Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASURANSI SYARIAH

Mata Kuliah : Lembaga Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Fatmawati S.EI.,M.E

Oleh :
Kelompok 6

Siska Hasmirawati 22064014003


Nurhaeda 22064014005
Salman Al-farisi 22064014032
Muhammad alwi aksah 22064014013

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Swt.


yang telah melimpahkan rahmat dan karunian-nya ,sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ ASURANSI SYARIAH ” dapat diterima
dengan baik oleh semua kalangan mahasiswa/mahasiswi atau masyarakat

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan .

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki oleh karena
itu, saran dan kritik dibutuhkan guna untuk membangun makalah ini menjadi lebih
baik lagi.

Dan semangat belajar karena kesuksesaanmu hari esok. Kelak telah


menantimu lewat perjuanganmu hari ini dan hari hari berikutnya.

Makassar, 12 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. Pengertian asuransi syariah .................................................................................. 6
B. Landasan Yuridis ( hukum positif, Al Quran & Hadis) Asuransi Syariah ........... 8
C. Produk – Produk Asuransi Syariah ..................................................................... 14
D. Pendapat Ulama Tentang Asuransi Syariah ....................................................... 15
BAB III
PENUTUP ................................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah terbentuknya asuransi syariah dimulai sejak tahun 1979 yang ditandai

dengan berdirinya perusahaan asuransi di Sudan bernama Sudanese Islamic

Insurance.1

Perusahaan tersebut pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Pada

tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga

memperkennalkan asuransi syariah di wilayah Arab.

Kemudian asuransi syariah juga dikenal di Swiss yang ditandai dengan

berdirinya asuransi syariah bernama Dar al Mâl al Islâmi pada tahun 1981 yang

selanjutnya memperkenalkan asuransi syariah ke Jenewa. Di Eropa, asuransi syariah

kedua bernama Islamic Takafol Company (ITC) yang berdiri di Luksemburg pada

tahun 1983, dan diikuti oleh beberapa Negara lainnya.2

Secara prinsipil kajian ekonomi Islam selalu mengedepankan asas keadilan,

tolong-menolong, menghindari kezaliman,pengharaman riba, prinsip profit and loss

sharing serta penghilangan unsur gharar, Maka dari sini ditarik garis parallel terhadap

prinsip-prinsip yang harus ada dalam sebua institusi asuransi syariah. Sebab, asuransi

syariah secara teoritis masih menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum.

1
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 30
2
Ibid, h.31

4
Di samping prinsip dasar di atas yang harus dipenuhi oleh lembaga asuransi syariah,

asuransi syariah juga harus mengembangkan sebuah manajemen asuransi secara

mandiri, terpadu, professional serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah

digariskan dalam syariah Islam. untuk tujuan menjaga agar selalu sesuai dengan

syari’at Islam maka pada setiap asuransi harus ada Dewan Pengawas Syariah (DPS).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan asuransi syariah?

2. Bagaimana landasan yuridis (hukum positif, alquran, hadis) tentang

asuransi syariah?

3. Apa saja produk-produk asuransi syariah

4. Bagaimana pendapat ulama tentang asuransi syariah?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian asuransi syariah

Menurut terminologi asuransi syariah adalah sebagai salah satu cara untuk

mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan, di mana manusia senantiasa

dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau

berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, atau perusahaan

yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit dan usia tua. 3

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Asuransi atau pertanggungan

adalah perjanjian atara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan

diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan

penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan

keuntungan yang idharapkan, atau tanggung jwab hukum kepda pihak ketiga yang

mungkin akan diderita tertanggung, yag timbu dari suatu peristiwa yang tidak pasti,

atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dalam Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah transaksi

perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak

3
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 40

6
yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika

terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.

Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN MUI/ X/2011 disebutkan

Asuransi Syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah ysaha saling melindungi dan

tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk

asset atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu

melalui akad (perikatan yang sesuai syariah). 4

Hal ini identik dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi

dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah pada Pasal 1 ayat (1) yang

menyebutkan bahwa asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong-

menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui

pembentukan kumpulan dana (dana tabarru’) yang dkelola sesuai prinsip syariah

untuk menghadapi risiko tertentu.

Dari definisi asuransi syariah di atas dapat disimpulkan, bahwa asuransi

syariah adalah perjanjian antara dua belah pihak yaitu antara tertanggung dan

penanggung, di mana pihak tertanggung membayarkan sejumlah premi kepada pihak

penanggung sebagai pengalihan resiko jika terjadi peristiwa yang merugikan pihak

tertanggung, adapun premi yang dibayarkan akan di masukkan pada dana tabarru’

4
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 41

7
yaitu dana tolong-menolong antara semua peserta serta dana tabungan yang nantinya

akan diinvestasikan oleh pihak penanggung melalui investasi yang sesuai syariah.

Sehingga inilah yang menjadikan perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah

dengan asuransi konvensional.5

B. Landasan Yuridis ( hukum positif, Al Quran & Hadis) Asuransi Syariah


1) Hukum Positif

Operasional asuransi syariah di dasarkan pada hukum positif yang saat ini

berlaku di Indonesia, yaitu Undang – Undang No.2 Tahun 1992 tentang usaha

perasuransian dan peraturan pemerintah No.63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 19992 tentang penyelenggaraan Usaha

Perasuransian.6

Mengingat asuransi syariah masih terbatas dan belum di atur secara khusus

dalam undang-undang. Secara lebih teknisi operasional perusahaan asuransi /

perusahaan reasuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen

Lembaga Keuangan Kepada No. 4499/LK/2000 tentang Jenis Penilaian dan

Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem

Syariah dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK), yaitu KMK

No.422/KMK. 06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi; KMK

No.424/KMK. 06/2003 tentang Kesehatan KeuanganPerusahaan Asuransi dan

5
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 42
6
Obid, h. 49

8
Perusahaan Reasuransi; dan KMK No. 426/KMK. 06/2003 tentang Perizinan Usaha

dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Landasan hukum positif di atas tidak dapat dijadikan landasan hukum yang

kuat bagi asuransi syariah karena tidak dapat mengatur keberadaan asuransi

berdasarkan prinsip syariah, serta tidak mengatur teknis pelaksanaan kegiatan

asuransi dalam kaitannya kegiatan administrasinya.

Agar ketentuan asuransi syariah memiliki kekuatan hukum, maka perlu

dibentuk peraturan termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia

meskipun dirasakan belum memberi kepastian hukum lebih kuat. Peraturan tersebut

adalah Keputusan Menteri Keuangan di atas pada tahun 2000 dan 2003.

2) Al Quran & Hadis

Sumber hukum dalam Islam yang utama dan disepakati ulama ada empat,

yaitu al-Qur’an, asSunnah, Ijma dan Qiyas. Dalam kaitan operasional asuransi syariah

ini tentu saja tidak ada ayat alQur’an dan al- Sunnah yang secara spesifik mengatur

lembaga keuangan asuransi, demikian juga ketentuan Ijma’ dan Qiyas tidak

ditemukan ketentuan-ketentuan yang bisa dijadikan rujukan.

Hanya saja sumber al- Qur’an dan as- Sunnah ditemukan prinsip-prinsip

umum yang berkaitan dengan operasional asuransi syariah. al-Qur’an sendiri tidak

menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktek asuransi seperti

9
yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi

secara nyata dalam alQur’an. 7

Walaupun begitu al-Qur’an masih mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai

muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktek asuransi, seperrti nilai dasar tolong

menolong, kerja sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa

kerugian dimasa yang akan datang. Dalil tersebut di antaranya dalam QS. al-Maidah

ayat 2 yang berbunyi:

‫َِۡدُۡ ۡٱل ِعقَاب‬ ِ ‫ٱۡ ۡۡ ِِ َو ۡٱلعُ ۡۡ َو‬


َّ ْ‫نِۚ َوٱحَّقُوا‬
َّ َِّ ِِ َۖ‫ٱّل‬
َ َ‫ٱّل‬ َ ْ‫علَي ۡٱلبِ ِ ّر َوٱلخ َّ ۡق َوىۖ َو ََ حَعَ َاونُوا‬
ِ ۡ ‫علَي‬ َ ْ‫َوحَعَ َاونُوا‬
“… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-

Nya”. (QS. al-Maidah [5]:2).

Ayat di atas memuat kata perintah (amr) yaitu tolong menolong antara sesama

manusia, dalam bisnis asuransi ini terlihat dalam praktek kerelaan anggota (nasabah)

untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana tabarru’ yang berbentuk

rekening tabarru’ yang berfungsi untuk menolong salah satu anggota yang sedang

mengalami musibah8. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan

dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita

7
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 43
8
Ibid, h. 44

10
sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi

masa depan. Allah berfirman dalam QS. al-Hasyr ayat 18 berbunyi:

َِ‫رر ِِ ََا ح َعۡ ََلُو‬ َّ ْ‫س َّما قََّۡ َم ۡج ِلغ ٌَ۬ۡۖ َوٱحَّقُوا‬
َّ َِّ ِِ َۚ‫ٱّل‬
ُ ‫ٱّلَ ََ ِب‬ ُ ‫ٱّلَ َو ۡلخ َن‬
ٌ۬ ‫ظ ۡر ن َۡف‬ َّ ْ‫َدـٰٓأَدُّ َہا ٱلَّذِدنَ َءا َمنُواْ ٱحَّقُوا‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah

Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok

(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Hasyr [59]:18).

Jelas sekali dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk merencanakan apa yang

akan kita perbuat untuk masa depan. Hal ini bukanlah menolak takdir Allah, akan

tetapi hanyalah usaha manusia untuk menyiapkan masa depan agar lebih baik.

Sesuatu yang telah menjadi ketetapan-Nya adalah ajal (kematian) yang akan dialami

oleh setiap manusia.9 Firman Allah QS. al-Imran ayat 145 dan 185, berbunyi:

ٌ۬
َ ‫ٱّلِ ِكخ َـ ٌ۬با ُّم َؤ َّجلۗ َو َمن د ُِر ۡۡ ۡ َ َو‬
َ ‫اب ٱلۡ ُّۡن َرا نُ ۡؤ ِح ِِۦ ِم ۡن َہا َو َمن د ُِر ۡۡ ۡ َ َو‬
‫اب‬ َّ ِِ ‫ڪاَِ ِلن َۡفس أَِ ح َ َُوثَ ِِ ََّ ِِإ ِ ۡذ‬
َ ‫َو َما‬

َ ‫ۡٱۡل َ َِ َرةِ نُ ۡؤحِِۦِ ِم ۡن َہاۚ َو‬


َّ ‫َن َۡۡ ِِى ٱل‬
َ‫َّـ ِِ ِردن‬

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,

sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang siapa

menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia

itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)

9
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 45

11
kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada

orang-orang yang bersyukur”. (QS. al-Imran [3]:145).

ۡۡ َ‫اَ َوأ ُ ۡۡ َِ َل ۡٱل َۡنَّتَ ََّق‬ َ ََ ِِ ۡۡ ُُ ‫وَڪ ُِۡ دَ ۡو ََ ۡٱل ِق َرـ ََ ِتۖ ََّ ََن‬
ِ َّ‫ع ِن ٱلن‬ ِ ‫ُك ُّل ن َۡف ٌ۬س ذَآٰ ِٕٮقَتُ ۡٱل ََ ۡو‬
َ ‫ثۗ َو ِِنَّ ََا ح ُ َوََّّ ۡوَِ أ ُ ُج‬

ِ ‫ََّاَُ ۗ َو َما ۡٱل ََ َروة ُ ٱلۡ ُّۡن َرا ٰٓ ِِ ََّ َمخ َـ ُُ ۡٱلغُ ُر‬
َ‫و‬

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari

kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari

neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung.

kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.

(QS. al-Imran [3]:185).

Untuk menghadapi ketidakpastian ajal tersebut maka salah satu caranya

adalah dengan menyiapkan (perlindungan)untuk kepentingan di masa datang agar

segala sesuatu yang bernilai negative, baik dalam bentuk musibah, kecelakaan,

kebakaran ataupun kematian, dapat diminimalisir kerugiannya.

Hal semacam ini telah dicontohkan oleh Nabi Yusuf secara jelas dalam

menakwilkan mimpi Raja Mesir tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan

oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus.10 Sebagaimana dalam HR. ABU DAUD yang

artinya:

10
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 46

12
“Siapa yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan

melepaskan kesulitannya di hari kiamat, dan siapa memberi kemudahan

kepada orang yang sedang dalam kesusahan, Alaah akan memberikan

kemudahan padanya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong

hambaNya selama ia mau menolong saudaranya”. (HR. Abu Daud).

“Rasullulah SAW bersabda, perumpamaan persaudaraan kaum muslimin

dalam cinta dan kasih sayang antara mereka adalah seumpama satu tubuh

bilamana salah satu bagian tubuh merasakan sakit, maka akan dirasakan

oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti ketika tidak tidur atau demam” (HR.

Ahmad dan Muslim).

Hadist ini menggambarkan tentang adanya saling tolong-menolong dalam

masyarakat Islam. Dimana digambarkan keadaannya seperti satu tubuh, jika ada satu

anggota masyarakat yang sakit, maka yang lain ikut merasakannya.11 Minimal dengan

menjenguknya, atau bahkan memberikan bantuan, karena terkadang bantuan yang

diterima, jumlahnya melebihi biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan. Sehingga

terjadilah surplus, yang minimal dapat mengurangi beban penderitaan orang terkena

musibah. Hadist ini menjadi filosofi tegaknya sistem asuransi syariah. Jadi, dasar

hukum inilah yang menjadi dasar dari asuransi syariah yang berkembang pada saat

ini. Yaitu dalam bentuk semangat tolong menolong, bekerja sama dan proteksi

terhadap peristiwa yang membawa kerugian.

11
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 47

13
C. Produk – Produk Asuransi Syariah

Produk asuransi syariah terdiri dari beberapa produk yang mencakup berbagai

macam aspek kehidupan mulai dari perlindungan atas terjadinya musibah kecelakaan

yang mengakibatkan meninggal dunia hingga terjadinya musibah kebakaran bahkan

hingga terjadinya kecelakaan dalam pengangkutan. Adapun produk tersebut dibagi

menjadi: produk asuransi yang mengandung unsur tabungan dan produk asuransi

non-saving (Syakir Sula, 2004).12

1. Produk Asuransi yang mengandung unsur tabungan

a) Dana Investasi. Merupakan bentuk perlindungan untuk perorangan yang

menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana sebagai dana

investasi.

b) Dana Siswa. Merupakan bentuk perlindungan untuk perorangan yang

bermaksud menyediakan dana pendidikan hingga sarjana.

c) Dana Haji. Suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang

menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana untuk biaya

menjalankan haji.

d) Dana Hasanah. Merupakan bentuk perlindungan untuk perorangan yang

menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana sebagai modal

usaha.

2. Produk asuransi non-saving

12
Herry Ramadhani, Prospek dan Tantangan Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia. Al-
Tijary,2015, 61

14
a) Kesehatan Individu. Program untuk perorangan yang bermaksud

menyediakan dana santunan rawat inap dan operasi bila peserta sakit dan

kecelakaan dalam masa perjanjian.

b) Kecelakaan Diri Individu. Program yang diperuntukkan bagi perorangan

yang bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta

mengalami musibah kematian karena kecelakaan dalam masa perjanjian.

c) Al-Khirat Individu. Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang

bermaksud meyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta

mengalami musibah kematian dalam masa perjanjian.

D. Pendapat Ulama Tentang Asuransi Syariah


1. Kelompok yang mengharamkan

Diantara ulama yang mengahramkan asuransi adalah Ibnu Abidin, Sayyid

Sabiq, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Shadiq Abdurrahman alGharyani,

Yusuf Qardhawi, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhit al-Muth’I, Muslihuddin,

Husain Hamid Hisan, Alo Yafie, serta majelis ulama fikih. 13

Adapun alasan dari kelompok yang berpendapat bahwa asuransi itu

diharamkan adalah karena asuransi mengandung gharar (ketidak jelasan) yang sangat

nyata yang dilarang agama Islam dalam semua transaksi dengan dalil hadist shahih

bahwa Rasulullah SAW melarang jual belli kerikil dan jual beli gharar.

13
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 53

15
Karena dalam asuransi premi dan klaim tidak jelas jumlahnya, nasabah atau

tertanggung tidak tahu berapa besar yang harus ia setorkan kepada pihak asuransi,

begitu juga pihak asuransi tidak tahu berapa yang akan ia terima dari premi nasabah

serta berapa dana klaim yang harus ia keluarkan untuk nasabah ketika terjadi

musibah, jelasnya grarar ini akan terjadi ketika adanya musibah. Alasan lain karena

akad asuransi mengandung makna judi yang diharamkan dalam Islam. Asuransi

dikatakan sama dengan judi karena asuransi merupakan akad yang salah satu dari

pelaku akad tersebut (dalam hal ini peserta asuransi) harus membayar kepada pihak

asuransi dengan kesepakatan apabila terjadi sesuatu.

2. Kelompok yang membolehkan

Di antara ulama yang membolehkan asuransi yaitu: Murtadla Muthahhari,

Abdul Wahbah Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Muhammad

Nejatullah Shiddiq, Muhammad Musra, Muhammad al-Bahl, Muhammad Dasuqi,


14
Muhammad Ahmad, Mustafa al-Zarqa.

Di antara alasan golongan yang membolehkan asuransi adalah berdasrkan

pada kaidah fikih sebagai berikut:

“Asal sesuatu adalah boleh”

Karena asal sesuatu adalah boleh dan bolehnya transaksi baru, artinya semua

jenis transksi dilakukan oleh manusia selama bermanfaat dan tidak ada dalil yang

14
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 55

16
melarangnya maka diperbolehkan, asuransi merupakan kategori transaksi manusia

yang bermanfaat dan taka da dalil khusus yang melarangnya.

Alasan lain karena asuransi mengandung mashlahah. Artinya asuransi sesuai

dengan mashlahah atau kebaikan serta tujuan agama dan hukum bisa dibangun di atas

mashlahah tersebut jika tidak ada dalil naqli yaitu yang bersumber dari alQur’an dan

hadist.

Adapun di antara maslahat uang terdapat dalam asuransi adalah sebagai alat

untuk menyimpan uang, bisa menjadi modal, dapat dipergunakan untuk kepentingan

umum, mendatangkan ketenangan jiwa serta mendatangkan rasa aman ketika terjadi

musibah. Halalnya hukum asuransi didasarkan juga pada asas kesepakatan antara

kedua-belah pihak. Keduanya sama-sama rela dan sama-sama merasa diuntungkan,

sehingga tidak ada alasan untuk mengharamkannya.

Selanjutnya asuransi bisa dikisaskan dengan wadi’ah bi al-ujrah (penitipan

dengan membayar upah) yang demikian itu karena orang yang menerima titipan

apabila menerima upah dari jasa titipan tersebut maka ia harus menanggung atau

mengganti barang tesebut apabila terjadi kerusakan. 15

Begitu juga pihak asuransi, maka ia harus menanggung karena telah menerima

setoran dari nsabah atau memberi keamanan ketika terjadi musibah.

15
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 56

17
Selain itu asuransi bisa disamakan dengan perjanjian yang mengikat al-wa’ad

al-mulzam yaitu ketika seseorang berkata kepada orang yang kedua ”juallah barang

kamu sekarang, jika kamu mendapat kerugian, maka aku akan rido kepadamu”. Lalu

orang yang kedua tadi menjual barangnya dan mendapat kerugian, maka orang yang

telah berjanji tadi harus rido dengan membayar ganti rugi.

Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak,

asuransi mengutungkan kedua belah pihak, serta asuransi mengandung kepentingan

umum, sebab premipremi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan

pembangunan serta asuransi juga termasuk syirkah ta’âwuniyyah yaitu usaha bersama

yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong.

3. Kelompok yang mengharamkan sebagian dan membolehkan sebagian

akad asuransi

Membolehkan asuransi berbasis sosial dan mengharamkan yang berbasis

bisnis. Di antara pendukung pendapat ini adalah: Muhammad Abu Zahra, Wahbah al-

Zuhaili, Musthafâ al-Zarqâ. Dengan alasan sama dengan pendapat yang pertama

ketika mengharamkan asuransi dan menggunakan alasan kelompok kedua ketika

membolehkan asuransi.

Abu Zahrah berpendapat bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan

karena jenis asuransi tersebut tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam

18
Islam. Sedangkan asuransi yang bersifat bisnis komersial tidak diperbolehkan karena

mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam Islam. 16

Dari uraian pendapat ulama tentang hukum asuransi di atas, dapat

disimpulkan bahwa masingmasing kelompok mempunyai alasan-alasan yang kuat

dan dapat diterima akal sehat, namun setelah mengkaji lebih mendalam dalil-dalil

yang diutarakan oleh setiap kelompok tersebut, maka penulis lebih cenderung kepada

pendapat yang membolehkan asuransi dengan syarat asuransi itu tidak mengandung

unsur yang dilarang oleh Islam serta semua yang bertentangan dengan syariat Islam.

16
Muhammad Ajib, Lc.,M.A, Asuransi Syariah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019), h. 58

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah kami yaitu:

1. asuransi syariah adalah perjanjian antara dua belah pihak yaitu antara

tertanggung dan penanggung, di mana pihak tertanggung membayarkan

sejumlah premi kepada pihak penanggung sebagai pengalihan resiko jika

terjadi peristiwa yang merugikan pihak tertanggung.

2. Landasan yuridis asuransi syariah di antaranya hukum positif yang di atur

dalam undang – undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan

Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah No.73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian. Dan dalam Al Quran dan Hadis tidak ada ayat Al Quran dan al

sunnah yang secara spesifik mengatur lembaga keuangan asuransi.

3. Produk – produk asuransi syariah terdiri dari beberapa produk yang mencakup

berbagai macam aspek kehidupan. Produk tersebut di bagi menjadi: produk

asuransi yang mengandung unsur tabungan dan produk asuransi non-saving.

4. Beberapa pendapat ulama tentang asuransi syariah yaitu: Kelompok yang

mengharamkan, Kelompok yang membolehkan, dan kelompok yang

mengharamkan sebagian dan membolehkan sebagian akad asuransi.

20
B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah

ini masih banyak kesalahan dari kata sempurna.

Adapun nantinya penulis akan melakukan perbaikan susunan makalah ini

dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan mengharapkan kritik serta

saran yang bisa membangun dari pembaca dalam penyusunan makalahdi kemudian

hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ramadhani, H. (2015). Prospek dan Tantangan Perkembangan Asuransi


SyariahdiIndonesia. Al-Tijary, 57-66.

Ajib, M. (2019). Asuransi syariah.

22

Anda mungkin juga menyukai