Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Konsep dan implementasi akad asuransi syariah

Di ajukan Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuransi dan Koperasi Syariah

Dosen Pembina : Fadllan. M.A

Oleh : Kelompok 6, Semester : VI (Enam)

Ahmad fikri syafi ey

Aldi hidayat

Zainal abidin

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH

GULUK-GULUK SUMENEP 2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sumenep, 22 Maret 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
JUDUL MAKALAH

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan pembahasan
BAB II PEMBAHASAN

A. pengertian asuransi syariah?


B. Akad-Akad yang Terdapat Di Dalam Asuransi Syari’ah?

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Asuransi syariah adalah kontrak diantara suatu entitas asuransi dan pihak lain
berdasarkan prinsip hukum syariah, yang menerima kuasa untuk mengelola dana dari anggota
untuk digunakan investasi yang dilakukan berdasarkan hukum islam.

Pada Negara Indonesia, industri asuransi semakin tumbuh. Kelahiran suatu entitas
asuransi didukung oleh sejumlah besar umat islam, yang memerlukan lembaga keuangan
yang berbasis syariah agar transaksi berdasar pada hukum syariah. Awalnya, masyarakat
muslim ragu terhadap bisnis asuransi konvensional, dan bahkan menganggap cacat dari sudut
pandang hukum syariah. Hal ini karena beberapa fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas fiqih
menetapkan bahwa sistem asuransi konvensional tidak dapat diterima karena kontrak
mengandung unsur riba, spekulasi, penipuan dan ambiguitas.

Kontrak perusahaan asuransi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip gotong royong,


saling membantu, serta selalu berpegang pada aturan islam dalam segala kegiatannya dan
juga menerima pengawasan syariah dan hukum. Asuransi syariah tidak berorientasi pada
keuntungan untuk menjalankan jasa asuransi, karena setiap peserta asuransi adalah
penanggung sekaligus tertanggung. Oleh karena itu, dari semua syarat, tidak ada yang
melanggar hukum dan prinsip Islam, maka akad juga bersih.

Secara garis besar, asuransi syariah atau disebut takaful bisa diartikan sebagai asuransi
yang standar pengelolaannya bergantung terhadap hukum syariah yaitu berpedoman terhadap
alquran dan sunah. Takaful adalah sebutan untuk asuransi syariah, yang artinya menghadapi
resiko bersama, sehingga satu sama lain saling menanggung atas resiko tersebut. Saling
menanggung resiko secara bersama diterapkan berdasar prinsip saling menolong bersama
dengan setiap dari mereka mengorbankan harta (tabarru’) untuk menanggung resiko tersebut.
Dalam asuransi syariah terdapat standar syariah, karena untuk menjauhi komponen riba, dan
ketidakjelasan, sehingga 2 peserta tidak memiliki keraguan untuk bergabung dalam asuransi
syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian asuransi syariah?
2. Bagaimana Akad-Akad yang Terdapat Di Dalam Asuransi Syari’ah?

C. Tujuan pembahasan
1. Mengetahui asuransi syariah secara jelas
2. Mengetahui hukum akad yang terdapat di dalam asuransi syariah dan
Mengetahui rukun dan syarat-nya

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian asuransi syariah


Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta'min. Penanggung disebut musta'min dan
yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min. At-ta'min diambil dari kata amana
yang memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Secara
etimologis berarti menjamin atau saling mennggung.1
Sedangkan asuransi menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014 tentang
Perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena


kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian).

Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSNMUI/X/2001, bahwa


asuransi syari’ah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset-aset dan atau
tabarru’, yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko bahaya tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.

Sedangkan dalam ensiklopedia Hukum Islam yang dikutip Hasan Ali disebutkan
bahwa asuransi syariah adalah transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu
berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan
sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai
dengan perjanjian yang dibuat.2

Selanjutnya menurut Undang Undang nomor 40 tahun 2014 ytentang Perasuransian,


yang dimaksud dengan Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas
perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara
para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna
saling menolong dan melindungi dengan cara :

1. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena


kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
1
Muhammad Syakir Sula, (2004), Asuransi Syari'ah; Konsep dan Sistem Operasional, Gema Insani, Jakarta Hlm
31
2
Hasan Ali, 2004, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana, Jakarta hlm 58
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta
atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana
(Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian).

Selanjunya yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (Pasal 1 Undang Undang Nomor 40
tahun 2014 tentang Perasuransian).

Asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong menolong (ta'awuni)
dan melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (Dana
Tabarru') yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.3

Dari beberapa pengertian asuransi syariah di atas, maka asuransi syariah merupakan
praktek tanggung menanggung diantara peserta untuk mendapatkan rasa aman, nyaman untuk
menghadapi resiko yang kemungkinan menimpa mereka berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Sedangkan yang berhak untuk membuat fatwa-fatwa yang berkaitan dengan asuransi
syariah adalah Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasionalnya.

B. Akad-Akad yang Terdapat Di Dalam Asuransi Syari’ah


Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta.
Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat
klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri.
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah
akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat.
Akad Dalam Asuransi syariah Akad atau al’ aqd bermakna ikatan atau kesepakatan.
Sedangkan dalam bahasa fikih akad merupakan suatu pernyataan dalam melakukan suatu
ikatan (ijab) dan pernyataan penerimaan atas suatu ikatan (qobul)sesuai prinsip, dan hukum
syariah serta kesepakatan bersama antar pihak yang bersangkutan.4

Adapun diantaranya ada 2 akad yakni :

3
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
4
Junaidi Abdullah, Akad- akad Dalam Asuransi Syariah, Journal of Sharia Economic Law, Vol.1, No 1, 2018,
hlm.19
1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak
bisa berubah menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan
perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.5
Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu
Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para
Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial.
Akad Tabarru’ merupakan ikatan yang dilakukan antar kedua belah pihak
yang bertujuan untuk menolong/kebajikan sesama nasabah asuransi syariah.
Pihak pengelola dana hibah di tujukan kepada perusahaan. Akad ini, biasa
dikenal akad hibah, Dalam akad ini penerimaan dana yang berasal nasabah
asuransi atau di sebut dana tabarru’ yang nanti akan dipakai untuk menolong
saudara sesama nasabah, jika mengalami kesusahan
Adapun rukun serta Syarat akad tabarru’ yaitu:
a. Rukun akad tabarru
1) Pemberi dana tabarru/ dana hibah adalah nasabah asuransi syariah
2) Penerima tabarru adalah nasabah asuransi syariah yang sedang
mengalami kerugian/ musibah
3) Harta yang diberikan berasal dari premi atau kontribusi yang
dikhususkan untuk kepentingan peserta asuransi/ berasal dari dana
hibah
4) Ijab qobul yaitu pernyataan secara tertulis yang ditandatangani
oleh peserta asuransi dan diterbitkan berupa polis asuransi syariah
b. Syarat akad tabarru antara lain
1) Pemberi dana tabarru’ (Wahib) harus mempunyai kecakapan
dalam berakad tabarru
2) Penerima dana tabarru merupakan peserta asuransi syariah yang
sedang mengalami kerugian/ musibah
3) Sesuatu yang diberi (Mauhub) harus mempunyai nilai, dapat
diketahui bebas dari unsur gharar dan dapat diserahterimakan
4) Ijab qobul (as-shigah) merupakan suatu pernyataan secara tertulis
yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan dana hibah.
2. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk
akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi
jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan
haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan
kewajibannya.

5
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan
kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola
(Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang
(shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang
diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan beserta bagi hasilnya.6
Akad yang di kerjakan oleh dua belah orang yang berorientasi memperoleh
profit / laba. Akad ini juga mengelola dana premi yang dibayarkan kepada
perusahaan yang ditunjuk sebagai pengelola/ mudharib sedangkan peserta
merupakan pemilik uang/ shohibul mal. Jadi apabila perjanjian nya telah
berakhir masanya maka dana premi asuransi diakadkan melalui tijarah, maka
dana diserahkan kepada pemilik dana beserta bagi hasilnya.7
Akad tijarah juga bisa berubah ke tabarru’ apabila orang yang mempunyai
hak tertahan dengan sukarela dan ikhlas membebaskan haknya, sehingga
menghilangkan juga hak orang yang belum membayar kewajibannya.

Selain itu ada juga akad dalam pelaksanaan asuransi. Yakni, sebagai berikut,

a. Akad mudharabah
Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa
kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana
tobarru' clan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang
yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang
besarnya telah disepakati sebelumnya.
Akad ini juga merupakan akad kerjasama antar dua belah orang
dengan mengunakan bagi hasil, sesuai dengan kesepakatan antar
keduanya, sedangkan kerugiannya akan ditanggung oleh pemilik dana
apabila kerugian tersebut disebabkan oleh pemilik dana itu sendiri.
Dalam hal ini mudharib atau pengelola dana ialah perusahaan asuransi
dan peserta asuransi sebagai penyedia dana Rukun dan ketentuan akad
mudharabah
1) hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta
secara individu sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
2) hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung
seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan
investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja,
kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
3) batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
4) bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi.
5) ketentuan lain yang disepakati
b. Akad mudharabah musytarakah

6
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah.
7
Junaidi Abdullah, Akad- akad Dalam Asuransi Syariah, Journal of Sharia Economic Law, Vol.1, No 1, 2018,
hlm.19
Akad Mudharabah Musytarakah aclalah Akad Tijarah yang
memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untuk
mengelola investasi Dana Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta,
yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah)
yang besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang
digabungkan dan telah disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 18 tahun 2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan
Prinsip Syariah).
Merupakan ikatan kerjasama atau akad memberi kekuasan penuh
pada perusahaan dalam pengelolaan dana tabarru’ dengan harta
perusahaan asuransi mengunakan sistem bagi hasil berdasarkan jumlah
kekayaan yang dimiliki sesuai ketentuan yang telah disepakati. Dalam
fatwa Dewan syariah Nasional Nomor 51 tahun 2006. Mudharabah
musytarakah merupakan pengabungan dua akad yakni akad
mudharabah dan musytarakah yang mana modal perusahaan dan
peserta asuransi digabungkan, untuk diinvestasikan pada perusahaan
asuransi dengan imbalan berupa bagi hasil.
Berikut mekanisme akad mudharabah musytarakah :
1) Pengelola dan penyedia dana merupakan perusahaaN
2) Pemilik tabungan/ dana dinamakan shohibul mal
Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal
perusahaan asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk
diinvestasikan dan posisi perusahaan asuransi syariah sebagai
pengelola.
Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-
kurangnya:
1) hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta
secara individu sebagai shahibul mal (pemilik dana)
2) hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung
seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan
investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja,
kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
3) batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
4) cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan
perusahaan
5) bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
6) ketentuan lain yang disepakati

Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musytarakah


1) Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai
mudharib (pengelola) dan sebagai musytarik (investor).
2) Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak
sebagai shahibul mal (investor).
3) Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non
saving, bertidan bisa digunakan untuk produk tabungan maupun
non tabungan.ndak sebagai shahibul mal (investor).8
c. Wakalah bil ujrah
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan
kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana
Tabarru' dan/ atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang
yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah (fee).9
Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi
syariah yang dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta
dimana posisi perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dan
mendapatkan fee karena telah mendapatkan kuasa dari peserta
Akad ini juga bagian dari akad tijarah. Pada akad ini perusahaan
merupakan wakil pihak Pengelolaan dana tabarru’ yang bertujuan
mendapatkan laba berupa upah
Ketentuan wakalah bil ujrah ini antara lain:
1) nasabah baik orang/ individu, kelompok dan badan usaha
merupakan yang memberi kekuasaan (muwakkil) dalam
pengelolaan dana investasi
2) Perusahaan merupakan wakil (diberi kekuasaan) dalam
pengelolaan dan tabarru’ atau dana investasi
3) perusahaan asuransi tidak berhak mendapatkan bagian
keuntungan dari hasi investasi
4) Resiko kerugian atas investasi di tanggung oleh peserta asuransi
(muwakil)10

BAB III
8
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada
Asuransi Syariah
9
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
10
Junaidi Abdullah, Akad- akad Dalam Asuransi Syariah, Journal of Sharia Economic Law, Vol.1, No 1, 2018, hlm
2
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan Asuransi adalah Penanggung, musta'min dan
yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min bahwa akad-akad yang melekat
pada asuransi syariah adalah akad tijarah dan akad tabarru’.
Sedangkan akad yang mengikuti akad tijarah maupun akad tabarru’ adalah akad
Mudharabah Musytarakah, akad Mudharabah dan akad Wakalah bil Ujrah
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Junaidi, ……..,,Vol.1, No 1, 2019.

Abdullah Junaidi, Akad- akad Dalam Asuransi Syariah, Journal of Sharia Economic Law,
Vol.1, No 1, 2018,

Ali Hasan, 2004, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana, Jakarta.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah


Musytarakah Pada Asuransi Syariah.

Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip


Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip
Syariah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip


Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip
Syariah.

Syakir Sula Muhammad, 2004, Asuransi Syari'ah; Konsep dan Sistem Operasional, Gema
Insani, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai