ASURANSI SYARIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keuangan Syariah
Disusun oleh :
Valsa Ayunda Tisya
17133200176
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalh ini
guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan Syariah.
Saya berharap dengan adanya makalh ini dapat menjadi acuan maupun referensi
serta sebagai wawasan dan ilmu pengetahuan bersama, khususnya mengenai asuransi
syariah yang kini masih menjadi pro kontra oleh para kaum muslim mengenai asuransi
syariah yang dianggap tidak syariah karena mengandung riba dan judi. Di dalam makalah
ini akan dibahas dan diklarifikasikan mengenai problematika tersebut sehingga ada
sebuah solusi thayyiban.
Saya pun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan keterbatasan pengalaman maupun pengetahuan yang saya miliki.
Oleh karena itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta kritik yang membangun
dari berbagai pihak demi perbaikan makalah ini. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima
kasih.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
1
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah
2
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan Sistem Operasional, Gema
Insani, Jakarta, 2004, hlm.28.
3
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjrmahnya, Diponegoro, Bandung, 2009, hlm. 48
“Pertanggungan” dengan kata *C’AD, yang mempunyai arti “shared
responsibility, shared guarantee, responsibility, assurance or surety” (saling
bertanggung jawab, saling menjamin, saling menanggung).6
6
Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta, Kencana, 2004, hlm. 61-62
7
Ibid, hlm. 64-65
8
Suhrawardi K. Lubis, dan Farid Wajdi, Op.Cit, hlm. 80
9
Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, Jakarta, Gema Insani Press,
2005, hlm.2
2. Landasan Hukum Asuransi Syari’ah
10
Hasan Ali, Op.Cit, hlm. 10
b. Firman Allah SWT Tentang Prinsip-Prinsip Bermuamalah
1) QS.Al-Maaidah ayat 1
2) QS.An-Nisaa ayat 58
12
Ibid, hlm. 84
c. Perintah Allah Untuk Saling Bertanggung Jawab
Dalam praktik asuransi syari’ah baik yang bersifat mutual maupun
bukan, pada prinsipnya para peserta bertujuan untuk saling bertanggung jawab.
Sementara itu, dalam Islam memikul tanggung jawab dengan niat baik dan ikhlas
adalah suatu ibadah. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa hadits Nabi Berikut:
“ kedudukan persaudaraan orang yang beriman satu dengan yang
lainnya ibarat satu tubuh bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan
dirasakan sakitnya oleh seluruh anggota tubuh lainnya”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
d. Perintah Allah untuk Saling Bekerja Sama dan Bantu-Membantu Allah swt
memerintahkan kepada umatnya untuk saling menolong dalam kebajikan dan taqwa.
Rasulullah saw juga mengajarkan kepada kita untuk selalu peduli dengan kepentingan
dan kesulitan yang dialami oleh saudara-saudara kita. Karena itu, dalam asuransi syariah
para peserta satu sama lain bekerja sama dan saling menolong melalui instrumen dana
tabarru‟ atau dana kebajikan. Allah SWT berfirman dalam QS.Al-Maidah ayat 2:
13
Ibid, hlm. 69
Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-
Nya.”14
e. Perintah Allah untuk Saling Melindungi dalam Keadaan Susah Allah SWT
memerintahkan untuk saling melindungi dalam
keadaan susah satu sama lain, dalam firmannya QS. Quraisy ayat 4
14
Ibid, hlm. 85
15
Ibid, hlm.483
Artinya: “Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung
gharar” (HR. Muslim, Tirmizi, Nasa‟i, Abu Daud, dan
Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
16
Muhammad Yusuf Qardhawi, Al-Halal Wa Al-Haram Fi Al-Islam, dikutip, M. Syakir Sula,
Op.Cit, hlm. 2
17
Nasr Farid M. Washil dan Abdul Aziz M. Azam, Al-madhkolu Fil Qawa‟idi Al-fiqhiyyah
Wa Atsaruhaa Fil Ahkami As-Syari‟yyat, Alih Bahasa Wahyu Setiawan, Qawa‟id Fiqhiyyah,
18
Ibid.
asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling
menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat
dalam asuransi takaful adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad
tabaduli ( saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan.19
a. Tauhid (unily)
Prinsip tauhid (unily) adalah dasar utama dari setiap bentuk
bangunan yang ada dalam syari’ah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas
kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhidy. Artinya
bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus
mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hadid ayat 4
sebagai berikut:
Artinya: “dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.21
19
Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia,
20
Hasan Ali, Op.Cit, hlm.
21
Ibid, hlm. 430
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana
seharusnya menciptakan suasana dan kondisis bermuamalah yang
tertuntun dalam nilai-nlai ketuhanan.
b. Keadilan (justice)
c. Tolong-menolong (Ta‟awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi
harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta‟awun) antara
anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus
mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan
beban temannya yang pada saat ketika mendapatkan musibah atau
kerugian.
Dalam hal ini Allah SWT telah menegaskan dalam firman- Nya
QS Al-Maidah ayat 2
22
Ibid, hlm. 85
23
Istilah DNA-Chromosom pertama kali dipakai oleh Murasa Sarkaniputra dalam menjelaskan
unsur pembentukan utama ekonomi Islam, yaitu prinsip profit and loss sharing (berbagi atas untung
dan rugi), komoditi yang halal dan thayib, serta instrumen zakat. Lihat Murasa Sarkaniputra, Peran
Zakat dan Kebutuhan Dasar dari As-Syatibi dalam Menentukan Pembagian Pendapat Fungsional,
Makalah Seminar di Bank Indonesia, 2001
Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat
memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah
dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika
Islami dan mempunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan ini.
28
Muhammad Syafi’i Antonio, Asuransi dalam Perspektif Islam, Jakarta. STI, 1994, hlm.1-3
4. Bentuk-Bentuk Asuransi
Perusahaan asuransi dan jenis-jenis bidang usaha perasuransian di
Indonesia dapat ditemukan dalam Bab III Pasal 3 Undang-undang Nomor 2
tahun 1992. Dalam undang-undang tersebut dikemukakan sebagai berikut:29
a. Asuransi Kerugian
Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risisko atas kerugian kehilangan manfaat dan tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak
pasti.
b. Asuransi Jiwa
Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan.
c. Reasuransi
Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan
ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian
atau perusahaan asuransi jiwa.
29
Suhrawardi K. Lubis, dan Farid Wajdi, Op.Cit, hlm.85- 86
5. Akad Dalam Asuransi Syari’ah
30
Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta, Safiria Insania
Press, 2008, hlm.75.
B. Konsep Dasar Akad Tabarru’
1. Pengertian Akad Tabarru’
Kata “akad” (Arab := perikatan, perjanjian dan pemufakatan).31
Menurut terminologi fiqih kata “akad” diartikan sebagai pertalian ijab, yaitu
pernyataan melakukan ikatan dan qabul yang berarti pernyataan penerima
ikatan yang sesuai dengan kehendak syari'at dan berpengaruh pada suatu
perikatan. Sesuai dengan kehendak syari'ah, seluruh perikatan yang
dilakukan pihak-pihak yang terkait dianggap sah apabila sejalan dengan
syari'ah, sedangkan maksud dari berpengaruh pada suatu perikatan berarti
terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak kepada pihak lain.32
Dalam kamus istilah fiqih arti kata tabarru‟ ialah sikap dan usaha mencari
pahala dengan melakukan kesunnahan atau yang dianjurkan oleh Islam.
Bertujuan semakin mendekatkan hubungan dengan Tuhan, tabarru‟ bisa
diarikan pemberian secara sukarela, atau derma.33
31
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: (Fiqh Muamalat), cetakan
pertama, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 101
32
Abdullah Amrin, Asuransi Syari'ah : Keberadaan Dan Kelebihannya Ditengah Asumsi
Konvensional, Jakarta, Elekmedia Komputindo, 2006, hlm. 31
33
M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, Cetakan Ketiga, Jakarta, Pustaka Firdaus,
2002, hlm.354
34
Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hlm.35
ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari
pemberi kepada orang yang diberi.35
Niat tabarru‟ (dana kebajikan) dalam akad asuransi syariah adalah
alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara’ dalam melepaskan diri dari
praktik, gharar yang diharamkan oleh Allah swt.
Dalam akad tabarru‟, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad
tabarru‟ adalah dari Allah swt, bukan dari manusia.37
35
Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, Jakarta, Media Pratama, 2000, hlm.82
36
Op.Cit, hlm.37
37
Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi Kelima, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 66
Mohd. Fadzli Yusuf mendefinisikan Dana tabarru‟ boleh digunakan untuk
membantu siapa saja yang mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis takaful,
karena melalui akad khusus, maka kemanfaatannya hanya terbatas pada
peserta takaful saja. Dengan kata lain, kumpulan dana tabarru‟ hanya dapat
digunakan untuk kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat
musibah. Sekiranya dana tabarru‟ tersebut digunakan untuk kepentingan
lain, ini berarti melanggar syarat akad.38
38
Muhammad Syakir Sula, Op.Cit, hlm.38
39
Ibid .
40
Fatwa DSN-MUI, NO:53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syari
2. Landasan Hukum Akad Tabarru’
Dalam Al-Qur’an kata tabarru‟ tidak ditemukan. Akan tetapi, tabarru‟
dalam arti dana kebajikan dari kata al-birr (kebajikan) dapat ditemukan dalam
QS. Al-Baqarah ayat 177 sebagai berikut:
Dana tabarru‟ ini merupakan realisasi dari perintah Allah swt untuk saling
tolong menolong yang terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 2
Tabarru‟ dalam makna hibah atau pemberian, dapat kita lihat dalam
firman Allah QS. An-Nisa ayat 4:
Artinya: “ berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian
jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.”42
42
Ibid, hlm. 61
Artinya: “perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha mengetahui.”43
43
Ibid, hlm. 34
(3) Suatu bentuk pemberian pinjaman uang, dimana tujuannya
adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk
pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini disebut
hiwalah.44
b) Meminjamkan Jasa (Lending Yourself)
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga
terbagi menjadi 3 jenis. Bila kita meminjamkan “diri kita” (yakni jasa
keahlian/ketrampilan) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama
orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan
sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut. Maka sebenarnya kita
menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah.
Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita
menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas
menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), maka bentuk
peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadi‟ah.
c) Memberikan Sesuatu (Giving Something)
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai
berikut : hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain. dalam semua
akad akad tersebut si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain.
Bila penggunaan untuk kepentingan umum danagama, maka akadnya
dinamakan wakaf objek wakaf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu
dinyatakan sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
b. Takaful Umum
Klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta yang mengalami
musibah yang menimbulkan kerugian harta bendanya sesuai dengan
perhitungan kerugian yang wajar. Dana pembayaran kalim takaful
diambil dari kumpulan uang pembayaran premi peserta.49
6. Penerapan Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syariah
Asuransi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kegiatan asuransi di Indonesia
sudah lama dilakukan. Sedangkan kegiatan asuransi yang berdasar pada hukum
Islam belum lama berkembang di Indonesia.
Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah salah
satu lembaga yang diakui oleh pemerintah untuk
48
Widyaningsih Dkk, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Cetakan Ketiga, Jakarta,
Kencana, 2007, hlm.213-214
49
Ibid.
memberikan pedoman dalam pelaksanaan produk-produk syari'ah di lembaga-
lembaga keuangan syari'ah termasuk asuransi syari'ah.50
Konsep asuransi takaful bersendikan pada asas saling membantu atau gotong
royong dan kerjasama untuk saling membantu serta saling melindungi dengan
penuh rasa tanggung jawab apabila ada peserta yang tertimpa musibah. Asuransi
takaful adalah asuransi yang di dalamnya terdapat kekhususan operasional.
Kekhususan sistem operasionalnya asuransi takaful terletak pada dua bidang,
yaitu :
50
Gemala Dewi, et.al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cetakan Pertama, Jakarta,
Prenada Media, 2005, hlm. 170
51
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, Salemba
emban Patria, 2002, hlm. 109
Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad
takaful (saling menanggung) bukan akad tadabuli (saling menukar) yang selama
ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi
dengan yang pertanggungan.
b. Saling bekerja sama atau saling membantu yang berarti di antara peserta
asuransi takaful yang satu dengan lainnya saling bekerja sama dan
saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena
sebab musibah yang diderita.
c. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para
peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta
lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang
dideritanya.52
Niat yang ikhlas karena Allah untuk membantu sesama yang
mengalami penderitaan karena musibah, merupakan landasan awal dalam
asuransi takaful. Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi takaful
harus didasarkan kepada kerjasama tolong-menolong, tabarru‟ (sedekah),
sesuai dengan perintah Allah dan untuk mendapat keridhaan-Nya hanya
prinsip asuransi takaful adalah penghayatan semangat saling bertanggung
jawab, kerja sama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan sosial menuju
tercapainya kesejahteraan umat dan persatuan masyarakat.
52
Gemala dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari'ah di
Indonesia, cetakan pertama, Jakarta, Prenada Media, 2004, hlm. 133-134
Dengan akad tabarru‟ berarti peserta asuransi telah melakukan
persetujuan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi (sebagai lembaga
pengelola) untuk menyerahkan pembayaran sejumlah dana (premi) ke
perusahaan agar dikelola dan dimanfaatkan untuk membantu peserta lain yang
kebetulan mengalami kerugian. Akad tabarru‟ ini mempunyai tujuan utama
yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong antara peserta asuransi
untuk saling menanggung (takaful) bersama.53
53
Hasan Ali, Op.Cit, hlm. 140
Sementara itu dana tabarru‟ yang telah diniatkan sebagai dana
kebajikan/derma diperuntukkan bagi keperluan para nasabah yang terkena
musibah.
55
Ibid. hlm. 4
54
Abdullah Amrin, Op.Cit, hlm. 67
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Berkaitan Asuransi Syariah dalam Kajian Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi
Kajian umum berdasarkan buku Harta Haram Muamalat Kontemporer. Asuransi
syariah merupakan aqidah seorang muslim bahwa Allah SWT jika mengharamkan sesuatu
pasti memberikan ganti yang jauh lebih baik daripada yang diharapkan. Allah SWT
mengharamkan kesyirikan dan Allah SWT memberikan gantinya kepada kita ketauhidan,
yang dengan tauhid kita sebagai manusia menghargai akal kita dan menghargai naluri kita
sebagai bentuk ciptaan Allah SWT azza wa jal, maka hal ini merupakan suatu usaha yang
sangat baik. Dengan syirik, manusia melakukan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan
logikanya dan meremehkan akal yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya.
Maka setiap hal yang diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana Allah SWT
mengharamkan perzinahan yang merusak manusia sehingga menimbulkan penyakit yang
sampai sekarang tidak diketemukan obatnya dan Allah SWT menghalalkan pernikahan
dengan pernikahan yang Allah SWT janjikan sakinah, mawadah, dan warohmah kepada
sepasang suami istri serta mendatangkan keturunan yang selalu bertauhid kepada Allah
SWT azza wa jal. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA., mengatakan bahwa bekal terbaik
manusia adalah anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya. Anak sholeh tersebut
merupakan sebuah pusaka yang sangat berharga bagi seorang manusia.
Allah SWT mengharamkan riba dan Allah SWT menghalalkan jual beli. Dengan
riba yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara manusia yang menjadi jurang pemisah
antara orang yang kaya dan orang yang kurang mampu mempunyai jenjang yang sangat jauh
dan mencolok. Kesenjangan social tersebut mengakibatkan dampak buruk yang sangat
banyak dalam tatanan kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara. Maka dari itu, Allah
SWT mngharamkannya dan diberikan gantinya yang jauh lebih baik, yaitu jual beli. Ketika
Allah SWT mengharamkan perjudian atau gharar, salah satu bentuknya adalah asuransi
yang sebelumnya sudah dibahas dengan akad yang mengandung riba dan judi, maka para
ulama mencari solusinya yang sesuai dengan syariah Allah SWT dan pasti ada. Apabila
tidak ada solusinya, maka berarti hal tersebut sama sekali tidak baik bagi manusia. Namun,
pasti ada solusinya apabila manusia berkeinginan untuk berusaha mencari tahu, maka Allah
SWT akan membantu melancarkan orang tersebut dalam menemukan solusi yang tahyyiban
atau solusi yang baik. Hal ini juga menjadi tugas dari para fuqaha maupun para ahli ilmu
untuk mencarikan sesuatu hal terhadap sesuatu yang diharamkan bagi manusia dalam
kehidupan ini.
Oleh karena itu, ketika para ulama mengharamkan asuransi berdasarkan dari dalil-
dalil Al Qur’an dan sunah, maka mereka merumuskan penggantinya yang terbebas dari
gharar, khimar, dan riba dari segi bisnis lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. Hal
ini mengingat asuransi merupakan kebutuhan manusia di abad modern agar kehidupan
mereka lebih tenteram untuk menghadapi risiko hari esok. Al majma al fiqih al islami dalam
muktamar pertama tahun 1978, setelah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan
asuransi,maka mereka menyertakannya dengan fatwa asuransi islami yang berbunyi :
“Majelis Al Ajma sepakat membolehkan asuransi koperatif atau takmin ta’awuni sebagai
dari ganti asuransi komersial yang diharamkan berdasarkan dalil-dalil berikut”.
Jadi di tahun 1978, muktamar para ulama muslimin sedunia di bidang muamalat ,
mereka mengharamkan asuransi yang ada semenjak kemunculan asuransi pertama kali yaitu
pada tahun 1700-an di Itali. Asuransi pertama kali yang muncul tersebut adalah asuransi
ekspedisi melalui jasa transportasi, laut maupun kapal yang dinamakan dengan saukaroh.
Ibnu Abidin sebagai ulama Mukhti Negeri Syam pada waktu itu, beliau mengatakan asuransi
tersebut hukumnya adalah haram. Akan tetapi, kebutuhan akan asuransi ini semakin
mendesak, pada konferensi pertama muktamar kaum muslimin para ulama Islam pada tahun
1978, mereka menyatakan bahwa asuransi tersebut hukumnya haram dan mereka
memberikan solusinya dengan istilah takmin ta’awuni.
Ta’min artinya asuransi dan ta;awun artinya tolong-menolong atau kooperatif.
Pertama, asuransi kooperatif takmin ta’awuni merupakan akad hibah yang pada dasarnya
bertujuan untuk saling tolong menolong meringankan beban kerugian dan ikut andil dalam
menanggung penderitaan saat terjadi musibah dengan cara membayar uang tunai yang
dikhususkan untuk mengganti kerugian orang yang ditimpa musibah. Maka sekelompok
orang yang bergabung dengan takmin ta’awauni tidak bertujuan komersial merauk laba
maupun harta dari orang lain, semata-mata tujuan mereka adalah pemerataan risiko di antara
mereka dan saling tolong menolong serta menanggung sebagian risiko. Hal seperti ini
sebenarnya sudah ada di paguyuban-paguyuban kaum muslimin. Biasanya dalam
paguyuban RT atau RW, majelis taklim, yang mana apabila terjadi musibah maka mereka
memberikan sumbangan. Namun dalam takmin ta’awuni, sumbangannya lebih diatur.
Siapapun yang ikut dalam sumbangan tersebut, maka akan mendapatkan dari yang lainnya
sumbangan. Bentuk dari takmin ta’awuni adalah hibah, bukan dengan tujuan mendapatkan
kekayaan.
Asuransi kooperatif atau takmin ta’awuni terbebas dari riba dengan segala
bentuknya riba fadhl dan riba nasi’ah. Transaksi para peserta asuransi tidak termasuk akad
riba dan pengelola tidak akan menggunakan dana yang terhimpun dari peserta untuk suatu
transaksi riba dalam bentuk apapun. Berkaitan dengan hal ini, takmin ta’awuni sejalan
dengan prinsip syariah yang tidak mengandung riba. Syarat sebagai asuransi syariah adalah
harus terbebas dari riba dengan dua bentuknya yaitu riba dhain dan riba fadhl. Kemudian,
syarat yang kedua adalah dana yang telah terkumpul tidak boleh dikembangkan dalam
bentuk usaha yang mengandung deposito, sehingga usahanya harus dalam bentuk real.
Terbebas dari riba, riba terdiri dari dua bentuk, yaitu riba dhain dan riba ba’i (yang
di dalamnya ada riba fadhl dan riba nasi’ah). Riba dhain merupakan pertambahan akibat
utang piutang. Misalkan seseorang meminjam uang Rp 10.000.000, maka nanti ia
membayar Rp 11.000.000, maka semacam ini termasuk riba dhain. Apabila terlambat
membayar maka Rp 11.000.000 tersebut akan bertambah lagi per harinya sebesar 0,0..%
dari besarnya angsuran dan hal ini termasuk riba dhain pula. Riba ba’i merupakan riba jual
beli atas 6 komoditi, yaitu : emas, perak, gandum (ada 2 jenis : bur dan sair), kurma dan
garam. Apabila komoditi ini saling ditukar dengan jenis yang sama, maka syarat agar tidak
terjadi riba yaitu harus sama ukurannya dan harus transaksi pada saat itu juga. Mengenai
uang kartal, uang tersebut termasuk uang dalam kelompok emas dan perak, karena pada
waktu itu emas adalah alat tukar dalam bentuk dinar dan perak adalah alat tukar dalam
bentuk dirham.
Alat tukar pada masa sekarang ini adalah rupiah atau uang kartal, maka berarti
termasuk dalam kelompok ini. Oleh karena itu, syarat dalam menukarkan uang adalah harus
sama ukuran (sama nominal) dan tunai. Misalkan Anda menyerahkan nominal Rp
10.000.000 untuk sebagai premi asuransi kesehatan dan terjadi risiko yang
dipertanggungkan seperti Anda jatuh sakit dan Anda klaim asuransi, maka Anda akan
mendapatkan rupiah bukan kesehatan karena kesehatan tetap berobat sendiri. Ada beberapa
klinik di luar negeri yang memberikan jasa kesehatan, mereka membuat program iuran
kesehatan. Dalam program iuran kesehatan tersebut, sekelompok orang akan membayar
sekian per bulan dan mereka mendapatkan berbagai macam perawatan, sehingga dapat
dikatakan bahwa mereka memberikan jasa bukan uang dan hal seperti ini tidak ada masalah
dengan syarat diperkecil risikonya.
Contoh lain adalah dalam hal mengasuransikan mobil. Apabila terdapat kerusakan
A, B, C, D dan seterusnya maka orang yang mengasuranskan mobilnya tersebut membayar
sekian ke pihak asuransi, maka pihak asuransi harus melihat terlebih dahulu apakah
ghararnya kecil atau besar. Apabila ghararnya atau tingkat spekulasinya kecil, maka
dibolehkan. Namun, apabila tingkat gharar atau tingkat spekulasinya besar, maka hal
tersebut yang tidak diperbolehkan. Maka dalam kondisi seperti ini, sebelum dia menyatakan
mana yang akan dicovernya, maka ia akan mengecek kesehatan Anda terlebih dahulu
sehingga bisa menentukan. Namun, apabila yang dicek tidak sesuai dengan yang
diperkirakan tetapi risikonya akan menjadi mengecil. Risiko atau spekulasi yang mengecil
hokum asalnya adalah boleh. Sebab apabila gharar mutlak tidak diperbolehkan, maka kita
tidak bisa hidup.
Dengan kata lain, gharar atau spekulasi yang sedikit menurut para ulama
diperbolehkan. Mengenai contoh sebelumnya mengenai asuransi kesehatan baik menjadi
peserta asuransi di bank konvensional maupun bank syariah, maka seseorang akan
mendapatkan rupiah. Buktinya adalah apabila peserta asuransi tidak berobat maka ia tidak
akan bisa mengklaim asuransi. Maka kesimpulannya adalah peserta asuransi secara pasti
akan mendapatkan uang. Padahal sebelumnya peserta asuransi telah membayar dengan uang
dan kemudian peserta menerima asuransi dalam bentuk uang. Uang yang diterima peserta
asuransi tersebut dalam bentuk jumlah nominal yang berbeda dan tidak secara tunai.
Misalkan seseorang membayar premi sekarang dan jangka waktunya 1 tahun,
kemudian baru 3 bulan kemudian terjadi risiko maka klaim keluar setelah 4 bulan. Hal
seperti ini termasuk riba dalam bentuk tukar menukar uang dengan uang secara tidak tunai
dan dalam ukurang yang berbeda, sehingga dapat dikatakan asuransi tersebut termasuk
dalam riba fadhl dan riba nasiah sekaligus. Terlebih lagu, asuransi mengandung unsur judi
yaitu untung-untungan. Ketika terjadi risiko yang dipertanggungkan, maka Anda akan
mendapatkan klaim dan ketika tidak terjadi risiko maka uang Anda hilang sama sekali. Pada
saat Anda membayar premi, maka Anda tidak mengetahui apakah Anda akan mendapatkan
sesuatu risiko di masa yang akan dating atau tidak. Risiko dapat berwujud risiko jatuh sakit,
kecelakaan, kerusakan barang, dan lain sebagainya, tergantung dari jenis asuransi yang
diambil oleh seseorang.
Misal seseorang mengambil asuransi jiwa untuk jangka waktu 1 tahun, kira-kira dia
meninggal dalam 1 tahun maka ia mendapatkan penggantian uang premi asuransi dan
dibayarkan berlebih. Namun, apabila seseorang tersebut masih hidup dalam 1 tahun, maka
samapi akhir tahunnya uangnya akan hilang dan tidak ada kelebihan. Pada saat seseorang
mengikuti asuransi tersebut, pada hakikatnya adalah ia tidak tahu apakah ia akan
mendapatkan jasa asuransi sebagai timbal balik dari premi asuransi yang telah dibayarkan
atau tidak. Dalam menukarkan uang dengan uang maupun barang dengan barang yang kita
tidak tahu akan menerima uang/barang tersebut atau tidak, maka hukumnya adalah gharar
dan judi dan hal ini jelas haram. Oleh karena itu, asuransi syariah harus menghilangkan
unsur riba dalam dua bentuknya dan menghilangkan unsur khimar atau perjudian.
Ketidakjelasan besarnya klaim ganti rugi yang akan diterima peserta asuransi
kooperatid atau takmin ta’awuni pada saat akad dilangsungkan, maka tidak mempengaruhi
keabsahan akad karena akad ini merupakan akad hibah dan gharar dalam akad hibah
dibolehkan serta tidak termasuk judi. Berbeda dengan asuransi komersial, akad yang terjadi
adalah akad tukar-menukar. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi mengatakan bahwa gharar
dimaafkan, karena memang seseorang tidak akan tahu berapa yang akan didapatkan atau
diterima. Bisa jadi uang peserta asuransi hilang dan bisa jadi uang peserta asuransi tersebut
kembali dan ada pertambahan dan hal seperti ini tergolong gharar dan tidak diperbolehkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi juga
menyampaikan bahwa gharar hanya ternyata diperbolehkan namun hanya dalam 4 hal atau
kondisi, yaitu :
1. Nisbah ghararnya atau persentase ghararnya sedikit
2. Ia mendasar dalam akad maka tidak boleh, namun apabila pengikut dalam akad maka
hukumnya diperbolehkan.
Contohnya adalah asuransi. Asuransi hukumnya haram karena mengandung
gharar, namun apabila seseorang naik pesawat dan ditetapkannya aturan pemerintah
bahwa 11% dari harga tiket pesawat yang dibayar merupakan Asuransi Jasa Raharja.
Asuransi bersifat gharar dan haram, namun dalam hal ini, asuransi menjadi pengikut
akad jual beli tiket pesawat sehingga hukumnya menjadi boleh. Hal ini sejalan sebuah
dalil yang berbunyi “Sesuatu yang hukumnya mengikut pada yang boleh, maka
hukumnya menjadi boleh”.
Di samping itu, terdapat dalil Nabi Muhammad SAW melarang menjual janin
dalam perut induk hewan yang bunting. Misalkan anak kambing etawa, apabila anaknya
sudah lahir maka harganya mahal, maka ia beli pada saat masih di janin induk kambing
etawa tersebut yang harganya jauh lebih murah, namun unsur ghararnya sangat tinggi,
maka Rasulullah Saw mengharamkan membeli anak kambing yang masih dalam
kandungan induknya tersebut. Apabila Anda membeli kambing etawa yang sedang
hami maka boleh dan si penjual memasukaan harga anaknya sekaligus sehingga
harganya menjadi lebih mahal. Apabila tidak dimasukkan harga anak kambing tersebut,
maka si penjual pasti akan mengalami kerugian besar. Hal semacam ini diperbolehkan,
karena anak kambing tersebut menjadi pengikut dari akad jual beli induknya.
Rasulullah SAW mengharamkan menjual buah-buahan sebelum matang.
Apabila seseorang ingin membeli bukan buah-buahannya saja, namun kebun atau
tanahnya , maka si penjual memasukkan juga harga buah-buah yang ditanam, maka
sifatnya buah-buahan tersebut juga menjadi pengikut sehingga ghararnya dimaafkan
dan hal ini hukumnya halal sehingga diperbolehkan.
Prof. Dr. Sa’ad Khajlan menjelaskan bahwa asuransi Islami terbebas dari riba bai’.
Apabila kita perhatikan kaidah-kaidah syariat akan kita dapati bahwa diberikan toleransi
untuk sebuah akad yang berdasarkan pada kebaikan semata, tolong-menolong dan saling
bantu. Contoh : akad qardh atau pinjam meminjam. Bentuknya sama dengan riba nasiah
karena bentuknya tukar menukar uang dengan uang dan dengan cara yang tidak tunai. Akan
tetapi, Islam membolehkan akad ini karena didasarkan pada bantuan dan kebaikan. Oleh
karena itu, apabila akad qardh bertujuan untuk mencari laba, keuntungan atau manfaat,
maka akad ini kembali pada hukum asalnya yaitu hukum riba yang diharamkan.
Dalam teori akad asuransi syariah takmin ta’awuni, tetap ada bentuk riba. Seseorang
peserta asuransi membayar uang, nantinya ia akan mendapatkan jasa asuransi yang justru
masih dalam bentuk uang dan tidak secara tunai, maka hal semacam ini termasuk riba dan
Allah SWT mengharamkannya. Mengenai meminjam uang atau membayar uang, hal-hal
tersebut juga termasuk riba. Misalkan seseorang meminjam uang untuk keperluan sekolah
anaknya atau biaya makan dan lain sebagainya, ia meminjam uang ke tetangga sebesar Rp
1.000.000 dan ia mendapat pecahan uang sebesar Rp 100.000 sebanayak 10 lembar. Setelah
1 bulan ia mengembalikan uang pinjaman tersebut dengan nominal yang sama namun
dengan pecahan uang Rp 50.000 sebanyak 20 lembar, maka hal seperti ini sebenarnya
termasuk dalam bentuk riba.
Sebab, meskipun nominalnya sama antara uang yang dipinjam dengan uang yang
dikembalikan, namun pengembaliannya tidak secara tunai. Dalam contoh ini termasuk
bentuk riba, akan tetapi transaksi ini pinjam meminjam didasarkan pada niat untuk saling
tolong menonlong. Orang yang meminjam uang karena ia membutuhkan uang untuk
bertahan hidup dan orang yang memberikan pinjaman uang ingin menolongnya dan ingin
mendapatkan pahala. Dengan demikian walaupun bentuknya riba namun akad saling tolong
menolong, maka Allah SWT membolehkan. Riba seperti ini yang diperbolehkan.
Ketika bentunya tidak saling tolong-menolong, seperti datang ke money changer,
bank, atau menukar uang lebaran, maka akadnya hanya tukar menukar atau berdagang
(bukan akad saling tolong-menolong). Transaksi seperti hal-hal tersebut yang diharamkan
oleh Allah SWT, karena mereka bertujuan untuk mendapatkan atau merauk untung saja,
bukan bertujuan untuk saling membantu sesama manusia. Dalil yang lain mengenai
menukar makanan pokok yang sejenis syaratnya harus sama takarannya dan tunai, karena
tujuannya untuk bisnis. Ketika tujuannya toong-menolong seperti dalam hadits riwayat Al
Bukhari, beliau mengatakan kepada kaum As Asyarini “Saya adalah bagian dari mereka
dan mereka adalah bagian dari saya”.
Rasulullah SAW begitu memuji kaum As Asyarini (suku dari Yaman yang berhijrah
ke Madinah) karena Rasulullah SAW melihat apabila terjadi musim panen makanan pokok
yang susah maka hal yang mereka lakukan adalah semua persekutuan mengumpulkan
semua gandum yang ada di satu tempat yang luas. Setelah dikumpulkan semua menjadi
satu kemudian dihitung ada berapa banyak orang dan dibagi merata.
Dalam hal tersebut, termasuk riba karena syarat dalam tukar menukar yaitu sama
dan tunai dan hal tersebut juga mengandung gharar karena kaum tersebut tidak mengetahui
orang-orang mengumpulkan berapa banyak gandum dan yang jelas mereka
menyumbangkan dalam jumlah yang berbeda-beda. Namun, Rasululah SAW ingin masuk
dalam kaum tersebut dikarenakan akad mereka bukan untuk mencari kekayaan, akan tetapi
mereka akadnya saling tolong-menolong. Kasus atau contoh kisah seperti ini bisa
diaplikasikan dalam penerapan asuransi syariah. Pihak asuransi syariah membuat regulasi
agar takmin ta’awuni tidak mengandung unsur riba dan gharar yaitu dengan akad saling
tolong-menolong (bukan kesempatan untuk berdagang atau berbisnis).
B. Pembahasan Sesi Tanya Jawab Asuransi Syariah dalam Kajian Ustadz Dr. Erwandi
Tarmizi
1. Pertanyaan : Saya bekerja di sebuah perusahaan jasa konsultan IT, dimana salah satu
customer kita bergerak di bidang pembiayaan kendaraan atau leasing. Disitu ada kerja
sama antara perusahaan saya dengan perusahaan leasing tersebut dalam terkait
operasional ITnya, seperti pembuatan aplikasi atau penyediaan perangkat server
computer maupun printer sampai dengan ada perawatan dan monitoring untuk seluruh
komponen atau perangkat IT tersebut agar berjalan dengan baik. Bagaimana hukumnya
atas penghasilan saya selama ini dan bolehkan saya bekerja di perusahaan saya saat ini?
Jawab :
Persentase klien yang berhubungan dengan riba leasing dan lain-lain tersebut
adalah sekitar 10%. Berarti penghasilan Anda10% haram dan 90% penghasilan halal.
Pekerjaan yang enak adalah pekerjaan yang gajinya 100% halal dan bonusnya 1000%
pun halal. Keputusan ada di tangan Anda.
2. Pertanyaan : Bagaimana jika barang dagan yang saya jual tidak mencukupi permintaan
pesanan pembeli dan saya harus membeli barang ke pusat terlebih dahulu, sedangkan
modal saya terbatas dan jumlah pembelian terlalu besar. Apakah boleh di akad jasa titip
sehingga pembeli memberikan uang terlebih dahulu?
Jawab :
Anda sampaikan ke pembeli bahwa transaksi tersebut adalah jasa titip, sehingga
ada barang yang Anda siap jual dan ada barang yang menggunakan jasa titip terlebih
dahulu karena kelebihan permintaan sehingga stok barang tidak ada. Apabila Anda
menjuak barang menggunakan harga yang sama antara barang yang sudah ada dengan
barang yang harus dibeli terlebih dahulu menggunakan jasa titip, sehingga transaksi
tersebut namanya bukan jasa titip. Seharusnya Anda bilang jujur mengenai modal
pokok, kemudian berapa bagian untuk Anda. Sebab apabila jasa titip berarti Anda
menjadi wakil pembeli, jadi seolah-olah yang mempunyai uang tadi mengatakan
kepada Anda seperti ini : “Ini barang yang ada dan saya jual ke Anda sekian. Yang
sisanya 40 item saya tidak mempunyai uang. Kalau Anda mau saya bisa sebagai wakil
Anda untuk membelikan barang tersebut dan berikan saya fee sekian persen”.
Dari kesepakatan jasa titip tersebut dan Anda sebagai wakil pembeli, maka
Anda akan mendapatkan fee sesuai kesepakatan bersama. Kemudian Anda posisinya
kepada pemilik barang atau supplier adalah bukan sebagai pembeli untuk diri Anda,
namun untuk pembeli yang diwakilkan sehingga manfaatnya untuk pembeli, bukan
untuk Anda. Namun, ternyata ketika harganya lebih murah dengan modal Anda
sebelumnya, maka tetap Anda harus jujur mengatakannya.
3. Pertanyaan : Saya bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang arsitektur dan sesain
interior. Salah satu klien kantor saya adalah dia bergerak dalam bidang hukum atau
pengacara. Bagaimana hukumnya?
Jawab :
Anda membuatkan interior untuk pengerjaan kantor pengacara tersebut dan
apabila Anda tidak mengetahui apakah acaranya baik atau tidak, maka sebaiknya Anda
keluar saja. Akan tetapi, apabila Anda tahu bahwa pengacar tersbut acaranya sering
tidak baik sering bantu kasus kliennya asal menang, walaupun si klien pengacara adalah
orang yang tidak benar tetapi dari sisi hukum dia bisa dimenangkan. Lalu dia minta
untuk fee yang diberikan harus besa.
Biasanya fee hanya 10%, namun ia meminta 60%. Apabila Anda tahu orang itu
seperti tipe ini , maka haram Anda membantu atau di tempat pengacara tersebut.
Namun, apabila Anda tidak mengetahuinya, maka Anda lakukan. Misalnya pengacara
tersebut merupakan pengacara yang baik karena dalam setiap kasusnya, ia tidak mau
membantu orang yang bersalah yang mendapatkan hartanya dengan cara yang haram.
4. Pertanyaan : Bagaimana hukumnya menjual baju wanita yang tidak syar’i atau hanya
sampai lutut, tetapi saya pernah memakai tapi bawahannya rok jadi tidak terlalu ketat.
Saya tidak bisa menjamin apakah orang yang membeli tersebut, apakah dia memakai
orang tersebut memakai rok juga atau hanya memakai atasan saja. Bagaimana dengan
barang yang saya jual?
Jawab :
Pakaian yang diperjualbelikan adalah pakaian luar rumah, maka tidak boleh
Anda jual. Tetapi kalua desain pakaiannya untuk dalam rumah, maka diperbolehkan,
seperti orang yang menjual pakaian dalam. Jadi desain untuk pakaian luar rumah maka
harus menutup aurat. Tetapi ternyata dia tinggi dan dia tidak menutup auratnya, maka
bukan salah Anda. Atau pakaiannya sudah menutup aurat namun ia memotongnya,
maka Anda juga tidak berdosa.
5. Pertanyaan : Sekarang dunia internet semakin buming. Apakah hukum jual beli
domain? Saya membangun domain tersebut menjadi konten yang bermanfaat. Setelah
berpotensi yang mengikat maka saya jual, apakah halal juga? Namun, penjualannya
saya lelang, bagaimana mengenai hal tersebut?
Jawab :
Hukum asal jual beli domain adalah halal, kecuali mengandung unsur jual beli
yang diharamkan. Anda mengisi konten yang bermanfaat kemudian Anda jual, maka
hal tersebut juga halal. Mengenai lelang penjualan pun halal.
6. Pertanyaan : Saya menjual makanan dan minuman dari luar negeri, jadi makanannya
seperti roti-rotian dan minuman kemasan dari luar negeri. Biasanya saya menjual lewat
broadcast di media social, lalu info mau ikutan order dan saya menyuruh mereka untuk
membuat list orderan dan saya infokan kapan barang yang dipesan sudah ada. Biasanya
dari list orderan, saya lebihkan belanjanya untuk orang-orang yang biasanya mendadak
beli atau belum ikut di list orderan. Apakah itu yang dimaksdu dengan pre order?
Jawab :
Kalau Anda cancel maka tidak ada konsekuensinya karena Anda mengatakan
bahwa barang yang dicancel tersebut akan cepat lakuatau habis juga di pasaran. Maka
dalam memesan belum terikat jual beli dibolehkan. Jual beli nanti namun datanya ada
terlepas mereka jadi atau tidak. Mengenai pre order atau bukan saya tidak tahu. Akan
tetapi, hal yang terpenting adalah belum ada akad, karena akadnya setelah barang Anda
miliki baru Anda berakad jual beli.
Akan tetapi, apabila mereka Anda minta uang namun tidak jadi, sehingga ada
DP maka akad pesanannya mengikat. Berarti pula Anda menjual barang yang belum
Anda miliki dan hal ini yang dilarang oleh Rasulullah SAW.
7. Pertanyaam : Saya mau bertanya mengenai pabrik syirkah. Kebetulan saya mempunyai
sebuah bisnis dimana di awal saya sudah menanam modal dan menawarkan rekan untuk
bergabung. Jadi akadnya syirkah penggabungan modal dan pada saat itu kita sudah
sepakat bahwa kepemilikian sekian dan keuntungan sekian, tetapi pada saat usaha
berlangsung mereka belum menanamkan modal sekiat sebulan lalu dan mungkin
mereka baru menanamkan modal minggu depan karena saya juga menunggu keputusan
MUI. Namun, saat ini usaha saya sudah berkembang 2 kali lipat dari sebelumnya.
Apakah kesepakatan awal tetap diberlakukan atau kesepakatn tersebut harus
diperbaharui sesuai dengan asset sekarang yang saya miliki?
Jawab :
Setau saya dalam akta pembuatan PT maka ada pembagian persentase modal.
Misal tiga orang menyetorkan modal seperempat seperempat seperempat, meskipun
hanya ada satu orang yang menyetorkan modal tetapi ketiga orang tersebut tetap Anda
memiliki hak dan kewajiban di sana. Hal ini salah. Seseorang tidak dikatakan syirkah
bekerja sama sampai dia menyetorkan uang jadi sama dengan akad tadi. Dia belum
boleh menjual barang sebelum barang tersebut sampai di tangannya, tetapi untuk
pendiskusian yang tidak mengikat janji maka boleh.
Dalam kasus Anda, mereka berjanji baru ingin bekerja sama . Sebelum Anda
terima uangnya berarti mereka belum ikut kerja sama. Dengan demikian, untung
mereka tidak dapat dan rugi juga tidak menanggung sampai mereka menyetorkan
modal. Walaupun mereka sudah berkontribusi kerja maka hal tersebut dinamakan
modal kerja. Mereka berhak menerima keuntungan yang saya terima karena mereka
juga menanggung kerugian dari pekerjaannya. Apabila dia modalnya dengan kerja, jadi
setelah mereka setor modal nanti berubah lagi presentase keuntungannya. Ketika
seumpama dia kerja anda kerja, uang baru satu dari anda, berarti anda duapertiga, dia
satu pertiga. Keuntungan berarti dia sepertiga anda duapertiga, ketika dia setorkan uang
sebesar setoran anda dan uang anda naik dari satu menjadi empat miliyar.
Jadi perhitungannya berubah menjadi seperempat, sepertiga kerja, seperempat
dari uang. Maka itu dari pandangan fiqih sulit menerapkan akad mudhorobah paada
rekening di bank Syariah saat ini. Ketika anda membuat akad mudharobah, anda bisa
ambil modal anda setiap hari. Jika kerja mudharobah, anda setor uang 1 M ke teman
anda, maka setiap hari anda ambil, dan besok anda tambah lagi, untuk perhitungannya
pasti sulit, karena ketika anda ambil berarti modal anda berkurang, ketika anda tambah
berarti presentasi modal anda adalah besar modal yang ada, bukan yang anda setor
diawal. Ketika terjadi kerugian nanti berbeda kerugiannya. Makanya sebenarnya
mudharobah tidak bisa diambil setiap hari.
8. Pertanyaan : Beberapa tahun yang lalu saya menerima share dari teman saya masalah
BPJS khadarullah suami sudah pension, dan selama pension ini kami tidak mengikuti
program BPJS. Yang kami dapat itu ada pengumuman mereka yang tidak ikut anggota
BPJS akan mendapat sangsi, seperti pencabutan layanan public tertentu seperti izin
mendirikan bangunan, sim, dll itu bagaimana dalam masalah BPJS ini ? menurut ustadz
bagaimana BPJS ini menurut Syariah ?
Jawab :
BPJS kesehatan itu bagus karena ada peserta tidak membayar itu fakir miskin
dan dhuafa. Bahkan lebih bagus dari prinsip Syariah yang ada di Indonesia, karena
dalam asuransi Syariah Indonesia, fakir miskin tidak ikut dia mendapat fasilitas
kesehatan dan klaim ganti rugi. Pihak asuransi ada yang rugi lalu tidak ada ganti
ruginya. Yang BPJS ini bisa walaupun anda tidak menyerahkan premi, dan angsuran
tetapi mempunyai layanan kesehatan yang berjumlah ratusan juta. Tetapi banyak di
Indonesia fakir miskin dan orang yang berpura pura fakir miskin sehingga dana BPJS
tidak mencukupi. Tetapi pada konsepnya ini sangat bagus, karena fakir miskin dan
dhuafa terbantu untuk pelayanan kesehatannya. Adapun kasus ibu tadi, lakukanlah,
anggap saja ibu mendaftar untuk membantu fakir miskin ketika anda sehat.
9. Pertanyaan : Saya memiiki sampingan pekerjaan yaitu desain dan desain itu saya jual
melalui market place. Namun, market place ini berbeda dengan e-commerce yang ada
di Indonesia. Jadi sistemnya seperti ini : adap 3 pelaku (pelaku utama desainer, pelaku
kedua market place atau si penjual, pelaku ketiga adalah pembeli). Namun, akad jual
beli dengan market place menggunakan akad berlangganan. Seperti tokopedia, desain
ini dijual ibaratkan barang sehingga ada user yang tertarik kemudian dia mendonwnload
dengan berbayar. Lalu, mengenai penghasilan saya itu didapat dari saldo pemakaian
desain yang sudah didonwnload dan market place menyetorkan saldo dalam bentuk
uang lalu saya menerima gaji tersebut
Jawab :
Ready stock. Hal yang saya pahami adalah semisalkan saya ingin memesan
cover buku harta haram lalu Anda membuatnya atau sudah ada ready stock dan
kemudian saya beli. Anda membuat desain berarti ketika ia mendownload dan
membayar desain tersebut, berarti desain tersebut sudah menjadi miliknya dan ia berhak
menjualnya kepada orang lain. Apabila desainer mendapatkan uang dari market place
diperbolehkan karena market place hanya sebagai perantara dari konsumen saja. Jika
Anda di dalam hati ada sesuatu yang mengganjal maka lebih baik jangan dilakukan.
Penghasilan Anda bukan gajipun berasal dari penggunaan hak cipta desain Anda maka
dengan seperti itu penghasilan juga halal.
Ustadz Erwandi Tarmizi mengatakan bahwa di dalam hati seseorang apabila ia tidak
merasakan sebuah ketenangan dan merasakan kejanggalandalam dirinya, maka sebaiknya
mencari sesuatu yang lain dari suatu hal yang membuat gelisah tersebut. Sebab, bisa saja ada
yang tidak benar atau tidak halal dari tindakan hati seseorang tersebut. Dengan kata lain,
mungkin orang tidak menyadarinya secara langsung, akan tetapi hati nuraninya yang akan
menuntunnya untuk membimbingnya atau memberikan petunjuk kepadanya mengenai halal
haramnya suatu hal. Terkadang orang mengatakan halal atau boleh, namun perasaan Anda tidak
tenang karena Allah SWT yang menggerakkan hati seseorang. Oleh karena itu, ikutilah apa
yang hati Anda katakan.
BAB IV
KESIMPULAN
Ali, Hasan. 2008. Konsep dan Oprasionall Asuransi Syariah. Jakarta: Majalah
Muhammadiyah.
Dr. A. Junaidi Genie, SE.,SH., MH. 20110 Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General). Jakarta: Gema Insani
Press.
Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA. 2018. Asuransi Syariah.
https://youtu.be/OaVMHzQhSMA. (Diakses tanggal 15 November 2019)
Widyaningsih, SH., MH. 2007. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada.