Anda di halaman 1dari 17

HUKUM ASURANSI SYARIAH

ASURANSI JIWA SYARIAH


Dosen Pengampu : Ahmad Choirul Hadi M.A

Disusun oleh :
Muhamad Arsyad (11170490000022)
M. Irwansyah (11170490000002)
Titin Toyyibah (11170490000075)
Fitria Mustapa (11150490000047)
PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Puji syukur

Penyusun ucapkan kehadirat-Nya. Karena dengan karunia-Nya lah kami bisa


menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuransi Jiwa Syariah”. Makalah ini bertujuan agar
para pembaca memahami secara jelas Asuransi Jiwa Syariah

Terimakasih kami ucapkan kepada Bpk Ahmad Choirul Hadi MA selaku dosen mata
kuliah Hukum Asuransi Syariah atas segala pengatar ilmu yang telah diberikan. Terimakasih
juga kepada orang tua kami yang senantiasa mendukung baik moril maupun materil, Kepada
rekan serta pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi materi, Susunan kalimat,
maupun tata bahasa. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan
saran pembaca yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Akhir kata, Kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk teman teman serta
pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan manfaaat pula bagi penyusunnya.

Ciputat, 29 Oktober 2019


DAFTAR ISI

Kata Pengatar ............................................................................ 1


Daftar Isi ............................................................................ 2
BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Jiwa Syariah .......................................... 4


B. Ketentuan Hukum Dalam Asuransi Jiwa Syariah .................. 4
C. Prinsip- Prinsip Asuransi Jiwa Syariah .................. 6
D. Akad- Akad Dalam Asuransi Jiwa Syariah .............................. 8
E. Mekanisme Pengelolaan Dana ...................................................... 9

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................. . 13
B. Daftar Pustaka ................................................................... 14
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan setiap manusia tidak akan pernah lepas dari suatu masalah dan
resiko. Manusia akan selalu dihadapkan pada peristiwa yang tidak terduga yang akan
terjadi, yang nantinya dapat menimbulkan kerugian bagi manusia itu sendiri. Mereka
tidak akan pernah bisa menghindar dari resiko tersebut. Resiko ini merupakan
kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang tidak terduga dan yang tidak di inginkan.
Dalam hal ini ada yang namanya asuransi, yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi
hal tersebut. Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan
pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-
benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang
diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat
dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko Perkembangan asuransi di
Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi
baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai
program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan
asuransi yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah. Sebagai orang muslim
disini kami akan membahas mengenai Asuransi Jiwa Syariah. Sehingga dengan adanya
pembahasan ini maka kita akan tahu dan paham mengenai Asuransi Jiwa Syariah.
Selain itu dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi jiwa syariah juga
menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia yaitu berupa Fatwa DSN-MUI, diantaranya tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. Disamping itu pemerintah telah mengeluarkan perundang-undangan untuk
mengatur pelaksanaan sistem asuransi syariah di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Asuransi Jiwa Syariah ?
2. Apa Ketentuan Hukum Dalam Asuransi Jiwa Syariah ?
3. Apa Prinsip- Prinsip Asuransi Jiwa Syariah ?
4. Sebutkan Akad- Akad Dalam Asuransi Jiwa Syariah?
5. Bagaimana Mekanisme Pengelolaan Dana?
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah


Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta'min. Penanggung disebut musta'min
dan yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min.At-ta'min diambil dari kata
amana yang memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Secara etimologis berarti menjamin atau saling mennggung.1
Menurut DSN yang dimaksud dengan asuransi syariah (Ta’min, Takaful atau
Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah.2
Dari beberapa pengertian asuransi syariah di atas, maka asuransi syariah
merupakan praktek tanggung menanggung diantara peserta untuk mendapatkan rasa
aman, nyaman untuk menghadapi resiko yang kemungkinan menimpa mereka
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang berhak untuk membuat fatwa-fatwa
yang berkaitan dengan asuransi syariah adalah Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan
Syariah Nasionalnya.
Perbedaan utama antara Asuransi Jiwa Syariah dengan Asuransi Jiwa
Konvesional terletak pada konsep dasar dan cara pengelolaan dana yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah. Asuransi Jiwa Syariah adalah Asuransi yang didasari prinsip
saling tolong menolong dan melindungi diantara para peserta melalui kontribusi ke Dana
Tabarru, yaitu kumpulan dana kebajikan dari uang kontribusi para peserta Asuransi Jiwa
Syariah yang setuju untuk saling bantu bila terjadi risiko di antara mereka. Dana ini
kemudian dikelola sesuai prinsip Syariah dan di bawah pengawasan Dewan Syariah
untuk menghadapi risiko tertentu

B. Ketentuan Hukum Dalam Asuransi Jiwa Syariah


Landasan dasar asuransi jiwa syariah adalah sumber dari pengambilan hukum
praktik asuransi syariah. Sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis
pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu al-
Qur‟an dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda
dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam. Pada kesempatan ini,

1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah; Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta : Gema Insani, 2004), hal.31
2
DSN-MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Edisi Revisi 2006 (Jakarta:
DSN-MUI, 2006), hal. 127
landasan yang digunakan dalam memberi nilai legalisasi dalam praktik bisnis asuransi jiwa
syariah adalah:

Al-Qur’an

Al-Qur‟an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktik
asuransi seperti yang ada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah
asuransi atau at-ta‟mîn secara nyata dalam al-Qur‟an. Walaupun al-Qur‟an masih
mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik
asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong, kerjasama, atau semangat untuk melakukan
proteksi terhadap peristiwa kerugian (peril) di masa mendatang. Diantara ayat-ayat al-
Qur‟an yang mempunyai muatan nilai-nilai yang ada dalam pratik asuransi
adalah:

َ‫ير ِب َما ت َ ْع َملُون‬


ٌ ‫َّللاَ َخ ِب‬ َ ‫س َّما َق َّد َمتْ ِل َغ ٍد َۖوات َّقُو‬
َّ َّ‫َّللاَّ ۚ ِإن‬ َّ ‫َيا أ َ ُّيهَاالَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
ٌ ‫َّللاَ َو ْلتَن ُظ ْر نَ ْف‬
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-
Hasyr: 18).

ِ ‫شدِي ُد ا ْل ِع َقا‬
‫ب‬ َّ َّ‫َّللاَ ِإن‬
َ َ‫َّللا‬ ِ ‫ع َلى اإلثْ ِم َوا ْلعُد َْو‬
َّ ‫ان َوات َّقُوا‬ َ َ‫ع َلى ا ْل ِب ِ ِّر َوالت َّ ْق َوى َوال تَع‬
َ ‫اونُوا‬ َ ‫اونُوا‬
َ َ‫َوتَع‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maaidah : 2)

Al-Hadits
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa:
“Kedudukan (persaudaraan) yang beriman satu sama lainnya ibarat satu tubuh, bilamana
salah satu tubuh itu sakit, maka akan dirasakan sakitnya oleh seluruh anggota tubuh
lainnya”
Selain itu dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah
juga menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia yaitu berupa FatwaDSN-MUI, diantaranya tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah. Disamping itu pemerintah telah mengeluarkan perundang-undangan
untukmengatur pelaksanaan sistem asuransi syariah di Indonesia, yaitu:3
1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor426/KMK.06/2003
tentang Perizinan Usaha dan KelembagaanPerusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
3
Abdullah Amrin, Meraih Berkah melalui Asuransi Syariah, Jakarta: PT Ekex Media Komputindo, 2011, h. 37-38
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor424/KMK.06/2003
tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransidan Perusahaan Reasuransi
4. Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan NomorKep.4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan InvestasiPerusahaan Asuransi Dan Perusahaan
Reasuransi dengan Sistem Syariah.4
5. DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Asuransi Syariah.

C. Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Jiwa Syariah


Asuransi harus dibangun dengan pondasi dan prinsip dasar yang kuat dan kokoh.
Dalam asuransi harus tertanam prinsip dasar sebagai berikut :5
1. Tauhid (unity)
Prinsip tauhid merupakan hak yang terpenting dalam melakukan kegiatan ekonomi
dan merupakan bagian dasar utama alam pondasi menjalankan syari’at islam. Asuransi
syariah tentu harus mengoprasionalkan nilai-nilai ketuhanan sebagaimana firman Allah
SWT QS. Al-Hadid (57) : 4
ْ‫…و ه َُو َم ع َ ك ُ مْ أ َ ي ْ َن َم ا ك ُ ن ْ ت ُم‬.
َ
Artinya : “ … dan selalu bersamamu di mana pun kamu berada….” (QS. Al-Hadid (57) :4)
2. Keadialan (Justice)

Prinsip keadilna dalam menjalankan sistem asuransi syariah merupakan jalan


keterbukaan dan kepedulian antara para pihak-pihak yang terikat dengan akad.
3. Tolong Menolong ( Ta’awun)

Dalam berasuransi harus didasari kemauan untuk saling tolong menolong dan
saling menghormati antar anggota yang terikat pada akad. Dalam hal ini ditegaskan firman
Allah SWT QS. Al-Maidah (5) : 2

ِ ‫َو ْالعُد َْو‬


ۚ ‫ان‬ ‫اْلثْ ِم‬
ِْ ‫َع َلى‬ ‫ت َ َع َاونُوا‬ ‫َو ََل‬ ۖ ‫َوالت َّ ْق َو ٰى‬ ‫ْال ِب ِر‬ ‫َع َلى‬ ‫َوت َ َع َاونُوا‬
Artinya : “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran “ (QS. Al-Maidah
(5) : 2 )
4. Kerjasama

Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada pada dunia bisnis.
Pada asuransi syariah, prinsip kerjasama dapat berbentuk akad perjanjian, yaitu
mudharabah dan musyarakah. Mudharabah merupakan kerjasama dimana pihak pemilik
modal menyerahkan dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib). Dana yang
sudah terkumpul akan diinvestasikan untuk memperoleh keuntungan (profit) dan
pembagian keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Sedangkan pada

4
Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenata Media. 2004, h. 125
5
Waldi Nopriansyah,” Asuransi Syariah C.V Andi OFFSET: Yogyakarta,2016) hal. 24
musyarakah, kedua belah pihak bekerjasama dengan sama-sama menyerahkan modalnya
untuk diinvestasikan pada bidang-bidang yang menguntungkan. Keuntungan yang
diperoleh dibagi sesuai porsi nisbah yang disepakati. Kerjasama diantara pihak-pihak
dibenarkan oleh agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
Artinya : “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa”
5. Amanah
Prinsip amanah pada sistem asuransi syariah berbasis pada nilai-nilai akuntabilitas.
Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberikan kesempatan yang besar bagi peserta
untuk mengakses laporan keuangan. Prinsip amanah ini akan melahirkan saling percaya.
Untuk setiap perusahaan asuransi syariah wajib memberikan laporan keuangan yang
diterima dari peserta karena transportasi dalam menjalankan usaha ini harus sesuai dengan
syari’at Islam.
6. Kerelaan
Prinsip kerelaaan pada asuransi syariah diterapkan pada setiap peserta sehingga
tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terikat dalam akad.
7. Larangan Riba
Dalam setiap transasksi, seseorang muslim tidak dibenarkan untuk memperkaya
diri dengan cara yang tidak dibenarkan atau secara Bathil. Sebagaimana firman Allah
SWT:

َ ُ‫ارة ً َع ْن ت ََراض ِم ْن ُك ْم ۚ َو ََل تَ ْقتُلُوا أَ ْنف‬


َّ ‫س ُك ْم ۚ إِ َّن‬
َ‫ّللا‬ ِ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل ت َأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل إِ ََّل أ َ ْن ت َ ُكونَ تِ َج‬
‫\ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jangnalah kamu sealing memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamiu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. QS. An-Nisa (4) :29)
8. Larangan Maisir

Prinsip larangan Maisir (judi) dalam sistem asuransi syariah untuk menghindari
satu pihak yang untung dan pihak yang lain rugi. Asuransi syariah harus berpegang teguh
menjauhkan dari unsur-unsur perjudian dalam berasuransi sebagaimana firman Allah
melarang Maisir (judi) :

َ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬


ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫س ِم ْن َع َم ِل ال‬ َ ‫ا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْيس ُِر َو ْاْل َ ْن‬
ٌ ْ‫صابُ َو ْاْل َ ْز ََل ُم ِرج‬
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keberuntungan. (Q.S Al-Maidah (5) : 90)
9. Larangan Gharar

Gharar dalam pandangan ekonomi islam terjadi apabila dalam suatu


kesepakatan/perikatan antara pihak-pihak yang terikat terjadi ketidakpastian dalam jumlah
profit (laba) maupun modal yang dibayarkan (premi).
Selain prinsip-prinsip diatas, baik itu asuransi syariah maupun asuransi
konvensional, dalam pratiknya akan mempertimbangkan dan berpedoman pada beberapa
prinsip yang mendasari asuransi jiwa :6

1. Insurable Interest (keterikan asuransi)


Yaitu hubungan kepentingan secara hukum dan financial mengakibatkan kerugian
keuangan bagi si pengaju asuransi. Contoh, orang tua dan anak. Bila orang tua meninggal
makan anak mengalami kerugian ekonomi, karena anak memiliki ketergantungan finansial
kepada orang tua.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam prinsip Insurable Interest meliputi :
a. Harus berupa suatu harta, hak, kepentingan, jiwa atau tanggung gugat.
b. Keadaan pada butir (a) harus merupakan sesuatu yang dapat dipertanggungkan.
c. Tertanggung harus memiliki hubungan hukum dengan sesuatu yang dapat
dipertanggungkan, dimana pihak tertanggung memperoleh manfaat dan tidak
terjadinya peristiwa kerusakan dan menderita kerugian bila yang dipertanggungkan
mengalami kerusakan.
d. Antara pihak tertanggung dan sesuatu yang dipertanggungkan harus memilik hubungan
san menurut hukum.
2. Utmost Good Faith (Niat Baik)
Prinsip ini dimana peserta untuk mengungkapkan sesuatu fakta meteriil yang
disadari atau paling tidak diketahui, apabila tidak ada pertanyaan khusus pada formulir
pengajuan asuransi.
3. Risk Sharing (pembagian risiko)
Pada pembagian risiko ini pihak asuransi akan memberikan biaya klaim atas
kerugian yang dialami peserta. Sebagai contoh, apabila peserta mengalami kerugian seperti
cacat kaki permanen akibat kecelakaan, maka perusahaan memberikan nominal besarnya
kerugian yang dialami, dan pemberian klaim yang sudah disepakati dengan peserta.

D. Akad- Akad Dalam Asuransi Jiwa Syariah


Akad-Akad yang Terdapat Di Dalam Asuransi Syari’ah

6
Menteri PRU fast start, PT prudential life Assurance, 2009, hal 32
Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi
syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang
tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan),
risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :7
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk
akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis
akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya
sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan
kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola
(Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul
mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad
tijaroh akan dikembalikan beserta bagi hasilnya.8
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian
akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah
menjadi akad tijaroh.
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan
perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah (Fatwa DSN No. 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu
Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta,
yang tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial.9
Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak dalam
akad tabarru’ adalah ;10
a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’
(mu’amman/mutabarra’ lahu), dan secara kolektif selaku penanggung
(mu’ammin/mutabarri’)

7
Junaidi Abdullah, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah”, Tawazun: Journal of Sharia Economic Law Vol. 1 No.
1, 2018, hal.18.
8
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah
9
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
10
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’.
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad
wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Untuk akad tijarah dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang mengkuti dalam
pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :
1. Akad Wakalah bil Ujrah
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau Dana
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan
berupa ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah yang
dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah mendapatkan kuasa
dari peserta.
Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah bil Ujrah
meliputi antara lain:11
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
d. underwriting
proses penaksiran mortalitas (angka kematian) atau morbiditas (angka kesakitan) calon
tertanggung untuk menetapkan apakah akan menerima atau menolak calon peserta dan
menetapkan klasifikasi peserta.12
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran
g. investasi.

Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah

a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa)
untuk mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru’,
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai
muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya,

11
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN- MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah
12
Abdullah Amrin, Asuransi Syari’ah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006, hal 103.
kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan tanggungan
(yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian
investasi dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena
kecerobohan atau wanprestasi.
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian
dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah (Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN- MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah
Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).
2. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada
perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tabarru' clan/atau
dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan
imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.
Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana) termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
e. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
3. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad Mudharabah Musytarakah adalah Akad Tijarah yang memberikan
kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana
Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta, yang digabungkan dengan kekayaan
perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa
bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan
yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN- MUI/III/2006
Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah menyebutkan
bahwa akad ini bisa dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah karena merupakan
bagian dari mudharabah dan merupakan gabungan dari akad Mudharabah dan
Musytarakah.
Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal
perusahaan asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk diinvestasikan dan
posisi perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola.
Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya :

a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shahibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan perusahaan
e. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
f. ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musytarakah :13

a. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib (pengelola)


dan sebagai musytarik (investor).
b. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai shahibul mal
(investor).
c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non saving,
bertidan bisa digunakan untuk produk tabungan maupun non tabungan.ndak
sebagai shahibul mal (investor).

E. Mekanisme Pengelolaan Dana


Dalam Istilah Asuransi, Pengelolaan Dana adalah cara kerja suatu Perusahaan
Asuransi dalam mengurusi dana premi yang sudah terkumpul dengan cara
menginvestasikannya ke lembaga-lembaga keuangan lain sebagai persediaan pembayaran
ganti rugi pertanggungan. Dengan kata lain, dana tabarru’ dikembangkan dengan tujuan
mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
Setiap periode pengelolaan dana tabarru’ akan menghasilkan dua kemungkinan,
yaitu Surplus Underwrting dan Defisit Underwrting. Surplus Underwrting adalah ketika
total dana yang terkumpul lebih besar dari total klaim dan biaya-biaya lain dalam satu

13
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada
Asuransi Syariah
periode, sedangkan Defisit Underwriting adalah ketika total klaim dan biaya-biaya lain
lebih besar dari dana yang terkumpul.
Mengenai ketentuan bagi hasil jika terdapat Surplus Underwriting Dana Tabarru’,
Perusahaan selaku pengelola dapat menentukan pilihan pembagian sesuai dengan
kesepakatan dengan para peserta, yaitu a) seluruhnya ditambahkan ke dalam Dana
Tabarru’; b) sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’ dan sebagian dibagikan
kepada Peserta; c) sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’, sebagian dibagikan
kepada Peserta, dan sebagian dibagikan kepada Perusahaan (Pasal 13 Ayat 1 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.10/2010).
Namun jika dalam pengelolaan dana tabarru’ terjadi defisit dana akibat banyak
klaim yang harus dibayar, maka perusahaan wajib memiliki kemampuan untuk
memberikan pinjaman dalam bentuk qardh kepada dana tabaru’ dengan menyetornya ke
dalam rekening tabarru’ secara tunai. Sedangkan pengembalian qardh dilakukan jika dana
tabarru’ telah mengalami surplus underwriting. 14
Perusahaan asuransi syariah diberi amanah untuk mengelola premi dengan cara yang
halal dan memberikan santunan kepada pihak yang mengalami musibah sesuai akad yang
telah dibuat. Dalam mekanisme pengelolaan premi nasabah, yang sering dipakai dalam
operasional terbagi menjadi dua sistem :15

1. Sistem pada produk saving (tabungan)


Pada produk ini peserta wajib menyerahkan premi kepada perusahaan. Besar kecilnya
premi tergantung keinginan peserta, akan tetapi yang menentukan besar kecilnya premi
yang harus dibayarkan adalah pihak perusahaan. Dalam produk ini setiap premi yang
dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan dalam dua rekening dana tabarru dan rekening
tabungan peserta.
a. Rekening tabarru. Dana rekening tabarru akan dibayarkan apabila peserta
meninggal dunia dan perjanjian berakhir (jika ada surplus dana).
b. Rekening tabungan (saving) peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta, dan
akan dibayarkan apabila perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri, atau
peserta meninggal dunia.

2. Sistem pada produk non-saving (tidak ada tabungan)


Pada produk ini premi yang dibayarkan oleh peserta akan dimasukkan ke rekening
tabarru.

14
Muhammad Iqbal (2017),” PENGELOLAAN DANA TABARRU’ ASURANSI JIWA SYARIAH DALAM
PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK SUMSEL BABEL CABANG SYARIAH BATURAJA”, MEDINA-
TE, VOL.16, NO.1, Hal 31
15
Waldi Nopriansyah,” Asuransi Syariah C.V Andi OFFSET:Yogyakarta,2016) hal. 74
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perbedaan utama antara Asuransi Jiwa Syariah dengan Asuransi Jiwa
Konvesional terletak pada konsep dasar dan cara pengelolaan dana yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah. Asuransi Jiwa Syariah adalah Asuransi yang didasari prinsip
saling tolong menolong dan melindungi diantara para peserta melalui kontribusi ke Dana
Tabarru, yaitu kumpulan dana kebajikan dari uang kontribusi para peserta Asuransi Jiwa
Syariah yang setuju untuk saling bantu bila terjadi risiko di antara mereka. Dana ini
kemudian dikelola sesuai prinsip Syariah dan di bawah pengawasan Dewan Syariah
untuk menghadapi risiko tertentu
ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah akan di
berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang
haram dan maksiat. Akad tersebut adalah akad tabarru dan akad tijarah. Dalam Pengelolaan
Dana adalah cara kerja suatu Perusahaan Asuransi dalam mengurusi dana premi yang
sudah terkumpul dengan cara menginvestasikannya ke lembaga-lembaga keuangan lain
sebagai persediaan pembayaran ganti rugi pertanggungan. Dengan kata lain, dana tabarru’
dikembangkan dengan tujuan mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul di masa
yang akan datang.
Pada perusahaan asuransi jiwa syariah dalam hal pengembangan produk, akad atau
kontrak, investasi, dan opersional perusahaan secara keseluruhan harus dipastikan tidak
mengandung unsur diatas dan unsur-unsur lain yang dilarang.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah; Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta : Gema
Insani, 2004)
DSN-MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Edisi Revisi
2006 (Jakarta: DSN-MUI, 2006)
Abdullah Amrin, Meraih Berkah melalui Asuransi Syariah, Jakarta: PT Ekex Media
Komputindo, 2011
Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenata Media. 2004
Waldi Nopriansyah,” Asuransi Syariah C.V Andi OFFSET: Yogyakarta,2016)
Menteri PRU fast start, PT prudential life Assurance, 2009
Junaidi Abdullah, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah”, Tawazun: Journal of Sharia
Economic Law Vol. 1 No. 1, 2018
Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN- MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musytarakah Pada Asuransi Syariah
Muhammad Iqbal (2017),” PENGELOLAAN DANA TABARRU’ ASURANSI JIWA
SYARIAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK SUMSEL BABEL CABANG
SYARIAH BATURAJA”, MEDINA-TE, VOL.16, NO.1, Hal 31

Anda mungkin juga menyukai