Anda di halaman 1dari 15

AKAD WADIAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata kuliah: Fikih Muamalah Kontemporer
Dosen pengampu: Zulkifli,SEI.M.Sy

Oleh:
NURPITASARI
2214120080
RAUDYA TUZ ZAHRA
2214120011
SYARIFAH
2214120049

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PRODI EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2023/1445 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala karena atas
berkat rahmat, hidayah dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini,
dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita, Nabi Muhammmad Shallahu „Alaihi
Wassalam yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Zulkifli, SEI. M.Sy


Selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Sumber Daya Insani yang telah
memberikan bimbingan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik, saran, dan perbaikan dari pembaca dengan senang hati penulis akan terima.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan manfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita.

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palangkaraya, September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 5

A. Pengertian Akad Wadiah......................................................................... 5


B. Dasar Hukum Akad Wadiah (Al Quran, Hadits, Fatwa DSN) .............. 6
C. Menjelaskan Rukun dan Syarat Akad Wadiah........................................ 7
D. Implementasi Akad Wadiah Dalam Lembaga Keuangan Syariah
(Giro, Deposito, dan Tabungan) ............................................................ 8

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 10

A. Kesimpulan ............................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kehidupan manusia sebagaimana telah diajarkan pada agama islam
mencakup dua sisi yang harus seimbang, yakni antara kebutuhan duniawi
dan kebutuhan akhirat. Contohnya adalah suatu kegiatan yang mana dapat
untuk dicapainya pada kehidupan duniawinya manusia yaitu kegiatan
ekonomi. Dengan memiliki perekonomian yang baik maka akan
meningkatkan kesejahteraan pada kehidupan manusia.
Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, manusia dapat melakukannya
dengan kelompok maupun pribadi yang didasarkan pada syari‟at islam,
termasuk halnya ekonomi yang dapat disebut sebagai muamalah.
Muamalah dalam islam mencakup beberapa jenis kegiatan ekonomi
diantaranya yaitu pada utang dan piutang, sewa menyewa suatu hal, pada
jual dan beli, suatu kerjasama pada keuangan, serta berbagai keuangan
yang telah bersyari‟atkan pada islam, serta juga masih banyak lagi yang
lainnya.
Lembaga Keuangan merupakan perusahaan yang bergerakidi suatu
bidang yaitu keuangan, dimana dilakukan penghimpunan dana yang
asalnya dari masyarakat ataupun melakukan pelayanan jasa terkait
keuangan yang lainnya.Salah satu lembaga yaitu keuangan adalah
lembagaikeuangan yang termasuk syariah yang dimana usahanya pada jasa
di keuangan dengan menjalanankan berbagai prinsip syariah. Dalam hal
ini pada prinsip yang syariah ini menghilangkan berbagai unsur yang
dilarangkan oleh agama islam, lalu digantikan dengan suatu akad yang
tradisional islam.
Salah satu lembaga keuangan adalah koperasi. Secara umumnya
bahwa koperasi menjadi kegiatan pada bidang ekonomi dengan
pelaksanaanya secara bersamaan untuk dicapainya suatu keuntungan
dengan bersama-sama.Sebagaimana koperasi bertujuan dengan

1
pancantumannya pada pasal 4 UU No 17 2002 Tentang Perkoperasian
“Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan
berkeadilan”.123
Dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya, koperasi
serba usaha syariah lebih banyak diminati oleh masyarakat. Karena
hadirnya koperasi syariah ini memiliki tujuan untuk dapat melakukan
peningkatan pada taraf kehidupan di masyarakat yang memiliki usaha,
baik yang menengah ataupun yang masih kecil dimana termasuk dalam
wilayah pada koperasi yang syariah.
KSU adalah suatu lembaga pada keuangan yang syariah yang
termasuk pada non bank. Dimana bentuknya berupa penghimpunan pada
dana dengan berupa simpanan. Simpanan tersebut biasa
disebut sebagai akad wadiah dan ada juga akad mudharabah. Akad wadiah
ini biasanya berbentuk simpanan sukarela. Sukarela yang dimaksud yaitu
dimana nasabah diberikan keleluasaan dalam hal jumlah yang akan
disetorkan, hanya saja sudah terdapat patokan minimal jumlah yang
disetorkan. Dan juga dimasukkan dalam sukarela pada waktu dengan tidak
diberikan ketentuan pada waktu kapan dilakukan penyetoran serta
pengambilannya dilakukan.
Seorang umat muslim dianjurkan untuk menabung, karena dengan
menabung umat muslim telah siap untuk rencananya di masa depan
dengan memiliki bekal untuk dapat menghadapi sesuatu hal yang mana
datangnya secara tiba-tiba atau tidak diprediksikan. Cerminan umat
muslim adalah perilaku yang hemat atau tidak mudah dalam

1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persaa, 2020.
2
Burhanuddin S.Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta: UII Press, Cet. 1, 2011, hlm.107.
3
Abdul Ghafur Anshari, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga
Pembiayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 1, 2008, hlm. 8.

2
mengahambur-hamburkan harta karena dapat untuk memberikan antisipasi
pada berbagai hal yang akan datang dimasa depan yang tidak dapat diduga
sebelumnya.
Terdapat beberapa jenis dalam prinsip wadiah diantaranya dibagi
menjadi dua yaitu wadiah yad amanah serta wadiah yad dhamanah. Dalam
prinsip wadi‟ah yad amanah dengan prinsip dimana suatu harta yang
masuk titipan tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh seorang yang
dititipii. Sedangkan pada wadiah yad dhamanah dengan prinsipnya
padaipihak yang telah dititipi diperbolehkan untuk dapat memanfaatkan
pada harta yang telah dititipinya akan tetapi haruslah bertanggungjawab
untuk keutuhan pada harta yang telah dititipkannya.45
Koperasi syariah telah diatur dalam ketetapan hukumiyangiditetapkan
pemerintah berbasis penyelenggaraanikeuangan dengan prinsip syariah.
Terdapat dalam UU No. 25 Thn 1992 serta Kepmen Koperasi dan UKM
RI No. 91iTahuni2004 sudah tidak sesuai lalu disempurnakan dengan
Permen dalam Koperasi serta UKM No 16 Thn 2015 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan dalam Usaha Simpan Pinjam serta Pembiayaan yang Syariah
oleh Koperasi serta Fatwa DSN MUI telah memberikan pelung kepada
koperasi syariah untuk beroprasi.
Perkembangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mana
didirikan oleh DSN (Dewan Syari‟ah Nasional) di tahun 1999. Menurut
Fenty Rismayanti (2008) menyatakan bahwa secara garis besarnya bahwa
didirikan DSN dengan didasarkan pada adanya perkembangan berbagai
lembaga di keuangan yang syari‟ah yang ada di Indonesia dengan
terdapatnya berbagai dewan pengawas di syari‟ah. Dikarenakan
didasarkan pada SK. MUI No. Kep. 54/ II/ 1999, dimana MUI
memberikan pandangan dengan diperlukan dewan yang syari‟ah dengan

4
Fenty Rismayanti, Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syari‟ah dan
Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi nasaba pada PT. Bank Syari‟ah Mandiri Tbk Cabang
Bandung, (Skripsi FE UNPAD, 2008), hlm. 6
5
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Prenademedia Group, 2010),hlm. 87.

3
sifatnya yang nasional dengan tugasnya yaitu mengeluarkan suatu fatwa
dari berbagai jenis pada produk dari lembaga di keuangan yang syariah,
contohnya yaitu asuransi yang syaria‟ah, perbankan yang syari‟ah, serta
yang lainnya, dimana supaya dapat berkesesuaian dengan berbagai nilai
syari‟ah.
Wadiah menjadi suatu titipan yang murni yang asalnya
dariisuatu1pihak, yang memiliki sifat individu maupun pada
badanihukum, dimana titipan haruslah dilakukan penjagaan untuk dapat
dikembalikan pada kapan saja bila dikehendaki oleh penitipnya. Dalam
pernyataan pada ulama yang Malikiyah, Syadi‟iyah, serta Hanabillah
dengan pernyataan mewakili pada orang lain supaya dapat dipeliharanya
harta yang dimiliki orang lain dengan cara yang tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian akad wadiah
2. Untuk mengetahui dasar hukum akad wadiah( al-qur‟an,hadits fatwa
DSN)
3. Untuk mengetaui penjelasan tentang rukun dan syarat wadiah
4. Untuk mengetahui penjelasan tentang implementasi akad wadiah
Dalam lembaga keuangan syariah(Giro,Deposito dan Tabungan)
C. Tujuan
1. Mengetahui tujuan akad wadiah
2. Mengetahui tujuan hukum akad wadiah (al- qur‟an,hadits fatwa dsn)
3. Mengetahui tujuan rukun dan syarat akad wadiah
4. Mengetahui tujuan implementasi akad wadiam dalam lembaga
keuangan( giro,deposito dan tabungan)6

6
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persaa, 2020.
6
Burhanuddin S.Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta: UII Press, Cet. 1, 2011, hlm.107.
6
Abdul Ghafur Anshari, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga
Pembiayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 1, 2008, hlm. 8.
6
M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transasksi Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003, hlm. 161

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Wadiah


Secara etimologi wadi‟ah ( ‫( ال ودعة‬berartikan titipan (amanah). Kata
Al-wadi‟ah berasal dari kata wada‟a (wada‟a – yada‟u – wad‟aan) juga berarti
membiarkan atau meninggalkan sesuatu (Yunus, 2005: 495). Sehingga secara
sederhana wadi‟ah adalah sesuatu yang dititipkan. Secara harfiah, wadiah
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak yang lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip menghendakinya (Haroen, 2000:248). Dalam literatur fiqh,
para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya, disebabkan perbedaan
mereka dalam beberapa hukum yang berkenaan dengan wadi‟ah tersebut
yaitu perbedaan mereka dalam pemberian upah bagi pihak penerima titipan,
transaksi ini dikatagorikan taukil atau sekedar menitip, barang titipan tersebut
harus berupa harta atau tidak (Hulwati, 2006:106). Secara terminologi
wadi‟ah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi
wadi‟ah yang dikemukakan ulama fiqh :
1. Ulama Hanafiyah :
“mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan
ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat)”
2. Ulama Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :
“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara
tertentu”
3. Menurut UU No 21 Tentang Perbankan Syariah yang dimaksud
dengan “Akad wadi‟ah” adalah Akad penitipan barang atau uang
antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan,
serta keutuhan barang atau uang.789

7
Abidin, Ibnu. hasyisah radd al-mukhtar, Beirut; Dar al-Fikr, 1992

5
B. Dasar Hukum Akad Wadiah (Al-qur’an, Hadits, Fatwa DSN)
Ulama fiqh sependapat, bahwa wadi‟ah adalah sebagai salah satu akad
dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia. Sebagai landasannya
firman allah di dalam Alqur‟an surah an-nisa : 58

ٰٓ ِ ‫ّٰللا يأْمس ُكم ا َ ْن ت ُ َإدُّوا ْاْلَمٰ ٰى‬


ِ َّ‫ت ا ِٰلً ا َ ْه ِل َه ۙا َواِذَا َح َك ْمت ُ ْم بَيْهَ الى‬
‫اس ا َ ْن‬ ْ ُ ُ َ َ ‫ا َِّن ه‬
‫صي ًْسا‬ِ ‫س ِم ْيعً ۢا َب‬
َ َ‫ّٰللاَ َكان‬‫ظ ُك ْم ِب ٖه ۗ ا َِّن ه‬ ‫ت َ ْح ُك ُم ْىا ِب ْال َع ْد ِل ۗ ا َِّن ه‬
ُ ‫ّٰللاَ ِو ِع َّما َي ِع‬

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
menurut para mufasir, ayat ini berkaitan dengan penitipan kunci
Ka‟bah kepada Usman bin Talhah (seorang sahabat Nabi) sebagai amanat
dari Allah SWT. Dalam Q.S. 2 : 283 disebutkan:

َ‫ضتٌ فَاِن ا َ ِمه‬ َ ‫سفَ ٍس َّولَم ت َ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِس ٰه ٌه َّمقبُى‬ َ ً‫َواِن ُكىتُم َع ٰل‬
‫ّٰللاَ َزبَّه َو َْل تَكت ُ ُمىا‬
ّ ‫ق‬ ِ َّ ‫ضا فَليُ َإ ِدّ الَّرِي اؤت ُ ِمهَ ا َ َماوَـتَه َوليَت‬
ً ‫ض ُكم بَع‬
ُ ‫بَع‬
‫ش َهادَة َو َمه يَّكتُم َها فَ ِاوَّه ٰا ِث ٌم قَلبُهؕ َو ه‬
ََ ‫ّٰللاُ ِب َما تَع َملُىنَ َع ِلي ٌم‬ َّ ‫ال‬
Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah
ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang

8
Haroen, Nasrun Fiqh Muamalah Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
9
Hulwati, Ekonomi Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2006.

6
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 1011
Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari‟ah Nasional (DSN) No:
01/DSN MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara
syari‟ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi‟ah.
Demikian juga tabungan dengan produk Wadi‟ah, dapat dibenarkan
berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa
tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip
Mudharabah dan Wadi‟ah (Haroen, 2007: 244-245).

C. Menjelaskan Rukun dan Syarat Akad Wadiah


Menurut ulama fiqh, imam Abu Hanifah mengatakan bahwa rukun
wadi‟ah hanyalah ijab dan qobul. Namun menurut jumhur ulama
mengemukakan bahwa rukun wadi‟ah ada tiga yaitu:
1. Orang yang berakad
2. Barang titipan
3. Sighat, ijab dan qabul
Adapun syarat wadi‟ah adalah
1. Orang yang berakad Orang yang berakad hendaklah orang yang sehat
(tidak gila) diantaranya yaitu:baligh, brakal dan kemauan sendiri, tidak
dipaksa. Dalam mazhab Hanafi baliqh dan berakal tidak dijadikan syarat
dari orang yang sedang berakad, jadi anak kecil yang dizinkan oleh
walinya boleh untuk melakukan akad wadi‟ah ini.
2. Barang titipan
Syarat syarat benda yang dititipkan
a. Benda yang dititipkan disyaratkan harus benda yang bisa disimpan.
Apabila benda tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung diudara
atau benda yang jatuh kedalam air, maka wadiah tidak sah apabila

10
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, cet. I Yogyakarta : UII
Press, 2000
11
Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007

7
hilang, sehingga tidak wajib diganti. Syarat ini dikemukakan oleh
ulama-ulama Hanafiah (Abidin, 1992:328).
b. Syafi‟iyah dan Hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus
benda yang mempunyai nilai atau qimah dan dipandang sebagai maal,
walaupun najis. Seperti anjing yang bisa dimanfaatkan untuk berburu
atau menjaga keamanan. Apabila benda tersebut tidak memiliki nilai,
seperti anjing yang tidak ada manfaatnya, maka wadi‟ah tidak sah.
3. Sighat (akad) syarat sighah yaitu kedua belah pihak melafazkan akad yaitu
orang yang menitipkan (mudi‟) dan orang yang diberi titipan (wadi‟).
Dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat/buku
tanda bukti penyimpanan12

D. Menjelaskan Implementasi Akad Wadiah Dalam Lembaga Keuangan


Syariah (Giro,Deposito dan Tabungan)
Dalam perbankan Syariah terdapat beberapa prinsip yang diadobsi
dalam pengelolaanya, yang ditujukan untuk menggalang dana untuk
membiayai operasinya. Sumber dana dalam perbankan secara umum ada 3,
yaitu dari bank sendiri, yang berupa modal setoran dari pemegang saham, dari
masyarakat, yang berupa simpanan dalam bank tersebut. Dalam rangka
menghimpun modal, bank syari‟ah melakukan pendekatan tunggal dalam
menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Wadi‟ah
merupakan salah satu produk penghimpun dana/ modal bank Syariah dari
nasabah/ masyarakat.
1. Bentuk Wadi‟ah dan Jenis Transaksinya. Dalam aplikasinya di
perbankan, wadi‟ah secara fungsional dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Wadi‟ah jariyah (tahta tholab) yaitu suatu titipan, di mana penyimpan
berhak mengambilnya kapan saja baik cash ataupun dengan cek atau
pun melalui nasabah pihak ketiga (Muhammad, 2000:118).
b. Wadi‟ah Iddikhoriyah (at taufir), Ciri-ciri simpanan ini adalah
kecilnya simpanan dan banyaknya jumlah nasabah penyimpan dan

12
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidayakarya Agung; 2005

8
bank menyalurkannya untuk investasi dengan akad mudhorobah
muthlaqoh.
Dua jenis simpanan ini pada prakteknya, bank memanfaatkannya
untuk keperluan investasi dan mengembalikan simpanan. Berbeda
dengan konsep wadi‟ah dalam fiqh di manawadî‟ (penerima titipan)
harus mengembalikan barang simpanan tersebut. Maka dengan begitu
yad (kepemilikan) bank syariah terhadap simpanan tersebut adalah yad
dhamanah/ guarantee depository (penjamin) (Karim, 2007:298).
Pada aplikasinya, sebagiamana di atas telah dijelaskan oleh Antonio,
dua katagori wadi‟ah di atas diaplikasikan pada produk yang umumnya
berupa giro dan tabungan.
a. Rekening Giro Wadi‟ah
Bank syariah memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening
wadi‟ah. Dalam hal ini bank syariah menggunakan prinsip wadi‟ah yad
dhomanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin
pembayaran kembali nominal simpanan wadi‟ah. Dana tersebut dapat
digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas
pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut
dalam kegiatan kegiatan komersial. Namun demikian bank, atas
kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah)
kepada pemilik dana (pemegang rekening wadi‟ah).
b. Rekening Tabungan Wadi‟ah Prinsip wadi‟ah yad dhomanah ini juga
dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan.Bank
memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut
selama mengendap di bank. Bonus (hibah) dapat diberikan oleh bank
sebagai imbalan yang berasal dari keuntungan bank (Arifin,
2005:62).13

13
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Akad Wadi`ah adalah salah satu bentuk tolong-menolong yang
diperintahkan oleh Allah dalam al-Quran. Prinsip utama yang tidak boleh
dilanggar dalam akad wadi`ah adalah pentip barang boleh mengambil
kapanpun barangnya yang telah dititipkan dan pihak yang dititipkan wajib
mengembalikan barang titipan ketika sang penitip barang meminta
kembali barangnya.
2. Implementasi akad wadi`ah yang diterapkan oleh Pegadaian Syariah Unit
Perjuangan Cirebon ternyata tidak hanya akad wadi`ah saja namun juga
terdapat akad murabahah.
a. Akad murabahah terjadi saat nasabah membeli emas yang akan
ditipkan dan menjual kembali emas yang telah dititipkan (buyback).
b. Akad Wadi`ah terjadi ketika emas yang dibeli dititipkan (ditabung) di
Pegadaian Syariah Unit Perjuangan Cirebon.Pihak Pegadaian Syariah
Unit Perjuangan Cirebon menerima kompensasi sebagai pihak yang
dititipkan sebesar 15.000/tahun.
3. Intensitas jumlah nasabah sejak tahun 2015 sampai tahun 2020 mengalami
peningkatan jumlah nasabah yang tidak tetap. Alasan nasabah tertarik
dengan produk tabungan emas Pegadaian Syariah Unit Perjuangan
Cirebon adalah karena biayanya tidak memberatkan pihak nasabah dan
sistem tabungan ini memudahkan nasabah untuk berinvestasi kapapun.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan
adalah:
1. Kepada Pihak Pegadaian Syariah Unit Perjuangan CirebonKepada
Pihak Pegadaian Syariah Unit Perjuangan Cirebon saran yang dapat
diberikan penulis adalah agar kepada Deputi Ares PT Pegadaian

10
Persero bagian marketing agar lebih intens lagi memasarkan produk
tabungan emas. Dapat diawali dengan sosialisasi dan mengedokasi
masyarakat pentingnya menabuung ataupun berinvestasi untuk
kebutuhan masa depan. Kedepannya Pegadaian Syariah Unit
Perjuangan Cirebon diharapkan dapan memberikan layanan langsung
(home to home) agar dapat membantu masyarakat untuk menabung
dari rumah.
2. Kepada Pihak NasabahKepada pihak nasabah diharapkan untuk lebih
memikirkan pentingnya berinvestasi untuk masa depan. Dan juga
diharapkan kepada masyarakat Muslim, agar senantiasa tidak ragu-
ragu dalam memanfaatkan atau menggunakan layanan dari lembaga
keuangan syariah, khususnya Pegadaian Syariah Unit Perjuangan
Cirebon.
3. Kepada AkademisiKepada para akademisi yang akan melaksanakan
penelitian dimasa depan terkait prospek lembaga keuangan Pegadaian
Syariah, sekiranya dapat meneliti terkait sistem pemasaran produk di
Pegadaiann Syariah, khususnya Pegadaian Syariah Cirebon.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persaa, 2020.

Burhanuddin S.Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta: UII Press, Cet. 1, 2011,


hlm.107.

Abdul Ghafur Anshari, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan,


Lembaga Pembiayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 1, 2008, hlm. 8.

Fenty Rismayanti, Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syari‟ah dan


Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi nasaba pada PT. Bank
Syari‟ah Mandiri Tbk Cabang Bandung, (Skripsi FE UNPAD, 2008), hlm.
6

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis
dan Praktis, (Jakarta: Prenademedia Group, 2010),hlm. 87.

M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transasksi Dalam Islam, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2003, hlm. 161
Abidin, Ibnu. hasyisah radd al-mukhtar, Beirut; Dar al-Fikr, 1992

Haroen, Nasrun Fiqh Muamalah Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Hulwati, Ekonomi Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2006.

Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, cet. I Yogyakarta :


UII Press, 2000

Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidayakarya Agung; 2005

Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet,


2005

12

Anda mungkin juga menyukai