersifat wajib dan dapat diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara, Perusahaan Nasional maupun Perusahaan Patungan. 30[15]

C.

Bentuk Hukum

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 121

1.
Perusahaan Asuransi Kerugian dapat berbentuk Perusahaan Perseroaan
(Persero),
Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual).
2.

Perushaan Asuransi Jiwa dapat berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero),


Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual).

3.

Perusahaan Reasuransi dapat berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero),


Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual).

4.
Perusahaan Pialang Asuransi dapat berbentuk Perusahaan Perseroan
(Persero),
Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual).
5.
Perusahaan Pialang Reasuransi dapat berbentuk Perusahaan Perseroan
(Persero),
Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual).
6.

Perusahaan Penilai Kerugian dapat berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero),


Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual).

7.

Perusahaan Agen Asuransi dapat berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero),


Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual), Perusahaan
Perorangan.

8.
Perusahaan Konsultan Aktuaria dapat berbentuk Perusahaan Perseroan
(Persero),
Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Usaha Bersama (Mutual),
Perusahaan Perorangan.
Ketentuan tentang Usaha Perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual)
diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang mengenai Bentuk Hukum Usaha
Bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan Usaha Perasuransian yang
berbentuk Usaha Bersama akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 31[16]

Asuransi juga memiliki berbagai unsur-unsur diantaranya sebagai berikut :

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 122

Unsur-unsur Asuransi
1.

Tertanggung, adalah pihak yang berhak atas penggantian kerugian.

2.

Penanggung, adalah pihak yang berkewajiban mengganti kerugian.

3.

Premi, adalah pembayaran yang diterima pihak penanggung.

4.

Polis, adalah kontrak asuransi.

5.

Eksposur kerugian, adalah kerugian yang ditanggung. 32[17]

Konsep Dasar Asuransi


1. Kerugian, adalah penurunan nilai ekonomis yang tidak diinginkan dan tidak
direncanakan.
2. Kemungkinan kerugian, adalah probabilitas kerugian yaitu jumlah kerugian aktual
atau diperkirakan terjadi dibagi dengan jumlah eksposur kerugian.
3. Bahaya dan ancaman, asuransi memberikan perlindungan finansial terhadap
kerugian disebabkan oleh bahaya (peril), kecuali dalam asuransi jiwa.
4. Sebab terdekat (proximate cause), adalah sebab (peril) pertama dalam
serangkaian peristiwa yang mengakibatkan kerugian. 33[18]

Pengertian Resiko
Risiko adalah berbagai macam kemungkinan hasil dari suatu peristiwa yang
dilandasi atas kemungkinan.
Definisi lain menyebutkan Risiko adalah ketidakpastian mengenai kemungkinan
kerugian.
34[19]

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 123

Aspek-Aspek Resiko
1.

Risiko Subyektif, menyangkut persepsi individu.

2.

Risiko Obyektif, diukur dengan kemungkinan kerugian yang aktual.

3.
Risiko Murni, menyangkut situasi yang dapat mengakibatkan kerugian atau
tidak terjadi kerugian.
4.

Risiko Spekulatif, menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu rugi, impas dan


untung.35[20]

Dasar Matematika Asuransi


Penurunan risiko didasarkan atas prinsip matematis yang disebut hukum bilangan
besar (the law of the large number).
Mekanisme Asuransi, hukum bilangan besar menunjukkan bahwa semakin besar
jumlah eksposur di pool, semakin besar kemungkinan perkiraan kerugian akan
terjadi.36[21]

Contohnya :
1.000 pemilik rumah dengan harga rata-rata Rp. 80 juta membentuk pool asuransi
untuk melindungi diri terhadap kerugian dari kebakaran. Menurut statistik,
kebakaran menyebabkan kerugian setiap tahun sebesar 1% dari nilai rumah.
Maka perkiraan kerugian bagi pool adalah sebesar 0,001 X Rp. 80 juta X 1.000 = Rp.
800 juta setahun. Disebut Uang Pertanggungan (UP)

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 124

Sedangkan biaya bagi masing-masing anggota pool adalah Rp. 800 juta : 1.000 = Rp.
800.000 setahun. Disebut biaya asuransi (Premi). 37[22]

Penghitungan Premi Asuransi

PREMI ASURANSI = BIAYA PEMBAYARAN KERUGAIAN + BIAYA OPERASI


ADMINISTRASI + CADANGAN KERUGIAN TAK TERDUGA PENGHASILAN
INVESTASI

Unsur-unsur yang menentukan tingkat premi


1.

Perkiraan biaya kerugian.

2.

Biaya operasi dan administrasi.

3.

Cadangan untuk kerugian.

4.

Penghasilan investasi dari premi bayar dimuka. 38[23]

Beban dan Manfaat Sistem Asuransi


Beban yang ditanggung masyarakat atas perlindungan dengan sejumlah pembayaran
berupa premi. 39[24]

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 125

Manfaat asuransi bagi


1.

Keluarga

2.

Perusahaan

3.

Kreditur

4.

Ekonomis

5.

Investor 40[25]

Selanjutnya yang menjadi pembahasan kami adalah manfaat Asuransi bagi


tertanggung, bagi penanggung dan manfaat asuransi menurut Radiks Purba.

Manfaat Asuransi bagi Tertanggung


Manfaat asuransi bagi tertanggung bertujuan untuk memperoleh rasa aman dan
ketenangan bagi dirinya maupun bagi harta bendanya, dan sekaligus agar
mendorong para pengusaha agar lebih berani memajukan usahanya tanpa harus
memikirkan besarnya resiko yang akan terjadi karena resiko tersebut telah beralih
kepada penanggung. 41[26]

Manfaat Asuransi bagi Penanggung


Secara umum tujuan dari perusahaan asuransi adalah untuk mencari keuntungan,
disamping itu juga turut menyediakan lapangan pekerjaan apabila penanggung
membutuhkan karyawan. Tujuan khusus dari asuransi adalah untuk menciptakan
rasa aman dan tentram bagi para nasabahnya, karena resiko yang akan mereka alami
akan beralih kepada penanggung, selain itu asuransi juga akan mendorong para
pengusaha untuk lebih berani memperbesar usahanya sehingga akan menyerap

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 126

banyak tenaga kerja, yang akan berimbas pada keseimbangan kesejahteraan rakyat.
42[27]

Manfaat Asuransi Menurut Radiks Purba :


1. Memberikan adanya kepastian, dalam hal ini asuransi akan mengurangi
konsekuensi-konsekuensi yang tidak pasti dari suatu keadaan yang
merugikan yang sudah diperkirakan sebelumnya.
2. Memberikan perlindungan bagi tertanggung apabila terjadi resiko.
3.

Mempercepat laju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sosial dan


memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. 43[28]

Berikut ini kami kembali mengutip salah satu jenis asuransi yaitu asuransi kebakaran
yang kami kutip dari sumber yang berbeda dari sebelumnya.

Asuransi Kebakaran
Memberikan pertanggungan pada harta benda berupa gedung/bangunan rumah,
kantor, hotel, pabrik, toko, dan lain-lain, berikut isinya (perabotan, perlengkapan,
furniture, mesin-mesin, persediaan bahan baku serta barang jadi dan lain-lain)
terhadap kemungkinan kerugian yang disebabkan oleh resiko kebakaran, kejatuhan
pesawat terbang, sambaran petir, peledakan dan asap.
Jenis asuransi kerugian yang memberikan jaminan/ganti rugi terhadap bangunan
atau isinya akibat kebakaran. Resiko-resiko yang dijamin didalam polis Asuransi
Kebakaran terdiri dari 2 (dua) bagian besar yaitu :

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 127

A. Jaminan Standar Asuransi Kebakaran

1.
Kebakaran : Kebakaran yang ditimbulkan oleh api sendiri, akibat kurang hatihati kesalahan pelayan sendiri, tetangga, perampok, ataupun sebab lainnya.

2. Petir : Kerusakan dan/atau kerugian


dipertanggungjawabkan akibat tersambar petir.

terhadap

harta

benda

yang

3.
Peledakan : Segala macam ledakan terkecuali ledakan yang ditimbulkan atau
disebabkan oleh tenaga nuklir

4.
Kejatuhan pesawat terbang : Kerusakan dan/atau kerugian atas harta benda
yang dipertanggungkan akibat Kejatuhan Pesawat Terbang atu Benda-benda yang
jatuh dari Pesawat Terbang.

5.
Asap : Asap yang berasal dari kebakaran harta benda dan/atau kepentingan
yang dipertanggungkan. 44[29]

B. Jaminan Tambahan atau Perluasan

Dengan tambahan Premi, maka jaminan Standard Asuransi Kebakaran Indonesia


dapat diperluas dengan jaminan tambahan yang diinginkan. 45[30]

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 128

C.

Jaminan Terhadap Kerusakan dengan Berbagai Akibat :

1.

Kerusuhan dan Pemogokan, Kerusakan akibat Perbuatan Jahat, Tertabrak


Kendaraan.

2.

Angin Topan, Badai, Banjir, dan Kerusakan Akibat Air.

3.

Tanah Longsor

4.

Biaya-biaya Pembersihan Puing 46[31]

D. Objek Pertanggungan Asuransi Kebakaran

Objek Pertanggungan untuk jenis Asuransi Kebakaran ini adalah segala jenis
Bangunan dengan segala macam kegunaan (okupasi), dan/atai isinya (diluar harga
tanah). 47[32]

E. Tertanggung dalam Asuransi Kebakaran

Yang dapat menjadi tertanggung dalam polis Asuransi Kebakaran adalah Setiap
orang pemilik Bangunan dan / atau isinya Bank atau Lembaga Keuangan lainnya

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 129

yagn memberikan dana untuk pembelian dan bangunan dimaksud dijadikan


agunannya. 48[33]

F.
Data atau Informasi yang Diperlukan Dalam Penutupan Asuransi Kebakaran
adalah :

1.
Fungsi atau kegunaan bangunan (proses produksi yang ada dalam bangunan
tersebut).
2.

Lokasi atau letak bangunan.

3.
Nilai Bangunan, isi (isi bangunan ini dapat berupa mesin, stock barang, dan
lain-lain).
4.

Perkiraan luas bangunan dan luas lahan dimana bangunan itu berdiri.

5.
Kondisi lingkungan sekitar letak bangunan (kiri, kanan, dengan maupun
belakang dari bangunan itu berdiri).
6.
Komponen pembentukan dari bangunan (seperti atap, dinding, lantai, tiang,
tangga, rangka dan lain-lain) juga diperlukan untuk diketahui.
Informasi lain yang berkaitan dengan kepemilikan dari penghuni bangunan tersebut
(apakah pemilik atau penyewa, dan lain-lain). 49[34]

G.

Prosedur Klaim :

Memberikan laporan melalui telepon 1x24 jam, disusulkan dengan laporan tertulis
serta melengkapi dokumen pendukung

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 130

1. Surat pengajuan klaim.


2. Estimasi klaim yang diajukan.
3.

Bila diperlukan Perusahaan Asuransi akan menunjuk Lost Adjusters untuk


melakukan penelitian dan perhitungan kerugian. 50[35]

H.

Lingkup Jaminan Asuransi Kebakakaran

Polis Standar Kebakaran Indonesia (PSKI)


Polis yang dipakai dasar perjanjian asuransi kebakaran di Indonesia saat ini adalah
Polis Standar Kebakaran Indonesia dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia
dan disingkat namanya menjadi PSKI. 51[36]

I.

Sebab-sebab terjadinya kebakaran ada 3 (tiga) faktor :

1.

Faktor manusia (sabotase, sembrono)

2.

Faktor alat/mesin (gesekan, sambung singkat)

3.

Faktor alam (gunung berapi, petir). 52[37]

J.

Luas jaminan PSKI adalah sebagai berikut :

1.

Akibat kebakaran

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 131

2.

Akibat petir

3.

Akibat ledakan

4.

Akibat kejatuhan pesawat terbang

5.

Akibat asap 53[38]

K.
Sebagaimana diketahui, bahwa beberapa hal yang dikecualikan (tidak dijamin)
adalah antara lain akibat-akibat dari :
1.

Kerusuhan dan perampokan.

2.

Gempa bumi/letusan gunung berapi.

3.

Angin topan. badai, banjir dan kerusakan akibat air.

4.

Arus pendek.

5.

Tanah longsor.

6.

Gangguan usaha akibat kebakaran (kerugian akibat tidak langsung).

7.

Kebakaran yang timbul dari sifat barang itu sendiri.

8.

Pencurian atau kehilangan barang pada saat terjadinya peristiwa kebakaran.

9.

Kesengajaan tertanggung, pelayan atau karyawan Tertanggung.

10.

Diakibatkan oleh kebakaran hutan, semak, alang-alang dan gambut.

11.

Akibat perang, penyerbuan, aksi musuh, dan sebagainya (lihat polis).

12.

Reaksi nuklir.

Namun demikian, apabila Tertanggung menghendaki hal-hal yang dikecualikan

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 132

tersebut ikut dijamin, maka antara Tertanggung dan Perusahaan Asuransi dapat
mengadakan perjanjian tambahan, misalnya :
-

Kerusuhan, Huru-hara, Terrorisme & Sabotase

Tanah Longsor,

Banjir, Genangan Air, Angin Topan dan Badai,

Biaya Pempersihan,

Gempa Bumi (dengan polis tersendiri). 54[39]

L.

Cara Mengasuransikan Asuransi Kebakaran :

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mempertanggungkan sesuatu terhadap


asuransi kebakaran adalah:

1.

Menghubungi Penisahaan Asuransi/mengisi formulir yang disediakan

2.

Petugas asuransi melalui survey atas obyek yang akan diasuransikan

Pada survey tersebut akan dilihat antara lain tentang :


a.

Penggunaan bangunan/tempat barang yang akan diasuransikan

b.

Jenis barang yang akan diasuransikan.

c.

Konstruksi bangunan.

d.

Alat pengaman/pemadam kebakaran.

e.

Harga pertanggungan masing-masing barang yang bersangkut

f.

Keadaan sekeliling masing-masing bangunan tersebut.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 133

3.
Berdasarkan hasil survey tersebut perusahaan asuransi akan membuat
keputusan tentang :
a.

Setuju tidaknya atas pertanggungan tersebut.

b.

Besamya premi yang harus dibayar oleh Tertanggung.

4.

Setelah itu barulah polis dan kwitansinya dibuat. 55[40]

M.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1.

Mengisi SPPA dengan baik dan sejujumya

2.

Mengasuransikan barang/bangunan sebaiknya seharga pasaran (nilai sehat)

3.
Untuk menentukan harga pasaran (nilai sehat) suatu bangunan hendaknya
tidak dipengamhi oleh nilai jual beli misalnya karena daerah elit maka harganya
lebih mahal, melainkan cukup dengan biaya membangun. Perlu dicatat pula, bahwa
nilai tanah tidak perlu dimasukkan, karena wataupun terjadi kebakaran tidak akan
musnah.
Perlu dipertimbangkan, selain dari jaminan yang terdapat dalam polis tandar yaitu
resiko kebakaran, peledakan. sambaran petir dan kejatuhan pesawat terbang apakah
perlu dimintakan perluasan dengan resiko :
-

Kerusuhan, Huru-hara, Terrorisme & Sabotase

Tanah Longsor,

Banjir, Genangan Air, Angin Topan dan Badai,

Biaya Pempersihan,

Gempa Bumi (dengan polis tersendiri). 56[41]

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 134

N. Prosedur Pengajuan Ganti Rugi Asuransi Kebakaran

Berdasarkan azas Indemnity, asuransi hanya dapat menempatkan kembali


Tertanggung yang telah mengalami musibah kepada keadaan finansial sesaat
sebelum terjadinya musibah tersebut. Jadi Tertanggung tidak dibenarkan mencari
atau mendapat keuntungan dari klaim asuransi.
Adapun prosedurnya apabila terjadi kerugian, Tertanggung harus segera
memberitahukan kepada pihak Penanggung tentang kejadian musibah yang dialami
dan selanjutnya, dan selanjutnya memberi keterangan tertulis tentang hal ihwal yang
diketahui mengenai kejadian kerugian.
Dokumen yang harus dilakukan dan dilengkapi
tuntutan/klaim asuransi kebakaran antara lain :

1.

untuk

pengajuan

suatu

Pemberitahuan

Anda harus segera melaporkan kejadian kepada Penanggung (pihak asuransi).


Laporan pendahuluan ini bisa disampaikan secara lisan atau surat, teleks, faksimili,
dan lain-lain.

2.

Laporan kerugian

Selanjutnya Anda harus mengisi laporan / keterangan tertulis yang memuat halikhwal yang Anda ketahui mengenai kerugian / kerusakan yang diakibatkan oleh
peristiwa tersebut, dan blanko tersebut disiapkan oleh Penanggung (Perusahaan
Asuransi).

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 135

Tempat, tanggal, dan waktu terjadinya kebakaran / kerusakan


Sebab-sebab kebakaran / kerusakan
Besarnya kerugian menurut taksiran tertanggung yang dilengkapi dengan segala
sesuatu yang terbakar, musnah, hilang, rusak dan terselamatkan
Informasi lainnya yang menurut tertanggung perlu disampaikan kepada pihak
asuransi.

3. Dokumen pendukung klaim

Tertanggung harus menyerahkan dokumen pendukung klaim kepada penanggung,


misanya buku-buku catatan, foto-foto kerugian, laporan dari BMG, dan sebagainya.

4.

Penelitian Polis

Setelah menerima pemberitahuan adanya kerugian, penanggung akan melakukan


penelitian mengenai keabsahan (validitas) polis, yaitu :
1.
Apakah penanggung memiliki kepentingan atas obyek yang mengalami
kebakaran / kerusakan
2.

Apakah kebakaran / kerusakan terjadi dalam masa waktu pertanggungan

3.

Apakah premi telah dilunasi / dibayar.

5.

Penelitian Klaim

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 136

Apabila validitas polis telah terkonfirmasi, selanjutnya penanggung akan melakukan


pemeriksaan / penelitian di lapangan untuk mengetahui :
-

Penyebab terjadinya kebakaran / kerusakan

Tempat terjadinya kebakaran / kerusakan

Jumlah kerugian yang dialami (taksiran)

Jumlah harga sisa dari bangunan / barang / mesin yang tidak terbakar / rusak
(taksiran)

Jika Anda kebetulan berada di tempat pada saat terjadinya peristiwa, maka Anda
wajib :
1.
Menyelamatkan dan menjaga harta benda yang dipertanggungkan dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan, serta mengijinkan orang lain menyelamatkan
dan menjaga harta benda dan atau kepentingan tersebut.
2.
Memberikan bantuan sepenuhnya kepada pihak asuransi atau wakilnya atau
pihak lain yang ditunjuknya untuk melakukan penelitian atas kerugian dan
kerusakan yang terjadi.
3.
Menjaga keselamatan harta
dipertanggungkan yang masih bernilai.

benda

dan

atau

kepentingan

yang

Penunjukan Loss Adjuster


Dari hasil survei akan diketahui apakah klaim merupakan kasus sederhana atau
rumit. Bila sederhana, maka klaim akan ditangani sendiri oleh perusahaan, tetapi jika
rumit atau jumlahnya cukup besar atau penanganan klaim akan memakan waktu
lama, maka claim assessment diserahkan kepada Loss Adjuster yang ditunjuk oleh
penanggung dengan pemberitahuan kepada tertanggung.
Baik untuk kasus klaim yang ditangani sendiri maupun oleh Loss Adjuster,
tertanggung harus tetap menyediakan dokumen-dokumen pendukung klaim. Tahap
selanjutnya adalah penanggung mempelajari laporan dari Loss Adjuster.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 137

Penyampaian
Dari proses penanganan klaim baik oleh penanggung sendiri maupun Loss Adjuster,
akan diketahui validitas klaim. Dalam hal klaim dianggap valid, penanggung akan
memberitahukan kepada tertanggung jumlah ganti rugi yang dibayar atau yang
menjadi tanggung jawab penanggung. Tetapi bila klaim dinyatakan invalid, maka
penanggung akan memberitahukan kepada tertanggung bahwa klaim ditolak disertai
alasannya. Jika jumlah ganti rugi yang dibayarkan tidak disepakati oleh tertanggung,
maka tertanggung berhak menunjuk Loss Accessor untuk menilai ulang kerugian
tersebut.

Penyelesaian
Setelah dicapai kesepakatan mengenai jumlah ganti rugi, pihak penanggung akan
mempersiapkan pembayaran klaim. Penanggung akan melaksanakan pembayaran
ganti rugi selambat-lambatnya sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan.
57[42]

58[1]Sumber:
https://angelinasinaga.wordpress.com/tag/pengertian-asuransi/.
Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Angelina Sinaga
59[2]
Sumber:
https://angelinasinaga.wordpress.com/tag/pengertian-asuransi/.
Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Angelina Sinaga

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 138

60[3]
Sumber:
https://angelinasinaga.wordpress.com/tag/pengertian-asuransi/.
Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Angelina Sinaga
61[4]Sumber: http://dellaanggaraini.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidengan-manajemen.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Della
Anggraini.
62[5] Sumber: http://dellaanggaraini.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidengan-manajemen.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Della
Anggraini.
63[6] Sumber: http://dellaanggaraini.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidengan-manajemen.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Della
Anggraini.
64[7] Sumber: http://dellaanggaraini.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidengan-manajemen.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Della
Anggraini.
65[8] Sumber: http://lhiadahlialhia.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidan-jenisnya.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Dahlia
66[9] Sumber: http://lhiadahlialhia.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidan-jenisnya.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Dahlia

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 139

67[10] Sumber: http://lhiadahlialhia.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidan-jenisnya.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Dahlia


68[11] Sumber: http://lhiadahlialhia.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidan-jenisnya.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Dahlia
69[12] Sumber: http://lhiadahlialhia.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidan-jenisnya.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Dahlia
70[13] Sumber: http://lhiadahlialhia.blogspot.com/2014/09/ruang-lingkup-asuransidan-jenisnya.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: Dahlia
71[14]Sumber:
http://asuransihotnews.blogspot.com/2012/06/perizinan-ruanglingkup-bentuk-hukum.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014

72[15]Sumber:
http://asuransihotnews.blogspot.com/2012/06/perizinan-ruanglingkup-bentuk-hukum.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014

73[16]
Sumber:
http://asuransihotnews.blogspot.com/2012/06/perizinan-ruanglingkup-bentuk-hukum.html?m=1. Diunduh: Selasa, 25 November 2014

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 140

74[17]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

75[18]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

76[19]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

77[20]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 141

78[21]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

79[22]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

80[23]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

81[24]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 142

82[25]
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=SFd0VKXWJ87HuAT24IH4
CA&urI=http://myunanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30076/02%2BRuang
%2BLingkup%2BAsuransi.pptx&ved=0CB0QFjAB&usg=AFQjCNGTJBJtSZ8_T5luW_
Sg2-Alc3yuLw. Diunduh: Selasa, 25 November 2014. Penulis: M. Yunanto

83[26]
Sumber:
https://irwan-indra27.blogspot.com/2011/08/hukumasuransi.html?m=1. Diunduh: Rabu, 3 Desember 2014. Penulis: Irwan Indra

84[27]
Sumber:
https://irwan-indra27.blogspot.com/2011/08/hukumasuransi.html?m=1. Diunduh: Rabu, 3 Desember 2014. Penulis: Irwan Indra

85[28]
Sumber:
https://irwan-indra27.blogspot.com/2011/08/hukumasuransi.html?m=1. Diunduh: Rabu, 3 Desember 2014. Penulis: Irwan Indra

86[29]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
87[30]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 143

88[31]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
89[32]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
90[33]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
91[34]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
92[35]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
93[36]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
94[37]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
95[38]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 144

96[39]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
97[40]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
98[41]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
99[42]
Sumber:
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukumasuransi/. Diunduh: Jumat, 5 Desember 2014. Penulis: Bilian Zaha
Hukum Asuransi Dalam Al-Quran

Sun, 20 January 2008 15:16 - | Dibaca 4.794 kali | Bidang muamalat


Assalamu
'alaikum
Ustadz,
bagaimana
hukumnya
Terima Kasih Wassalam.

warahmatullahi
asuransi
menurut

wabarakatuh,
Al-Qur'an?

Assalamu
'alaikum
warahmatullahi
wabarakatuh,
Terus terang saja bahwa di dalam Al-Quran tidak ada hukum asuransi. Oleh karena
itulah muncul spekulasi di kalangan umat Islam tentang hukumnya, apakah halal
atau
haram.
Seandainya ada satu saja ayat Al-Quran dari jumlah ayat yang mencapai 6000 lebih
menyebutkan hukum asuransi, pastilah tidak akan muncul perbedaan pendapat.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 145

Sayangnya bahkan hadits nabawi, tidak ada satu pun yang juga menyebut-nyebut
hukum
asuransi.
Mungkin Anda bertanya, kenapa urusan asuransi yang sedemikian erat kaitannya
dengan manusia tidak disebut-sebut di dalam Al-Quran dan As-Sunnah? Apakah hal
itu
berarti
Quran
dan
Sunnah
tidak
lengkap?
Jawabnya karena praktek asuransi baru muncul berabad-abad jauh setelahAl-Quran
diturunkan, belasan abad setelah nabi Muhammad SAW wafat. Di masa turunnya,
manusia belum lagi melaksanakan asuransi, dan juga sekian banyak bentuk praktek
muamalah
lainnya.
Jadi karena tidak ada satu kata pun di dalam Al-Quran atau As-Sunnah yang
menyebut kata 'asuransi', maka para ulama mulai membedah hakikat asuransi. Maka
muncullah pendapat-pendapat di kalangan ulama tentang hakikat praktek asuransi.
Di
antara
pendapat
itu
adalah:
1.
Disimpulkan
Bahwa
Asuransi
Sama
Dengan
Judi
Padahal Allah SWT dalam Al-Quran telah mengharamkan perjudian, sebagaimana
yang
disebutkan
di
dalam
ayat
berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfa'atnya." (QS.
Al-Baqarah:
219)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar
kamu
mendapat
keberuntungan.(QS.
Al-Maidah:
90)
Karena menurut sebagian ulama bahwa pada prakteknya asuransi itu tidak lain
merupakan judi, maka mereka pun mengharamkannya. Karena yang namanya judi
itu
memang
telah
diharamkan
di
dalam
Al-Quran.
2.
Disimpulkan
Bahwa
Asuransi
Mengandung
Unsur
Riba
Sebagian ulama lewat penelitian panjang pada akhirnya mnyimpulkan bahwa
asuransi (konvensional) tidak pernah bisa dilepaskan dari riba. Misalnya, uang hasil
premi dari peserta asuransi ternyata didepositokan dengan sistem riba dan
pembungaan
uang.
Padahal yang namanya riba telah diharamkan Allah SWT di dalam Al-Quran,
sebagaimana
yang
bisa
kita
baca
di
ayat
berikut
ini:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu
orang-orang
yang
beriman. (QS.
Al-Baqarah:
278)
Maka mereka dengan tegas mengharamkan asuransi konvensional, karena alasan
mengandung
riba.
3.
Disimpulkan
Bahwa
Asuransi
Mengandung
Unsur
Pemerasan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 146

Para ulama juga menyimpulkan bahwa para peserta asuransi atau para pemegang
polis, bila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang
sudah dibayar atau dikurangi. Inilah yang dikataka sebagai pemerasan.
Dan Al-Quran pastilah mengharamkan pemerasan atau pengambilan uang dengan
cara
yang
tidak
benar.
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui.(QS.
Al-Baqarah:
188)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang
kepadamu.(QS.
An-Nisa':
29)
4. Disimpulkan Bahwa Hidup dan Mati Manusia Mendahului Takdir Allah.
Meski alasan ini pada akhirnya menjadi kurang populer lagi, namun harus diakui
bahwa ada sedikit perasaan yang menghantui para peserta untuk mendahului takdir
Allah.
Misalnya asuransi kematian atau kecelakaan, di mana seharusnya seorang yang telah
melakukan kehati-hatian atau telah memenuhi semua prosedur, tinggal bertawakkal
kepada Allah. Tidak perlu lagi menggantungkan diri kepada pembayaran klaim dari
perusahaan
asuransi.
Padahal takdir setiap orang telah ditentukan oleh Allah SWT sebagaimana yang
disebutkan
di
dalam
Al-Quran.
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap
sesuatu.(QS.
Ath-Thalaq:
3)
Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa
yang
telah
ditetapkan. (QS.
Al-Hijr:
4)
Itulah hasil pandangan beberapa ulama tentang asuransi bila dibreakdown isinya.
Ada beberapa hal yang melanggar aturan dalam hukum muamalah.
Namun kita juga tahu bahwa ada juga beberapa ulama yang masih membolehkan
asuransi, tentunya dengan beberapa pertimbangan. Antara lain mereka mengatakan
bahwa pada dasarnya Al-Quran sama sekali tidak menyebut-nyebut hukum asuransi.
Sehingga hukumnya tidak bisa diharamkan begitu saja. Karena semua perkara
muamalat punya hukum dasar yang membolehkan, kecuali bila ada hal-hal yang
dianggap
bertentangan.
Seandainya sebuah transaksi asuransi bisa disterilkan dari unsur perjudian, unsur
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 147

riba, pemerasan dan sikap mendahului takdir Allah, maka seharusnya tidak ada
larangan untuk menjalankan praktek asuransi. Apalagi bila kedua belah pihak telah
sepakat.
Di samping alasan itu, ada juga pertimbangan lain yang sekiranya juga meringankan.
Lantaran sistem asuransi dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab
premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang
produktif
dan
pembangunan.
Asuransi
Yang
100%
Halal
TApi dari pusing-pusing memikirkan apakah sebuah bentuk praktek asuransi itu
mengandung unsur praktek haram atau tidak, sebaiknya kita memilih saja
perusahaan asuransi yang benar-benar menyatakan diri telah menggunakan sistem
syariah.
Asuransi sistem syariah pada intinya memang punya perbedaan mendasar dengan
yang konvensional, antara lain:
1.
Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana
nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan.
Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah
dengan perusahaan).
2.
Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi)
diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang
sektor dengan sistem bunga.
3.
Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada
asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang
memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
4.
Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah
dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah
diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
5.
Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim,
nasabah tak memperoleh apa-apa.
6.
Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang
merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen,
produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 148

Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Wallahu a'lam bishshawab,
Ahmad Sarwat, Lc

wassalamu

'alaikum

warahmatullahi

wabarakatuh,

BAB I
PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA
A. PERKEMBANGAN PERASURANSIAN
1. Sebelum Masehi
Di bawah kekuasaan Almisalnyaander The Great (356-323 BC), Antimenes pembantu
pada zaman kebesaran Yunani memerlukan uang yang sangat banyak, dan untuk
mendapatkan uang maka ia mengumumkan kepada para pemilik budak untuk
mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada
Antimenes, dengan imbalan ia menjanjikan jika ada budak yang melarikan diri, maka
ia akan menangkap budak tersebut dan jika tidak dapat ditangkap, maka ia akan
membayar uang sebagai gantinya. Perjanjian sama seperti asuransi kerugian ini
berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke-10 sesudah Masehi.
2. Abad Pertengahan
Perjanjian ini pada abad sebelum Masehi terus berkembang sampai abad
pertengahan. Di Inggris berkembang asuransi kebakaran yang dibentuk sekelompok
perkumpulan yang disebut gilde. Gilde akan memberikan sejumlah uang yang
terkumpul dari anggota. Di Denmark, Jerman dan negara Eropa lainnya perjanjian
asuransi kebakaran berkembang sampai abad ke-12. Pada abad ke-13, ke-14
perdagangan melalui laut mulai berkembang sehingga munculah asuransi kerugian
laut.
3. Sesudah Abad Pertengahan
Bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran sesudah abad pertengahan berkembang
pesat di negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada tahun ke-17, kemudian Prancis
abad ke-18, dan terus ke Belanda.
4. Abad Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif
pada perkembangan usaha bidang asuransi, bidang penunjang asuransi, asuransi
kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial. Pembangunan di bidang ekonomi
ditandai munculnya perusahaan-perusahaan besar yang memerlukan banyak modal,
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 149

sehingga diperlukanlah asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga


kerja.

B. ISTILAH DAN DEFINISI PERASURANSIAN


1. Perasuransian dan asuransi
Perasuransian adalah istilah hukum yang dipakai dalam perundang-undangan dan
perusahaan perasuransian. Perasuransian berarti segala usaha yang berkenaan
dengan asuransi.
Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 jenis:
a.
Usaha asuransi (insurance business)
b. Usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business)
2. Pertanggungan dan Penjaminan
Istilah aslinya adalah verzeking atau assurantie (bahasa Belanda). Prof. R. Sukardono
mengartikan pertanggungan. Dalam verzekeringsrecht dikenal juga istilah
verzekeraar dan verzekerde. Verzekeraar oleh Prof. R. Soekardono diartikan
penanggung, yaitu pihak yang menanggung resiko. Sementara verzekerde diartikan
tertanggung, yaitu pihak yang mengalihkan resiko atas kekayaan/ jiwanya kepada
penanggung.
C.
1.
2.
3.
4.

TUJUAN ASURANSI
Teori Pengalihan Resiko
Pembayaran Ganti Kerugian
Pembayaran Santunan
Kesejahteraan Anggota

D. ASURANSI BUKAN UNTUNG-UNTUNGAN


1. Pengalihan Risiko Diimbangi Premi
Pengalihan resiko tertanggung kepada penanggung diimbangi pembayaran premi
tertanggung yang seimbang dengan beratnya resiko.
2. Gugatan Melalui Pengadilan
Jika penanggung tidak membayar premi, maka asuransi dapat dibatalkan. Dan jika
penanggung tidak membayar ganti kerugian, tertanggung dapat menggugat
penanggung melalui Pengadilan Negeri. Sedangkan dalam perjanjian untunguntungan, jika yang kalah wanprestasi, dia tidak dapat digugat melalui Pengadilan
Negeri.
E. PENGATURAN ASURANSI
1. Pengaturan dalam KUHD
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 150

Dalam KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan bersifat umum
dan bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum ada dalam Buku I Bab 9 Pasal
246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur
dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD. Pengaturan yang bersifat khusus
terdapat dalam Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-Pasal 695 KUHD dengan rincian:
a. Asuransi kebakaran Pasal 287-Pasal 298 KUHD
b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299-Pasal 301 KUHD
c. Asuransi jiwa Pasal 302- Pasal 308 KUHD
d. Asuransi pengangkutan laut dan Perbudakan Pasal 592-685KUHD
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan peraiaran pedalaman Pasal 686-695
KUHD.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Pengaturan usaha perasuransian dalam UU No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan
28 Pasal, dengan rincian:
a.
Bidang usaha perasuransian, meliputi kegiatan usaha asuransi dan usaha
penunjang asuransi.
b.
Jenis usaha perasuransian, meliputi usaha asuransi (asuransi kerugian, asuransi
jiwa, dan reasuransi); usaha penunjuang asuransi (pialang asuransi, pialang
reasuransi dan agen asuransi).
c.
Perusahaan Perasuransian, meliputi Perusahaan Asuransi Kerugian,
Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai kerugian Asuransi, Perusahaan
Konsultan Aktuaria, Perusahaan Agen Asuransi.
d.
Bentuk Hukum usaha perasuransian terdiri dari Persero, Koperasi, Perseroan
Terbatas, Usaha Bersama (mutual).
e.
Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh WNI dan atau badan hukum
Indonesia; WNI dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan
perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f.
Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.
3. Undang-Undang Asuransi Sosial
Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial:
a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja): (1) UU No 3 Tahun 1964
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang; (2) UU No. 34 Tahun
1964 tentang Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek): (1) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek); (2) PP No. 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggraan
Asuransi Sosial Tenaga Kerja; (3) PP No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); (4) PP No. 25 Tahun 1981 tentang
Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 151

c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes): PP No. 69 Tahun 1991 tentang


Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
BAB II
USAHA DAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN
A. USAHA PERASURANSIAN
1. Jenis Usaha Perasuransian
Dalam Pasal 3 (a) UU No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan 3 jenis, usaha
asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi.
Dalam pasal 3 (b) UU No. 2 Tahun 1992, usaha asuransi dikelompokkan 5 jenis, usaha
pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilai kerugian asuransi, usaha
konsultan aktaria, dan agen asuransi.
2. Bentuk Hukum Usaha Perasuransian
Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, usaha perasuransian hanya
dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan, Koperasi,
Perseroan Terbatas, dan Usaha Bersama.
3. Izin Usaha Perasuransian
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dalam Pasal 9 (1) harus dipenuhi
persyaratan yakni anggaran dasar, susunan organisasi, permodalan, kepemilikan,
Keahlian dibidang perasuransian, kelayakan rencana kerja.
Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemberian
persetujuan prinsip dan pemberian izin usaha.
4. Pengadaan Asuransi Atas Objek Asuransi
Pengadaan asuransi atas obyek asuransi didasarkan pada kebebasan memilih
penanggung, kecuali bagi Progam Asuransi Sosial dan pengadaan atas obyek
asuransi harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung Perusahaan
Asuransi dan Reasuransi.

B. PERUSAHAAN PERASURANSIAN
1. Jenis Perusahaan Perasuransian
Dalam Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan asuransi dikelompokkan 3 jenis,
yaitu perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan
reasuransi. Sedangkan Pasal 5 UU No. 1992, perusahaan penunjang usaha asuransi
dibedakan menjadi 5 yaitu perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang
reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan konsultan aktuaria,
perusahaan agen asuransi.
2. Persyaratan Umum Perusahaan Perasuransian
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 152

Susunan organisasi sekurang-kurangnya meliputi fungsi pengelola resiko, pelayanan,


dan keuangan; bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; fungsi
pengelolaan keuangan dan pelayanan, bagi Perusahaan Pialang Asuansi dan
Perusahaan Pialang Reasuransi; fungsi teknis bagi Perusahaan Agen Asuransi,
Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Akuaria,
memenuhi ketentuan permodalan dan mempekerjakan tenaga ahli sesuai bidang
usahanya.
3. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian
Menurut Pasal 8 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan perasuransian hanya
didirikan oleh WNI dan atau Badan Hukum yang sepenuhnya milik WNI dan atau
badan hukum Indonesia;
Perusahaan Perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf (a),
dengan Perusahaan Perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
4. Modal Perusahaan Perasuransian
Besarnya modal perusahaan perasuransian ditentukan dalam Pasal 6 PP No. 73
Tahun 1992. Bagi perusahaan yang pemiliknya adalah WNI dan atau BHI, modalnya
sekurang-kurangnya adalah Perusahaan Asuransi Kerugian 3 juta; Perusahaan
Asuransi Jiwa 2 juta; Perusahaan Reasuransi 10 Juta; Perusahaan Pialang Asuransi
500 juta; Perusahaan Pialang Reasuransi 500 juta. Sedangkan penyertaan pihak asing,
maka sekurang-kurangnya modal adalah Perusahaan Asuransi Kerugian 15 Juta;
Perusahaan Asuaransi Jiwa 4,5 Juta; Perusahaan Reasuransi 30 Juta; Perusahaan
Pialang
Asuransi
3
Juta.

C. SANKSI ADMINISTRASI DAN PIDANA


1. Pengenaan Sanksi Administrasi
Sanksi administratif dikenakan kepada setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak
melakukan perizinan usaha, kesehatan keuangan, penyelenggraan usaha,
penyampaian laporan, pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang
pemeriksaan langsung. Sanksinya berupa denda Rp 1.000.000,00 bagi Perusahaan
Asuransi dan Reasuransi dan Rp 500.000,00 bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan
Pialang Reasuransi. Selain itu juga dikenakan sanksi peringatan, pembatasan
kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha.
2. Pengenaan Sanksi Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam pasal 21
UU No. 2 Tahun 1992:
a.
Terhadap pelaku utama, diancam dengan pidana maksimal 15 tahun, dan
denda paling banyak Rp 2.500.000.000,00.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 153

b.
Terhadap pelaku pambantu, diancam pidana maksimal 5 tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,00.
c.
Terhadap pemalsu dokumen, diancam pidana paling lama 5 tahun, dan dendan
paling banyak Rp 250.000.000,00.
BAB III
PERJANJIAN ASURANSI
A. SYARAT-SYARAT SAH ASURANSI
Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHpdt. Menurut
ketentuan Pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan
para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang
diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251
KUHD:
1. Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan
tersebut pada pokoknya meliputi benda yang menjadi objek asuransi; pengalihan
risiko dan pembayaran premi; evenemen dan ganti kerugian; syarat-syarat khusus
asuransi; dibuat secara tertulis (polis).
2. Kewenangan (Authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum
yang diakui oleh undang-undang.
3. Objek Tertentu (Fixed Object)
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat
pula berupa jiwa atau raga manusia.
4. Kausa yang Halal (Legal Cause)
Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan.
5. Pemberitahuan (Notification)
a.
Teori Objektivitasm (objectivity theory).
Menurut teori ini, setiap asuransi harus memiliki objek tertentu (jenis, identitas dan
sifat yang dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti).
b. Pengaturan Pemberitahuan dalam KUHD.
Tertanggung wajib memberitahukan penanggung mengenai keadaan objek asuransi.
Kewajiban ini dilakukan saat mengadakan asuransi.
B. TERJADINYA PERJANJIAN ASURANSI

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 154

Di Indonesia yang mengikuti sistem hukum Eropa Kontinental, tawar-menawar


menciptakan kesepakatan, yaitu syarat pertama sahnya perjanjian menurut
ketentuan Pasal 1320 KUHPdt. Perjanjian asuransi itu ketika ada kegiatan tawar
menawar dan teori penerimaan. Perjanjian asuransi terjadi setelah tercapai
kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik
bahkan sebelum polis ditandatangani (Pasal 257 ayat (1) KUHD). Asuransi harus
dibuat tertulis dalam bentuk akta (polis). (Pasal 255 KUHD).
C. POLIS BUKTI ASURANSI
1. Fungsi Polis
Sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi
antara tertanggung dan penanggung, sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum
dalam polis harus jelas, juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus
yang
menjadi
dasar
pemenuhan
hak
dan
kewajiban.

2. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa,
harus memuat syarat-syarat khusus yakni 1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian
asuransi; 2) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga; 3)Uraian
yang jelas mengenai benda yang diasuransikan; 4) Jumlah yang diasuransikan; 5)
Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung; 6) Saat
bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan
penanggung; 7) Premi asuransi; 8) Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui
oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan oleh para pihak.
BAB IV
OBYEK ASURANSI
A. BENDA ASURANSI
Benda Asuransi
Benda asuransi adalah benda menjadi objek perjanjian asuransi yang merupakan
harta kekayaan memiliki nilai ekonomi, dapat dihargai dengan sejumlah uang dan
berwujud.
B. PREMI ASURANSI
1. Premi Asuransi
Premi adalah salah satu unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban
utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Besarnya jumlah
premi oleh tertanggung ditentukan berdasarkan penilaian risiko yang dipikul oleh
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 155

penanggung. Premi asuransi merupakan syarat mutlak untuk menentukan perjanjian


asuransi dilaksanakan atau tidak.
Kriteria premi asuransi adalah dalam bentuk sejumlah uang, dibayar lebih dahulu
oleh tertanggung, sebagai imbalan pengalihan resiko, dihitung berdasarkan
presentase terhadap nilai resiko yang dialihkan, dalam jumlah premi yang harus
dibayar oleh tertangung.
Rincian yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah 1) Jumlah presentase
dari jumlah yang diasuransikan. 2) Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh penanggung.
3) Kurtase untuk pialang jira asuransi diadakan melalui pialang. 4) Keuntungan bagi
penanggung dan jumlah cadangan.
2. Premi Restorno
Premi yang telah dibayar oleh tertanggung kepada penanggung dapat dituntut
pengembaliannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian jika asuransi
gugur atau batal, sedangkan tertanggung telah bertindak dengan iktikat baik (in
good faith), inilah yang disebut dengan premi restorno. Dalam premi restorno harus
dipenuhi syarat bahwa penanggung tidak menghadapi bahaya.

BAB V
RESIKO, EVENEMEN, GANTI KERUGIAN
A. RISIKO DAN EVENEMEN
1. Risiko dalam Asuransi.
Kriteria risiko dalam asuransi adalah a)bahaya yang mengancam benda atau obyek
asuransi; b) berasal dari faktor ekonomi, alam, atau manusia; c) diklasifikasikan
menjadi resiko pribadi, kekayaan, tanggung jawab; d) hanya berpeluang
menimbulkan kerugian.
Cara mengatasi resiko adalah menghindari resiko, mengurangi resiko, menahan
resiko, membagi resiko, mengalihkan resiko.
Kriteria agar resiko dapat diasuransikan, dapat dinilai dengan uang, harus resiko
murni, kerugian timbul akibat peristiwa yang tidak pasti, tertanggung harus
memiliki insurable interest, tidak dilarang UU dan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum.
2. Evenemen dalam Asuransi
Ciri-ciri evenemen adalah peristiwa yang menimbulkan kerugian; tidak dapat
diprediksi lebih dahulu; berasal dari faktor ekonomi, alam, dan manusia; kerugian
terhadap diri, kekayaan, dan tanggung jawab seseorang.
3. Jenis Evenemen.
Dalam KUHD ada dua pasal yang menentukan jenis evenemen, yaitu Pasal 290
KUHD tentang Asuransi Kebakaran, dan Pasal 637 KUHD tentang Asuransi Laut.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 156

B. GANTI KERUGIAN AKIBAT EVENEMEN


Apabila evenemen yang terjadi telah dicantumkan dalam polis dan karenanya timbul
kerugian, maka penanggung terikat untuk membayar ganti kerugian.
C. ASAS KESEIMBANGAN
Asas keseimbangan adalah asas yang mendasari berlakunya hukum asuransi dan
merupakan asas yang penting karena resiko yang dialihkan kepada penanggung
diimbangi dengan jumlah premi yang dibayar oleh tertanggung. Asas ini mempunyai
nilai
penting
apabila
ada
evenemen
yang
menimbulkan
kerugian.
Asas keseimbangan bertujuan untuk mencegah orang yang ingin berspekulasi
mencari keuntungan yang tidak halal, dengan mengadakan berkali-kali asuransi
supaya mendapat ganti rugi melebihi nilai benda sesungguhnya.

D. BERAKHIRNYA ASURANSI
Adapun yang menyebabkan berakhirnya asuransi adalah:
1. Jangka Waktu Berlaku Sudah Habis
2. Perjalanan Berakhir
3. Terjadi Evenemen Diikuti Klaim
4. Asuransi Berhenti atau Dibatalkan
BAB VI
ASURANSI RANGKAP DAN REASURANSI
A. ASURANSI RANGKAP
Asuransi rangkap terjadi apabila atas benda yang sama, evenemen yang sama dan
waktu yang sama diadakan beberapa asuransi. Namun asuransi rangkap itu dilarang
apabila asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh.
B. REASURANSI (ASURANSI ULANG)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian mendefinisikan
Usaha Reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau
perusahaan asuransi jiwa.
Pada perusahaan reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan risiko dari
penanggung sehingga kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam
reasuransi (asuransi ulang). Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung
ulang
didasarkan
pada
perjanjian.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 157

Pada dasarnya polis reasuransi sama dengan polis asuransi. Syarat-syarat dan
klausula-klausula yang terdapat dalam polis asuransi terdapat juga dalam polis
reasuransi. Jadi dua polis itu seolah-olah bersambung satu sama lain. Kerugian yang
wajib diganti oleh penanggung ulang, baik untuk seluruhnya maupun untuk
sebagian saja.
Perubahan syarat-syarat dan janji-janji dalam polis asuransi harus mendapat
persetujuan dari penanggung ulang yang mangakibatkan perubahan pula pada
syarat-syarat dan janji-janji dalam polis reasuransi. Jika perubahan itu tidak diketahui
oleh penanggung ulang, dapat mengakibatkan reasuransi itu batal atau dibatalkan.
BAB VII
ASURANSI KERUGIAN
A. ASURANSI KEBAKARAN
Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-Pasal 298 KUHD. Polis
asuransi kebakaran adalah selain memenuhi syarat dalam Pasal 256 KUHD, juga
harus memenuhi syarat dalam Pasal 287 KUHD. Adapun yang menjadi obyek
asuransi kebakaran adalah dapat berupah benda tetap, serta benda bergerak yang
terdapat didalam atau sebagai bagian dari benda yang bersangkutan. Evenemennya
diatur dalam Pasal 290 KUHD.
B. ASURANSI LAUT
Asuransi laut diatur dalam:
1. Buku I Bab IX Pasal 246 - Pasal 286 KUHD tentang Asuransi pada Umumnya.
2.
Buku II Bab IX Pasal 592- Pasal 685 tentang Asuransi Bahaya Laut, dan Bab X
Pasal 686 - Pasal 695 KUHD tenatng Asuransi Bahaya Sungai dan Perairan
Pedalaman.
3. Buku II Bab XI Pasal 709 - Pasal 721 KUHD tentang Avarai.
4.
Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang Berakhirnya Perikatan dalam
Perdagangan Laut.
C. ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR
Asuransi kendaraan bermotor adalah asuransi kerugian yang tidak mendapat
pengaturan khusus dalam KUHD. Polis standar asuransi kendaraan bermotor adalah
sebagai berikut: (1) Wilayah Negara berlakunya asuransi; (2) Pembayaran premi; (3)
pemberitahuan kecelakaan, tindakan pencegahan, tuntutan dari pihak ketiga,
tuntuatn pidana tehadap tertanggung; (4) kerugian, ganti kerugian, asuransi rangkap,
laporan tidak benar, subrogasi Pasal 284 KUHD, dan hilangnya hak ganti kerugian;
(5) Perselisihan dan arbitase; (6) Berakhirnya asuransi kendaraan bermotor.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 158

BAB VIII
ASURANSI JIWA
A. PENGERTIAN ASURANSI JIWA
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 1 angka (1), menjelaskan bahwa asuransi
jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima preni, untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
diasuransikan. Sedangkan dalam KUHD, asuransi jiwa diatur dalam Buku I Bab X
Pasal 302 Pasal 308 KUHD.

B. POLIS ASURANSI JIWA


Menurut Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat: a) hari diadakan asuransi; b)
nama tertanggung; c) nama orang yang jiwanya diasuransikan; d) saat mulai dan
berakhirnya evenemen; e) jumlah asuransi; f) premi asuransi.

C. EVENEMEN DAN SANTUNAN


Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur isi polis, tidak ada ketentuan keharusan
mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa, hal ini karena yang dimaksud
bahaya dalam asuransi jiwa adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan.
Sedangkan kapan meninggalnya itu tidak dapat dipastikan. Apabila sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi, tertanggung belum meninggal, maka
tertanggung berhak memperoleh sejumlah uang dari penanggung dengan jumlah
sesuai dengan yang telah diperjanjikan.
D. ASURANSI JIWA BERAKHIR
Asuransi jiwa berakhir dikarenakan faktor: 1) Karena terajdi evenemen; 2) Karena
jangka waktu berakhir; 3) Karena asuransi gugur; 4) Karena asuransi dibatalkan.
BAB IX
JENIS-JENIS ASURANSI SOSIAL
A. ASURANSI SOSIAL KECELAKAAN PENUMPANG (ASKEP)
Askep diatur dalam UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang, Lembaran Negara No. 137 Tahun 1964. Pihak dalam Askep
adalah Perusahaan Negara (penanggung), dan tertanggung adalah setiap
penumpang yang sah, yang wajib membayar iuran melalui perusahaan angkutan
yang bersangkutan, kecuali penumpang angkutan umum. Dan yang menjadi
evenemen adalah kecelakaan penumpang sebagai tertanggung.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 159

B. ASURANSI SOSIAL KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN (ASKEL)


Askel diatur dalam UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan, Lembaran Negara No. 138 Tahun 1964, mulai berlaku 31 Desember 1964.
Pihak yang terlibat dalam Askel adalah pihak pemilik/pengusaha kendaraan
bermotor (penyebab kecelakaan), pihak pengguna jalan raya bukan penumpang
(korban kecelakaan), pihak peguasa dana (pemerintah BUMN). Sedangkan evenemen
Askel adalah bergantung pada adanya alat angkutan lalu lintas jalan.
C. ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA (ASTEK)
Astek diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Lembaran Negara No. 14 Tahun1992. Pihak dalam Astek adalah pengusaha dan
tenaga kerja. Premi dalam Astek adalah setiap iuran Progam Jamsostek yang disetor
oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara. Iuran tersebut adalah Progam jaminan
Kecelakaan Kerja, Progam jaminan kematian, Progam jaminan hari tua, dan Progam
jaminan pemeliharaan kesehatan.
D. ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL (ASPENS)
Aspens diatur dalam PP No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri
Sipil, Lembaran Negara No. 37 Tahun 1981. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU
No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai,
Lembaran Negara No. 42 Tahun 1969. Pihak dalam Aspens adalah setiap pegawai
Negeri (tertanggung) dengan membayar iuran setiap bulannya sebesar 8 % dari
penghasilan tanpa tunjangan pangan, dan penanggung adalah pemerintah (persero
dalam hal ini adalah PT Taspen).
E. ASURANSI SOSIAL ABRI (ASABRI)
ASABRI diatur dala PP No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata RI, Lembaran Negara No. 87 Tahun 1991. Pihak dalam ASABRI adalah
setiap prajurit ASABRI dan PNS Dephankam-ABRI (tertanggung), dan PT ASABRI
(Persero)
adalah
pihak
penanggung.
Jumlah premi yang wajib dibayar oleh prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI
setiap bulan adalah 3,25% dari penghasilan setiap bulan. Dan evenemennya adalah
peristiwa berhenti dari prajurit ABRI dan PNS Dephankam-ABRI karena pension,
meninggal dunia, atau sebab lain yang mengancam kesejahteraan mereka
(menagkibatkan berkurang atau hilangnya penghasilan mereka).
F. ASURANSI SOSIAL KESEHATAN
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 160

Askes diatur dalam PP No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS,
Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Beserta Keluarganya, Lembaran
Negara
No.
90
Tahun
1991.
Pihak yang menjadi tetanggung dalam Askes adalah PNS, Penerima Pensiun,
Veteran, Perintis Kemerdekaan, sedangkan yang menjadi penanggung adalah PT
Askes Indonesia (Persero) yang mendapatkan tugas dari Badan Penyelenggara. Dan
evenemen dalam Asuransi ini adalah keadaan sakit yang mengancam kesehatan
peserta. Resikonya dimulai dari sejak awal peserta membayar iuran dan berakhir
sejak peserta berhenti membayar iuran (Pasal 4 PP Nomor 69 Tahun 1991).

BAB X
ASURANSI SYARIAH
A. PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Pada dasarnya, yang membedakan pelaksanaan asuransi konvensional dengan
asuransi syariah yakni asuransi syariah menghapuskan unsur ketidakpastian riba,
gharar, dan maisir, sehingga membuat ketidakraguan melakukan asuransi bagi
masyarakat muslim.
Keputusan berekenaan dengan asuransi syariah:
1.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
2.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Perusahaan Perasuransian.
3. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dengan sistem syariah.
B. Konsep Asuransi Syariah
M. Syakir Sula menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah suatu konsep
dimana terjadi saling memikul resiko diantara para peserta sehingga antara satu dan
yang lain menjadi penannggung atas resiko yang muncul.

C. Asuransi Tafakul Keluarga (ATK)


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 161

Perusahaan ATK didirikan di Jakarta berdasarkan akta pendirian no. 47 tanggal 5


Mei 1994. Status hukum PT ATK merupakan subyek hukum kegiatan asuransi,
sebagai badan hukum diakui pemerintah karena dibentuk pihak swasta.

D. Kegiatan Perusahaan ATK


1.Pembuatan kontrak (akad)
a. Gharar, untuk menghindarinya, ATK mengganti perjanjian pertukaran dengan
perjanjian tolong menolong.
b. Maisir, untuk menghindarinya, ATK mengubah akad jangka waktu dan membagi
premi yang telah disetor kedalam dua rekening yang berbeda.
C. Bunga, pada ATK, masalah bunga dieliminasi dengan konsep bagi hasil.
2. Mekanisme pengelolaan dana
a. Premi dengan unsur tabungan, setiap peserta asuransi wajib membayar sejumlah
uang pada perusahaan ATK, yang besranya bergantung dari keuangan peserta
asuransi, yang mana premi tersebut dimasukkan dalam dua rekening, yaitu rekening
tabungan peserta dan rekening tabarru.
b. Premi tanpa unsur tabungan, premi yang telah disetor, langsung dimasukkan ke
rekening.
3. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi
a. Hak dan kewajiban peserta
Berhak memperoleh informasi produk yang akan diikuti, meminta perubahan polis,
mengambil nilai tunai, menerima klaim uang santunan.
Berkewajiban memberi keterangan lengkap dan jujur dengan mengisi surat
pengajuan asuransi, membayar premi, mengajukan permohonan tertulis pada
perusahaaan jika merubah polis atau mengambil uang tunai.
b. Hak dan kewajiban perusahaan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 162

Berhak menerima pembayaran premi, meminta permohonan secra tertulis cari


peserta berkenaan dengan perubahan polis, meminta dokumen yang dianggap perlu
dalam
pengajuan
klaim.
Berkewajiban membayar klaim jika terjadi musibah, menolak/ menyetujui
permohonan peserta asuransi dalam hal perubahan polis, menolak atau menyetujui
permohonan peserta dalam hal pengambilan nilai tunai.
4. Syarat pembayaran klaim
a)Polis asli; b) Mengisi formulir pengajuan klaim; c) Fc. Identitas diri yang masih
berlaku; d) Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan (jika ada); e)
Surat keterangan medis dari dokter atau RS yang merawat; f) Klaim harus dilengakpi
dengan mengisi formulir daftar pernyataan untuk kalim (khusus untuk klaim
meninggal dunia; g) Surat kematian dari instansi pemerintah yang berwenang; h)
Surat keterangan dari dokter yang berisikan keteangan sebab-sebab meninggal; i)
Surat keterangan dari polis bila meninggal karena kecelakaan.
5. Prosedur pembayaran klaim
a)Peserta asuransi melapor segera kepada perusahaan asuransi setelah terjadi
peristiwa (evenemen); b) Peserta asuransi atau kuasanya mengisi formulir pengajuan
klaim yang disedikan oleh perusahaaan asuransi; c) Peserta asuransi menyerahkan
dokumen-dokumen pendukung klaim kepada perusahaan asuransi; d) Pembayaran
klaim dilakukan di kantor pusat, cabang, perwakilan atau kantor yang ditunjuk oleh
perusahaan asuransi.

Makalah hukum asuransi

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 163

Makalah Kelompok 4
HUKUM ASURANSI

Tentang
POKOK-POKOK KELEMBAGAAN ASURANSI

OLEH:
Fuji Astuti

: 13 204 045

DOSEN:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 164

Ulya atsani.M.hum

JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 165

Tata pergaulan masyarakat khusunya masyarakat modern seperti sekarang ini,


membutuhkan suatu institusi atau lembaga yang bersedia mengambil alih resikoresiko kelompok. Suatu lembaga atau institusi pada hakikiatnya berada dan ada
ditengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam
masyarakat masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud tujuan
dari setiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga yang merupakan organ
masyarakat merupakan suatu keberadaannya adalah untuk memenuhi tugas social
dan kebutuhan khusus masyarakat.
Lembaga merupakan salah satu organ masyarakat, oleh karena itu setiap lembaga
tidak mungkin berdiri sendiri, dan sebagai organ masyarakat, maka lembaga itu ada
dan berada dimasyarakat. Karena suatu lembaga tidak mungkin dapat berdiri
sendiri, maka suatu lembaga juga tidak mungkin merupakan tujuan akhir. Ia selalu
masih merupakan batu loncatan bagi lembaga-lembaga yang lain. Lembaga yang
merupakan organ masyarakat, keberadaannya haruslah dalam suatu kegiatan yang
memberikan pengabdian kepada masyarakat, maka ia dapat tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat pula.
Pada hakikiatnya suatu lembaga selalu melakukan tindakan bukan untuk
kepentingan sendiri, tetapi untuk memenuhi tugas-tugas social tertentu, yaitu untuk
memuaskan kebutuhan khusus dari masyarakat, kelompok orang atau perorangan.
Perusahaan merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang
keberadaannya mempunyai tugas-tugas khusus, yaitu suatu karya ekonomi. Dalam
masyarakat modern seperti saat sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai
peranan yang sangat luas jangkauanya yang menyangkut kepentingan-kepentingan
social maupun kepentingan ekonomi. Asuransi yang merupakan suatu lembaga ini ia
juga dapat menjangkau kepentingan-kepentingan masyarakat luas dan kepentingankepentingan individu. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu
proteksi atau perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada
kelompok maupun peroranga. Asuransi atau pertanggungan, didalamnya selalu
mengandung pengertian adanya suatu resiko, maka dengan adanya resiko ini perlu
dilakukan pengawasan terhadap asuransi itu sendiri. Disamping itu perusahaanperusahaan asuransi dapat pula memberikan jaminan atas kelangsungan hidup
perusahaan-perusahaan dari kerugian ekonomi. Disamping itu perusahaanperusahaan asuransi juga memberikan jaminan atas terpenuhnya pendapatan
seseorang, karena tempat dimana yang bersangkutan bekerja tetap terjamin
kelangsungan hidupnya. Dengan demikian perusahaan asuransi dapat pula
memberikan rasa aman dan pasti atas suatu pendapat yang pasti.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 166

Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatanya secara terbuka mengadakan


penawaran atau menawarkan suatu perlindungan atau proteksi serta harapan pada
masa yang akan datang kepada individu atau kelompok-kelompok dalam
masyarakat atau instiusi lain atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut
karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak tertentu atau belum pasti.
Jadi asuransi sebagai suatu lembaga yang mana lembaga-lembaga asuransi ini
diperlukan pengaturan yang berkaitan tentang lembaga asuransi, pengawasan
tentang lembaga asuransi, kegiatan-kegiatan usaha yang ada pada asuransi, dan
pengizinan asuransi.
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan industri asuransi diIndonesia baru
dapat diikuti dengan baik sesudah tahun 1965. Sebelum itu peraturan-peraturan
yang pernah ada agak sulit ditelusuri karenaindustri asuransi ditangani oleh lebih
dari satu departemen atau instansi. Karena penanganannya dilakukan oleh lebih dari
satu instansi, mengakibatkan timbulnya berbgai jenis peraturan yang akhirnya
menimbulkan
suatu
mekanisme
kerja
yang
tidak
koordinatif,
sehinggaindustri asuransi tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Pada dasarnya, peraturan-peraturan yang dikeluarkan instansi pemerintah,
merupakan peraturan yang bersifat publik administratif, yaitu peraturan-peraturan
yang mengatur tentang mekanisme pasar danindustri asuransi; dalam rangka
mengatur dan memberi perlindungan kepada masyarakat luas. Peraturan-peraturan
yang dimaksud dapat pula meliputi peraturan tentang perizinan dan / atau
pengawasan
terhadap
indusri
asuransi.
Departemen Keuangan sebagai departemen teknis yang membidangi keuangan dan
moneter, pada akhirnya merupakan satu-satunya instansi yang mempunyai
kewenangan terhadap industri asuransi di Indonesia.
Maka didalam makalah ini penulis akan membahas tentang masalah yang berkaitan
dengan pokok-pokok kelembagaan asuransi syariah.

B.

Rumusan Masalah

1.
2.
3.
4.

Bagaimana Pengaturan lembaga asuransi di Indonesia?


Bagaimana perizinan usaha lembaga asuransi di indonesia?
Apa kegiatan usaha lembaga asuransi di Indonesia?
Bagaimana pembinaan dan pengawasan lembaga asuransi di Indonesia?
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 167

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana pengaturan lembaga asuransi di Indonesia.
2. Mengetahui bagaimana perizinan dari usaha asuransi di Indonesia.
3. Mengetahui kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh lembaga asuransi.
4.
Dan mengetahui bagaimana pembinaan dan pengawasan dari lembaga asuransi
di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
POKOK-POKOK KELEMBAGA ASURANSI

A. Pengaturan Lembaga Asuransi


1. Pengaturan usaha asuransi jiwa
Setiap kegiatan yang menjalankan perusahaan di bidang asuransi jiwa harus
mempunyai izin usaha dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Ketentuan tentang
syarat perizinan usaha asuransi jiwa tersebut sudah mengalami dua kali perubahan,
termasuk persyaratan teknisnya. Ketentuan terakhir yang berkaitan dengan
perizinan diatur kembali dalam paket deregulasi pada 20 Desember 1988,
berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1250/
K.M.K.013/1988. Didalam surat keputusan ini diatur tentang perizinan bagi usaha
asuransi jiwa, baik usaha nasional maupun yang berbentuk patungan. Juga diatur
tentang perizinan usaha Jasa Aktuari. [1]
Syarat-syarat perizinan yang harus dipenuhi bagi Perusahaan Asuransi Jiwa
Nasional adalah sebagai berikut:
a) Perusahaan berbentuk Perusahan Terbatas atau Koperasi.
b)
Modal disetor bagi Perusahan Terbatas atau jumlah Simpanan Pokok dan
Simpanan Wajib bagi Koperasi sekurang-kurangnya Rp. 2. 000. 000. 000,.
c)
Memiliki dana jaminan sebesar 20% dari modal di setor atau Simpanan Pokok
dan Simpanan Wajib.
d)
Bagi Perseroan Terbatas anggota Dewan Komisaris dan Direksi seluruhnya
warga Negara Indonesia.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 168

e)
Pada Perseroan Terbatas Jabatan Direksi atau pada Koperasi Jabatan Pengurus,
tidak dapat rangkap dengan jabatan Pimpinan pada perusahaan lain.
f)
Memiliki Nomor Pokok
Wajib
Pajak
(NPWP)
perusahaan.
Izin usaha dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Menteri
Keuangan Republik Indonesia, dengan dilampiri dokumen-dokumen mengenai:
1)
Akta pendirian yang telah disahkan menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2)
Bukti pelunasan modal disetor bagi Koperasi berikut bukti peyetorannya pada
Bank Indonesia.
3)
Bukti penempatan Dana Jaminan sebesar 20% dari modal disetor atau simpanan
pokok dan simpanan wajib.
4)
Surat pernyataan tidak merangkap jabatan lain dari Direksi perusahaan atau
pengurus pada koperasi.
5)
Program asuransi jiwa yang akan dipasarkan dan uraiannya yang telah
disahkan oleh Kantor Aktuaria, berikut contoh polis.
6) Nomor Pokok Wajib Pajak.
7) Neraca pembukuan.[2]
2. Pengaturan usaha asuransi kerugian
Persyaratan pendirian Perusahaan Asuransi Kerugian Nasional. Perusahaan
Asuransi Kerigian Nasional termasuk perusahaan reasuransi kerugian nasional atau
perusahaan broker asuransi nasional. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan adalah sebagai berikut:
a)
Memiliki akta pendirian yang telah disahkan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b)
Memiliki modal bagi Perseroan Terbatas dan jumlah simpanan pokok dan
simpanan wajib bagi koperasi sebagai berikut:
1) Untuk perusahaan asuransi kerugian sekurang-kurangnya Rp.3.000.000. 000.
2) Untuk perusahaan reasuransi sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000.
3) Untuk perusahaan broker asuransi sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000.000.
c)
Menempatkan dana jaminan sebesar 20% dari modal disetor atau jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib.
d) Memiliki Nomor Wajib Pajak Perusahaan.
e)
Komisaris dan Direksi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas
seluruhnya Warga Negara Indonesia.
f)
Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi tidak boleh
merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain.
g)
Mempekerjakan sekurang-kurangnya dua tenaga ahli teknis asuransi kerugian
yang bekerja secara tetap.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 169

h)
Mempunyai program tetap asuransi / reasuransi termasuk contoh kontrak
asuransi/ reasuransi yang akan dipasarkan, kecuali bagi Perusahaan Broker
Asuransi.
i)
Memiliki neraca pembukuan.
B.

Perizinan Lembaga Asuransi

Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari
menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program
asuransi social ( pasal 9 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 1992). Khusus bagi
badan usaha milik Negara yang menyelenggarakan program asuransi social, fungsi
dan tugasnya sebagai penyelenggaraan program tersebut dituangkan dalam
pereturan pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan badan
usaha milik Negara ( BUMN) yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu
program asuransi social yang telah diputusakan untuk dilaksanakan oleh
pemerintah. Oleh karena itu bagi BUMN yang dimaksud tidak perlu memperoleh
izin usaha dari menteri keuangan. [3]
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 undangundang nomor 2 tahun 1992 harus dipenuhi persyaratan mengenai yang terdapat
pada ayat 2 yaitu:
a.
Anggaran dasar.
b. Susunan organisasi.
c.
Permodalan.
d. Kepemilikan.
e.
Keahlian dibidang peransuransian.
f.
Kelayakan rencana kerja.
g.
Hal-hal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha
peransuransian secara sehat. [4]
Keahlian dibidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup
antara lain keahlian dibidang aktuaria, underwriting, manajemen resiko, penilaian
kerugian asuransi, dan sebagainya sesuai dengan kegiatan usaha peransuransian
yang dijalankan.
Dalam hal ini terdapat kepemilikan hak asing, maka untuk memperoleh izin usaha
wajib dipenuhi persayarat dalam ayat 2 serta ketentuan mengenai batas kepemilikan
dan kepengurusan pihak asing pasal 9 ayat 3 undang-undang nomor 2 tahun 1992.
[5]Dalam pengertian batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing termasuk
pula pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 170

diharapkan perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.


Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap yaitu:
1. Pemberian persetujuan prinsip.
2. Pemberian izin usaha.
Akan tetapi, persetujuan prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuari tidak
diperlukan. Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 tahun. Apabila dalam
jangka waktu tiga bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan
peransuarnsian bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya. Maka izin usaha
peransuransian dapat dicabut. [6]

C. Kegiatan Usaha Lembaga Asuransi


Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian dibagi atas:

1. Usaha Asuransi
Yang mana usaha asuransi ini terdiri dari:
a) Asuransi kerugian .
b) Asuransi jiwa.
c) Reasuransi. [7]
Yang mana kegiatan usaha asuransi ini baik asuransi jiwa,kerugian dan reasuransi
adalah dalam setiap pemasaran program asuransi harus diungkapkan informasi yang
relevan, tidak ada yang bertentangan dengan persyaratan dicantumkan dalam polis.
Pemasaran program asuransi adalah setiap kegiatan yang secara langsung atau tidak
langsung dilakukan untuk menarik calon bertanggung, termasuk kegiatan promosi,
iklan, brosur, dan propektus. Pasal 18 peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992
menentukan bahwa perusahaan asuransi harus lebih dahulu melaporkan kepada
menteri keuangan setiap program asuransi baru yang dipasarkan. Perusahaan
asuransi dilarang memasarkan program asuransi baru yang tidak memenuhi
ketentuan pasal 19 dan pasal 20 23 peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992.
Sedangkan kegiatan asuransi social hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN
terhadap perusahaan yang menyelenggarakan program yang berlaku ketentuan
mengenai pembinaan dan pengawasan dalam undang-undang pasal 14 Nomor 2
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 171

tahun 1992. Perusahaan yang menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu
asuransi jiwa atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya. [8]

2. Usaha penunjang usaha asuransi


Yang mana usaha penunjang terdiri dari:
a.
Usaha pialang asuransi yang mana kegiatanya memberikan jasa perantara
dalam penutupan kontrak asuransi dan penanggulangan penyelesaian ganti rugi
asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
b.
Usaha penilaian kerugian asuransi, memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
c.
Usaha konsultan aktuari yang memberikan jasa segala jenis perhitungan
matematis yang berkenaan dengan asuransi.
d.
Usaha agen memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa
asuransi untuk dan atas nama penanggung.
D. Pembinaan Dan Pengawasan Lembaga Asuransi
Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Selanjutnya, dalam pasal 11 dinyatakan pula bahwa pembinaan dan pengawasan
perusahaan perasuransian tersebut meliputi:
1)
Kesehatan keuangan, bagi perusahaan asuransi jiwa, kerugian, dan reasuransi,
meliputi: Batas Tingkat Solvabilitas; Retensi Sendiri; Reasuransi; Investasi; Cadangan
teknis; Lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
2)
Penyelenggaraan usaha, yang meliputi syarat-syarat polis asuransi; tingkat
premi; penyelesaian klaim; persyaratan keahlian di bidang perasuransian; Hal-hal
lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha.
Pembinaan dan pengawasan seperti tersebut diatas termasuk jenis pengawasan
"aktif". Sedangkan pengawasan "pasif" dapat dilakuakan melalui kewajibankewajiban perusahaan asuransi, yang terdiri dari:
1)
setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan neraca perhitungan
laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada menteri.
2)
Setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan operasional kepada
meneri.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 172

3)
Setiap perusahaan asuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan
lab rugi perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesiayang memiliki peredaran
luas.
4)
Khusus
untuk
ausransi
jiwa,
perusahaan
asuransi
wajib
menyampaikan laporan investasi kepada menteri.
Dalam Keputusan Presiden RI Nomor. 40 Tahun 1989 Tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian, diatur bahwa yang berwenang mengadakan pembinaan dan
pengawasan usaha asuransi adalah Menteri Keuangan. Pembinaan dan pengawasan
tersebut ditujukan untuk semua perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dan
perusahaan Broker Asuransi dan Adjuster Asuransi. Terdapat lembaga syariah yang
melakukan pembinaan dan pengawasan perusahaan asuransi syariah di Indonesia,
yaitu Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, dan Badan Arbitrase
Syariah Nasional.
a.
Dewan Pengawas Syariah
Salah satu tugas Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi pelaksanaan
keputusan Dewan Syariah Nasional di perusahaan syariah tersebut. Fungsi Dewan
Pengawas Syariah adalah:
1)
Melakukan pengawasan secara periodik pada perusahaan syariah yang berada
di bawah pengawasannya.
2)
Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan perusahaan syariah
kepada pimpinan perusahaan dan Dewan Syariah Nasional.
3)
Melaporkan perkembangan produk dan operasional perusahaan syariah yang
diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya 2 kali dalam 1
tahun anggaran.
4)
Merumuskan
masalah-masalah
yang
memerlukan
pembahasan
pembahasanDewan Syariah Nasional.
b. Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional adalah badan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
untuk menangani berbagai masalah yang berhubungan dengan aktifitas perusahaan
syariah seluruh Indonesia. Tugas Dewan Syariah Nasional adalah:
1)
Menumbuhkembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan khususnya.
2)
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3)
Mengeluarkan fatwa atas produk atau jasa keuangan syariah.
c.

Badan Arbitrase Syariah Nasional ( Basyarnas )


Bahan Ajar Hukum Asuransi | 173

Lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa keperdataan secara syariah


berdasarkan Al-Quran dan Al-Haddizt terhadap sengketa lembaga keuangan syariah
(termasuk Perusahaan Asuransi Syariah) dengan pemerintah, lembaga keuangan
lainnya, ataupun masyarakat. Badan ini merupakan penyelesaian sengketa yang
dipilih secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa.
Asuransi ialah jaminan atau perdagangan yg di berikan oleh penanggung kepada yg
bertanggung utk risiko kerugian sebagai yg ditetapkan dalam surat perjanjian bila
terjadi kebakaran kecuriam kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan
jiwa atau kecelakaan lainnya dgn yg tertanggung membayar premi sebanyak yg di
tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan. A. Abbas Salim memberi pengertian
bahwa asuransi ialah suatu kemauan utk menetapkan kerugian-kerugian kecil yg
sudah pasti sebagai kerugian-kerugian besar yg belum pasti. Dari pengertian diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa hal itu sama dgn orang yg bersedia membayar
kerugian yg sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugian-kerugain
besar yg mungkin terjadi pada masa yg akan datang. Misalnya dalam asuransi
kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya pabriknya atau tokonya kepada
perusahaan asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada perusahaan
asuransi. Bila terjadi kebakaran maka perusahaan akan mengganti kerugian-kerugian
yg disebabkan oleh kebakaran itu.
Macam-macam Asuransi
Di Indonesia kita kenal ada beramcam-macam asuransi dan sebagai contoh di
kemukakan dibawah ini di antaranya
Asuransi Beasiswamempunyai dasar dwiguna. Pertama jangka pertanggungan
dapat 5-20 tahun disesuaikan denagn usia dan rencana sekolah anak kedua jika ayah
meninggal dunia sebelum habis kontrak pertanggungan menjadi bebas premi sampai
habis kontrak polisnya. Tetapi jika anak yg di tunjuk meninggal maka alternatifnya
ialah mengganti dgn anak yg lainnya mengubah kontrak kepada bentuk lainnya
menerima uangnya secara tunai bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih atau
membatalkan perjanjian . Pembayaran beasiswaa dimulai bila kontrak sudah habis.
Asuransi Dwiguna dapat diambil dalam jangka 10-15-25-30 tahun dan mempunyai
dua guna
Perlindungan bagi keluarga bilamana tertanggung meninggal dunia dalam jangka
waktu tertanggungan.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 174

Tabungan bagi tertanggung bilamana tertanggung tetap hidup pada akhir jangka
pertanggungan.
Asuransi jiwa adl asuransi yg bertujuan menanggung orang terhadap kerugian
finansial yg tidak terduga yg disebabkan orang meninggal terlalu cepat atau
hidupnya terlalu lama. Jadi ada dua hal yg menjadi tujuan asuransi jiwa ini yaitu
menjamin hidup anak atau keluarga yg ditinggalkan bila pemegang polis meninggal
dunia atau utk memenuhi keperluan hidupnya atau keluarganya bila ditakdir akan
usianya lanjut sesudah masa kontrak berakhir.
Asuransi kebakaran bertujuan utk mengganti kerugian yg disebabkan oleh kebakaran.
Dalam hal ini pihak perusahaan menjamin risiko yg terjadi krn kebakaran. Oleh krn
itu perlu dibuat suatu kontrak antara pemegang polis dgn perusahaan asuransi.
Perjanjian dibuat sedemikian rupa agar kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.
Demikianlah diantara macam asuransi yg kita kenal di Indonesia ini. Kalau kita
perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu maka pada prinsipnya pihak
perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan keluarga
pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahaan asuransi
turut memikirkan dan berusaha utk memperkecil kerugian yg mungkin timbul akibat
terjadi resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap kepentingan pribadi
atau perusahaan.
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakt di Indonesia ini dan di
perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya maka perlu juga dilihat dari
sudut pandang agama Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa
asuransi itu tidak Islami. Orang yg melakukan asuransi sama halnya dgn orang yg
mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yg menentukan segala-segalanya dan
memberikan rezeki kepada makhluk-Nya sebagaimana firman Allah SWT yg artinya
Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yg memberi
rezekinya. ?dan siapa yg memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di
samping Allah ada Tuhan ?? Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluankeprluan hidup dan makhluk-makhluk yg kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan
segala-galanya utk keperluan semua makhluk-Nya termasuk manusia sebagai
khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah bukan bahan matang.
Manusia masih perlu mengolahnya mencarinya dan mengikhtiarkannya. Orang yg
melibatkan diri kedalam asuransi ini adl merupakan salah satu ikhtiar utk
mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun krn masalah asuransi ini tidak ada
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 175

dijelaskan secara tegas dalam nash maka masalahnya dipandang sebagai masalah
ijtihadi yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan
pendapat tersebut juga mesti dihargai.
Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi jiwa.
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi
dan Muhammad Bakhil al-Muthi . Alasan-alasan yg mereka kemukakan ialah

Asuransi sama dgn judi

Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.

Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asurnsi mengandung unsur pemerasan krn pemegang polis apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau di
kurangi.

Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn
mendahului takdir Allah.
Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang Pendapat kedau ini
dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf
Musa dan Abd. Rakhman Isa . Mereka beralasan

Tidak ada nash yg melarang asuransi.

Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

Saling menguntungkan kedua belah pihak.

Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-premi yg


terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek yg produktif dan pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah

Asuransi termasuk koperasi .

Asuransi di analogikan dgn sistem pensiun seperti taspen.


Asuransi yg bersifat sosial di perbolehkan dan yg bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah . Alasan
kelompok ketiga ini sama dgn kelompok pertama dalam asuransi yg bersifat
komersial dan sama pula dgn alasan kelompok kedua dalam asuransi yg bersifat
sosial . Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adl krn tidak ada dalil yg
tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Dari uraian di atas dapat dipahami
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 176

bahwa masalah asuransi yg berkembang dalam masyarakat pada saat ini masih ada
yg mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan sehingga sukar utk
menentukan yg mana yg paling dekat kepada ketentuan hukum yg benar.
Sekiranya ada jalan lain yg dapat ditempuh tentu jalan itulah yg pantas dilalui. Jalan
alternatif baru yg ditawarkan adl asuransi menurut ketentuan agama Islam. Dalam
keadaan begini sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW
Tinggalkan hal-hal yg meragukan kamu kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.
Asuransi menurut ajaran agama Islam yg sudah mulai digalakkan dalam masyarakat
kita di Indonesia ini sama seperti asuransi yg sudah ada selama ini pada PT. Asuransi
Bumi Putera Asuransi Jiwasraya dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sisitem
kerjanya berbeda yaitu dengan system mudharabah . Kita lihat dalam asuransi
Takaful berdasarkan Syariah ada beberapa macam diantaranya
Takaful Kebakaran
Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan tehadap harta benda seperti
toko industri kantor dan lain-lainnya dari kerugian yg diakibatkan oleh kebakaran
kejatuhan pesawat terbang ledakan gas dan sambaran petir.
Takaful pengankutan barang
Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan terhadap kerugian atas harta benda
yg sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yg disebabkan alat
pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.
Takaful keluarga
Asuransi takaful kelurga ini tercakup didalamnya takaful berencana pembiayaan
berjangka pendidikan kesehatan wisata dan umroh dan takaful perjalanan haji. Dana
yg terkumpul dari peserta diinvestasikan sesuai prinsip syariah. Kemudian hasil yg
diperoleh dgn cara mudharabah dibagi utk seluruh peserta dan utk perusahaan.
Umpamanya 40% utk peserta dan 60% utk perusahaan.
Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa macam suransi konvensional sama saja
dgn asuransi yg berlandaskan syariah. Namun dalam pelaksanaanya ada perbedaan
mendasar yaitu bagi hasil pada asuransi yg berlandaskan syariah dan tidak demikian
pada asuransi konvesional. Disamping itu ada alasan lain lagi yg perlu jadi bahan
pertimbangan terutama oleh golongan yg menghramkan asuransi konvensional
disebabkan oleh tiga hal yaitu
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 177

Gharar Dalam asuransi konvensional ada gharar krn tidak jelas akad yg
melandasinya. Apakah akad Tabaduli atau akad Takafuli . Umpamanya saja
sekiranya terjadi klaim seperti asuransi yg diambil sepuluh tahun dan pembayaran
premi itu adl gharar dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dgn asuransi takaful
bahwa sejak awal polis dibuka sudah diniatkan 95% premi utk tabungan dan 5%
diniatkan utk tabarru . Jika terjadi klaim pada tahun kelima maka dan yg Rp.
7.500.000- itu tidak gharar tetapi jelas sumbernya yaitu dari dana kumpulan
terbaru/derma.
Maisir Mengenai judi jelas hukumnya yaitu haram sebagaimana di firmankan Allah
dalam surat al-Maidah 90. Dalam asuransi konvensional judi timbul krn dua hal
Sekiranya seseorang memasuki satu premi ada saja kemungkinan dia berhenti krn
alasan tertentu. Apabila berhenti dijalan sebelum mencapai masa refreshing pheriod
dia bisa menerima uangnya kembali dan jumlahnya kira-kira 20% dan uang itu akan
hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.
Sekiranya perhitungan kematian itu tepat dan menentukan jumlah polis itu juga
tepat maka pearusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam perhitungan maka
perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi . Dalam asuransi takaful berbeda
krn sipenerima polis sebelum mencapai refreshing period sekalipun bila dia
mengambil dananya maka hal itu di bolehkan. Perusahaan asuransi ialah sebagai
pemegang amanah. Malahan kalu ada kelebihan/ untung maka pemegang polispun
ada menerimanya.
Riba Dalam asuransi konvensioanal
Riba Dalam asuransi konvensioanal juga terjadi riba krn dananya di investasikan .
Sedangakn masalah riba dipersoalkan oleh para alim ulama. Ada ulama
mengharamkannnya ada yg membolehkannya dan adapula yg mengatakan syubhat.
Jalan yg ditempuh oleh asuransi takaful adl cara mudhrabah . Dengan demikian
tidak ada riba dalam asurasni takaful. Agar asuransi takaful yg berlandaskan syariah
Islamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat kita di Indonesia ini
maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatakan dan manajemennya hendaknya
dilaksankan dgn baik dan rapi sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat
luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata mengenai suatu gagasan ingin
mendapat jaminan ketenangan selama masih hidup dan ingin pula jaminan utk anak
turunan sesudah meninggal dunia. Apabila asuransi takaful yg berlandaskan syariah
Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota masyarakat maka orang yg senang
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 178

bergelimang dgn hal-hal yg syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yg


bertolak belakang akan berkurang.
Sumber Masail Fiqhiyah; Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan M Ali Hasan.
Sumber file al_islam.chm

DAFTAR ISI
Diambil dari literatur:Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Asuransi
Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006. (410 halaman)

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Tata pergaulan masyarakat khusunya masyarakat modern seperti sekarang ini,


membutuhkan suatu institusi atau lembaga yang bersedia mengambil alih resikoresiko kelompok. Suatu lembaga atau institusi pada hakikiatnya berada dan ada
ditengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam
masyarakat masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud tujuan
dari setiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga merupakan salah satu organ
masyarakat, oleh karena itu setiap lembaga tidak mungkin berdiri sendiri, dan
sebagai organ masyarakat, maka lembaga itu ada dan berada di masyarakat.
Lembaga yang merupakan organ masyarakat, keberadaannya haruslah dalam suatu
kegiatan yang memberikan pengabdian kepada masyarakat, maka ia dapat tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat pula.
Pada hakikiatnya suatu lembaga selalu melakukan tindakan bukan untuk
kepentingan sendiri, tetapi untuk memenuhi tugas-tugas social tertentu, yaitu untuk
memuaskan kebutuhan khusus dari masyarakat, kelompok orang atau perorangan.
Perusahaan merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang
keberadaannya mempunyai tugas-tugas khusus, yaitu suatu karya ekonomi. Dalam
masyarakat modern seperti saat sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 179

peranan yang sangat luas jangkauanya yang menyangkut kepentingan-kepentingan


sosial maupun kepentingan ekonomi. Asuransi yang merupakan suatu lembaga ini ia
juga dapat menjangkau kepentingan-kepentingan masyarakat luas dan kepentingankepentingan individu. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu
proteksi atau perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada
kelompok maupun perorangan. Asuransi sebagai suatu lembaga yang mana
lembaga-lembaga asuransi ini diperlukan pengaturan yang berkaitan tentang
lembaga asuransi, pengawasan tentang lembaga asuransi, kegiatan-kegiatan usaha
yang ada pada asuransi, dan pengizinan asuransi. Maka di dalam makalah ini
penulis akan membahas tentang masalah yang berkaitan dengan aspek hukum dan
kelembagaan asuransi.
B.
1.
2.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana aspek hukum dalam asuransi?
Bagaimana kelembagaan asuransi di Indonesia?

C.
1.
2.

TUJUAN
Mengetahui aspek hukum dalam asuransi.
Mengetahui kelembagaan asuransi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI

1. Pengaturan Asuransi
a.
KUHPerdata
b.
KUHD (Ps. 246 s/d 308)
c.
UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
d.
Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
e.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 tentang Ketentuan &
Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 180

f.

KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa.

2. Pengertian Asuransi
a.
Pasal 246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian,
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
b.
Pasal 1 UU No. 2 Th 1992: Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua
pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.100[1]
3. Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHD
a.
Adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
b.
Adanya peristiwa tak tentu
c.
Adanya kerugian
B.
POKOK-POKOK KELEMBAGAAN ASURANSI
1. Perizinan Lembaga Asuransi
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari
menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program
asuransi sosial (pasal 9 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 1992). Khusus bagi
Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program asuransi sosial, fungsi
dan tugasnya sebagai penyelenggaraan program tersebut dituangkan dalam
peraturan pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu
program asuransi sosial yang telah diputusakan untuk dilaksanakan oleh
pemerintah. Oleh karena itu bagi BUMN yang dimaksud tidak perlu memperoleh
izin usaha dari menteri keuangan.101[2]

100[1] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm.72.
101[2] Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Asuransi Indonesia,( Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm. 26.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 181

Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 undangundang nomor 2 tahun 1992 harus dipenuhi persyaratan mengenai yang terdapat
pada ayat 2 yaitu:
a.
Anggaran dasar
b.
Susunan organisasi
c.
Permodalan
d.
Kepemilikan
e.
Keahlian dibidang peransuransian
f.
Kelayakan rencana kerja
g.
Hal-hal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha
peransuransian secara sehat.102[3]
Keahlian dibidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup
antara lain keahlian dibidang aktuaria, underwriting, manajemen resiko, penilaian
kerugian asuransi, dan sebagainya sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang
dijalankan.
Dalam hal ini terdapat kepemilikan hak asing, maka untuk memperoleh izin usaha
wajib dipenuhi persyarat dalam ayat 2 serta ketentuan mengenai batas kepemilikan
dan kepengurusan pihak asing pasal 9 ayat 3 undang-undang nomor 2 tahun
1992.103[4]
Dalam pengertian batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing termasuk pula
pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan
perasuransian Nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri. Pemberian
izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap yaitu:
a.
Pemberian persetujuan prinsip.
b.
Pemberian izin usaha.
Akan tetapi, persetujuan prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuari tidak
diperlukan. Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 tahun. Apabila dalam
jangka waktu tiga bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan
perasuransian bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya, maka izin usaha
perasuransian dapat dicabut.104[5]

102[3] Ibid, hlm. 26.


103[4] Undang-undang No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
104[5] Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha perasuransian
Pasal 9 dan Pasal 10.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 182

2. Fungsi dan Tujuan Asuransi


a.
Fungsi
1) Pengalihan Resiko; Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan
resiko/kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai Original Risk Bearer
kepada satu atau beberapa penanggung
(a risk transfer mechanism). Sehingga
ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai
akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang
pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan
syarat pembayaran premi.
2) Penghimpun Dana; Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis)
yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang
dihimpun tersebut berupa premi atau biaya berasuransi yang dibayar oleh
tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut
berkembang, yang kelak akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang
mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.

3) Premi Seimbang; Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi


yang dilakukan oleh masing masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable
premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung
berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai
Pertanggungan.

b.
Tujuan
1) Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu
pihak.
2)
Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan
banyak tenaga, waktu dan biaya.
3) Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang
jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang
timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
4) Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan
jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
5) Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi
jiwa.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 183

3. Prinsip Dasar Asuransi


Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
a.
Insurable interest, adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu
hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui
secara hukum. Jadi, Anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang
diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi
musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut.
b.
Utmost Good Faith, adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara
akurat dan lengkap, semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan
diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si penanggung harus dengan
jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat dan kondisi
dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan
benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
c.
Proximate Cause, adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan
rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu
yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan independen. Jadi apabila
kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka
pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu
rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau
kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab
kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu
rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus.
d.
Indemnity, adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan
kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi
keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253
dan dipertegas dalam pasal 278).
e.
Subrogation, adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada
penanggung setelah klaim dibayar. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung
telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan
menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak
ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".
f.
Contribution, adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya
yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap
tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. Anda dapat saja mengasuransikan
harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 184

kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip
kontribusi.105[6]
4. Kegiatan Usaha Lembaga Asuransi
Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian, dibagi atas:
a.
Usaha Asuransi
Yang mana kegiatan usaha asuransi ini baik asuransi jiwa, kerugian dan
reasuransi,106[7] adalah dalam setiap pemasaran program asuransi harus
diungkapkan informasi yang relevan, tidak ada yang bertentangan dengan
persyaratan dicantumkan dalam polis. Pemasaran program asuransi adalah setiap
kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung dilakukan untuk menarik calon
bertanggung, termasuk kegiatan promosi, iklan, brosur, dan propektus. Pasal 18
peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992 menentukan bahwa perusahaan asuransi
harus lebih dahulu melaporkan kepada menteri keuangan setiap program asuransi
baru yang dipasarkan. Perusahaan asuransi dilarang memasarkan program asuransi
baru yang tidak memenuhi ketentuan pasal 19 dan pasal 20 23 peraturan
pemerintah nomor 73 tahun 1992.
Sedangkan kegiatan asuransi social hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN
terhadap perusahaan yang menyelenggarakan program yang berlaku ketentuan
mengenai pembinaan dan pengawasan dalam undang-undang pasal 14 Nomor 2
tahun 1992. Perusahaan yang menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu
asuransi jiwa atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya.107[8]
b.
Usaha penunjang usaha asuransi, terdiri dari:
1) Usaha pialang asuransi yang mana kegiatanya memberikan jasa perantara dalam
penutupan kontrak asuransi dan penanggulangan penyelesaian ganti rugi asuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Usaha penilaian kerugian asuransi, memberikan jasa penilaian terhadap kerugian
pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
3) Usaha konsultan aktuari yang memberikan jasa segala jenis perhitungan
matematis yang berkenaan dengan asuransi.

105[6] http://nunite.blogspot.co.id/2013/03/pengetahuan-dasar-tentang-asuransi.html, pukul 14.00


106[7] Drs. Herman Darmawi, Manajemen Asuransi,( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), hlm. 27.
107[8] Abdulkadir Muhammad, Op cit, hlm 36-38.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 185

4) Usaha agen memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa


asuransi untuk dan atas nama penanggung.
5. Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Asuransi
Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Selanjutnya, dalam pasal 11 dinyatakan pula bahwa pembinaan dan pengawasan
perusahaan perasuransian tersebut meliputi:
a.
Kesehatan keuangan, bagi perusahaan asuransi jiwa, kerugian, dan reasuransi,
meliputi: Batas Tingkat Solvabilitas; Retensi Sendiri; Reasuransi; Investasi; Cadangan
teknis; Lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
b.
Penyelenggaraan usaha, yang meliputi syarat-syarat polis asuransi; tingkat
premi; penyelesaian klaim; persyaratan keahlian di bidang perasuransian; Hal-hal
lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha.
Pembinaan dan pengawasan seperti tersebut di atas termasuk jenis pengawasan
"aktif". Sedangkan pengawasan "pasif" dapat dilakukan melalui kewajiban-kewajiban
perusahaan asuransi, yang terdiri dari:
a.
setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan neraca perhitungan
laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada menteri
b.
setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan operasional kepada
menteri
c. setiap perusahaan asuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan
laba rugi perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran
luas
d.
khusus
untuk
asuransi
jiwa,
perusahaan
asuransi
wajib
menyampaikan laporan investasi kepada menteri.
Dalam Keputusan Presiden RI Nomor. 40 Tahun 1989 Tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian, diatur bahwa yang berwenang mengadakan pembinaan dan
pengawasan usaha asuransi adalah Menteri Keuangan. Pembinaan dan pengawasan
tersebut ditujukan untuk semua perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi,
perusahaan Broker Asuransi dan Adjuster Asuransi. Terdapat lembaga syariah yang
melakukan pembinaan dan pengawasan perusahaan asuransi syariah di Indonesia,
yaitu Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, dan Badan Arbitrase
Syariah Nasional.
6. Polis dan Premi Asuransi
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 186

Dalam hukum asuransi, dikenal kata polis dan premi.


a.
Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya
kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang
mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan polis.
Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti
tertulis.108[9]
b.
Premi Asuransi
Premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana
hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti
kerugian yang diderita tertanggung.
Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah pertanggungan,
dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung terhadap resiko
yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan tetapi hal ini
dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.109[10]

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan,


1.
Pengertian otentik tentang asuransi yang saat ini berlaku adalah sebagaimana
tercantum dalam UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian.

108[9] R adiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, (Jakarta : Lembaga Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen, 1995),hlm. 59.
109[10] Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang
Fakultas Hukum UGM, 1990), hlm. 41.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 187

2.
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin
usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan
program asuransi sosial.
3.
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
Insurable interest, Utmost Good Faith, Proximate Cause, Indemnity, Subrogation, dan
Contribution.
4.
Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian, dibagi atas usaha asuransi dan usaha penunjang usaha
asuransi.
5.
Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan
pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
6. Dalam hukum asuransi, dikenal kata polis dan premi.

B.
SARAN
Dalam makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Di sini penulis juga minta
maaf kepada pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah
ini atau ada persepsi yang berbeda dari pembaca, kami harap untuk dapat
dimaklumi.
Selain itu kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
agar kami sebagai penulis bisa memperbaikinya untuk masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

K. Lubis, Suhrawardi. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.


Muhammad, S.H., Prof. Abdulkadir. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Undang-undang No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 188

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan usaha


perasuransian Pasal 9 dan Pasal 10.
http://nunite.blogspot.co.id/2013/03/pengetahuan-dasar-tentang-asuransi.html, pukul
14.00
Darmawi, Drs. Herman. 2001. Manajemen Asuransi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purba, R adiks. 1995. Memahami Asuransi di Indonesia. Jakarta : Lembaga Pendidikan
dan Pembinaan Manajemen.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. 1990. Hukum Pertanggungan. Yogyakarta: Seksi
Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM.

HUKUM TENTANG ASURANSI


Pengertian
Asuransi
Menurut
Undang-Undang
No.2
Tahun
1992
Pasal
1
:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Menurut
Pasal
246
KUHD:
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya
karena
suatu
peristiwa
yang
tak
tertentu.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi
(tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 189

resiko
dari
nasabah
kepada
perusahaan
asuransi.
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai
dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang
mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss).
Misalnya
:
1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat
sambaran
petir,
kelalaian
manusia,
arus
pendek.
2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena
pencurian.
3.
Meninggal
atau
cedera
akibat
kecelakaan,
sakit.
4.
Banjir,
Angin
topan,
badai,
Gempa
bumi,
Tsunami
Tiga
hal
dalam
Asuransi,
yaitu:
1. Penanggung: pihak yang berjanji membayar jika peristiwa pada unsur ke tiga
terlaksana.
2. Tertanggung: pihak yang berjanji membayar uang kepada pihak penanggung.
3.
Suatu
peristiwa
belum
tentu
akan
terjadi
(evenement)
Unsur-unsur
Pasal
246
KUHD,
yaitu:
1.
Adanya
kepentingan
(Psl
250
jo
268
KUHD)
2.
Adanya
peristiwa
tak
tentu
3.
Adanya
kerugian

PERJANJIAN
ASURANSI
Perjanjian asuransi adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan
kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, serta besarnya dana yang bisa
diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan.
Syarat
Syahnya
Perjanjian
Asuransi,
yaitu:
1)
Diatur
dalam
Psl
1320
KUHPdt
2) Ditambah ketentuan Psl 251 KUHD ttg pemberitahuan (notification), ykni
tertanggung wajib memberitahukan kpd penanggung mengenai keadaan obyek
asuransi.
Apabila
lalai
maka
pertanggungan
menjdi
batal.
Saat
terjadinya
Perj.
Asuransi
1) Asuransi bersifat konsensual-perjanjian harus dibuat tertulis dlam suatu akta yg
disebut
Polis
(Psl
255
ayat
(1)
jo
258
(1)
KUHD)
2) Pembuktian adanya kata sepakat polis belum ada pembuktian dilakukan dg sgl
catatan,
nota,
surat
perhitungan,
telegram
3) Pembuktian janji-janji dan syarat-syarat khusus harus tertulis dalam polis, jika
janji-janji/syarat2 khusus tidak tercantum dlm polis maka janji2 tsb diaggap tdk ada
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 190

(batal).
Objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa dan
raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain yang
mungkin
hilang,
rusak,
atau
berkurang
nilainya.
Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi meliputi hal-hal
berikut:
1.
Subjek
hukum,
yaitu
pihak
penanggung
dan
tertanggung.
2.
Substansi
hukum
berupa
mengalihan
risiko.
3. Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan yang melekat padanya yang
bisa
dinilai
dengan
uang.
4. Adanya peristiwa tidak tentu yang mungkin terjadi (evenement).
Sebuah perjanjian asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri.
2.
Adanya
kecakapan
untuk
membuat
suatu
perjanjian.
3.
Adanya
hal
tertentu
yang
menjadi
sebab
yang
halal
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu
pihak
yang
tak
terduga
2. Meningkatkan efisiensi dalam penanganan dan pengawasan terhadap suatu
barang atau objek untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu
dan
biaya.
3. Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau
perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya
(resiko)
ke
perusahaan
asuransi
4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang
jumlahnya
tidak
tentu
dan
tidak
pasti.
5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan
jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi
jiwa.
7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha
8. Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi risiko yang tidak
terduga.
9. Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu yang tak terprediksi menjadi
biaya
yang
jumlahnya
tertentu.
10. Dalam kaitannya dengan hubungan bisnis, asuransi yang dimiliki pihak
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 191

tertanggung memberi kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan


bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit, sewa beli, dan sebagainya.
11. Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang
dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah
yang
lebih
besar.
PERBEDAAN
ASURANSI
DENGAN
PERJUDIAN
1. Thd perjudian/pertaruhan UU tdk memberikan akibat hukum. Dari perjudian yg
timbul adlh naturlijke verbintenis, sdgkan dari asuransi timbul suatu perikatan
sempurna.
2. Kepentingan dalam asuransi adalah karena adanya peristiwa tak tentu itu utk tdk
terjadi, di luar/sebelum ditutup perjanjian. Sdgkan perjudian kepentingan atas
peristiwa tdk tentu itu baru ada pd kedua belah pihak dengan diadakannya
perjudian/perj
pertaruhan.
LANDASAN
HUKUM
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk
hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri
Keuangan,
di
antaranya
sebagai
berikut.
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
4. KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan
Asuransi
dan
Perusahaan
Reasuransi.
5. KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan
Penunjang
Usaha
Asuransi.
6. KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
7.
KUHPerdata
8.
KUHD
(Ps.
246
s/d
308)
9. Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
10. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 ttg Ketentuan & Tata
Cara
Pelaksanaaan
Usaha
di
Bidang
Asuransi
Kerugian
11.
KMK
RI
No.
1250/KMK.013/1988
ttg
Usaha
Asuransi
Jiwa.
PREMI
DAN
POLIS
Dalam hukum asuransi, dikenal kata premi dan polis. Berikut ini adalah
penjelasannya.
Premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung
atas jasanya mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 192

dipenuhi oleh tertanggung dan bisa dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.
Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis
dalam sebuah akta tertentu yang menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian
tersebut. Akta ini disebut polis dan digunakan sebagai alat bukti perjanjian
pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak tertanggung.

Polis
sebagai
Bukti
Tertulis
Isi
Polis
(kecuali
asuransi
jiwa)/Psl
256
KUHD:
1.
Hari
pembuatan
perjanjian
asuransi
2.
Nama
tertanggung,
utk
diri
sendiri
atau
utk
org
ketiga.
3.
Uraian
yg
jelas
mengenai
benda
obyek
asuransi
4.
Jumlah
yg
dipertanggungkan.
5.
Bahaya2
yg
ditanggung
oleh
penanggung.
6. Saat bahaya mulai berjalan & berakhir yg menjadi tanggungan penanggung.
7.
Premi
asuransi
8. Umumnya semua keadaan yg perlu diketahui oleh penanggung & segala syarat yg
diperjanjikan
antara
pihak-pihak.
Dlm polis juga hrs dicantumkan isi polis dr berbagai asuransi yg diadakan lebih
dahulu (sebelumnya), dg ancaman batal jika tidak dicantumkan (Psl 271, 272, 280,
603,
606,
615
KUHD).
Jenis-jenis
Polis,
yaitu:
Polis
maskapai
Polis
bursa
(Amsterdam
&
Rotterdam)
Polis
Lloyds
Polis
perjalanan
(voyage
policy)
Polis
waktu
(time
policy)
Klausula
dalam
Polis,
yaitu:
Klausula
Premier
Risque
Klausula
All
Risk
(kecuali
276
&
249
KUHD).
Klausula
sudah
mengetahui
Klausula
renuntiatie
(renunciation)
Klausula
from
Particular
Average
(FPA)
Klausula
with
Particular
Average
(WPA)
Asuransi
untuk
Pihak
Ketiga,
yaitu:
Harus dinyatakan dg tegas dlm polis, jika tidak tertanggung dianggap telah
diadakan
utk
dirinya
sendiri.
Cara
mengadakan
asuransi
pihak
ke
3:
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 193

1.
Pemberian
kuasa
umum
(general
autorization)
2.
Pemberian
kuasa
khusus
(Special
autorization)
3.
Tanpa
Kuasa
(without
autorization)
Kewajiban
Pemberitahuan
dari
Tertanggung,
yaitu:
Syarat
syahnya
pertanggungan/asuransi
Setiap pemberitahuan yg keliru atau tdk benar, atau setiap tdk memberitahukan
hal-hal yg diketahui oleh tertanggung walaupun dg itikad baik, shg seandainya
penanggung setelah dia mengetahui keadaan sebenarnya benda itu dia tdk akan
mengadakan asuransi, atau dg syarat2 yg demikian itu, mengakibtkan batalnya
asuransi.
Pembatasan
Tanggung
Jawab
Penanggung
(Eksonerasi),
yaitu:
Cacat
sendiri
pada
benda
pertanggungan
Kesalahan
tetanggung
sendiri
Eksonerasi
karena
pemberatan
risiko
Obyek
Asuransi
Benda dan jasa, jiwa dan raga kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta
semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya.
Pembagian
Jenis
Asuransi,
yaitu:
1.
Asuransi
Kerugian
2.
Asuransi
Jumlah
(sejumlah
uang)
3.
Asuransi
Campuran
Jenis
Asuransi
Menurut
Psl
247
KUHD
antara
lain:
1.
Asuransi
thd
bahaya
kebakaran.
2. Asuransi thd bahaya yg mengancam hasil pertanian yg belum dipaneni.
3.
Asuransi
jiwa.
4.
Asuransi
thd
bahaya
di
laut.
5.
Asuransi
pengangkutan
darat
&
perairan
darat.
Prinsip-Prinsip
dlm
Asuransi,
yaitu:
1. Prinsip Kepentingan yg dapat diasuransikan (insurable interest) : hak subyektif yg
mungkin
akan
lenyap
atau
berkurang
krn
peristiwa
tdk
tentu.
2.
Prinsip
Itikad
Baik
(Utmost
Goodfaith)
3.
Prinsip
Keseimbangan
(Idemniteit
Principle)
4.
Prinsip
Subrograsi
(Subrogration
Principle)
5.
Prinsip
Sebab
akibat
(Causaliteit
Principle)
6.
Prinsip
Kontribusi
7.
Prinsip
Follow
the
Fortunes,
berlaku
bg
re-asuransi.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 194

Perbedaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Asuransi
Hal

Evenemen

Kerugian
dan
Para
yg
Prestasi
Asas
(peristiwa

Asuransi

tdk

Jumlah,

yaitu:
pihak
dipertanggungkan
penanggung
Kepentingan
indemnitas
menentu)

Jenis
Usaha
Perasuransian,
yaitu:
1. Usaha Asuransi Kerugian, jasa dlm penanggulangan risisko atas kerugian,
kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hk kpd pihak ketiga, yg timbul dr peristiwa
tdk
pasti.
2. Usaha Asuransi Jiwa, jasa dalam penanggulangan risiko yg dikaitkan dg
hidup/matinya
seseorang
yg
dipertanggungkan.
3. Usaha Reasuransi yg memberikan jasa dalam pertanggungan ulang thd risiko yg
dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
Jenis
1.
2.
3.
4.
5.

Usaha
Usaha
Usaha
Usaha
Usaha
Usaha

Penunjang

Penilaian

Asuransi,
Pialang
Pialang
Kerugian
Konsultan
Agen

yaitu:
Asuransi.
Reasuransi.
Asuransi.
Aktuaria.
Asuransi.

Bentuk
Hukum
Usaha
Asuransi
1.
Perusahaan
Perseroan
(Persero).
2.
Koperasi.
3.
Perseroan
Terbatas.
4.
Usaha
Bersama
(Mutual)
Catatan: Usaha konsultan atuaria & agen asuransi dpt dilakukan oleh perusahaan
perorangan.
Kepemilikan
Perusahaan
Perasuransian
Perusahaan
Asuransi
hanya
dapat
didirikan
oleh:
1. WNI dan atau badan hukum Indonesia yg sepenuhnya dimiliki WNI dan atau BH
Indonesia.
2. Perusahaan perasuransian yg pemiliknya sbgmn angka 1 di atas, dg perusahaan
perasuransian
yg
tunduk
pd
hk
asing.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 195

Perijinan
Usaha
Asuransi,
yaitu:
1. Setiap usaha perasuransian wajib mdpt izin usaha Menteri Keuangan, kecuali bagi
perusahaan
yg
menyelenggarakan
Program
Asuransi
Sosial.
2.
Pemberian
ijin
harus
dipenuhi
persyaratan:
a.
Anggaran
dasar.
b.
Susunan
organisasi
c.
Permodalan.
d.
Kepemilikan.
e.
Keahlian
di
bidang
perasuransian.
f.
Kelayakan
rencana
kerja.
g. Hal-hal lain yg diperlukan utk mendukung pertumbuhan usaha peransuransian
secara
sehat.
Pembinaan
&
Pengawasan
Usaha
Perasuransian
meliputi:
1. Kesehatan Keuangan (batas tingkat solvabilitas, retensi sendiri, reasuransi,
investasi, cadangan teknis dan ketentuan lain yg berhubungan dg kesehatan
keuangan.
2. Penyelenggaraan usaha asuransi (syarat2 Polis, tingkat premi, penyelesaian klaim,
persyaratan kehlian di bidang persuransian, ktt-an lain yg berhubungan dg
penyeleggaraan
usaha.
Kejahatan
Perasuransian,
yaitu:
1.
Menjalankan
usaha
perasuransian
tanpa
ijin
2.
Penggelapan
premi
asuransi
3.
Penggelapan
kekayaan
perusahaan
asuransi
4. Penerima, penadah, pembeli, penjual kembali, pengagun kekayaan perusahaan
asuransi
hasil
penggelapan
5.
Pemalsuan
dokumen
perusahaan
asuransi
6. Tindak pidana yg dilakukan oleh atau atas nama nama badan hukum/bukan BH.
Kepailitan
&
Likuidasi
Perusahaan
Asuransi,
yaitu:
1. Menteri Keuangan dapat memintakan kepada pengadilan agar perusahaan ybs
dinyatakan
pailit.
2. Hak pemegang Polis atas pembagian harta perusahaan asuransi yg dilikuidasi
merupakan
hak
utama.
Tuntutan
Keperdataan,
yaitu:
Terhadap perusahaan perasuransian yg tdk memenuhi ketentuan UU No. 2 Th 1992
dan peraturan pelaksanaannya sehingga merugikan pihak lain dimungkinkan utk
dituntut
secara
perdata
supaya
mengganti
kerugian.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 196

ASURANSI
KEBAKARAN
Memberikan pertanggungan pada harta benda berupa gedung/bangunan rumah,
kantor, hotel, pabrik, toko, dan lain-lain, berikut isinya (perabotan, perlengkapan,
furniture, mesin-mesin, persediaan bahan baku serta barang jadi dan lain-lain)
terhadap kemungkinan kerugian yang disebabkan oleh resiko kebakaran, kejatuhan
pesawat
terbang,
sambaran
petir,
peledakan
dan
asap.
Jenis asuransi kerugian yang memberikan jaminan/ganti rugi terhadap bangunan
atau isinya akibat kebakaran. Resiko-resiko yang dijamin didalam polis Asuransi
Kebakaran
terdiri
dari
2
(dua)
bagian
besar
yaitu
:
A.
Jaminan
Standar
Asuransi
Kebakaran
1. Kebakaran : Kebakaran yang ditimbulkan oleh api sendiri, akibat kurang hati-hati
kesalahan pelayan sendiri, tetangga, perampok, ataupun sebab lainnya.
2. Petir : Kerusakan dan/atau kerugian terhadap harta benda yang
dipertanggungjawabkan
akibat
tersambar
petir.
3. Peledakan : Segala macam ledakan terkecuali ledakan yang ditimbulkan atau
disebabkan
oleh
tenaga
nuklir
4. Kejatuhan pesawat terbang : Kerusakan dan/atau kerugian atas harta benda yang
dipertanggungkan akibat Kejatuhan Pesawat Terbang atu Benda-benda yang jatuh
dari
Pesawat
Terbang.
5. Asap : Asap yang berasal dari kebakaran harta benda dan/atau kepentingan yang
dipertanggungkan
B.
Jaminan
Tambahan
atau
Perluasan
Dengan tambahan Premi, maka jaminan Standard Asuransi Kebakaran Indonesia
dapat
diperluas
dengan
jaminan
tambahan
yang
diinginkan.
Jaminan
Terhadap
Kerusakan
Akibat
:
1. Kerusuhan dan Pemogokan, Kerusakan akibat Perbuatan Jahat, Tertabrak
Kendaraan.
2.
Angin
Topan,
Badai,
Banjir,
dan
Kerusakan
Akibat
Air.
3.
Tanah
Longsor
4.
Biaya-biaya
Pembersihan
Puing

Objek
Pertanggungan
Objek Pertanggungan untuk jenis Asuransi Kebakaran ini adalah segala jenis
Bangunan dengan segala macam kegunaan (okupasi), dan/atai isinya (diluar harga
tanah).
Tertanggung
Yang dapat menjadi tertanggung dalam polis Asuransi Kebakaran adalah Setiap
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 197

orang pemilik Bangunan dan / atau isinya Bank atau Lembaga Keuangan lainnya
yagn memberikan dana untuk pembelian dan bangunan dimaksud dijadikan
agunannya.
Data atau Informasi yang Diperlukan Dalam Penutupan Asuransi Kebakaran adalah :
1. Fungsi atau kegunaan bangunan (proses produksi yang ada dalam bangunan
tersebut).
2.
Lokasi
atau
letak
bangunan.
3. Nilai Bangunan, isi (isi bangunan ini dapat berupa mesin, stock barang, dan lainlain).
4. Perkiraan luas bangunan dan luas lahan dimana bangunan itu berdiri
5. Kondisi lingkungan sekitar letak bangunan (kiri, kanan, dengan maupun belakang
dari
bangunan
itu
berdiri).
6. Komponen pembentukan dari bangunan (seperti atap, dinding, lantai, tiang,
tangga,
rangka
dan
lain-lain)
juga
diperlukan
untuk
diketahui.
7. Informasi lain yang berkaitan dengan kepemilikan dari penghuni bangunan
tersebut
(apakah
pemilik
atau
penyewa,
dan
lain-lain).
Prosedur
Klaim
:
1. Memberikan laporan melalui telepon 1x 24 jam, disusulkan dengan laporan tertulis
serta
melengkapi
dokumen
pendukung
2.
Surat
pengajuan
klaim.
3.
Estimasi
klaim
yang
diajukan.
4. Bila diperlukan Perusahaan Asuransi akan menunjuk Lost Adjusters untuk
melakukan
penelitian
dan
perhitungan
kerugian
Lingkup
Jaminan
Asuransi
Kebakakaran
Polis
Standar
Kebakaran
Indonesia
(PSKI)
Polis yang dipakai dasar perjanjian asuransi kebakaran di Indonesia saat ini adalah
Polis Standar Kebakaran Indonesia dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia
dan
disingkat
namanya
menjadi
PSKI.
Sebab-sebab
terjadinya
kebakaran
ada
3
(tiga)
faktor
:
1
Faktor
manusia
(sabotase,
sembrono)
2.
Faktor
alat/mesin
(gesekan,
sambung
singkat)
3.
Faktor
alam
(gunung
berapi,
petir)
Luas
jaminan
PSKI
adalah
sebagai
berikut
:
1.
Akibat
kebakaran
2.
Akibat
petir
3.
Akibat
ledakan
4.
Akibat
kejatuhan
pesawat
terbang
5.
Akibat
asap
Sebagaimana diketahui, bahwa beberapa hal yang dikecualikan (tidak dijamin)
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 198

adalah
antara
lain
akibat-akibat
dari
:
1.
Kerusuhan
dan
perampokan.
2.
Gempa
bumi/letusan
gunung
berapi.
3.
Angin
topan.
badai,
banjir
dan
kerusakan
akibat
air.
4.
Arus
pendek.
5.
Tanah
longsor.
6. Gangguan usaha akibat kebakaran (kerugian akibat tidak langsung).
7.
Kebakaran
yang
timbul
dari
sifat
barang
itu
sendiri.
8. Pencurian atau kehilangan barang pada saat terjadinya peristiwa kebakaran.
9.
Kesengajaan
tertanggung,
pelayan
atau
karyawan
Tertanggung.
10. Diakibatkan oleh kebakaran hutan, semak, alang-alang dan gambut.
11. Akibat perang, penyerbuan, aksi musuh, dan sebagainya (lihat polis).
12.
Reaksi
nuklir.
Namun demikian, apabila Tertanggung menghendaki hal-hal yang dikecualikan
tersebut ikut dijamin, maka antara Tertanggung dan Perusahaan Asuransi dapat
mengadakan
perjanjian
tambahan,
misalnya
:
a)
Kerusuhan,
Huru-hara,
Terrorisme
&
Sabotase
b)
Tanah
Longsor,
c)
Banjir,
Genangan
Air,
Angin
Topan
dan
Badai,
d)
Biaya
Pempersihan,
e)
Gempa
Bumi
(dengan
polis
tersendiri).
Cara
Mengasuransikan
Asuransi
Kebakaran
:
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mempertanggungkan sesuatu terhadap
asuransi
kebakaran
adalah:
1. Menghubungi Penisahaan Asuransi/mengisi formulir yang disediakan
2. Petugas asuransi melalui survey atas obyek yang akan diasuransikan
Pada
survey
tersebut
akan
dilihat
antara
lain
tentang
:
a)
Penggunaan
bangunan/tempat
barang
yang
akan
diasuransikan
b)
Jenis
barang
yang
akan
diasuransikan.
c)
Konstruksi
bangunan.
d)
Alat
pengaman/pemadam
kebakaran.
e)
Harga
pertanggungan
masing-masing
barang
yang
bersangkut
f)
Keadaan
sekeliling
masing-masing
bangunan
tersebut.
3. Berdasarkan hasil survey tersebut perusahaan asuransi akan membuat
keputusan
tentang
:
a)
Setuju
tidaknya
atas
pertanggungan
tersebut.
b)
Besamya
premi
yang
harus
dibayar
oleh
Tertanggung.
4.
Setelah
itu
barulah
polis
dan
kwitansinya
dibuat.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 199

Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
adalah
:
1.
Mengisi
SPPA
dengan
baik
dan
sejujumya
2. Mengasuransikan barang/bangunan sebaiknya seharga pasaran (nilai sehat)
3. Untuk menentukan harga pasaran (nilai sehat) suatu bangunan hendaknya tidak
dipengamhi oleh nilai jual beli misalnya karena daerah elit maka harganya lebih
mahal, melainkan cukup dengan biaya membangun. Perlu dicatat pula, bahwa nilai
tanah tidak perlu dimasukkan, karena wataupun terjadi kebakaran tidak akan
musnah.
4. Perlu dipertimbangkan, selain dari jaminan yang terdapat dalam polis tandar yaitu
resiko kebakaran, peledakan. sambaran petir dan kejatuhan esawat terbang apakah
perlu
dimintakan
perluasan
dengan
resiko
:
a)
Kerusuhan,
Huru-hara,
Terrorisme
&
Sabotase
b)
Tanah
Longsor,
c)
Banjir,
Genangan
Air,
Angin
Topan
dan
Badai,
d)
Biaya
Pempersihan,
e)
Gempa
Bumi
(dengan
polis
tersendiri).
C.
Prosedur
Pengajuan
Ganti
Rugi
Asuransi
Kebakaran
Berdasarkan azas Indemnity, asuransi hanya dapat menempatkan kembali
Tertanggung yang telah mengalami musibah kepada keadaan finansial sesaat
sebelum terjadinya musibah tersebut. Jadi Tertanggung tidak dibenarkan mencari
atau
mendapat
keuntungan
dari
klaim
asuransi.
Adapun prosedurnya apabila terjadi kerugian, Tertanggung harus segera
memberitahukan kepada pihak Penanggung tentang kejadian musibah yang dialami
dan selanjutnya, dan selanjutnya memberi keterangan tertulis tentang hal ihwal yang
diketahui
mengenai
kejadian
kerugian.
Dokumen yang harus dilakukan dan dilengkapi untuk pengajuan suatu
tuntutan/klaim
asuransi
kebakaran
antara
lain
:
1.
Pemberitahuan
Anda harus segera melaporkan kejadian kepada Penanggung (pihak asuransi).
Laporan pendahuluan ini bisa disampaikan secara lisan atau surat, teleks, faksimili,
dan
lain-lain.
2.
Laporan
kerugian
Selanjutnya Anda harus mengisi laporan / keterangan tertulis yang memuat halikhwal yang Anda ketahui mengenai kerugian / kerusakan yang diakibatkan oleh
peristiwa tersebut, dan blanko tersebut disiapkan oleh Penanggung (Perusahaan
Asuransi).
1. Tempat, tanggal, dan waktu terjadinya kebakaran / kerusakan
2.
Sebab-sebab
kebakaran
/
kerusakan
3. Besarnya kerugian menurut taksiran tertanggung yang dilengkapi dengan segala
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 200

sesuatu
yang
terbakar,
musnah,
hilang,
rusak
dan
terselamatkan
4. Informasi lainnya yang menurut tertanggung perlu disampaikan kepada pihak
asuransi
3.
Dokumen
pendukung
klaim
Tertanggung harus menyerahkan dokumen pendukung klaim kepada penanggung,
misanya buku-buku catatan, foto-foto kerugian, laporan dari BMG, dan sebagainya.
4.
Penelitian
Polis
Setelah menerima pemberitahuan adanya kerugian, penanggung akan melakukan
penelitian
mengenai
keabsahan
(validitas)
polis,
yaitu
:
1. Apakah penanggung memiliki kepentingan atas obyek yang mengalami kebakaran
/
kerusakan
2. Apakah kebakaran / kerusakan terjadi dalam masa waktu pertanggungan
3.
Apakah
premi
telah
dilunasi
/
dibayar
5.
Penelitian
Klaim
Apabila validitas polis telah terkonfirmasi, selanjutnya penanggung akan melakukan
pemeriksaan
/
penelitian
di
lapangan
untuk
mengetahui
:
1.
Penyebab
terjadinya
kebakaran
/
kerusakan
2.
Tempat
terjadinya
kebakaran
/
kerusakan
3.
Jumlah
kerugian
yang
dialami
(taksiran)
4. Jumlah harga sisa dari bangunan / barang / mesin yang tidak terbakar / rusak
(taksiran)
5. Jika Anda kebetulan berada di tempat pada saat terjadinya peristiwa, maka Anda
wajib
:
6. Menyelamatkan dan menjaga harta benda yang dipertanggungkan dan atau
kepentingan yang dipertanggungkan, serta mengijinkan orang lain menyelamatkan
dan
menjaga
harta
benda
dan
atau
kepentingan
tersebut.
7. Memberikan bantuan sepenuhnya kepada pihak asuransi atau wakilnya atau pihak
lain yang ditunjuknya untuk melakukan penelitian atas kerugian dan kerusakan
yang
terjadi.
8. Menjaga keselamatan harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan
yang
masih
bernilai.
Penunjukan
Loss
Adjuster
Dari hasil survei akan diketahui apakah klaim merupakan kasus sederhana atau
rumit. Bila sederhana, maka klaim akan ditangani sendiri oleh perusahaan, tetapi jika
rumit atau jumlahnya cukup besar atau penanganan klaim akan memakan waktu
lama, maka claim assessment diserahkan kepada Loss Adjuster yang ditunjuk oleh
penanggung
dengan
pemberitahuan
kepada
tertanggung.
Baik untuk kasus klaim yang ditangani sendiri maupun oleh Loss Adjuster,
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 201

tertanggung harus tetap menyediakan dokumen-dokumen pendukung klaim. Tahap


selanjutnya adalah penanggung mempelajari laporan dari Loss Adjuster.
Penyampaian
Dari proses penanganan klaim baik oleh penanggung sendiri maupun Loss Adjuster,
akan diketahui validitas klaim. Dalam hal klaim dianggap valid, penanggung akan
memberitahukan kepada tertanggung jumlah ganti rugi yang dibayar atau yang
menjadi tanggung jawab penanggung. Tetapi bila klaim dinyatakan invalid, maka
penanggung akan memberitahukan kepada tertanggung bahwa klaim ditolak disertai
alasannya. Jika jumlah ganti rugi yang dibayarkan tidak disepakati oleh tertanggung,
maka tertanggung berhak menunjuk Loss Accessor untuk menilai ulang kerugian
tersebut.
Penyelesaian
Setelah dicapai kesepakatan mengenai jumlah ganti rugi, pihak penanggung akan
mempersiapkan pembayaran klaim. Penanggung akan melaksanakan pembayaran
ganti rugi selambat-lambatnya sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan.

Risiko
dan
Evenement
Risiko yang dialihkan dari tertanggung kepada penanggung, dalam arti asuransi
adalah berupa kemungkinan terjadinya kerugian, serta batalnya sebagian atau
keseluruhan keuntungan yang diharapkan, yang diakibatkan oleh suatu kejadian
luar
biasa
yang
tidak
terprediksi,
di
luar
kekuasaan
manusia.
Peristiwa tidak terduga itu disebut evenement, sebuah peristiwa tidak terduga yang
menurut pengalaman normal tidak bisa dipastikan akan terjadi. Kalaupun peristiwa
tersebut bisa dipastikan terjadi, kematian misalnya, waktunya tidak bisa dipastikan.
Peristiwa tersebut juga berupa sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Jika terjadi,
akan
menimbulkan
kerugian
atau
membatalkan
keuntungan.
Dalam menghitung risiko yang ditanggungkan, perusahaan asuransi menerapkan
ilmu aktuaria yang menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas.
Prinsip
Dasar
Asuransi
Terdapat
6
prinsip
dasar
yang
harus
dipenuhi
dalam
asuransi.
1. Insurable interest, hak pertanggungan yang timbul dari sebuah hubungan
keuangan,
yang
diakui
secara
hukum.
2. Utmost good faith, mengungkapkan secara lengkap mengenai sesuatu yang
dipertanggungkan. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus jujur menjelaskan
mengenai
kondisi
objek
dan
luasnya
pertanggungan.
3. Proximate cause, adanya kejadian yang menyebabkan kerugian tanpa adanya
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 202

intervensi
atas
kejadian
tersebut.
4. Indemnity, kompensasi finansial yang disediakan penanggung untuk
mengembalikan tertanggung pada posisi finansial sesaat sebelum sebuah kejadian
enverement
terjadi.
5.
Subrogation,
hak
tuntut
dari
tertanggung
kepada
penanggung.
6. Contribution, hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya dalam bentuk
kerja
sama
atau
gotong
royong.

ASURANSI-ASURANSI
YANG
TIDAK
KHUSUS
(Sumber
:
Prof.
Dr.

DIATUR
Wirjono

KERUGIAN
DALAM
W.v.K
Prodjodikoro,
SH)

1.
Asuransi
pencurian
Yang harus dinamakan sebagai bencana yang dipikul resikonya oleh asurador ialah
bukan pencurian biasa, melainkan pencurian dengan merusak (imbraak-asuransi).
2.
Polis
dari
bursa
Karena oleh W.v,K tidak diadakan peraturan khusus mengenai asuransi pencurian
dengan merusak, maka dalam praktek yang diturut ialah polis yang dipakai di bursa
perdagangan, seperti misalnya polis pencurian dengan merusak, dari Bursa
Amsterdam
atau
dari
Antwerpen.
3.
Merusak
rumahnya
atau
lemari
besinya
Yang dimaksud dengan istilah merusak dalam pencurian ini adalah merusak rumah,
merusak lemari besinya. Dan dapat disamakan juga dengan merusak ialah
pemakaian kunci palsu untuk membuka pintu agar dapat masuk ke dalam rumah.
4.
Asuransi
pencurian
tanpa
merusak
Asuransi pencurian tanpa merusak ini sering diadakan sebagai bagian dari asuransi
pengakutan. Disebutkan dalam polis bahwa dijamin oleh asurador kehilangan
barang-barang angkutan itu karena tercuri di tengah jalan, juga jika dilakukan tanpa
merusak
apa-apa.
5.
Asuransi
kehilangan
(vermissing)
Lebih luas lagi, ialah asuransi kehilangan yang oleh asurador juga dijamin segala
macam
kehilangan,
meskipun
tanpa
pencurian.
6.
Asuransi
keselamatan
perusahaan
(bedrijfsverzekering)
Suatu perusahaan yang dalam pekerjaannya mempergunakan banyak buruh-buruh
dan mesin-mesin, memerlukan jaminan terhadap kerugian yang tidak hanya
disebabkan oleh kebakaran saja melainkan juga disebabkan oleh lain-lain bencana
seperti kerusakan mesin karena minyak atau bahan bakar lainnya yang tidak
diperoleh dengan cukup atau dengan tepat waktunya. Juga kerugian yang dapat
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 203

diderita
karena
adanya
pemogokan
dari
buruh.
7.
Obyek
asuransi
perusahaan
Obyek asuransi sebenarnya tidak tepat bila berwujud barang, seharusnya berwujud
bahwa
perusahaan
yang
harus
dapat
bekerja
normal.
8.
Penetapan
kerugian
Kalau perusahaan bekerja normal, maka dapat diharapkan adanya keuntungan.
Dengan demikian kerugian di sini berarti kehilangan keuntungan, keuntungan bisa
meliputi keuntungan kotor dan bersih. Hal ini pula yang harus dijelaskan dalam
perjanjian
asuransi
dan
besar
kecilnya
uang
premi.
9.
Kerugian
tidak
dapat
ditetapkan
waktu
itu
juga
Pada asuransi kerugian lain, setelah terjadi bencana maka kerugian pada barang
yang dijamin dapat segera diterapkan. Namun lain halnya dengan asuransi
perusahaan. Dalam hal ini harus diketahui besar kecilnya kerugian tergantung pada
berapa lama perusahaan macet dalam usahanya. Karena itu kerugian baru dapat
diterapkan bila perusahaan sudah bekerja lagi dan tidak seketika bencana terjadi.
Cara
menghitung
kerguian
ini
dinamakan
retrospectief.
10.
Bagaimana
kalau
perusahaan
berjalan
rugi?
Sebenarnya pada waktu sebelum bencana perusahaan dapat berjalan rugi, maka
harus diketahui harapan setelah bencana terjadi. Kalapun dalam harapan ruginya
akan bertambah, maka asurador tidak berkewajiban member ganti rugi, karena
adanya bencana malahan dihindarkan kerugian yang lebih banyak.
11.
Asuransi
pertanggungan
jawab
Dalam praktek sangat penting jika suatu asuransi yang menjamin kerugian yang
diderita sebagai akibat dari pertanggungan jawab si terjamin terhadap orang lain.
12.
Pertanggungan
jawab
atas
perbuatan
melanggar
hukum
Menurut hukum (hukum adat maupun maupun BW) orang berkewajiban member
ganti rugi bila melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechttmatige daad) dan
dengan demikian mengakibatkan orang lain menderita kerugian. Dalam BW hal ini
diatur
dalam
pasal
1365.
13.
Kesengajaan
pihak
terjamin
Asurador tidak akan menjamin bila dengan sengaja terjamin mengakibatkan
kerugian kepada orang lain. Jadi yang dijamin adalah pertanggungan jawab si
terjamin yang berdasarkan atas kesalahan, kurang hati-hati dan sebagainya.

14.
Pertanggungan
jawab
atas
kontrak
Kewajiban seseorang untuk mengganti kerugian tidak hanya berdasarkan atas suatu
perbuatan melanggar hukum, tetapi juga dapat berdasarkan atas tidak melaksanakan
suatu
perjanjian
atau
kontrak.
Bahan Ajar Hukum Asuransi | 204

15.
Acara
perdata
dalam
asuransi
pertanggungan
jawab
Bila dalam asuransi pertanggungan jawab terdapat perkara perdata, maka biasanya
asurador mengambil alih perkara sebagai tergugat. Prakteknya ialah bahwa
pengacara
dari
asurador
menjadi
kuasa
dari
si
terjamin.
16.
Reasuransi
Reasuransi termasuk golongan asuransi kewajiban membayar ganti kerugian
berdasarkan atas suatu perjanjian. Asurador akan mencari jaminan lagi terhadap
kemungkinan harus membayar uang asuransi kepada terjamin. Sampai pemberian
jaminan terpenuhi oleh asurador, maka akan dijamin oleh reasurador dan tergantung
pada
apa
yang
dijanjikan
antara
mereka.
17.
Clausule
to
pay
as
may
to
paid
Clausule ini sering dipakai dalam reasuransi, artinya ialah bahwa si reasurador
hanya berkewajiban membayar kerugian, apabila si asurador menurut hokum harus
membayar ganti kerugian. Bila kemudian asurador pailit dan tidak mampu
membayar uang asuransi seluruhnya atau sebagian maka reasurador berkewajiban
membayar, karena tidak layak, apabila reasurador mendapat untung sebagai akibat
pailitnya
asurador
pertama.
Sumber:
1.
kholil.staff.uns.ac.id/files/2010/03/hukum-asuransi.ppt
2.
http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-asuransi/
3.
http://www.anneahira.com/hukum-asuransi.htm
4.
http://education-lili.blogspot.com/2009/03/artikel-hukum-dan-asuransiasuransi.html

Adapun prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem hukum asuransi di antaranya :


1. Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransikan.
Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan tersebut dapat dijabarkan dari ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 20 KUHD yang menyatakan :
Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan
siapa untuk diadakan pertanggungan oleh orang lain, pada waktu diadakan pertanggungan tidak
mempunyai kepentingan terhadap benda yang dipertanggungkan maka penangguang tidak
berkewajiban mengganti kerugian.
Adapun kepentingan yang dapat diasuransikan berdasar Pasal 268 KUHD adalah semua kepentingan
yang dapat dinilai dengan sejumlah uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak dikecualikan
oleh undang-undang.
2. Prinsip Indemnitas
Melalui perjanjian asuransi penanggung memberikan suatu proteksi kemungkinan kerugian ekonomi
yang akan diderita tertanggung. Menurut H. Gunanto, prinsip indemnitas tersirat dalam Pasal 246
KUHD yang memberi batasan perjanjian asuransi (yakni asuransi kerugian) sebagai perjanjian yang

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 205

bermaksud memberi penggantian kerugian, kerusakan atau kehilangan (yaitu indemnitas) yang
mungkin diderita tertanggung karena menimpanya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya
perjanjian tidak dapat dipastikan.
Digunakannya prisip indemitas di dalam asuransi didasarkan pada asa di dalam hukum perdata,
yaitu larangan memperkaya diri secara melawan hukum atau memperkaya diri tanpa Hak
(onrechtmatige verrijking).
3. Asas Kejujuran Sempurna
Istilah kejujuran sempurna (terkadang disebut juga dengan istilah asas iktikad baik yang sebaikbaiknya) ini merupakan padanan istilah principle of utmost good faith atau umberrimafides.
Menurut H. Gunanto dalam kenyataannya asas yang oleh hukum Inggris disebut sebagai principle of
utmost good faith bukan soal iktikad baik sebagaimana diatur pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata,
melainkan soal cacat kehendak.berkaitan dengan asas kejujuran sempurna ini, Pasal KUHD
menyebutkan :
Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang tidak
diketahui oleh si tertanggung betapapun iktikad baik apa padanya, yang demikian sifatnya sehingga
seandainya penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup
atau ditutupnya dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.
4. Asas Subrogasi
Kerugian yang diderita seorang tertanggung akibat suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadi,
dilihat dari segi timbulnya kerugian tersebut, ada dua kemungkinan bahwa tertanggung dapat
menuntut kepada pihak ketiga yang karena kesalahannya menyebabkan terjadinya kerugian tersebut.
Sehubungan dengan Pasal 284 KUHD menyebutkan :
Penanggung yang telah membayar kerugian dari suatu benda yang telah dipertanggungkan
mendapat semua hak-hak yang ada pada si tertanggung kepada orang ketiga mengenai kerugian itu,
dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin dapat merugikan hak dari
penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.
Subrogasi menurut undang-undang hanya dapat berlaku apabila terdapat dua faktor, yaitu :
1. Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung juga mempunyai hak
terhadap pihak ketiga.
2. Hak-hak itu karena timbulnya kerugian.
5. Prinsip Kontribusi
Di dalam KUHD, prinsip kontribusi ini disimpulkan dari Pasal 278 yang menyebutkan :
Bilamana dalam polis yang sama oleh berbagai penanggung, meskipun pada hari-hari yang
berlainan, dipertanggungkan untuk lebih daripada harganya, maka mereka menandatangani, hanya
memikul harga sesungguhnya yang dipertanggungkan. Ketentuan yang sama berlaku, bilamana pada
hari yang sama, mengenai benda yang sama mengenai pertanggungan-pertanggungan yang
berlainan.
Prinsip kontribusi ini berlaku apabila terjadi double insurance. Asas kontribusi hanya berlaku dalam
hal-hal sebagai berikut:
1. Apabila polis-polis itu diadakan untuk resiko atau bahaya yang sama yang menimbulkan
kerugian itu.
2. Polis-polis itu mnutup kepentingan yang sama, dan tertanggung yang sama, dan terhadap benda
yang sama pula.
3. Polis-polis itu masih berlaku pada saat terjadinya kerugian.

Bahan Ajar Hukum Asuransi | 206

Anda mungkin juga menyukai