Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 5

SISTEM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Disusun oleh :
MUHAMMAD ALFIN ANSHARY
NIM.2003010640
MUHAMMAD AULIA RIZKY ANSYARI
NIM.2003011179
NADILA SAPUTRI
NIM.2003010630

Dibimbing oleh :
Dr. Dwi Wahyu Artiningsih, MM

FAKULTAS EKONOMI PRODI MANAJEMEN F


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA) MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
BANJARMASIN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ ASURANSI SYARIAH ”

Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem
Lembaga Keuangan Syariah. Selain itu juga menambahkan wawasan para pembaca sekalian
tentang Asuransi Syariah. Mengingat hal tersebut penting kedudukannya dalam kehidupan kita.
Semoga makalah ini mampu untuk menambah sedikit ilmu.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini memang jauh dari
kesempurnaan, baik dalam isi, susunan maupun penyajiannya. Banyak sekali hambatan dalam
menyelesaikan makalah ini. Mulai dari kurangnya sumber referensi buku yang tersedia hingga
kekompakan antar anggota kelompok yang belum maksimal.

Untuk itu, segala kritik dan saran dari teman-teman semuanya dibutuhkan. Agar selanjutnya
dapat kami jadikan sebagai pijakan, supaya pada makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banjarmasin, 24 Maret 2022

Penyusun

Error: Reference source not found


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Pengertian asuransi syariah...................................................................................................3

2.2 Sejarah dan dasar hukum asuransi syariah………………………………………….……...3


2.3.Pendapat ulama mengenai asuransi syariah………………………………………………5

2.4 Manfaat dan risiko asuransi syariah………………………………………………………..7

2.5 Prinsip prinsip pengelolaan asuransi syariah……………………………………………...10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................12

3.2 Saran.....................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..

Error: Reference source not foundError: Reference source not found


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Asuransi dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata belanda assurantie yang
kemudian menjadi "Asuransi" dalam Bahasa Indonesia. Secara umum pengertian asuransi
adalah perjanjian antara penanggung (Perusahaan Asuransi) dengan tertanggung (Peserta
Asuransi) yang dengan menerima premi dari tertanggung, penanggung berjanji akan
membayar sejumlah pertanggungan manakala tertanggung. Sedangkan asuransi syariah
secara terminologi adalah tentang tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (Perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Asuransi dalam dunia islam menimbulkan beberapa macam perdebatan di kalangan
ulama. Sebagian setuju dan sebagian yang lainnya menolak adanya asuransi. Mereka punya
berbagai macam alasan tentang sebab-sebab mereka menolak dan menerima keberadaan
asuransi syariah. Terkait berbagai perdebatan yang terjadi di kalangan masyarakat,
membuat "jerat" baru untuk menghambat pertumbuhannya.
Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi harta dan
keluarga mereka dari akibat musibah usaha. Usaha yang maju dan menguntungkan mungkin
bisa bangkrut dalam seketika, ketika kebakaran melanda dalam usahanya. Asuransi memang
tidak bisa mencegah musibah tapi setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yang
terjadi

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya,
rumusan masalah dalam karya tulis adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Asuransi Syariah?
2. Bagaimana sejarah dan dasar hukum asuransi syariah?
3. Bagaimana pendapat ulama mengenai asuransi syariah?
4. Bagaimana manfaat dan risiko dalam asuransi syariah?
5. Bagaimana prinsip-prinsip pengelolaan asuransi syariah?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami pengertian dari asuransi syariah.
2. Untuk mengetahui sejarah dan dasar hukum asuransi syariah.
3. Untuk mengetahui pendapat ulama mengenai asuransi syariah.
4. Untuk mengetahui manfaat dan risiko dalam asuransi syariah.
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pengelolaan asuransi syariah.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian asuransi Syariah


Asuransi syariah adalah sebuah sistem asuransi yang mana peserta saling menanggung risiko
dengan menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi melalui dana tabarru’. Hal ini sering
diistilahkan dengan sharing of risk. Dana tersebut akan digunakan untuk membayar klaim jika
suatu saat peserta mengalami musibah. Dalam penerapannya, perusahaan bertindak sebagai
pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta. Artinya,
perusahaan hanya bertindak dalam koridor operasional dan bukan sebagai penanggung.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang Asuransi Syariah Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001, asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Akad asuransi syariah yang dimaksud tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat. Asuransi syariah juga
disebut takaful atau tadhamun, ta’min.
Dengan kata lain, asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan tolong
menolong di antara pemegang polis (peserta asuransi) melalui pengumumpulan dan pengelolaan
dana tabarru.

2.2. Sejarah dan dasar hokum asuransi Syariah


• Sejarah Asuransi Syariah
Terbentuknya Perusahaan Pertama di Dunia. Asuransi syariah pertama di dunia dibentuk pada
tahun 1979. Muhammad Ajib mengatakan dalam bukunya, sebuah perusahaan asuransi di Sudan
yang bernama Sudanese Islamic Insurance mengenalkan pertama kali konsep asuransi syariah.
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak dikenal pada masa awal Islam,
akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai
praktik yang halal, walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal di masa
Islam, akan tetapi dalam historisitas Islam, terdapat beberapa aktifitas dari kehidupan pada masa
Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab
bersama yang disebut dengan sitem aqilah.
Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya sudah muncul tiga
tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat
Indonesia tahun 1991. Dengan beroperasinya bank-bank syariah dirasakan kebutuhan akan
dihadirkannya jasa asuransi yang berdasarkan syariah pula. Berdasatkan pemikiran tersebut
ikataan cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui yayasan
Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu
Mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan
Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).

3
Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi yang berdasarkan syariah
adalah melakukan studi banding ke syariakat takaful malaysia sendirian berhad Kuala Lumur pada
tanggal 7 sampai dengan 10 September 1993. Hasil studi banding ini diseminarkan di Jakarta pada
tanggal 19 Oktober 1993 yang merekomendasikan untuk segera dibentuk Asuransi Takaful
Indonesia. Kemudian TEPATI merumuskan dan menyusun konsep asuransi takaful serta
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi.
Akhirnya tanggal 23 Agustus 1994, Asurandi Takaful Indinesia berdiri secara resmi. Pendirian ini
dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin operasionalnya diperoleh
dari Departemen Keuangan melalui surat Keputusan nomor Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4
Agustus 1994.
• Dasar Hukum Asuransi Syariah
- Dasar hukum di dalam Al Quran
Asuransi syariah memiliki dasar-dasar yang juga ada dalam hadis dan ayat dalam Al Quran, yaitu:
1. Al Maidah 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
2. An Nisaa 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.”
3. HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan
di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.”

- Dasar hukum menurut fatwa MUI


Pada dasarnya, asuransi syariah justru hadir sebagai solusi dari anggapan bahwa esensi asuransi
bertentangan dengan syariat agama dan prinsip-prinsip di dalam agama itu sendiri. Itu sebabnya
mulai 2001, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa
asuransi syariah secara sah diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Beberapa fatwa MUI yang mempertegas kehalalan asuransi syariah adalah:
1. Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
2. Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi
Syariah
3. Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan
Reasuransi Syariah
4. Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.
- Dasar Hukum dari Peraturan Menteri Keuangan
Asuransi syariah juga sudah diatur operasional dan keberadaannya melalui Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan
Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Adapun beberapa ketegasan dasar hukum dari Pemerintah ini bisa dilihat di BAB I, Pasal I nomor
1 hingga 3, yaitu:
1. Pasal 1 Nomor 1

4
Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-menolong (ta’awuni) dan
melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui pembentukan kumpulan dana (tabbaru’) yang
dikelola dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
2. Pasal 1 Nomor 2
Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang menyelenggarakan
seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
3. Pasal 1 Nomor 3
Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah program asuransi dengan prinsip Syariah,
atau perusahaan asuransi yang menjadi nasabah reasuransi dengan prinsip syariah.
Perlindungan yang ditawarkan melalui asuransi syariah kini sudah jelas bahwa hukumnya halal
sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Di samping itu, tiap perusahaan asuransi yang
memiliki produk berbasis syariah turut memiliki anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
bertugas memastikan semua produk syariah dijalankan dengan mengikuti syariat.

2.3 Pendapat ulama mengenai asuransi


Ada empat kelompok ulama fiqih kontempoler tentang asuransi, Pertama , kelompok ulama fiqih
yang mengharamkan asuransi, kedua kelompok ulama yang membolehkan asuransi, ketiga
kelompok yang membolehkan dan mengharamkan yang bersifat semata - mata komersial.
Keempat, Kelompok yang memberikan setatus syubhat (samar-samar) kepada asuransi.

1. Ulama fiqih termasuk kelompok pertama diantaranya Syaikh Ibnu Abidin dari MAzhab Hanafi,
orang yang pertama kali berbicara tentang asuransi dalam fiqih, Syaikh Muhammad Bakhti Al-
Muthi seorang mufti Mesir (1854-1935), Syaikh Muhammad Yusuf al-Halal Wa Haram fil Islam ,
Dr. Muhammad Muslihuddin Guru besar Hukum Islam Universitas London dan prof. Dr. Wahbah
al-Zuhaili ulama fiqih Guru Besar Universitas Damasqus pengarang kitab al-Fiqih al-islami wa
Adillatuhu. Mereka mengharamkan asuransi dengan alasan ;
- Asuransi sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan sejumlah harta tertentu seperti
halnya judi.
- Asuransi mengandung ketidakjelasan dan ketidakpastian (jahalat wa al- Gharar), karena
tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa
jumlah yang kan dibayar tidak jelas. Lebih dari itu belum ada kepastian apakah jumlah tertentu itu
akan diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada peristiwa yang telah
disepakati dan ditentukan.mungkin ia akan memperoleh seluruhnya, tetapi mungkin juga tidak
akan memperoleh sama sekali.
- Asuransi mengadungd unsur Riba, karena tertanggung akan memperoleh sejumlah uang yang
lebih besar daripada premi yang dibayarkan.
- mengandung unsur eksploetasi karena tertanggung kalau tidak dapat membayar preminya
uangnya bisa hilang atau dikurangi dari jumlah uang premi yang telah dibayarkan.

2. Ulama fiqih yang termasuk kekelompok kedua diantaranya Mustofa Ahmad Zarqa' Guru Besar
fakultas syariah universitas siri, Muhammad Yusuf Musa Guru besar Hukum Islam Univrsitas

5
Kairo, Abdul Rahman Isya pengarang kitab al-Mu'amalat al-Hadistah wa Ahkumuha, mereka
memperbolekan asuransi secara mutlak tanpa terkecuali dengan alasan sebagai berikut :
- Tidak ada Nash Al-Quran dan Hadis yang mengandung asuransi.
- Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
- Asuransi saling menguntungkan kedua belah pihak.
- Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab uang premi yang terkumpul dapat di
investasikan dalam kegiatan pembangunan.
- Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dan pemegang asuransi.
- Asuransi termasuk syirkah ta'wuniah, yaitu usaha bersama yang didsarkan prinsip tolong
menolong.
Masfud Zuhadi cenderung kepada pendapat yang kedua ini dengan menambahkan alasan - alasan
sebagai berikut :
-Sesuai kaidah hukum Islam
Yang artinya "pada prinsipnya pada semua akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya"
- Sesuai dengan tujuan pokok islam yaitu untuk menarik atau mencari kemaslahatan dan menolak
atau menghindari kerusakan.
- Sesuai dengan akidah hukum Islam.
Asuransi tidak sama dengan judi karena asuransi bertujuan mengurangi resiko dan bersifat sosial
serta membawa maslahat bagi keluarga, sedangkan judi justru menciptakan resiko, tidak bersifat
sosial dan membawa malapetaka bagi pelakunya.
- Sesuai dengan asa dan prinsip hukum Islam
yaitu meniadakan kesempatan dan kesukaran serta berusaha mewujudkan hidup berdampingan
dan bergotong royong.
3. Ulama fiqih yang termasuk kedalam kelompok ketiga diantaranya Muhammad Abu Zahra,
Guru besar Hukum islam universitas kairo, Abu Zahra menyimpulkan bahwa asuransi yang
bersifat sosial ( tolong-menolong) adalah halal dan sebagai aktifitas alami yang perlu diwujudkan
keberadaannya.
4. Ulama fiqih yang menganggap asuransi sebagai subhat, dengan alasan tidak ada dalil yang
secara tegas mengharamkannya dan menghaalkannya, sementara dapat dirasakan pada asuransi
terkandung keuntungan sekaligus kerugian pada pihak- pihak yang terlibat.
Didalam Al-Quran dan Al- Hadis tidak satupun ketentuan ketentuan yang mengatur secara
eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi dalam islam termasuk "ijtihadiah"
artinya untuk mentukan hukum asuransi ini halal atau haram masih diperlukan peranan akal
pikiran para ulama ahli fiqih melalui ijtihad.
5. Golongan pendapat yang membolehkan asuransi dengan syarat dan catatan tertentu
Asuransi menurut golongan ini boleh tetapi dengan syarat dan catatan tertentu. Alasan mengapa
golongan ini membolehkan asuransi dengan syarta tertentu adalah sebagai berikut :

- Dalam muamalah hukum asalanya adalah boleh (ibadah), selama tidak ada nash yang
melarangnya.
- Asuransi sudah menjadi dharurah ijtima'iyah, khususnya di negara-negara maju.

6
Diantara syarat-syarat diperbolehkannya asuransi yaitu ;
- menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan yang terdapat dalam asuransi, yaitu gharar, riba
dan maisir.
- merubah sistem asuransi yang bersifat jual - beli (tabaduli) menjadi sistem yang bersifat tolong
menolong (ta'awuni), dimana peserta asuransi saling tolong menolong terhadap peserta lain yang
tertimpa musibah.
- Konsekusensinya adalah menjadikan premi yang dibayarkan peserta sebagainya dijadikan
tabarru (hibah/derma) yang dikeloa dalam satu fund khusus, yang peruntukannya khusus untuk
memberikan manfaat asuransi.
- Pengelolaan dana atau invsetasinya haruslah pada proyek-proyek yang sesuai dengan syariah.

2.4 Manfaat dan risiko asuransi

Berikut beberapa manfaat asuransi syariah bagi kaum muslim:


1. Menggunakan prinsip tolong-menolong
2. Bebas riba
3. Premi tidak akan hangus
4. Bisa double claim
5. Bebas kontribusi dasar apabila tidak mampu bayar
6. Transparan
7. Tidak mendapatkan sanksi bila telat bayar
8. Pengelolaan dana wajib berdasarkan syariat Islam
9. Peserta mendapat pembagian keuntungan secara adil
10. Wakaf

1. Menggunakan prinsip tolong-menolong


Pada asuransi konvensional, nasabah membayar premi kepada perusahaan asuransi supaya bisa
mendapatkan ganti rugi jika terjadi risiko yang diasuransikan. Konsep ini disebut dengan risk-
transfer (pengalihan risiko). Artinya, risiko yang semula milik nasabah kini ditanggung oleh
perusahaan asuransi.
Sementara itu, risiko asuransi syariah adalah risk-sharing, di mana setiap peserta membayarkan
uang kontribusi dan apabila sudah terkumpul, dana tersebut akan dikelola oleh perusahaan
asuransi. Nantinya, dana tersebut akan disalurkan kepada peserta yang mengalami musibah dan
membutuhkan uang.
2. Bebas riba
Banyak yang mengatakan bahwa asuransi konvensional masih mengandung riba, karena
menukarkan harta dengan harta yang nominalnya tak sepadan (premi nasabah dengan klaim yang
dibayarkan perusahaan asuransi).
Nah, di sinilah timbul manfaat asuransi syariah bagi tertanggung yang unggul dibandingkan
produk konvensional, yaitu bebas dari riba. Alasannya, akad dalam produk ini bukanlah
menukarkan premi dengan uang klaim, tapi bergotong royong antar sesama peserta. Jadi, jika ada

7
peserta yang mengalami musibah, maka iuran para peserta yang terkumpul bisa digunakan untuk
menolongnya.

3. Premi tidak akan hangus


Manfaat asuransi syariah bagi tertanggung selanjutnya adalah premi atau kontribusi yang
disetorkan peserta asuransi tak bakal hangus. Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi
syariah akan mengembalikan iuran peserta apabila tidak ada klaim selama masa pertanggungan.
Skema risiko asuransi syariah ini disebut risk-sharing atau pembagian risiko. Maksudnya, risiko
yang dimiliki setiap peserta asuransi bakal ditanggung bersama. Lantas, bagaimana perusahaan
asuransi mengambil untung? Setiap menyetorkan iuran akan ada biaya pengelolaan dana sebesar
30 persen saja. Dan, peran perusahaan asuransi di sini adalah sebagai pengelola dana.

4. Bisa double claim


Manfaat asuransi syariah yang satu ini ditawarkan oleh beberapa perusahaan. Apabila kamu sakit
dan BPJS Kesehatan hanya menanggung sebagian saja, maka kamu bisa mengajukan sisanya ke
perusahaan asuransi kesehatan syariah. Namun, memang tak semua produk menawarkan manfaat
ini sehingga kamu perlu mengonfirmasinya terlebih dahulu ke agen atau broker asuransi.
5. Bebas kontribusi dasar apabila tidak mampu bayar
Manfaat asuransi syariah lain yang tidak ada di asuransi konvensional adalah kebebasan
kontribusi dasar jika peserta mengalami cacat total akibat sakit atau kecelakaan. Untuk
mendapatkan fasilitas ini pada asuransi konvensional, kamu harus membayar premi lebih. Namun,
keuntungan dari asuransi syariah adalah manfaat tersebut bisa didapatkan secara cuma-cuma.

6. Transparan
Pengelolaan dana dalam asuransi syariah sangat transparan, karena sudah ditentukan sejak awal.
Jadi, nasabah paham ke mana saja dana iuran mereka dialokasikan. Misalnya, ada yang ditaruh
untuk investasi, ada yang untuk cadangan klaim.

7. Tidak mendapatkan sanksi bila telat bayar


Jika peserta telat membayar iuran atau kontribusi, maka manfaat dari asuransi masih akan tetap
berjalan seperti seharusnya tanpa ada penghentian. Hal sebaliknya justru berlaku pada produk
asuransi konvensional, peserta justru akan terkena serangkaian sanksi, seperti pemblokiran status
peserta jika terlambat membayar premi.

8. Pengelolaan dana wajib berdasarkan syariat Islam


Kumpulan dana dari peserta asuransi syariah akan dikelola berdasarkan syariat Islam. Misalnya,
tidak akan diinvestasikan ke perusahaan yang tak sesuai dengan prinsip Islam, seperti judi atau
produsen alkohol.

9. Peserta mendapatkan pembagian keuntungan secara adil

8
Sebagian dari dana terkumpul akan diinvestasikan oleh perusahaan asuransi. Nah, keuntungan
yang didapat dari investasi tersebut akan dibagi secara adil kepada setiap peserta. Berbeda dengan
asuransi konvensional, hasil investasi hanya akan diterima oleh perusahaan saja.
Selain itu, surplus underwriting (selisih dana terkumpul) juga akan dibagikan kepada para peserta
sesuai dengan porsinya masing-masing.

10. Wakaf
Wakaf adalah salah satu manfaat asuransi syariah bagi masyarakat yang tidak ada di asuransi
konvensional. Maksud dari wakaf adalah penyerahan harta yang bertahan lama kepada penerima
manfaat sebagai bentuk kebajikan. Jadi, produk asuransi syariah memungkinkan pesertanya ikut
berpartisipasi dalam kebaikan.

Risiko Asuransi Syariah


1. Risiko murni (Pure Risk)
Risiko asuransi murni adalah risiko yang bila terjadi pasti menimbulkan kerugian dan apabila
tidak terjadi, maka tidak akan menimbulkan kerugian maupun tidak akan menimbulkan
keuntungan. Dalam pengertian risiko murni kerugian pasti terjadi seperti kebakaran, kecelakaan,
bangkrut dan lain sebagainya.
2. Risiko spekulatif (speculative risk)
Risiko spekulatif adalah risiko yang memiliki dua kemungkinan bila peristiwa yang dianggap
risiko itu benar-benar terjadi, berbanding terbalik dengan risiko murni. Contohnya saat
berinvestasi saham di bursa efek, proses investasi itu akan menimbulkan risiko spekulatif yakni
ada kemungkinan untung secara finansial dan di lain sisi ada risiko kerugian.
3. Risiko khusus (particular risk)
Risiko selanjutnya ada risiko khusus yang dampak maupun penyebabnya hanya mempengaruhi
lingkungan lokal (pribadi) baik secara kualitas maupun kuantitas. Misalnya pengangguran
ataupun seorang pencuri. Saat seseorang mencuri, risiko yang ditimbulkan hanya mempengaruhi
individu itu.
4. Risiko fundamental (fundamental risk)
Kebalikan dari risiko sebelumnya, risiko fundamental bisa menimbulkan dampak yang sangat
luas. Terdapat faktor atau pihak tertentu yang menyebabkan risiko ini seperti kebijakan
pemerintah, bencana alam, dan lain sebagainya.
5. Risiko individu (individual risk)
Risiko individu merupakan berbagai macam kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari dan bisa mempengaruhi kapasitas finansial seseorang, harta kekayaannya maupun risiko
tanggung-jawab. Individual risk terbagi menjadi beberapa kelompok seperti personal risk,
property risk dan liability risk. Personal risk kerap dikaitkan dengan pengaruh suatu hal atau
kemungkinan-kemungkinan yang secara langsung bisa berdampak pada keadaan finansial
seseorang. Contoh risiko asuransi pribadi adalah kehilangan pekerjaan, cacat fisik, meninggal
dunia, dan lain sebagainya.
6. Risiko harta (property risk)

9
Risiko harta berkaitan dengan kepemilikan suatu benda akibat pencurian, kehilangan, ataupun
kerusakan. Risiko harta memiliki dua jenis yakni kerugian secara langsung (direct losses) dan
kerugian tak langsung (consequential).
7. Risiko tanggung gugat (liability risk)
Terakhir, ada risiko tanggung-jawab yang harus kamu berikan kepada pihak lain. Simpelnya,
risiko ini membuatmu menanggung kerugian orang lain akibat ulah atau hal yang kamu lakukan.
Contohnya dalam dalam peristiwa kecelakaan, saat kamu menabrak orang lain, inilah yang
disebut dengan risiko tanggung-gugat (liability risk).

2.5 Prinsip-prinsip pengelolaan asuransi Syariah

Prinsip yang diterapkan dalam asuransi ini di antaranya sebagai berikut:


1. Tauhid
Tauhid adalah prinsip dasar asuransi syariah, menjadi salah satu poin penting yang wajib kita
pahami. Maksudnya, niat dalam memiliki asuransi bukanlah sekadar meraih keuntungan, tetapi
turut serta dalam menerapkan prinsip syariah yang lebih mengedepankan tolong menolong.
2. Keadilan
Prinsip adil juga diterapkan dalam asuransi ini, dalam artian semua pihak, termasuk peserta dan
penyedia asuransi, mendapatkan hak dan kewajibannya secara adil. Sehingga, tidak akan ada
pihak terlibat yang merasa rugi dan terdzolimi.
3. Ta’awun atau tolong menolong
Dalam produk syariah, setiap peserta bergabung dengan tujuan tolong-menolong. Cara kerjanya,
iuran yang disetorkan bisa sewaktu-waktu dipakai untuk membantu peserta lain yang terkena
musibah. Konsep yang digunakan adalah risk sharing, alih-alih risk transfer seperti pada asuransi
konvensional.

4. Kerja sama
Kesepakatan antara peserta dan perusahaan asuransi adalah bentuk kerja sama yang disepakati
melalui akad yang adil dan bertanggung jawab.
5. Amanah
Prinsip amanah diterapkan oleh perusahaan maupun peserta. Dalam artian, perusahaan harus
mengelola dana nasabah secara baik, sementara nasabah juga harus mengajukan klaim secara
jujur.

6. Al-ridha atau kerelaan


Prinsip ridha berlaku pada setiap transaksi dalam asuransi syariah. Nasabah ridha supaya uangnya
dikelola oleh perusahaan dan disalurkan kepada nasabah lain yang terkena musibah.
7. Larangan riba
Konsep syariah melarang adanya riba, sehingga dana yang dikelola oleh perusahaan tidak bisa
diinvestasikan pada bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
8. Larangan maisir atau berjudi

10
Unsur judi adalah di mana salah satu pihak untuk dan yang lain rugi. Hal ini bisa kita lihat pada
kerja sama polis konvensional di mana pembatalan polis akan membuat premi yang sudah
dibayarkan hangus. Berbeda dengan asuransi syariah yang jika nasabah membatalkan polis, uang
iuran tetap bisa kembali.
9. Larangan gharar atau ketidakpastian
Ghahar maksudnya mengandung ketidakpastian dalam perjanjian. Sementara itu, asuransi syariah
menerapkan kontrak yang sejelas-jelasnya dalam polis mengenai cara kerjanya.
10. Larangan risywah atau suap
Baik nasabah maupun perusahaan harus menjauhi kegiatan suap menyuap karena melanggar
aturan syariah.

11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berikut ini kami uraikan hasil kesimpulan makalah ini, yaitu:
Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia umumnya sangat signifikan dari tahun ke tahun.
Namun tetap saja bisa melawan besarnya perkembangan asuransi konvensional untuk beberapa
tahun ke depan. Walaupun demikian, besarnya persentase perkembangan asuransi syariah
ketimbang asuransi konvensional memberikan angin segar bagi para pengguna investasi asuransi
agar berpindah menggunakan asuransi syariah.
Di samping tidak adanya unsur-unsur yang tidak diperbolehkan oleh syariat islam, asuransi
syariah lebih jelas dalam setiap transaksi yang dilaksanakan. Baik masalah premi dan besarnya
jumlah biaya yang di klaim oleh nasabah. Hal tersebut membuat para pemilik modal tertarik untuk
mengembangkan asuransi syariah.
Bahwa Asuransi syariah merupakan usaha tolong menolong dan saling melindungi antar sesama
umat manusia dengan cara menghibahkan sejumlah dana ke dalam bentuk rekening dana tabarru
atau dana kebajikan untuk tolong menolong, yang dapat dimanfaatkan atau diberikan jika salah
satu dari kumpulan umat manusia tadi mengalami suatu risiko tertentu dalam kehidupan ini
seperti kecelakaan, sakit, cacat atau meninggal dunia. Perjanjian antar kumpulan umat manusia
tadi di ikat dalam suatu akad yang sesuai dengan prinsip syariah.

3.2 Saran
Apabila ada kekurangan dan kesalahan, kami selaku penulis meminta maaf yang sebesar-
besarnya. Dimohon kepada pembaca untuk bisa mengoreksi makalah ini dan memberikan kritik
yang membangun agar kami bisa lebih teliti lagi dalam pembuatan makalah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai