Anda di halaman 1dari 21

ASURANSI SYARIAH

Dosen Pengampu :

Oza Restianita,M.E

Disusun Oleh :

Arfan Maulana 2151020146


Eka Maya Sari 2151020175
Dina Yasmin Salviona 2151020170
Frasha Aurora Yatin 2151020189
Eva Yuliana 2151020182

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrohmatullohi Wabarokatuh


Puju dan syukur atas kehadirat Allah SWT. yang atas rahmat-nya
kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. sholawat
serta salam tak lupa selalu kita curahkan kepada baginda alam Nabi Agung
Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabatnya, agar kita sebagai
umatnya mendapatkan syafaat di hari akhir nanti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga dan
Instrumen Keuangan Syariah dengan tujuan agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi para pembaca serta penulis sendiri. Penulis mengucapkan terima
kasih banyak kepada dosen Pengampu ibu Oza Restianita,M.E yang telah
membimbing saya dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh sangat dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Bandar Lampung, 29
September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................

A. Pengertian Asuransi............................................................................................3
B. Manfaat Asuransi................................................................................................5
C. Hukum dan Permasalah Asuransi Konfensional.................................................6
D. Prinsip Asuransi Syariah.....................................................................................9
E. Oprasional Asuransi Syariah...............................................................................11
F. Produk-produk Asuransi Syariah........................................................................13

BAB III PENUTUP.................................................................................................

A. Kesimpulan.........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, perkembangan asuransi semangkin berkembang. Lahirnya
perusahaan asuransi syariah didukung dengan besarnya jumlah penduduk yang
beragama islam yang membutuhkan suatu lembaga keuangan islami sehingga
setiap interaksi muamalah yang dilakukannya sesuai dengan syariah. karena pada
dasarnya masyarakat muslim memandang operasional asuransi konvensional
dengan ragu-ragu, atau bahkan keyakinan bahwa praktek itu cacat dari sudut
pandang syariat.
Hal ini dikarenakan sejumlah fatwa yang di keluarkan oleh lembaga-
lembaga otoritas fikih menyatakan ketidakbolehan sistem asuransi konvensional,
karena akadnya mengandung unsur riba, spekulasi, kecurangan, dan
ketidakjelasan. Sementara akad perusahaan asuransi kolektif islam berlandaskan
pada asas saling tolong-menolong dan menyumbang, disamping konsisten
memegang hukum dan prinsip syariat islam dalam keseluruhan aktivitasnya dan
tunduk pada mekanisme pengawasan syariat. Asuransi kolektif islam juga tidak
menjalankan jasa asuransi dengan orientasi memperoleh keuntungan (profit
oriented) dan setiap peserta dalam asuransi ini menjadi penangggung sekaligus
tertanggung. Sehingga dengan demikian, akad-akadnya pun bersih dari segala
syarat poin yang bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat Islam.
Secara umum asuransi islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat
digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada
syariat islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan AS-Sunah. Asuransi dalam
islam dikenal dengan istilah takaful yang berarti saling memikul resiko di antara
sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas
resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar tolong-menolong
dalam kebaikan dimana masing-masing mengeluarkan dana/ sumbangan/ derma
(tabarru) yang ditunjuk untuk menanggung resiko tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Asuransi Syariah?
2. Apakah manfaat Asuransi Syariah?
3. Apakah Hukum dan permasalahan Asuransi Konvensional?
4. Apasaja Prinsip Asuransi Syariah?
5. Bagaimana oprasional Asuransi Syariah?
6. Apasaja produk Asuransi Syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Asuransi Syariah
2. Untuk mengetahui manfaat Asuransi Syariah
3. Untuk mengetahui Hukum dan permasalahan Asuransi Syariah
7. Untuk mengetahui Apasaja Prinsip Asuransi Syariah
4. Untuk mengetahui oprasi Asuransi Syariah
5. Untuk mengetahui apasaja produk Asuransi Syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah


Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie. Dalam hukum
Belanda sering dipakai kata ini dengan kata verzekering yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan kata “pertanggungan”. Dari kata assurantie ini
muncul istilah assuradeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi tertanggung,
atau dengan istilah lain disebut penjamin dan terjamin. Dari istilah verzekering itu
juga timbullah istilah verzekeraar bagi penanggung dan verzekerde bagi
tertanggung.1
Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut
mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-
ta’min memiliki arti member perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas
dari rasa takut. Men-ta’min-kan sesuatu, artinya adalah seseorang membayar atau
menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah
uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap
harta yang hilang, dikatakan “seseorang mempertanggungkan atau
mengasurasnsikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya”.2
Ada tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar, yaitu al-
kifayah (kecukupan) dan al-amnu (keamanan). Sebagaimana firma Allah swt,
“Dialaha Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan’’, sehingga sebagaian
masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan. Mereka
menyebutnya dengan al-amnu al-qidza i aman konsumnsi. Dari prinsip tersebut,
Islam mengarahkan kepada umatnya untuk mencari rasa aman baik untuk dirinya
sendiri dimasa mendatang maupun untuk keluarganya sebagai nasihat Raul
kepada Sa’ad bin Abi Waqqash agar mensedekahkan sepertiga hartanya saja.
Selebihnya ditinggalkan untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban

1
Andri Soemitra, “Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta Kencana, Dalam Aslikhah,
2011,‘Strategi Pemasaran Pada BMT Maslahah’ Dalam Perspektif Etika Bisnis Islam”, Jurnal Malia, Vol. 1,
(2009).
2
Wahidah Alwi, Anriani Anriani, and Ainun Mawaddah Abdal, “Perhitungan Premi Tahunan Untuk Asuransi
Jiwa Endowment Joint Life Dengan Suku Bunga Stokastik”, Jurnal MSA (Matematika Dan Statistika Serta
Aplikasinya), Vol. 7, No. 1, (2019), h. 11–17.

3
masyarakat. Asuransi merupakan bisnis yang unik, yang didalamnya terdapat lima
aspek yaitu aspek ekonomi, hokum, sosial, bisnis, dan aspek matematika.
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang haram dan maksiat.3
Menurut Husain Hamid Hisan, mengatakan bahwa asuransi adalah sikap
ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapih, antara sejumlah besar
manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiawa. Jika sebagian
mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam
menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan
oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut, mereka dapat
menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesi (DSN-MUI) dalam
fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberikan definisi tentang
asuransi. Menurutnya, Asuransi Syariah (Ta’min, Tafakul, Tadhamun) adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah. Dari definisi di tersebut tampak bahwa asuransi syariah
bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan ta’awun.
Yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling tolong menolong atas dasar
ukhuwal Islamiyah antara sesame anggota perserta Asuransi Syariah dalam
menghadapi malapetaka (risiko)4.

3
Baginda Parsaulian, “Prinsip Dan Sistem Operasional Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful Atau
Tadhamun) Di Indonesia”, EKONOMIKA SYARIAH: Journal of Economic Studies, Vol. 2, No. 2, (2018).
4
Arti Damisa, “Asuransi Dalam Perspektif Syariah”, At-Tijaroh: Jurnal Ilmu Manajemen Dan Bisnis Islam,
Vol. 2, No. 2, (2016), h. 170–184.

4
B. Manfaat Asuransi Syariah
Asuransi pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi
antara lain, sebagai berikut :
1. Rasa aman dan perlindungan.
Peserta asuransi berhak memperoleh klaim (hak peserta asuransi) yang
wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam
akad. Klaim tersebut akan menghindarkan peserta asuransi dari kerugian
yang mungkin timbul.
2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil.
Semakin besar kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan semakin besar
kerugian yang mungkin ditimbulkannya makin besar pula premi
pertanggungannya. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi
syariah dapat menggunakan rujukan misalnya tabel mortalita untuk asuransi
jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak
memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
3. Berfungsi sebagai tabungan.
Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara
syariah. Jika pada masa kontrak peseta tidak dapat melanjutkan pembayaran
premi dan dana yang dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali sebagaian
dana kecil yang telah diniatkan untuk dana tabarru.
4. Alat penyebaran resiko.
Dalam asuransi syariah resiko dibagi bersama para pesserta sebagai bentuk
saling tolong-menolong dan membantu di antara mereka. Membantu
meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan
investasi sesuai dengan syariah atas suatu bidang usaha tertentu.
5. Memberikan tingkat kepastian.
Ini merupakan manfaat utama dari asuransi karena pada dasarnya
tertanggung (nasabah) berusaha untuk menguragi konsekuensi yang tidak
pasti dari suatu keadaan yang merugikan baginya, yang sudah diprediksikan

5
sebelumnya sehingga biaya dari kerugian tersebut menjadi pasti atau relative
lebih pasti. Intinya, dapat memberikan kepastian dalam melakukan
perencanaan untuk resiko yang belum pasti.
Demikianlah di antara beberapa manfaat asuransi, dengan beberapa
manfaat inilah sehingga orang atau sekelompok orang atau perusahaan ikut
dalam suatu program asuransi, agar mereka memperoleh pengganti dari
kerugian yang diderita pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi.

C. Hukum dan Permasalahan Asuransi Konvensional


Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur
dalam beberapa tempat, antara lain dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD), Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang KUHD ada dua cara
pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat
khusus.
Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku 1 Bab 9 Pasal 246-
286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam
KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan
lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-
308 KUHD dan buku ii Bab 9 dan 10 Pasal 592- 695 KUHD dengan rincian
sebagai berikut:
1. Asuransi kebakaran Pasal 287-298 KUHD.
2. Asuransi hasil pertanian Pasal 299-301 KUHD
3. Asuransi jiwa Pasal 302-308 KUHD
4. Asuransi pengkutan laut dan perbudakan Pasal 592-685 KUHD
5. Asuransi pengangkut darat, sungai danperairan pedalaman Pasal 686-
695 KUHD5.
UU No. 2 Tahun 1992 tentag Usaha Perasuransian, PP No. 63 Tahun 1999
tentang Perubahan atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial yang
diselanggarakan oleh BUMN Jasa Raharja (Asuransi Sosial Kecelakaan
5
Selvi Harvia Santri, “Pelaksanaan Prinsip Subrogasi Pada Asuransi Kendaraan Bermotor Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”, UIR Law Review, Vol. 2, (2018), h. 354.

6
Penumpang), Astek (Asuransi Sosial Tenaga Kerja), dan Akses (Asuransi Sosial
Pemeliharaan Kesehatan) Indonesia merupakan masyarakat muslim mayoritas,
oleh sebab itu perlu adalah sebuah alternatif sistem asuransi sesuai dengan syariat
Islam mengingat banyak kalangan yang berpendapat bahwa asuransi tidak Islami
karena mendahului takdir Allah SWT.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian dan perundang- undangan asuransi sosial di samping ketentuan
dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur
tentang usahaa perasuransisan, baik dari segi keperdataan maupun dai segi public
administratif.
Di Indonesia hukum perasuransian masih menjadi bahan perbincangan di
kalangan para ulama, karena Asuransi tidak dijelaskan dengan jelas dan tegas
dalam nash Al-Qur`an maka masalah asuransi ini dipandang sebagai masalah
ijtihadi yaitu perbedaan dikalangan ulama yang sulit dihindari dan perpedaan
tersebut harus dihargai sebagai bentuk rahmat.
Adapun pandangan para ulama’ iqh terhadap hukum asuransi sebagai
berikut:
Ulama yang melarang praktik asuransi diantaranya Sayyid Sabiq, ‘Abd
Allâh al-Qalqi (mufti Yordania), Yusuf Qaradhâwi dan Muhammad Bakhil al-
Muth’i (mufti Mesir). Beliau mengatakan bahwa Asuransi itu haram dalam segala
macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa.6 Pendapat Alasan-alasan yang mereka
kemukakan ialah:
1. Asuransi sama dengan judi.
2. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.
3. Asuransi mengandung unsur riba/renten.
4. Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila
tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang
sudah dibayar atau dikurangi.
5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktik-praktik riba.
6. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
6
Ahmad Ajib Ridlwan, “Asuransi Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Hukum Dan Ekonomi Syariah,
Vol. 4, (2016), h. 75–87.

7
7. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
Sedangkan para ulama yang memperbolehkan praktikasuransi dengan
alasan bahwa:
1. Tidak ada nas (Al-Qur`an dan Sunnah) yang melarang1).
asuransi.
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi
yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang
produktif dan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharbah (bagi hasil).
6. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah).

7. Asuransi dianalogikan (qiyas) dengan sistem). pensiun seperti taspen.7

Adapun ulama yang memperbolehkan adanya praktik asuransi diantaranya


Abd. Wahab Khallaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada
fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum
Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd Rahman Isa (pengarang kitab al-
Muamalah al-Haditsah wa Ahkamuha).
Sedangkan menurut Zuhdi pandangan ulama tentang hukum asuransi
terbagi menjadi empat bagian. Pertama, kelompok ulama yang berpendapat
bahwa asuransi termasuk segala macam bentuk dan operasionalnya hukumnya
haram. Kedua, kelompok ulama yang berpendapat bahwa asuransi hukumnya
halal atau diperbolehkan dalam Islam. Ketiga, kelompok ulama yang berpendapat
diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat sosial sedangkan asuransi yang
bersifat komersial dilarang dalam Islam dan keempat, kelompok ulama yang
berpendapat bahwa asuransi hukumnya termasuk syubhat, karena tidak ada dalil
syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan asuransi.

7
Muh Fudhail Rahman, “Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam”, Al-’Adalah, Vol. 10, No. 1,
(2011), h. 25–34.

8
D. Prinsip Asuransi Syariah
Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda
dengan dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomi Islam secara
komprehensif dan bersifat umum. Hal ini disebabkan karena kajian Asuransi
Syariah merupakan turunan dari konsep ekonomika Islami. Begitu juga dengan
asuransi, harus dibangun dengan pondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh,
Adapun prinsip asuransi syariah antara lain:8
Tauhid. Prinsip tauuhid adalah dasar utama dari setiap bangunan yang ada
dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus
didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta
bangunan hukum harus mencerminkan nilainilai ketuhanan. Tauhid sendiri dapat
diartikan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keadilan. Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam
hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara
nasabah dan perusahaan asuransi.
Nasabah asuransi harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkannya
untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu pada
perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana
santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Perusahaan asuransi yang berfungsi
sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana
santunan) kepada nasabah.
Di sisi lain keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi
dan hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati
sejak awal. Jika nisbah yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka
realitanya pembagian keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.
Tolong-menolong. Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan
berasuransi harus didasari dengan semangat tolong menolong (antara anggota).

8
Irnawati Fauziah, “Pengaruh Tingkat Pemahaman Nelayan Terhadap Asuransi Syariah (Studi
Kasus Para Nelayan Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pendeglang, Provinsi Banten)”, , (UIN SMH
BANTEN, 2021).

9
Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi
untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika
mendapatkan musibah atau kerugian.
Kerja sama. Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu
ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat
mandat dari Khaliqnya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka
bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu
sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
Amanah. Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud
dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui
penyajian laporan keuangan tiap periode.
Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar
bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan
yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor publik.
Prinsip utama dalam asuransi syaraiah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-
taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-
ta’min (rasa aman). Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi
syariah atau asuransi tafakul ditegakan atas tiga prinsip utama, yaitu :9
a. Saling bekerja sama atau Bantu-membantu.
Seorang muslim bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu, seorang muslim dituntut mampu merasakan dan memikirkan
saudaranya yang akan menimbulkan sikap saling membutuhkan dalam
menyelesaikan masalah.
“Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan)kebaikan dan
taqwa. Dan jangan tolong,menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.”(QS.Al Maidah[5];2)
b. Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain.
Hubungan sesama muslim ibarat suatu badan yang apabila satu anggota
badan terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan.

9
Rahman, “Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam.”

10
Maka saling membantu dan tolong-menolong menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam sistem kehidupan masyarakat.
“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-
wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta maka, janganlah kamu
menghardiknya”.(Adh.Duiha [93]9-10).
c. Sesama muslim saling bertanggungjawab.
Kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab
sesama muslim. Sebagaimana dalam firman Allah swt surat Ali Imran93)
ayat 103.
“Dan peganglah kamu kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepamu ketika dahulu
(masa Jahilliyah) bermusuh-musuhan, maka, Allah merpersatukan hatimu,
lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk”.

E. Oprasional Asuransi Syariah


Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa antara prinsip dasar
asuransi syariah adalah ta’awun atau tolong menolong. Konsep mengenai
tertanggung dan penanggung yang terpisah, sebagaimana dalam asuransi
konvensional, tidak berlaku dalam asuransi syariah.10
Bertolak dari prinsip ta’awun dan saling menanggung tersebut maka
sistem operasional asuransi jiwa syariah tentu berbeda dengan system operasional
asuransi jiwa konvensional. Sistem operasional asuransi jiwa syariah senantiasa
menghindari adanya unsur gharar, maisir, dan riba.
Untuk menghindari adanya unsur gharar, maysir dan riba, maka dalam
asuransi jiwa syariah menggunakan dua akad, yaitu akad tabarru atau biasa juga
disebut akad takafuli dan akad mudharabah (bagi hasil). Dalam operasionalnya,
asuransi syariah menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong
10
Dewi Oktayani, “Konsep Tolong Menolong Dalam Asuransi Syariah”, IQTISHADUNA: Jurnal
Ilmiah Ekonomi Kita, Vol. 7, No. 1, (2018), h. 39–50.

11
menolong atau rekening tabarru’ yang menampung kontribusi yang disetorkan
oleh seluruh peserta yang telah diniatkan untuk membantu sesama peserta.
Setiap peserta menyetorkan kontribusi kepada pengelola (perusahaan) dan
selanjutnya pengelola akan mengalokasikan ke dalam dua rekening, yakni
rekening tabarru atau derma (rekening bersama) dan rekening pribadi peserta.
Jika seorang peserta terkena resiko sakit, kecelakaan atau meninggal, maka
klaimnya akan dibayarkan atau diambilkan dari rekening tabarru. Melalui
mekanisme ini, tampak dengan jelas setiap peserta berkontribusi atau berderma
kepada peserta yang terkena resiko tersebut11.
Penjelasan lebih gamblang berkaitan dengan hal ini diberikan oleh Syafi’i.
Antonio. Menurut Syafi’i Antonio, masalah gharar dalam asuransi jiwa syariah
dapat dieliminir karena akad yang dipakai adalah akad takafuli atau akad tolong-
menolong dan saling menjamin. “Dalam konsep asuransi syariah, semua peserta
asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya. Jika peserta (A)
meninggal, peserta (B), (C), hingga (Z) turut membantunya. Demikian pula
sebaliknya”.
Sebagai ilustrasi, seorang peserta asuransi membayar kontribusi Rp. 1
juta /bulan untuk jangka waktu 10 tahun. Setelah dihitung oleh pihak under
writing,19 maka peserta tersebut ditetapkan akan mendapatkan Uang
Pertanggungan sebesar Rp. 150 juta jika meninggal dunia. Namun, peserta ersebut
meninggal saat kepesertaannya baru berjalan 4 tahun. Dengan demikian, peserta
tersebut baru menyetorkan dana sebesar Rp. 48 jt. Saat dia meninggal, ahli
warisnya akan memperoleh santunan sebesar Rp. 150 juta. Pertanyaannya, dari
mana dana Rp. 150 juta yang diberikan kepada ahli warisnya sedangkan dananya
yang masuk baru Rp. 48 juta?
Jawabannya adalah, dana Rp. 150 juta tersebut diambil dari kas dana
tabarru’ atau dana yang terkumpul dari peserta seluruhnya. Bukankah peserta
dalam hal ini ahli warisnya beruntung dan perusahaan merugi? Tentu tidak
demikian, karena dana tabarru’ merupakan hibah atau derma dari seluruh peserta
yang memang diniatkan untuk membantu jika ada diantara peserta yang
11
Syarifudin Syarifudin, “Analisis Alokasi Surplus Underwriting Dana Tabarru’Produk IPLAN
Syariah: Studi Kasus Pada Asuransi Jiwa Generali Indonesia”, , (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2020).

12
mengalami resiko sakit, kecelakaan atau meninggal. Dana tersebut bukan milik
perusahaan melainkan milik bersama peserta. Perusahaan asuransi hanya
menerima amanah untuk mengelolah dana tersebut.
Dengan demikian dalam asuransi syariah tidak ada yang untung dan tidak
ada yang rugi. Yang ada adalah saling tolong menolong satu sama lainnya melalui
mekanisme pengumpulan dana tabarru’ sebagai dana kebajikan. Asuransi syariah
menjadi salah satu jalan bagi seseorang untuk membantu sesamanya jika terkena
resiko kehidupan.

F. Produk-produk Asuransi Syariah


Asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab,
bantu-membantu dan melindungi para peserta sendiri. Perusahaan asuransi takaful
diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi para
peserta, mengembangkan dengan jalan halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian Muhammad dalam Hilaliyah.12
Takaful keluarga sendiri adalah bentuk takaful yang memberikan
perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri
peserta takaful dalam musibah kematian yang akan menerima santunan sesuai
perjanjian adalah keluarga/ahli warisnya, atau orang yang ditunjuk, dalam hal
tidak ada ahli waris. Dalam musibah kecelakaan yang tidak mengakibatkan
kematian, santunan akan diterima oleh peserta yang mengalami musibah. Menurut
Muhammad dalam Hilaliyah. Jenis takaful keluarga meliputi:13
1. Produk takaful individu dengan unsur tabungan, meliputi:
a. Takaful berencana/dana investasi
b. Takaful dana haji
c. Takaful pendidikan/dana siswa
d. Takaful dana jabatan
e. Takaful hasanah
2. Produk takaful individu tanpa unsur tabungan, meliputi:
12
Nuril Hilaliyah, “Aplikasi Asuransi Takaful Dana Pendidikan Dalam Perspektif Syari’ah: Studi
Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Malang”, , (Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, 2008).
13
Aprilia Aprilia, Fitrianto Fitrianto, and Meri Yuliani, “Analisis Pelaksanaan Akad Mudharabah Pada Pt.
Asuransi Takaful Keluarga Ro. Riau Agency Pekanbaru”, JURNAL AL-FALAH PERBANKAN SYARIAH,
Vol. 2, No. 2, (2020), h. 44–59.

13
a. Takaful kesehatan individu
b. Takaful kecelakaan diri individu
c. Takaful Al-Khairat individu
3. Produk Takaful kumpulan
a. Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
b. Takaful Majelis ta‟lim
c. Takaful Al-Khairat
d. Takaful Al-Khairat+Tabungan Haji ( Takaful Iuran Haji)
e. Takaful Pembiayaan
f. Takaful Kecelakaan Siswa
g. Takaful Wisata dan Perjalanan
h. Takaful Medicare
i. Takaful perjalanan haji dan umrah

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuransi merupakan sebuah lembaga keuangan Non-bank yang bertujuan
untuk memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan yang
ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya.
Asuransi Syariah, merupakan sebuah sistem dimana para peserta
menginfaqkan atau menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan
digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh
sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan
operasional asuransi dan investasi dari dana-dana atau kontribusi yang
diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
Prinsip-prinsip yang dijalankan oleh asuransi syariah dalam
mengoprasikan kegiatannya antara lain Saling bekerja sama atau bantu-
membantu, Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama
lain, saling bertanggung jawab, dan menghindari unsur-unsur yang mengandung
gharar, maysir dan riba.
Perbedaan yang paling mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
kovensional adalah pada keberadaan Pengawasan Dewan Syariah (PDS), akad,
Investasi dana, kepemilikan dana, pembayaran klaim dan keuntungan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Wahidah, Anriani Anriani, and Ainun Mawaddah Abdal, “Perhitungan


Premi Tahunan Untuk Asuransi Jiwa Endowment Joint Life Dengan Suku
Bunga Stokastik”, Jurnal MSA (Matematika Dan Statistika Serta
Aplikasinya)Vol. 7, No. 1(2019), h. 11–17.
Aprilia, Aprilia, Fitrianto Fitrianto, and Meri Yuliani, “Analisis Pelaksanaan Akad
Mudharabah Pada Pt. Asuransi Takaful Keluarga Ro. Riau Agency
Pekanbaru”, JURNAL AL-FALAH PERBANKAN SYARIAHVol. 2, No.
2(2020), h. 44–59.
Damisa, Arti, “Asuransi Dalam Perspektif Syariah”, At-Tijaroh: Jurnal Ilmu
Manajemen Dan Bisnis IslamVol. 2, No. 2(2016), h. 170–184.
Fauziah, Irnawati, “Pengaruh Tingkat Pemahaman Nelayan Terhadap Asuransi
Syariah (Studi Kasus Para Nelayan Desa Teluk, Kecamatan Labuan,
Kabupaten Pendeglang, Provinsi Banten)”, UIN SMH BANTEN, 2021.
Hilaliyah, Nuril, “Aplikasi Asuransi Takaful Dana Pendidikan Dalam Perspektif
Syari’ah: Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Malang”,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2008.
Oktayani, Dewi, “Konsep Tolong Menolong Dalam Asuransi Syariah”,
IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi KitaVol. 7, No. 1(2018), h. 39–50.
Parsaulian, Baginda, “Prinsip Dan Sistem Operasional Asuransi Syariah (Ta’min,
Takaful Atau Tadhamun) Di Indonesia”, EKONOMIKA SYARIAH: Journal
of Economic StudiesVol. 2, No. 2(2018).
Rahman, Muh Fudhail, “Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam”,
Al-’AdalahVol. 10, No. 1(2011), h. 25–34.
Ridlwan, Ahmad Ajib, “Asuransi Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Hukum Dan
Ekonomi SyariahVol. 4(2016), h. 75–87.

Santri, Selvi Harvia, “Pelaksanaan Prinsip Subrogasi Pada Asuransi Kendaraan


Bermotor Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”, UIR Law
ReviewVol. 2(2018), h. 354.
Soemitra, Andri, “Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta Kencana, Dalam
Aslikhah, 2011,‘Strategi Pemasaran Pada BMT Maslahah’ Dalam Perspektif
Etika Bisnis Islam”, Jurnal MaliaVol. 1(2009).
Syarifudin, Syarifudin, “Analisis Alokasi Surplus Underwriting Dana
Tabarru’Produk IPLAN Syariah: Studi Kasus Pada Asuransi Jiwa Generali
Indonesia”, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai