Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nabila Putri Damogalad

Nim : 20112028

Kelas : HES 5C

UJIAN TENGAH SEMESTER

MK ASURANSI SYARIAH

SOAL

1. Jelaskan pengertian asuransi dari segi bahasa dan istilah serta Pengertian menurut para ahli

2. Uraikan sumber hukum asuransi dari alqur'an, hadis, undang-undang, peraturan pemerintah dan
peraturanOJK

3. Uraikan pandangan ulama yang membolehkan dam mengharamkan asuransi

4. Uraikan perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensioanl dari segi sumber dana, pengelolaan
dana, pemyaran premi dan pembayaran klaeim

5. Uraikan apa yang dimaksud dana tabarru, bersumber dari mana dan untuk apa dalam asuransi syariah

6. Uraikan manajemen pengelolaan asuransi syariah

7. Uraikan prinsip utama asuransi syariah, dan bagaimana perkembangan asuransi syariah di Indonesia

8. Uraikan model kontrak dalam asuransi syariah

9. Uraikan cara menjaga agar asuransi syariah tetap syairia, serta resiko apa yang bisa terjadi

JAWAB

1. Secara etimologi, Asuransi berasal dari kata insurance yang definisikan sebagai pertanggungan.
Sedangkan secara terminologi, pengertian asuransi adalah suatu perjanjian antara tertanggung
ataupun nasabah dengan penangggung ataupun perusahaan asuransi.Sedangkan dalam bahasa
Belanda “Asuransi” yakni “assurantie“. Dalam hukum Belanda disebut “Verzekering“, yang
berarti pertanggungan. Istilah demikian berkembang menjadi “assuradeur” yang berarti
penanggung dan tertanggung disebut dengan “geassureerde“. Sedangkan dalam Bahasa Arab
disebut dengan “At-ta’min“. Pihak demikian yang menjadi penanggung asuransi disebut dengan
“mu’ammin” dan pihak.
Pengertian asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional
Berdasarkan Fatwa DSN MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Pengertian asuransi syariah menurut Wahbah az-Zuhaili


Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa asuransi syariah dibagi berdasrkan prinsip pembagiannya,
yaitu at-ta’min at-ta’awuni dan at-ta’min bi qist sabit. At-ta’min at-ta’awuni memiliki arti
asuransi bersifat tolong-menolong. Asuransi syariah adalah kesepakatan beberapa individu untuk
membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi saat salah satu di antara mereka mendapatkan
musibah atau kemudharatan. At-ta’min bi qist sabit artinya asuransi pembagiannya dilakukan
secara tetap.
2. Dasar hukum asuransi dalam hadis dan ayat Al-Qur’an. Adapun tiga poin yang dapat menjadi
acuan dasar hukum asuransi dalam islam adalah:
 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” – Al Maidah
 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.” – An
Nisaa 9.
 “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.” – HR Muslim dari Abu Hurairah.

Undang-undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian merupakan pengganti Undang-


Undang Nomor 2 Tahun 1992. Pasalnya, perkembangan industri perasuransian dan
perekonomian di Indonesia sudah berubah. UU asuransi ini tertuang lengkap dalam dokumen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan dasar hukum Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Dalam pendapat ulama mengenai asuransi terbagi menjadi 3 kelompok yaitu ada yg
mengharamkan, menghalalkan maupun yang mengharakam dan menghalakan sebagian. Diantara
ulama yang mengahramkan asuransi adalah Ibnu Abidin, Sayyid Sabiq, Sheikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz, Shadiq Abdurrahman alGharyani, Yusuf Qardhawi, Abdullah al-Qalqili,
Muhammad Bakhit al-Muth’I, Muslihuddin, Husain Hamid Hisan, Alo Yafie, serta majelis ulama
fikih. Adapun alasan dari kelompok yang berpendapat bahwa asuransi itu diharamkan adalah
karena asuransi mengandung gharar (ketidak jelasan) yang sangat nyata yang dilarang agama
Islam dalam semua transaksi dengan dalil hadist shahih bahwa Rasulullah SAW melarang jual
belli kerikil dan jual beli gharar. Karena dalam asuransi premi dan klaim tidak jelas jumlahnya,
nasabah atau tertanggung tidak tahu berapa besar yang harus ia setorkan kepada pihak asuransi,
begitu juga pihak asuransi tidak tahu berapa yang akan ia terima dari premi nasabah serta berapa
dana klaim yang harus ia keluarkan untuk nasabah ketika terjadi musibah, jelsnya grarar ini akan
terjadi ketika adanya musibah. Di antara ulama ynag membolehkan asuransi yaitu: Murtadla
Muthahhari, Abdul Wahbah Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Muhammad
Nejatullah Shiddiq, Muhammad Musra, Muhammad al-Bahl, Muhammad Dasuqi, Muhammad
Ahmad, Mustafa al-Zarqa. Di antara alasan golongan yang membolehkan asuransi adalah
berdasrkan pada kaidah fikih sebagai berikut:
Asal sesuatu adalah boleh Karena asal sesuatu adalah boleh dan bolehnya transaksi baru, artinya
semua jenis transksi dilakukan oleh manusia selama bermanfaat dan tidak ada dalil yang
melarangnya maka diperbolehkan, asuransi merupakan kategori transaksi manusia yang
bermanfaat dan taka da dalil khusus yang melarangnya. Alasan lain karena asuransi mengandung
mashlahah. Artinya asuransi sesuai dengan mashlahah atau kebaikan serta tujuan agama dan
hukum bisa dibangun di atas mashlahah tersebut jika tidak ada dalil naqli yaitu yang bersumber
dari alQur’an dan hadist. Adapun di antara maslahat uang terdapat dalam asuransi adalah sebagai
alat untuk menyimpan uang, bisa menjadi modal, dapat dipergunakan untuk kepentingan umum,
mendatangkan ketenangan jiwa serta mendatangkan rasa aman ketika terjadi musibah. Kelompok
yang mengharamkan sebagian dan membolehkan sebagian akad asuransi: Membolehkan asuransi
berbasis sosial dan mengharamkan yang berbasis bisnis. Di antara pendukung pendapat ini
adalah: Muhammad Abu Zahra, Wahbah al-Zuhaili, Musthafâ al-Zarqâ. Dengan alasan sama
dengan pendapat yang pertama ketika mengharamkan asuransi dan menggunakan alasan
kelompok kedua ketika membolehkan asuransi. Abu Zahrah berpendapat bahwa asuransi yang
bersifat sosial diperbolehkan karena jenis asuransi tersebut tidak mengandung unsur-unsur yang
dilarang dalam Islam. Sedangkan asuransi yang bersifat bisnis komersial tidak diperbolehkan
karena mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam Islam.
4. 6 perbedaan asuransi syariah dan konvensional yang paling utama:

1. Prinsip Dasar
Asuransi syariah dan konvensional memiliki prinsip dasar yang cukup berbeda. Asuransi syariah
menggunakan prinsip saling menanggung risiko (risk sharing) antara perusahaan dengan peserta.
Sementara pada asuransi konvensional, prinsip yang digunakan adalah risk transfer, yakni peserta
asuransi memindahkan risiko kepada perusahaan asuransi yang bertindak sebagai penanggung
sepenuhnya. Perbedaan tersebut tentu menyesuaikan dengan kebutuhan, kecocokan, dan
kesanggupan setiap peserta asuransi.
2. Kontrak dan Perjanjian
Perbedaan lainnya terdapat pada segi kontrak dan perjanjian. Jika asuransi konvensional
mengandalkan kejelasan hitam di atas putih seputar pembeli, penjual, harga dan lainnya, asuransi
syariah berpegangan pada sifat tolong-menolong. Dalam asuransi syariah, musibah atau bencana
yang berdampak pada salah satu peserta akan diselesaikan secara gotong royong bersama peserta
lainnya dengan menggunakan dana sosial. Pastinya, perbedaan kontrak dan perjanjian dalam
asuransi konvensional serta syariah memiliki keuntungan dan juga risikonya masing-masing.

3. Kepemilikan Dana
Asuransi konvensional dan syariah memiliki sistem kepemilikan dan pengelolaan dana yang
berbeda. Pada asuransi syariah, peserta mempunyai hak penuh atas kepemilikan dana sedangkan
perusahaan hanya berdiri sebagai pengelola dengan mengedepankan transparansi. Di lain sisi,
perusahaan asuransi konvensional memiliki wewenang penuh atas alokasi dana dan investasi
peserta asuransi.
4. Bentuk Investasi
Jenis investasi syariah berfokus pada sistem bagi hasil dan biasanya disalurkan kepada lembaga
keuangan yang juga berbasis syariah, sedangkan asuransi konvensional mengelola investasi
dalam bentuk bunga. Selain disalurkan kepada lembaga yang tidak terbatas pada yang sesuai
syariat saja, pengembalian pada asuransi konvensional pun disesuaikan dengan persentase yang
dibebankan pada peminjam.
5. Pembayaran Klaim
Perbedaan asuransi syariah dan konvensional pada pembayaran klaimnya terdapat pada:
Sistem Pencairan
Dalam asuransi syariah, sistem pencairannya memiliki prinsip saling menolong antar nasabah,
yaitu dicairkan di tabungan bersama. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional yang
mendapatkan dana pertanggungan langsung dari perusahaan asuransi dan didasari oleh
perbandingan risiko serta modalnya.
6. Pemegang Polis
Untuk asuransi konvensional, pemegang polis hanya diperbolehkan bagi satu orang saja,
sedangkan pada asuransi syariah, satu keluarga dimungkinkan untuk memegang satu polis yang
sama dan bisa mendapatkan manfaatnya sekaligus.
Manfaat Double Claim
Jika kebanyakan asuransi lain tidak memperbolehkan adanya dua kali klaim, pada asuransi
syariah, pemegang polis tetap bisa mengajukan klaim lagi walaupun sudah mendapatkan klaim
serupa dari asuransi lain.
7. Pengawasan Dana
Pada pengawasan dana, perusahaan asuransi syariah melibatkan pihak ketiga, yakni Dewan
Pengawas Syariah (DPS), sebagai pemantau segala aktivitas asuransi. Berpegangan pada prinsip-
prinsip syariah, DPS bertanggung jawab langsung kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sementara itu, perusahaan asuransi konvensional tidak memiliki badan pengawas sebagai pihak
ketiga. Akan tetapi, perusahaan wajib terdaftar dan patuh terhadap regulasi yang dikeluarkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

5. Dalam akad tabarru', peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong
peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola
dana hibah, atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi. Hasil investasi
dari dana tabarru' menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru'. 
Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad
mudhorobah atau akad Mudhorobah Musytarokah, atau memperoleh ujroh (fee) bedasarkan akad
Wakalah bil Ujroh.
6. asuransi syariah lain memiliki keterikatan dalam hal tolong-menolong (ta’awun) menanggung
beban risiko. Sementara, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola dana yang masuk dari
peserta. setiap dana yang disetorkan oleh peserta akan dikumpulkan ke dalam dana tabarru’ oleh
perusahaan asuransi sebagai pengelola dana. Dana tersebut kemudian akan digunakan untuk
memberikan manfaat ketika salah satu peserta terkena risiko, seperti sakit, kecelakaan, cacat,
meninggal. Dalam mengelola asuransi syariah, perusahaan asuransi akan menetapkan sejumlah
biaya (ujrah) yang disepakati oleh semua pihak pada awal kontrak/ akad. sebagian dana peserta
yang dialokasikan untuk investasi akan dimasukkan dalam instrumen investasi syariah yang pasti
dijamin kehalalannya. Untuk pemilihan saham misalnya, saham yang dipilih adalah saham
perusahaan yang bisnisnya tidak berkaitan dengan perjudian, minuman beralkohol, atau sesuatu
yang mengandung riba (bunga), untuk pengesahan setiap produk syariah harus melalui uji dan
persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah. Dengan ketatnya pemilihan produk investasi, sistem
kerja yang lebih terbuka, dan juga pengawasannya, bisa dipastikan produk asuransi syariah
terjamin kehalalannya. Sehingga kamu tidak perlu ragu dan khawatir akan produk tersebut.
7. Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala birri wa al-taqwa (tolong menolonglah
kamu dalam kebaikan dan taqwa), dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota
atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin
dan menanggung resiko. Kebiasan pada zaman Arab kuno terbawa hingga pada zaman Nabi,
kemudian sampailah dengan pembentukan perusahaan asuransi syariah pada 1979 di Sudan oleh
Muhammad Ajib dengan nama Sundanese Islamic Insurance. Semakin berkembangnya zaman,
akhirnya konsep syariah ini semakin menyebar ke barbagai negara, mulai dari Eropa hingga
masuk ke Kawasan Asia, seperti Malaysia, Brunei dan Indonesia. Perusahaan asuransi syariah
pertama di Indonesia, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 25 Agustus 1994
melalui SK Menteri Keuangan. Proses pendirian perusahaan asuransi syariah ini tak singkat, Tim
Pembentuk Asuransi Tafakul Indonesia (TEPATI) yang terdiri dari Yayasan abdi bangsa, bank
muamalat Indonesia, pejabat departemen keuangan hingga pengusaha muslim indonesia
melakukan berbagai studi banding dan seminar nasional.
Sejak saat itulah, mulai banyak perusahaan asuransi syariah bermunculan, seperti:
 Asuransi Syariah Mubarakah yang berdiri pada 1997
 Asuransi Jasindo Takaful dan Asuransi Burnida di tahun 2003
 Asuransi Adira Syariah 2004
 Asuransi BNI Jiwasraya Syariah dan lainnya

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kini sudah ada 20an perusahaan asuransi yang
memiliki produk perlindungan syariah. Selain bebas dari riba, asuransi syariah juga siawasi oleh
Dewan Pengawas Syariah (DPS).

8. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama antara kedua belah pihak dimana pihak satunya sebagai
Shohibul Mal dan pihak satunya sebagai Mudharib. Dalam asuransi syariah digambarkan bahwa
pihak Shohibul mal ialah peserta dan mudharib ialah perusahaan asuransi syariah tersebut, lalu
modal disini ialah premi. Shohibul mal (peserta) akan menginvestasikan dana nya tersebut
melalui investasi yang sesuai dengan ketentuan syariah kepada pihak mudharib (perusahaan
asuransi syariah). Kemudian apabila didapat keuntungan dalam prosesnya maka akan dibagikan
kepada peserta dan perusahaan asuransi syariah sesuai dengan nisbah atau kesepakatan yang di
sepakati dalam perjanjian awal tersebut.
Wakalah Bil Ujrah
Wakalah bil ujrah merupakan akad dimana pihak peserta akan memberikan kuasa kepada
perusahaan asuransi syariah untuk mengelola dananya dengan imbalan berupa fee (ujrah). Fee
(ujrah) bisa kita katakan seperti upah, jadi upah ini seperti reward atas jasa yang telah dilakukan
perusahaan asuransi. Ketentuan akad wakalah bil ujrah tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No.52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi Syari'ah dan Reasuransi Syari'ah.
Hybrid
Model dan konsep hybrid dalam asuransi syariah merupakan perpaduan antara dua akad yaitu
akad Mudharabah dan akad Musyarakah menjadi Mudharabah Musytarakah. Dalam konsep ini,
perusahaan asuransi syariah berperan sebagai mudharib dan peserta sebagai (shohibul mal).
Kedua belah pihak antara peserta dan perusahaan asuransi secara bersama-sama menyertakan
modal atau dana investasi nya dalam sebuah portofolio. Kemudian perusahaan asuransi akan
mengelola investasi dana tersebut.
Ta'awuni
Model dan skema Ta'awuni dalam asuransi syariah pada intinya merupakan tolong menolong
antar sesama peserta. Tolong menolong yang dimaksud dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam
asuransi syariah pada dasarnya antara peserta yang satu dengan peserta yang lain telah memiliki
niatan untuk tolong menolong peserta lain yang mengalami kerugian.

9. Cara menjaga agar asuransi syariah tetap syairia, serta resiko apa yang bisa terjadi. Yaitu setiap
perusahaan asuransi syariah diwajibkan ada Dewan Pengawas Syariah. DPS inilah yang akan
melakukan pengawasan guna memastikan kesesuaian operasional perusahaan dalam koridor
syariah.

Anda mungkin juga menyukai