Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

LEMBAGA ASURANSI SYARIAH (II)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum LKS

Dosen Pengampu
Moh. Nu'man, MH.

Disusun oleh Kelompok 5 MKS 4C:


1. Salsabila Adzani (126406212120)
2. Nurvia Septia Ningrum (126406212121)
3. Selfia Noviza Apsari (126406212133)
4. Elvana Diah Aprilia (126406212144)

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SATU TULUNGAGUNG
TAHUN 2022/2023

I
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan kita nikmat, iman, serta kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan dengan mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul
“LEMBAGA ASURANSI SYARIAH II” dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Besar, Nabi Muhammad SAW yang kita nanti syafa’atnya di yaumul qiyamah.

Berkenaan dengan selesainya makalah ini, maka kami hendak mengucapkan


terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor UIN SATU Tulungagung.


2. Dr. H. Dede Nurohman, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
3. Hj. Amalia Nuril Hidayati, S.E., M.Sy. Selaku Koordinator Program Studi
Manajemen Keuangan Syariah.
4. Moh. Nu'man, M.H..Selaku Dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum LKS
5. Teman-teman MKS-4C.
6. Serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh pihak di
atas tercatat sebagai amal shalih dan jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT.
Akhirnya, makalah ini kami suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan para
pembaca memberikan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan.
Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat ridha Allah SWT.

Tulungagung, 27 Maret 2023


Penyusun

Kelompok 5

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. II


DAFTAR ISI............................................................................................................................ III
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan pembahasan ........................................................................................................ 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. SEJARAH PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH ..................................... 2
B. SEJARAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH ...... 4
C. PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH ........................................................ 5
D. KETENTUAN ASURANSI HAJI ........................................................................... 5
E. KETENTUAN AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI SYARIAH .................... 6
F. AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM ASURANSI SYARIAH ............ 7
G. JENIS INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN REASURANSI
8
H. PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI SYARIAH
9
BAB III .................................................................................................................................... 12
PEENUTUP ............................................................................................................................. 12
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 12
B. SARAN ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berkembangnya pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah Indonesia yang semakin
membaik, lembaga keuangan seperti Bank, Pasar Modal dan Asuransi semakin pesat
khususnya dalam lembaga keuagan syariah yang semakin gencar dipromosikan oleh
pemerintah. Banyaknya lembaga keuangan konvensional yang membuka cabang
syariah ataupun murni perusahaan syariah khususnya adalah perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi merupakan industri jasa yang sangat membutuhkan faktor
kepercayaan. Keberadaannya tidak hanya sebagai bentuk dari sebuah industri bisnis
semata, akan tetapi merupakan salah satu instrumen finansial kesejahteraan dan
ketentraman bagi nasabahnya, Hal ini menjadi tujuan utama dari janji berasuransi. Misi
ini akan menjadi absurd manakala hak nasabah atas indemnity menjadi tidak terjamin
sebagaimana yang mereka harapkan. Dan dengan ini kami akan mempersembahkan
sebuah makalah yang akan memaparkan hal-hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah?
2. Bagaiman Sejarah dan Strategi Pengembangan Asuransi Syariah?
3. Bagaimana Pedoman Umum Asuransi Syariah?
4. Bagaimana Ketentuan Asuransi Haji?
5. Bagaimana Ketentuan Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah?
6. Apa Saja Akad-Akad yang digunakan dalam Asuransi Syariah?
7. Apa Saja Jenis Investasi Bagi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi?
8. Apa Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah?
C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah
2. Untuk mengetahui Sejarah dan Strategi Pengembangan Asuransi Syariah
3. Untuk mengetahui Pedoman Umum Asuransi Syariah
4. Untuk mengetahui Ketentuan Asuransi Haji
5. Untuk mengetahui Ketentuan Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah
6. Untuk mengetahui Akad-Akad yang digunakan dalam Asuransi Syariah
7. Untuk mengetahui Jenis Investasi Bagi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
8. Untuk mengetahui Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH


Praktek asuransi sudah ada sejak zaman sebelum Rasulullah SAW. Asuransi
adalah budaya dyang berasal dari suku Arab kuno. Praktek asuransi disebut dengan
âqilah. Kata âqilah secara sederhana dapat diartikan sebagai saling memikul dan
bertanggung jawab bagi keluarga. Hal ini dapat menggambarkan bahwa suku Arab pada
saat itu harus siap untuk melakukan kontribusi financial atas nama pembunuhan untuk
membayar sejumlah uang kepada keluarga atau ahli waris korban.
Dalam âqilah, setiap anggota suku memberikan kontribus yang fungsinya
untuk membayar uang darah apabila salah satu anggota suku membunuh anggota suku
lain. Praktek âqilah sama halnya dengan praktek asuransi, kontribusi yang dberikan
kepada ahli waris korban sama dengan nilai pertanggungan. Dengan demikian, maka
suku Arab pada zaman dahulu sudah mempraktekkan asuransi dengan cara melakukan
proteksi terhadap anggota sukunya terhadap risiko pembunuhan yang bisa terjadi setiap
saat tanpa duga sebelumnya. Pembahasan asuransi dalam wilayah kajian ilmu-ilmu
keislaman baru muncul pada fase lahirnya ulama kontemporer.
Tercatat dalam literatur sederetan nama yang menekuni kajian asuransi
diantaranya adalah, Ibnu Abidin (1784-1836), Muhammad Nejatullah al-Siddiqi,
Muhammmad Mus lehuddin, Fazlur Rahman, Mannan, Yusuf al-Qardhawi, Mohd.
Ma’shum Billah, merupakan deretan nama ulama ternama yang hidup di era abad
modern. Di sisi lain, kajian tentang asuransi merupakan sebuah paket dari kajian
ekonomi Islam yang biasanya selalu dikaji bersama-sama dengan pembahasan
perbankan dalam Islam. Jadi, asuransi Islam atau asuransi syari’ah merupakan hasil
pemikiran ulama kontemporer yang menggali dan menyusun kinerja dan manajemen
asuransi syari’ah.1
Sejarah terbentuknya asuransi syariah dimulai sejak tahun 1979 yang ditandai
dengan berdirinya perusahaan asuransi di Sudan bernama Sudanese Islamic Insurance.
Perusahaan tersebut pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Pada tahun yang
sama sebuah perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkennalkan

1
Engku Rabiah Adawiyah Engku Ali, dkk., Essential Guide to Takaful (Islamic Insurance), Kuala Lumpur:
CERT Publications, 2008, Hlm 4-5.

2
asuransi syariah di wilayah Arab. Kemudian asuransi syariah juga dikenal di Swiss
yang ditandai dengan berdirinya asuransi syariah bernama Dar al Mâl al Islâmi pada
tahun 1981 yang selanjutnya memperkenalkan asuransi syariah ke Jenewa. Di Eropa,
asuransi syariah kedua bernama Islamic Takafol Company (ITC) yang berdiri di
Luksemburg pada tahun 1983, dan diikuti oleh beberapa Negara lainnya.2
Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan
kehadiran perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese
Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979), Dar Al-Maal Al-Islami,
Geneva (1981), Islamic Takafol Company (I.T.C), S.A. Luxembourg (1983), Islamic
takafol and Re-Takafol Company, Bahamas (1983), Syarikat Al-Takafol Al-Islamiah
Bahrain, E.C. (1983), Takaful Malaysia (1985).
Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir
tahun 1994. yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25
Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga melalui SK
Menkeu No. Kep-385/ KMK.017/1994. Pendirian Asuransi Takaful Indonesia
diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang
dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia,
Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha
Muslim Indonesia.
Berdasarkan data terakhir dari DSN MUI, jumlah asuransi syariah saat ini telah
mencapai 52 jenis asuransi, yang terdiri dari 43 asuransi syariah, 3 reasuransi syariah
dan 6 broker asuransi dan reasuransi syariah. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan
perkembangan asuransi syariah di dunia hingga saat ini semakin dikenal luas dan
dinikmati oleh masyarakat dunia, baik oleh negara-negara dengan penduduk muslim
mayoritas maupun dengan penduduk muslim minoritas. Adapun perkembangan
asuransi syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan pesat, khususnya karena
Indonesia didominasi oleh kaum. muslim maka permintaan akan asuransi syariah pun
semakin tinggi apalagi asuransi ini didasarkan pada prinsip syari'at Islam3.

2
Dr. Andri Soemitra, Asuransi Syariah, Medan: Wak Ashri Publishing, Hlm 20
3
Muhammad Ajib, Lc., MA., Asuransi Syariah. Lentera Islam. Hlm 34.

3
B. SEJARAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
1. Sejarah
Sistem asuransi syariah baru diakui dan disepakati ulama dunia pada 1965
M/1385 H. Pada 1385 H, Majma' al-fiqh al-islami (OIC) mengadopsi dan mengesahkan
takaful sebagai sistem asuransi yang sesuai dengan syariah. Artinya, perkembangan
takaful lebih didasarkan atas kreativitas dan kebutuhan umat Muslim berbanding
didorong oleh fatwa. Sistem asuransi diadopsi sebagai sistem saling tolong-menolong
dan membantu di antara peserta. Adapun di kalangan ahli fikih Islam, ulama yang
pertama membahas tentang asuransi ialah Ibn 'Abidin (1784-1836 M/1252 H), yaitu
seorang ulama yang bermazhab Hanafi. Beliau mengawali pembahasan ini dalam
karyanya Hasyiyah Ibn 'Abi- din, Bab Jihad, fasl isti'man al-kafir dan kitab Radd al-
Mukhtar 'Ala al-Dar al-Mukhtar.
Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai dengan
kehadiran perusahaan asuransi syariah di berbagai belahan dunia, antara lain Sudanese
Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance Co. (1979)48, Dar al-Maal al-Islami,
Geneva (1981), Islamic Takaful Company (I.T.C), S.A. Luxembourg (1983), Islamic
Takaful and Re-Takaful Company, Bahamas (1983), Syarikat al-Takafol al-Ismai- yah,
Bahrain, E.C. (1983), Takaful Malaysia (1985).
Di Indonesia, asuransi syariah, berawal dari suatu kepedulian yang tulus,
beberapa pihak bersepakat untuk membangun perekonomian syariah di Indonesia.
Simpul awal ekonomi syariah tersebut ditandai dengan berdirinya bank syariah pertama
di Indonesia. Selanjutnya, simpul tersebut makin kuat dengan terbentuknya Tim
Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) pada 16 tahun silam.

2. Strategi pengembangan asuransi syariah di antara lain:


• Perlu strategi pemasaran yang lebih mendukung upaya untuk memenuhi
pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah.
• Perlu dukungan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta.
• Meningkatkan kualitas pelayanan.
• Meningkatkan kulaitas SDM asuransi syariah.4

4
Dr. Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, Jakarta:Prenada Media 2015. Hlm 107.

4
C. PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI’AH
1. Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi
dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point 1 adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan),
risywah (suap), barang haram dan maksiat.
3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan
tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5. Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
6. Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 5

D. KETENTUAN ASURANSI HAJI


Asuransi haji adalah jenis asuransi yang dimaksudkan sebagai bentuk
perlindungan finansial bagi jamaah haji yang kemungkinan mengalami risiko dari
keberangkatan haji. Umumnya, komponen biaya asuransi haji sudah termasuk dalam
biaya perjalanan haji yang ditetapkan oleh Departemen Agama.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN), asuransi Haji yang tidak dibenarkan menurut syariah adalah asuransi
yang menggunakan sistem konvensional. Asuransi Haji bersifat taawuni (tolong
menolong) antar sesama jamaah haji. Sedangkan akadnya adalah akad tabarru' (hibah)
yang bertujuan untuk menolong sesama jama'ah haji yang terkena musibah. "Akad
dilakukan antara jamaah haji sebagai pemberi tabarru' dengan asuransi syariah yang
bertindak sebagai pengelola dana hibah,".

Dalam Ketentuan Khusus, DSN-MUI menetapkan:

5
Dewan Syariah Nasional MUI, Pedoman Asuransi Syariah, Jakarata: MUI 2001. Hlm 5.

5
1. Menteri Agama bertindak sebagai pemegang polis induk dari seluruh jamaah haji
dan bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah haji, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Jamaah haji berkewajiban membayar premi sebagai dana tabarru’ yang merupakan
bagian dari komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
3. Premi asuransi haji yang diterima oleh asuransi syariah harus dipisahkan dari
premi-premi asuransi lainnya.
4. Asuransi syariah dapat menginvestasikan dana tabarru’ sesuai dengan Fatwa DSN
No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan hasil
investasi ditambahkan ke dalam dana tabarru.
5. Asuransi Syariah berhak memperoleh ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru
yang besarnya ditentukan sesuai dengan prinsip adil dan wajar.
6. Asuransi Syariah berkewajiban membayar klaim kepada jamaah haji sebagai
peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
7. Surplus Operasional adalah hak jamaah haji yang pengelolaannya diamanatkan
kepada Menteri Agama sebagai pemegang polis induk untuk kemaslahatan umat.6

E. KETENTUAN AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI SYARIAH


Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.7 Pengertian
Tabarru’ itu sendiri yaitu Tabarru’ berasal dari kata tabarraa ya tabarra’ tabarrauan,
yang artinya sumbangan atau derma. Menurut kamus Akad Tabarru’ adalah akad
pemilikan sesuatu tanpa ‘iwadl/penukaran, seperti: hibah, shadaqah, wasiat dan wakaf.
Tabarru’ merupakan sikap atau perbuatan mencari berkah dari suatu perbuatan. Dalam
akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan
imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah
Swt, bukan dari manusia. Dana tabarru’ adalah dana yang diikhlaskan hanya untuk
mendapatkan pahala dari ridha Allah SWT.8 Berdasarkan ketentuan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang

6
Afrianto Budi “Ketentuan Khusus Asuransi Haji Berbasis Syariah” diakses dari
https://www.akademiasuransi.org/2014/10/ketentuan-khusus-asuransi-haji-berbasis.html pada tanggal 28 Maret
2023
7
Aryani Witasari, Junaidi Abdullah, “Tabarru’ Sebagai Akad Yang Melekat Pada Asuransi Syariah”, Jurnal
Bisnis Manajemen Islam, Vol. 2, No. 1, Juni 2014, Hal 123.
8
Heri Sudarsono, “Bank Dan Lembaga Keuangan Syari'ah”, cet. Ke-2, (Jakarta: Ekonosia, 2004), hal 117.

6
Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah, akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat
pada semua produk asuransi. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan
dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong bukan untuk tujuan komersial
menolong antar peserta, Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan
tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang
kewajiban untuk memberikan tabarru’” dalam mazhab Malik.9 Ketentuan Akad
Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan
kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.10

F. AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM ASURANSI SYARIAH


1. Akad Tijarah
- Merupakan akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akadnya
menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad
tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya
sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan
kewajibannya. Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah
diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai
pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik
uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang
diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan Akad-Akad di dalam
Asuransi.11
2. Akad Tabarru’
- Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak
bisa berubah menjadi akad tijaroh.
- Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang
Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah, akad tabarru' adalah akad hibah dalam
bentuk pemberian dana dari satu peserta kepada dana tabarru' untuk tujuan

9
Aryani Witasari, Junaidi Abdullah, Op.cit, hal 126.
10
Taufiq,S.Hi, MA, “Penerapan Akad Tabarru’ dalam Asuransi Syariah…”, STAIN Lhoksumawe, 2016, hal
22.
11
Junaidi Abdullah, “Tawazun: Journal of Sharia Economic Law”, Vol. 1 No. 1, 2018, hal 18

7
tolong menolong di antara para peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk
tujuan komersial 12

Ada beberapa akad yang mengikuti pelaksanaan Akad Tijaroh dan Akad Tabarru’,
diantaranya seperti:

1. Akad Mudharabah, merupakan kongsi antara pemilik modal dengan


pengusaha. Melalui mudharabah kedua belah pihak yang berkongsi tidak akan
memperoleh bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit and loss sharing
dari proyek ekonomi yang disepakati bersama.13
2. Akad Mudharabah Musyarakah, merupakan suatu bentuk akad dimana
pengelola dana (mudharib) juga memasukkan modal atau dana dalam
Kerjasama investasi, yang diperlukan karena mengandung unsur-unsur yang
mudah untuk dikelola dan dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi para
pihak.
3. Akad Wakalah bil Ujrah, merupakan akad wakalah dengan memberikan fee
atau imbalan kepada wakil. Akad wakalah adalah perwakilan, penyerahan,
pendelegasian, atau pemberian mandate (power of attorney) oleh satu pihak
kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah di dalam
asuransi syariah adalah akad wakalah di mana peserta memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi syariah dengan imbalan pemberian Ujrah (Fee).14

G. JENIS INVESTASI BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN REASURANSI


Menyatakan bahwa jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan reasuransi syariah
terdiri dari:
a. Deposito dan Sertifikat Deposito Syariah
b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
c. Saham syariah yang tercatat di Bursa Efek
d. Obligasi syariah yang tercatat di Bursa Efek
e. Surat berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin pemerintah
f. Unit penyertaan reksa dana Syariah

12
Junaidi Abdullah, Op.cit, hal 19
13
Muhammad, “Dasar-dasar Keuangan Islam”, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Ekosistem, 2004), hal 175.
14
Taufiq Ramadhan, “Akad-akad dalam Asuransi Syariah”, Journal Shariah And Humanities, Volume 1 Issue 1
(2022), hal 52

8
g. Penyertaan langsung Syariah
h. Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi
i. Pembiayaan kepemilikan tanah dan/atau bangunan, kendaraan bermotor dan
barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembayaran
ditangguhkan)
j. Pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil)
k. Pinjaman polis15

H. PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI SYARIAH


Perbedaan asuransi Islam dan asuransi konvensional dikaji dalam tiga bagian yaitu
perbedaan konsep fundamental, perbedaan pengelolaan risiko, dan perbedaan prinsip-
prinsip.
• Perbedaan Konsep Fundamental
Pengertian asuransi syariah sebagai usaha saling melindungi dan tolong- menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui dana investasi dalam bentuk aset atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah (fatwa DSN MUI No. 21/DSN- MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah).
Sementara itu, konsep dasar asuransi konvensional adalah jual beli antara peserta dan
perusahaan. Hal ini dapat dipahami dari arti asuransi secara umum yang berarti
“jaminan”. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa konsep
fundamental asuransi konvensional adalah jual beli antara peserta dengan perusahaan
asuransi.16
• Perbedaan Pengelolaan Resiko

15
Saifuddin, Jurnal Hukum Bisnis Islam, (Yogyakarta: Sunan Kali Jaga, 2019), hal 72
16
Amrin, Abdullah, Apa Bedanya Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional, (Jakarta:ST. Mediakom
Trisakti, 2011), hal 39

9
Perbedaan konsep dasar asuransi syariah dengan asuransi konvensional ini berakibat
pada perbedaan prinsip pengelolaan risiko. Prinsip pengelolan risiko asuransi syariah
adalah berbagi risiko yaitu risiko ditanggung bersama sesama peserta asuransi. Hal ini
bisa dimaknai dari fatwa DSN MUI bahwa asuransi syariah adalah kegiatan melindungi
dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak yang berarti risiko yang terjadi
juga akan dibagi kepada semua peserta asuransi syariah.
Sementara itu prinsip pengelolaan risiko asuransi konvensional yaitu prinsip risiko
dengan cara mentransfer atau memindahkan risiko peserta asuransi ke perusahaan
asuransi.
• Perbedaan Prinsip-prinsip Pengelolaan Asuransi
Menurut Amrin (2011), pengelolaan Asuransi Syariah menggunakan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a. Prinsip Tauhid
Setiap muslim harus melandasi dirinya dengan tauhid dalam menjalankan
segala aktivitas kehidupan, tidak terkecuali dalam berasuransi syariah. Dimana
dalam niatan dasar ketika berasuransi syariah haruslah berlandaskan pada
prinsip tauhid, mengharapkan keridhaan Allah SWT.
b. Prinsip Keadilan
Perusahaan asuransi memiliki peluang besar untuk melakukan ketidakadilan,
seperti adanya unsur dana hangus (untuk produk tabungan), karena pembatalan
kepesertaan di tengah jalan oleh nasabah. Pada asuransi syariah, dana saving
nasabah yang telah dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada
nasabah bersangkutan, berikut hasil investasinya. Bahkan beberapa perusahaan
asuransi syariah menyerahkan ke lembaga kesejahteraan umat seperti lembaga
zakat, infaq, dan shodaqah, ketika terdapat dana-dana saving nasabah yang telah
mengundurkan diri atau terputus di tengah periode asuransi, lalu tidak
mengambil dananya kendatipun telah dihubungi baik melalui surat maupun
media lainnya.
c. Prinsip Tolong Menolong
Hakekat konsep asuransi syariah adalah tolong menolong, dimana sesama
peserta bertabarru’ atau berderma untuk kepentingan peserta lain yang tertimpa
musibah.
d. Prinsip Amanah

10
Pada hakekatnya kehidupan ini adalah amanah yang kelak Dipertanggung
jawabkan kepada Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk Amanah dalam segala
hal seperti mengelola dana premi dan proses klaim. Nasabah juga harus amanah
dalam aspek risiko yang menimpanya.
e. Prinsip Saling Ridha (‘An Taradhin)
Aspek an taradhin atau saling meridhai harus selalu menyertai. Nasabah ridha
dananya dikelola oleh perusahaan asuransi syariah yang amanah dan
professional. Perusahaan asuransi syariah ridha terhadap amanah yang
diberikan peserta untuk mengelola kontribusi (premi) peserta.
f. Prinsip menghindari Riba
Islam melarang setiap muslim yang mencoba untuk meningkatkan modal
mereka melalui pinjaman atas riba (berkembang atau bunga) baik itu pada rate
yang rendah atau tinggi.
g. Prinsip Menghindari Maisir
Arti secara harfiah kata maisir dalam bahasa Arab adalah memperoleh sesuatu
dengan sangat mudah tanpa bekerja keras atau mendapat keuntungan tanpa
bekerja keras (Sula, 2004). Maisir bisa disamakan dengan kegiatan berjudi. Judi
menunjukkan tindakan atau permainan yang bersifat untung-
untungan/spekulatif yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan materi
yang akan membawa dampak terjadinya praktik kepemilikan harta secara batil
h. Prinsip Menghindari Gharar
Gharar atau transakasi yang meragukan merupakan sifat dasar dari gambling
dan dengan alasan itu di larang oleh Islam. Keraguan atau ketidakpastian
transaksi akan menimbulkan ketidakadilan pada pihak-pihak yang terlibat.
i. Prinsip Menghindari Risywah
Menjauhkan diri dari aspek risywah (sogok menyogok atau suap menyuap).
Risywah pasti akan menguntungkan satu pihak dan aka nada pihak lain yang
dirugikan, apapun dalihnya.17

17
Amrin, Abdullah, Apa Bedanya Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional, (Jakarta : ST. Mediakom
Trisakti, 2011), hal 40-43

11
BAB III
PEENUTUP
A. KESIMPULAN
Praktek asuransi sudah ada sejak zaman sebelum Rasulullah SAW. Asuransi
adalah budaya dyang berasal dari suku Arab kuno. Praktek asuransi disebut dengan
âqilah secara sederhana dapat diartikan sebagai saling memikul dan bertanggung jawab
bagi keluarga. Hal ini dapat menggambarkan bahwa suku Arab pada saat itu harus siap
untuk melakukan kontribusi financial atas nama pembunuhan untuk membayar
sejumlah uang kepada keluarga atau ahli waris korban.
Asuransi syariah, berawal dari suatu kepedulian yang tulus, beberapa pihak
bersepakat untuk membangun perekonomian syariah di Indonesia. Simpul awal
ekonomi syariah tersebut ditandai dengan berdirinya bank syariah pertama di
Indonesia. Selanjutnya, simpul tersebut makin kuat dengan terbentuknya Tim
Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia. Strategi pengembangan asuransi syariah di
antara lain: Meningkatkan kualitas pelayanan, Meningkatkan kulaitas SDM asuransi
Syariah, dll.
Asuransi Syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syariah.
Pada semua produk asuransi. Akad Tabarru’ adalah akad yang dilakukan dalam
bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong bukan untuk tujuan komersial
menolong antar peserta, Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan
tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang
kewajiban untuk memberikan tabarru’ Perbedaan asuransi Islam dan asuransi
konvensional dikaji dalam tiga bagian yaitu perbedaan konsep fundamental, perbedaan
pengelolaan risiko.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan jauh dari
kata kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Afrianto “Ketentuan Khusus Asuransi Haji Berbasis Syariah” diakses dari
https://www.akademiasuransi.org/2014/10/ketentuan-khusus-asuransi-haji-berbasis.html pada tanggal
28 Maret 2023
Abdullah, Amrin, Apa Bedanya Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional, (Jakarta:ST. Mediakom
Trisakti, 2011).
Junaidi Abdullah, Aryani Witasari, “Tabarru’ Sebagai Akad Yang Melekat Pada Asuransi Syariah”, Jurnal Bisnis
Manajemen Islam, Vol. 2, No. 1, Juni 2014.
Dewan Syariah Nasional MUI, Pedoman Asuransi Syariah, Jakarata: MUI 2001.
Soemitra, Dr. Andri Asuransi Syariah, Medan: Wak Ashri Publishing.
Mardani, Dr. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, Jakarta:Prenada Media 2015.
Engku Rabiah Adawiyah Engku Ali, dkk., Essential Guide to Takaful (Islamic Insurance), Kuala Lumpur: CERT
Publications, 2008.
Sudarsono, Heri “Bank Dan Lembaga Keuangan Syari'ah”, cet. Ke-2, (Jakarta: Ekonosia, 2004).
Abdullah, Junaidi “Tawazun: Journal of Sharia Economic Law”, Vol. 1 No. 1, 2018.
Ajib, Muhammad Lc., MA., Asuransi Syariah. Lentera Islam.
Muhammad, “Dasar-dasar Keuangan Islam”, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Ekosistem, 2004).
Saifuddin, Jurnal Hukum Bisnis Islam, (Yogyakarta: Sunan Kali Jaga, 2019).
Ramadhan, Taufiq, “Akad-akad dalam Asuransi Syariah”, Journal Shariah and Humanities, Volume 1 Issue 1
(2022).
Taufiq,S.Hi, MA, “Penerapan Akad Tabarru’ dalam Asuransi Syariah…”, STAIN Lhoksumawe, 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai