Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MENGINTERNALISASIKAN MUAMALAH DAN ISLAM


DISIPLIN ILMU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Muamalah

Dosen pembimbing:

Nurhadi, MA

Disusun oleh: kelompok 1

Nur Fikriyah 22050100022

Azizah Lutfiyanti 22050100102

Livia Aurelia 22050100137

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

1444 H/2023

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirahim, puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga alhamdulillah kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Menginternalisasikan Muamalah Dan Islam Disiplin Ilmu Dalam
Kehidupan Sehari-hari”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak dosen
Nurhadi, MA sebagai dosen pengampu bidang studi Al-Islam III. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagaimana tentang pengertian muamalah.

Setiap manusia tidak luput dari kesalahan, kami menyadari bahwa makalah yang kami
tulis ini memiliki banyak sekali kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal tersebut akan
kami jadikan pelajaran serta pembekalan agar menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya.

Jakarta, 1 maret 2023


Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
a. Latar belakang...............................................................................................................................1
b. Identifikasi masalah.......................................................................................................................3
c. Rumusan masalah..........................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................4
A. PENGERTIAN MUAMALAH.....................................................................................................4
B. QAIDAH FIQIH TENTANG MUAMALAH..............................................................................7
C. RUANG LINGKUP MUAMALAH..............................................................................................8
D. PRINSIP MUAMALAH..............................................................................................................11
E. ASAS MUAMALAH...................................................................................................................20
BAB III.....................................................................................................................................................22
PENUTUP............................................................................................................................................22
A. KESIMPULAN........................................................................................................................22
B. SARAN.....................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................23

ii
BAB I
a. Latar belakang

Muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatau yang memberi manfaat dengan cara
ditentukan seperti jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan
bercocok tanam, berserikat, dan lain-lain usaha. Dengan adanya muamlah kehidupan masyarakat
menjadi teratur dan makmur serta persaudaraan satu dengan yang lain menjadi teguh.

Akan tetapi dengan adanya sifat manusia yang serakah, tamak dan mementingkan diri
sendiri, guna menjaga hak manusia agar tidak terbuang sia-sia dan demi menjaga kemaslahatan
umum agar pertukaran dapat terjalan dengan lancar dan teratur, maka agama memberi peraturan
yang sebaik-baiknya yaitu muamalah, dengan adanya muamalah penghidupan manusia manjadi
terjamin dengan sebaik-baiknya dan perdebatan serta dendam-mendendam tidak akan terjadi.

Muamalah juga suatu kegiatan ekonomi baik itu jual beli barang atau jasa antara perorangan
atau badan hukum yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, adanya kegiatan ekonomi syariah
sangat membantu dalam keselarasan kehidupan di dunia dan akhirat, nilai ekonomi syariah
bukan semata-mata kegiatan muslim saja tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi.
Perkembangan ekonomi syariah sangat cepat setelah adanya Bank Muamalat Indonesia (BMI),
dibalik berkembangnya ekonomi syariah harus diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syariah
yang valid dan akurat, agar seluruh produk yang ditawarkan ke masyarakat memiliki landasan
yang kuat secara syariat. Membahas ekonomi islam identik dengan lembaga keuangan Islam,
baik berupa bank, asuransi, pegadaian, maupun BMT yang semakin luas dalam bidang
penghimpunan dana dan pembiayaan modal usaha mikro tanpa menggunakan bunga (riba).
Banyak di kalangan masyarakat menengah, yang lebih memilih lembaga keuangan syariah
karena lebih menguntungkan, salah satunya BMT. Kegiatan BMT sendiri untuk menarik,
mengelola, dan menyalurkan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas ekonomi. BMT ikut dalam wadah koperasi baik berupa Koperasi
Jasa Keungan Syariah (KJKS) ataupun Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) rasanya sangat tepat
untuk menghadapi permasalahan ekonomi makro dan juga ekonomi mikro. Kita dapat merasakan
adanya peran usaha mikro dalam memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan
investasi sangat menentukan dalam menggerakan perekonomian suatu bangsa.

1
BMT sebagai lembaga syariah yang dibentuk atas prakasa dan swadaya masyarakat dengan
kelebihan dan kelemahannya, terbukti dari efektifnya untuk menolong pengusaha kecil dan
mikro dalam mengakses sumber dana pembiayaan. Pada penyaluran dana kepada masyarakat,
sebagian besar pembiayaan BMT disalurkan dalam bentuk barang atau jasa yang diberikan BMT
kepada anggotanya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang atau jasanya
telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang terlebih dahulu, kemudian uang atau dana
yang diberikan oleh BMT baru akan diberikan kepada masyarakat untuk memproduksi barang
atau jasa atau mengadakan barang atau jasa. (Fawzi, 2018)

Adanya BMT Amanah Ummah merupakan salah satu sarana bagi masyarakat menengah
kebawah untuk melakukan pinjaman modal usaha, BMT Amanah Ummah yang memiliki
beberapa cabang diharapkan mampu menjadi pelopor sekaligus penggerak perekonomian bangsa
dan daerah Sukoharjo khusunya, di dalam prosedur pembiayaan memiliki sistem yang tidak
rumit dan membebani jika di bandingkan dengan perbankan. Selanjutnya pembiayaan tersebut
biasa kita kenal pembiayaan murābahah.

Maksud dari pembiayaan murābahah adalah akad perjanjian penyediaan barang berdasarkan
jual beli dimana bank membiayai atau membelikan kebetuhan barang atau investasi dan menjual
kembali kepada nasabah ditambah keuntungan yang disepakati dengan memberitahu kepada
anggota.3 Jual beli dapat diartikan secara luas yang artinya memindahkan hak milik penukaran
barang dengan uang yang benar (sesuai Syariah) bisa juga barang dengan barang kita sering
menyebutnya dengan nama barter.

Sistem akad begitu banyak di temukan pada lembaga keuangan syari‟ah salah satu istilahnya
akad murābahah, transaksi akad ini sering di jumpai pada lembaga-lembaga keuanga syariah,
namun banyak masyarakat yang terlena dengan embel-embel syariah atau nama-nama berbahasa
Arab pada produkproduk yang ditawarkan, sehingga masyarakat jarang memperhatiakan atau
mempertanyakan dengan seksama kepada karyawan atau pegawai di tempat tentang sistem
transaksi yang terjadi. Memandang masalah ini lebih wajib dari pada sistem-sistem yang berlaku
di lembaga konvensional, sebab masyarakat yang mengetahui lebih sedikit.

2
b. Identifikasi masalah
1. Untuk mengetahui pengertian muamalah
2. Untuk mengetahui kaidah fiqih muamalah
3. Untuk mengetahui ruang lingkup muamlah
4. Untuk mengetahui asas muamalah
5. Untuk mengetahui prinsip muamalah

c. Rumusan masalah
1. Pengertian muamlah
2. Kaidah fiqih muamlah
3. Ruang lingkup muamalah
4. Asas muamalah
5. Prinsip muamalah

3
BAB II
A. PENGERTIAN MUAMALAH

Pengertian muamalah dalam Islam adalah suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan tata cara hidup hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluan
hidup sehari-hari. Sedangkan, yang termasuk dalam kegiatan muamalah di antaranya ialah jual
beli, sewa menyewa, utang piutang, dan lain sebagainya, Sederhananya, muamalah diartikan
sebagai hubungan antar manusia dengan manusia untuk saling membantu agar tercipta
masyarakat yang harmonis. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Alquran surah Al-
Maidah : 2
ۤ ‫هّٰللا‬
‫اًل ِّم ْن‬a‫ض‬ َ ‫ ْد‬aَ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تُ ِحلُّوْ ا َش َع ۤا ِٕى َر ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َواَل ْاله‬
ْ َ‫وْ نَ ف‬a‫ َرا َم يَ ْبتَ ُغ‬a‫ي َواَل ْالقَاَل ۤ ِٕى َد َوٓاَل ٰا ِّم ْينَ ْالبَيْتَ ْال َح‬
ِّ‫ر‬aaِ‫ا َونُوْ ا َعلَى ْالب‬aa‫ ُد ۘوْ ا َوتَ َع‬aَ‫ َر ِام اَ ْن تَ ْعت‬a‫ ِج ِد ْال َح‬a‫ ُّدوْ ُك ْم ع َِن ْال َم ْس‬a‫ص‬ َ ‫وْ ٍم اَ ْن‬aaَ‫ن َٰانُ ق‬a‫ ِر َمنَّ ُك ْم َش‬aْ‫طَا ُدوْ ا ۗ َواَل يَج‬a‫اص‬ ْ َ‫َّربِّ ِه ْم َو ِرضْ َوانًا َۗواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫د ْال ِعقَا‬aُ ‫َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َۖواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي‬
‫ب‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan
jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-
hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan
keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu
berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-
halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
sangat berat siksaan-Nya.”

Sedangkan pengertian muamalah menurut istilah syariat Islam adalah suatu kegiatan yang
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan sesama umat manusia. Adapun muamalah
secara etimologi memiliki makna yang sama dengan al-mufa’ala yaitu saling berbuat, yang
berarti hubungan kepentingan antar seseorang dengan orang lain.

Fikih Muamalat (FM) terdiri dari dua kata yaitu, fikih dan muamalah. Fikih merupakan
bentuk kata benda dari kata faqaha yang berarti mendalami sesuatu. Faqaha merupakan bentuk
kata kerja yang menuntut kesungguhan seseorang dalam memahami dan mendalami sesuatu. Tak

4
heran, jika tak kurang dari 19 ayat menggunakan kata fiqh yang kesemuanya dalam bentuk kata
kerja. Sebagai contoh dalam surat al-Taubah ayat 112:

ْٓ ‫وْ َمهُ ْم اِ َذا َر َجع‬aَ‫ ِذرُوْ ا ق‬a‫ ِّد ْي ِن َولِيُ ْن‬a‫وْ ا فِى ال‬aُ‫ةٌ لِّيَتَفَقَّه‬aَ‫ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَ ۤا ِٕىف‬aَ‫ ِّل فِرْ ق‬a‫ َر ِم ْن ُك‬aَ‫َو َما َكانَ ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َك ۤافَّ ۗةً فَلَوْ اَل نَف‬
 ‫وا اِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم‬aُ

َ‫ َذرُوْ ن‬a ْ‫“ يَح‬Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menyatakan yang artinya:

“Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan
kepadanya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama”.

Pada masa sahabat Nabi dan abad pertama Islam, kata fiqh digunakan untuk pengertian
seperti di atas, yaitu memahami dan mendalami ajaranajaran agama secara keseluruhan. Bahkan
sampai masa Imam Abu Hanifah, kata fikih masih melingkupi segala ilmu agama, baik akidah,
ibadah, maupun muamalah. Hal ini dapat dipahami dari karya Abu Hanifah yang mengkaji
masalah akidah dengan judul “Al-Fiqh al-Akbar”. Kata fikih dipakai Abu Hanifah dalam kaitan
dengan masalah akidah. Fikih menurut Abu Hanifah untuk masanya adalah:

“Pengetahuan jiwa apa yang boleh (hak) baginya dan apa yang harus (wajib) baginya”.

Pengertian fikih mengalami reduksi pasca perluasan Islam ke berbagai belahan dunia.
Daerah-daerah yang jauh dari pusat Islam; Makkah dan Madinah, menuntut metode tertentu
dalam menyelesaikan masalah. Ilmuilmu berkembang dengan pesat dan pembedaan antara satu
disiplin ilmu dengan lainnya semakin jelas, spesialisasi keilmuan di kalangan ulama juga
semakin menyebar. Seiring dengan perkembangan masyarakat pula, fikih menjadi disiplin ilmu
sendiri yang secara khusus konsen pada pengkajian hukum Islam. Ahli fikih atau hukum Islam
dibedakan dengan ahli kalam, ahli tauhid, ahli hadis dan lain sebagainya. (Majdid, 2018)

Fikih diartikan sebagai sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan
manusia yang diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan metode
ijtihad. Fikih adalah disiplin ilmu sendiri yang melihat sisi hukum yang konkrit (zhâhiriah). Fikih

5
diartikan sebagai: “Mengetahui hukum-hukum syari’ah amaliah (perbuatan) dari dalil-dalil yang
terperinci”.

Al-Jurjani menjelaskan kata fiqh sebagai berikut: Fikih menurut bahasa berarti paham
terhadap tujuan seseorang pembicara. Fikih secara istilah adalah mengetahui hukum-hukum
syara’ amaliyah (mengenai perbuatan, perilaku) dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci.
Fikih adalah ilmu yang dihasilkan melalui pemikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan
wawasan dan perenungan. Oleh sebab itu, Allah tidak bisa dikatakan sebagai “faqîh” (ahli dalam
bidang fikih), karena tidak ada sesuatu pun bagi-Nya yang tidak diketahui”.

Sedangkan menurut al-Ghazali, fikih diartikan sebagai mengetahui dan memahami. Fikih
adalah suatu ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang tertentu bagi perbuatan mukallaf, seperti
wajib, haram, mubah (boleh), sunnah, makruh, sah, fasid, batal, qadlâ’an, adâ’an, dan yang
sejenisnya.

Orang yang ahli fikih dikatakan sebagai fâqih yang dalam bentuk jamaknya disebut
fuqahâ’. Fukaha’ ini termasuk dalam kategori ulama, meskipun tidak setiap ulama adalah
fukaha’. Ilmu fikih disebut pula dengan ilmu furû’, ilmu hâl, ilmu halal dan haram, ilmu syara’
dan hukum. Seorang yang faqîh adalah mujtahid karena ia harus mampu melakukan ijtihad di
dalam menyelesaikan hukum fikih yang tidak secara jelas dan qath’i dijelaskan dalam al-Qur’an
dan hadis Nabi.

Setelah taklid menyebar di kalangan umat Islam, kata fikih secara umum diartikan menjadi dua
hal:

1. Mengetahui dan menjaga hukum-hukum fikih yang terperinci (al-furû’ al-


fiqhiyyah) atau bagian darinya.
2. Hukum-hukum syari’ah, baik yang bersifat qath’i yang dijelaskan secara tegas
oleh wahyu, atau dzanni yang diistinbatkan dan dikeluarkan oleh para mujtahid
muqallid dengan menggunakan kaidah dan ushul para pemimpin mazhab mereka.

Sementara kata muamalah berasal dari kata ‘âmala yang berarti berurusan (dagang),
bergaul dengannya. Dalam muâmalah ini harus ada interaksi antara dua pihak. Untuk itu, setiap
interaksi antara dua pihak disebut sebagai muamalah. Muâmalat juga diartikan sebagai hukum
syar’i yang mengatur hubungan kepentingan individu dengan lainnya.

6
Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan yang luas, sebagaimana yang
dirumuskan oleh Muhammad Yusuf Musa, yaitu peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti
dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”. Namun
belakangan ini pengertian muamalah lebih banyak dipahami sebagai aturan-aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia (habl min Allah) dalam memperoleh dan
mengembangkan harta benda atau lebih tepatnya dapat dikatakan sebagai aturan Islam tentang
kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia (Fikih Muamalah Maliyah).

Fikih muamalah menurut Musthafa Ahmad Zarqa dalam Ghufron Ajib adalah hukum-
hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan sesama manusia dalam urusan
kebendaan, hak-hak kebendaan serta penyelesaian perselisihan di antara mereka. Dapat dilihat di
sini bahwa fikih muamalah dapat dipahami sebagai hukum perdata Islam tetapi terbatas pada
hukum kebendaan dan hukum perikatan.

Dengan demikian Fikih Muamalah adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syari’ah
yang terkait dengan hubungan antarmanusia dari dalilnya yang terperinci. Fikih Muamalah
menurut Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling
baik. Sementara menurut Rasyid Ridha Fikih Muamalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang ditentukan. Pengertian Fikih Muamalah ini lebih sempit
karena mencakup interaksi dan transaksi muamalah yang terkait dengan harta benda. Hal ini
untuk membedakan pengertian Fikih Muamalah yang mencakup segala bentuk interaksi manusia
dalam masalah keduniaan. (Habibullah, 2018)

Fikih muamalah Maliyah dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi
yang berdasarkan hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kehidupanya
berhubungan dengan pengelolaan harta, perputaran uang, mencari rizki, seperti jual beli,
perdagangan dll. Urgensinya agar dapat melakukan praktik muamalah sesuai ketentuan syariat,
apalagi dalam dunia transaksional pada zaman sekarang yang dinamis, disitulah pentingnya
memahami muamalah maliyah.

B. QAIDAH FIQIH TENTANG MUAMALAH

7
Salah satu cakupan kaidah ‫ العادة محكمة‬adalah dalam hal bermuamalah. Diantara aktivitasnya
yang belum terperinci dalam nash-nash syariat adalah batasan penerimaan (qabdh). Seseorang
dianggap sah menerima barang baik dalam jual beli (bai’), pesan memesan (salam), penggadaian
(rahn), pemberian CumaCuma (hibah) dan lain sebagainya. Dalam penyerahannya disesuaikan
dan diarahkan pada tradisi yang berlaku. Hal ini disebabkan kontruksi muamalah tentang
penyerahan (al-Qabdh) berbeda-beda tergantung pada jenis barang yang diserah terimakan.
Penyerahan barang dalam jual beli pasti berbeda dengan penyerahan barang dalam salam.
Demikian juga dengan rahn, hibah dan transaksi lainnya Berdasarkan persoalan tersebut, para
ulama fikih memperinci terhadap masalah haqiqah al-qabdh (hakikat serah-terima) sebagai
berikut:

1. Apabila barangnya dapat dipegang, maka ia harus benar-benar telah diraih tangan.
Contohnya seseorang membeli sebungkus roti, pasti roti tersebut dapat dipegang oleh
tangan penjual atau pembeli, serta dapat diserah-terimakan

Secara langsung. Namun apabila pembeli menginginkan diletakan saja (tidak diterima
langsung oleh tangan pembeli), maka peletakan roti oleh penjual sudah termasuk pada al-qabdh.
Sebab apa yang dilakukan oleh penjual sudah sesuai dengan permintaan pembeli dengan adat-
istiadat yang berlaku. (Mhammad: 1410 H).

2. Apabila barangnya tidak dapat diraih secara langsung tapi dapat dipindah (almanqulat).
Maka untuk diqabdh harus melalu proses pemindahan. Sehingga barang ini tidak dilepas
begitu saja (takhliyyah) tanpa dipindah. Contoh dalam jual beli mobil yang tidak
mungkin dapat diangkat atau diraih oleh tangan. Maka peraihannya adalah dengan proses
pemindahan (almanqulat).(al-Hisni: t.th).
3. Barang yang tidak dapat diraih dan juga tidak dapat dipindah. Contoh, jual beli pohon,
tanah, rumah. Dalam hal ini cara penerimaannya (al-qabdh) cukup dengan dilepaskan hak
kepemilikannya (takhliyyah) dari penjual diserahkan kepada pembeli. Cara
penyerahannya, penjual menyerahkan sertifikat, kunci (dalam jual beri bangunan), atau
melalui ucapan penjual bahwa ia sudah melepaskan hak miliknya dari barang. Hal ini
yang disebut oleh para ulama fikih dengan “izalatuh al-mawani’i min tasallumihi”
(hilangnya penghalang untuk menerima).(Khin dan Bugha: 1992)

8
C. RUANG LINGKUP MUAMALAH

Muamalah sebagai aktifitas manusia yang dilakukannya dalam rangka pengabdian kepada
Allah SWT, tentunya mengacu kepada kaedahkaedah yang ditetapkan syara’ untuk terciptanya
kemaslahatan di tengah masyarakat demi terpeliharanya hak dan kewajiban di antara manusia.
Dengan demikian ruang lingkup fiqh muamalah dipandang dari tunjukan hukumnya dapat dibagi
kepada dua bidang, yaitu :

1. Muamalah yang ketentuan hukumnya langsung dari Alqur’an dan hadis.

Adapun bentuk muamalah ini adalah dalam hal perkawinan dan akibatnya, seperti: talak,
iddah, rujuk, warisan. Demikian juga dalam hal pengharaman khamar, babi, anjing dan riba,
sehingga tidak dibolehkan transaksi pada bentuk ini. Demikian juga dalam tindak kriminal.
Seperti: pencurian dan perzinaan. Allah telah menetapkan dengan tegas terhadap beberapa hal di
atas, karena persoalan tersebut akan sulit bagi manusia untuk menemukan kebenaran yang hakiki
disebabkan adanya dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Isra (QS. 17: 53) yang berbunyi:

ُ َ‫َوقُلْ لِّ ِعبَا ِديْ يَقُوْ لُوا الَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗنُ اِ َّن ال َّشي ْٰطنَ يَ ْنز‬
‫غ بَ ْينَهُ ۗ ْم اِ َّن ال َّشي ْٰطنَ َكانَ لِاْل ِ ْن َسا ِن َع ُد ًّوا ُّمبِ ْينًا‬

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang


lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.

Berdasarkan ayat di atas terlihat bahwa manusia akan mudah berpaling dan terjadinya
perselisihan ketika dipengaruhi oleh hawa nafsu dan bisikan setan. Oleh sebab itu Allah telah
menetapkan beberapa ketentuan hukum. Demikian juga ketentuan yang ditetapkan Allah
terhadap berbuat baik kepada kedua orang tua sekalipun mereka berbeda aqidah/keyakinan.

2. Muamalah yang ketentuan hukumnya tidak langsung dari Alqur’an dan Hadis, tetapi
berdasarkan hukum yang diperoleh dari hasil ijtihad para fuqaha yang mengacu kepada
kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip umum yang sesuai dengan ketentuan syara’.

Bentuk muamalah ini akan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial. Hal ini bisa kita lihat
pada praktek jual beli di swalayan, dimana sipembeli diberi kebebasan untuk memilih barang
yang diinginkan dan membawanya ke kasir untuk menyerahkan harga barang tersebut, jual beli

9
seperti ini terjadi dengan saling menyerahkan uang dan barang tanpa adanya ucapan yang jelas
(ijab dan qabul). Praktek jual beli ini dipahami dari firman Allah dalam surat an-Nisa’ (QS. 4:
29), yang berbunyi sebagai berikut:

‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً ع َْن تَ َر‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama-mu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu“

Ayat di atas mengisyaratkan terhadap kebolehan untuk melakukan perdagangan yang


terjadi karena persetujuan kedua belah pihak yang bertransaksi, dapat melakukannya dengan
mudah tanpa ada kesulitan dan membawa kemaslahatan bagi sesama manusia. Hal ini dapat

dipahami dari firman Allah dalam surat al-Hajj (QS. 22 : 78) yang berbunyi sebagai berikut:
‫ ُل َوفِ ْي‬a ‫لِ ِم ْينَ ەۙ ِم ْن قَ ْب‬a ‫ج ِملَّةَ اَبِ ْي ُك ْم اِب ْٰر ِه ْي ۗ َم ه َُو َس ٰ ّمى ُك ُم ْال ُم ْس‬ َّ ‫َو َجا ِه ُدوْ ا فِى هّٰللا ِ َح‬
ٍ ۗ ‫ق ِجهَا ِد ٖ ۗه هُ َو اجْ تَ ٰبى ُك ْم َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِى ال ِّد ْي ِن ِم ْن َح َر‬
‫وْ ٰلى‬aa‫ص ُموْ ا بِاهّٰلل ِ ۗه َُو َموْ ٰلى ُك ۚ ْم فَنِ ْع َم ْال َم‬
ِ َ‫اس فَاَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوا ْعت‬ ۤ
ِ ۖ َّ‫ٰه َذا لِيَ ُكوْ نَ ال َّرسُوْ ُل َش ِه ْيدًا َعلَ ْي ُك ْم َوتَ ُكوْ نُوْ ا ُشهَدَا َء َعلَى الن‬
ِ َّ‫َونِ ْع َم الن‬
‫ص ْي ُر ࣖ ۔‬

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindung dan sebaik-
baik Penolong.”

Demikianlah Allah telah menurunkan rahmat-Nya kepada manusia, Allah tidak


menginginkan umat-Nya dalam kesempitan, dan Allah memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada manusia untuk mengembangkan berbagai kreasi di bidang muamalah dalam memenuhi
kebutuhan hidup demi tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

10
Sebagaimana penjelasan mengenai ruang lingkup muamalah bentuk yang kedua di atas,
maka terlihat bahwa pembahasan secara khusus adalah mengenai ketentuan di bidang perikatan
dan perjanjian terhadap pemenuhan kebutuhan yang mencakup segala aspek kegiatan di bidang
ekonomi.

Kegiatan di bidang ekonomi ini, lingkup pembahasannya dapat dibedakan kepada dua
bahagian. Bahagian pertama membahas tentang bagaimana tata cara pelaksanaannya (yang
bersifat adabiyah). Seperti: masalah shighat (ijab qabul). Bahagian kedua membahas tentang
bentukbentuk transaksi di bidang ekonomi (yang bersifat madiyah). Seperti: jual beli, sewa
menyewa, wakalah, hiwalah, wadi’ah dan lain-lain. Adapun pembahasan terhadap bentuk-bentuk
transaksi ini, para fuqaha telah membahasnya dengan sistematik yang berbeda-beda dan sangat
beragam. Ada yang mengawali pembahasannya yang bersifat adabiyah, dengan menjelaskan
beberapa bentuk perikatan dan perjanjian secara rinci dan jelas lengkap dengan rukun dan
syaratnya. Ada pula sistematik pembahasannya langsung yang bersifat madiyah, yaitu kepada
materi dan beberapa bentuk transaksi yang ada, hal ini dapat dilihat pada kitabkitab fiqh para
imam mazhab yang empat.

Perbedaan para imam mazhab dalam menyusun sistematik pembahasan fiqh muamalah ini
hanya pada urutan prioritas saja, namun pada prinsip dalam pembahasan yang berkaitan dengan
materi tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Di antara pembahasan tersebut adalah mengenai
akad dan permasalahannya, milik dan bagaimana cara mendapatkannya, harta dan
permaslahannya, jual beli dengan segala bentuk dan jenisnya, syirkah, mudharabah dan berbagai
bentuk transaksi lainnya. Demikian luasnya lingkup pembahasan di bidang muamalah ini,
dengan demikian para fuqaha telah memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk
kelangsungan hidup manusia, karena Alqur’an dan Hadis membicarakan persoalan muamalah
secara global dan dengan prinsipprinsip secara umum demi terciptanya keadilan di antara sesama
manusia. (Maksum & Ali, 2012)

D. PRINSIP MUAMALAH

Adapun prinsip-prinsip utama dalam muamalah adalah sebagai berikut:

11
1. Prinsip pertama adalah Harta adalah milik Allah salah satu diantara sekian banyak
anugrahNya yang diberikan kepada manusiaunt kemanfaatan dan kemaslahatan manusia .
53: َ‫  َو َما بِ ُك ْم ِّم ْن نّـ ِ ْع َم ٍة فَ ِمنَ هّٰللا ِ ثُ َّم اِ َذا َم َّس ُك ُم الضُّ رُّ فَا ِ لَ ْي ِه تَجْ َئرُوْ ن‬
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan” .(Q.S an Nahl :53)

14: َ‫ض ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ِه ْم لِنَـ ْنظُ َر َك ْيفَ تَ ْع َملُوْ ن‬ ٰٓ


ِ ْ‫ثُ َّم َج َع ْل ٰن ُك ْم خَ لِئفَ فِى ااْل َ ر‬

“Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah


mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”. (Q.S Yunus : 14)

‫ زواه ببً حبان‬.‫بن هلال طائل ول زاع عما اطترعاه ؤ حفظه ام ضُع‬

“Sesungguhnya Allah akan menanyakan setiap orang yang berkuasa atas apa yang
dikuasakan kepadanya,apakah ia menjaga amanahnya atau mengabaikannya”.

(H.R Ibnu Hibban)

2. Prinsip kedua adalah Kepemilikan harta bukan tujuan namun ia sarana untuk menikmati
perhiasan dunia yang Allah berikan kepada hambaNya melalui rizki yang baik serta
sarana untuk mewujudkan maslahah umum.

ْ ‫ا ٰوٮ ُك ْم َواَ يَّ َد ُك ْم بِن‬aٰ aَ‫وْ نَ اَ ْن يَّتَ َخطَّفَ ُك ُم النَّا سُ ف‬aaُ‫ ا ف‬aَ‫ض تَخ‬
َ‫ ِر ٖه َو َر َزقَ ُك ْم ِّمن‬a‫َص‬ ْ ‫ ٌل ُّم ْست‬a‫ ر ُۤوْ ا ِا ْذ اَ ْنـتُ ْم قَلِ ْي‬a‫َوا ْذ ُك‬
ِ ْ‫ َعفُوْ نَ فِى ااْل َ ر‬a‫َض‬
ِ ‫الطَّي ِّٰب‬
26 : َ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬
“Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas
di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka
Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan
pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baikbaik agar kamu bersyukur.”
(Q.S al Anfal : 26)
: ‫ ٌر اَ َماًل‬a‫ َوا بًا َّو َخ ْي‬aَ‫ َد َربِّكَ ث‬a‫ت َخ ْي ٌر ِع ْن‬ ّ ٰ ‫ت ال‬
ُ ‫صلِ ٰح‬ ُ ‫اَ ْل َما ُل َو ْالبَـنُوْ نَ ِز ْينَةُ ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۚ  َوا ْل ٰبقِ ٰي‬
46

12
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan”. (Q.S al Kahfi : 46)

ۚ ‫ࣖ ٰيبَنِ ْٓي ٰا َد َم ُخ ُذوْ ا ز ْينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َّو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َواَل تُس‬
ِ ‫ْرفُوْ ا اِنَّهٗ اَل يُ ِحبُّ ْال ُمس‬
31: ۞ َ‫ْرفِ ْين‬ ِ ِ
‫هّٰللا‬
َ ِ‫ ُّد ْنيَا خَال‬a‫ و ِة ال‬a‫وْ ا فِى ْال َح ٰي‬aaُ‫لْ ِه َي لِلَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬aaُ‫ق ق‬
‫ ۗ ِة‬a‫ةً يَّوْ َم ْالقِ ٰي َم‬a‫ص‬ ِ ‫قُلْ َم ْن َح َّر َم ِز ْينَةَ ِ الَّتِ ْٓي اَ ْخ َر َج لِ ِعبَا ِد ٖه َوالطَّيِّ ٰب‬
ِ ۗ ‫ ِّر ْز‬a‫ت ِمنَ ال‬
32: َ‫ت لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ ن‬ ِ ‫ص ُل ااْل ٰ ٰي‬ِّ َ‫َك ٰذلِكَ نُف‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan
dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebihlebihan.” (31)

‘’Katakanlah muhammad Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang


telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-
orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari
kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui”.(32)

(QS al A‟raf: 31-32)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallama bersabda:

‫ف حعملىن‬aُ‫ا فُىظس ه‬a‫الى مظخخلفىم فيه‬a‫ة وبن هلال حع‬a‫ؤن زط ٌى هلال صلى هلال علُه وطلم كا ٌ بن الدهُا حلىة خضس‬
‫فاجلىا الدهُا واجلىا اليظاء زواه مظلم‬

“Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya dunia adalah manis


dan hijau dan sesungguhnya Allah menyerahkan kepada kalian semua didalamnya . Maka
Allah akan melihat bagaimana yang engkau semua perbuat atas dunia ini. Maka berhati-
hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita.”

(H.R Muslim)

Hadits lain yang memiliki arti:

“Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah kepada hamba-Nya.”

(HR. Tirmidzi)
13
3. Prinsip ketiga adalah : Kebolehan mengembangkan harta dan larangan memonopoli dan
menimbunnya. Prinsip tersebut menjelaskan tentang memperluas cakupan manfaat harta
sehingga maslahatnya dirasakan oleh orang banyak26 .

‫هّٰللا‬ ‫ْأ‬ ۤ
َ‫ۗ وا لَّ ِذ ْين‬
َ  ِ ‫بِ ْي ِل‬a ‫ ُّدوْ نَ ع َْن َس‬a ‫ص‬ ُ َ‫س بِا ْلبَا ِط ِل َوي‬ ِ ‫ٰيا َ يُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ۤوْ ا اِ َّن َكثِ ْيرًا ِّمنَ ااْل َ حْ بَا ِر َوا لرُّ ْهبَا ِن لَيَ ُكلُوْ نَ اَ ْم َوا َل النَّا‬
34: ‫ب اَلِي ٍْم‬ ٍ ‫ضةَ َواَل يُ ْنفِقُوْ نَهَا فِ ْي َسبِي ِْل هّٰللا ِ ۙ فَبَ ِّشرْ هُ ْم بِ َع َذا‬
َّ ِ‫َب َوا ْلف‬
َ ‫الذه‬ َّ َ‫يَ ْكنِ ُزوْ ن‬

ْ aَ‫ا َكن‬aa‫ َذا َم‬a‫وْ ُرهُ ْم ۗ  ٰه‬aaُ‫وْ بُهُ ْم َوظُه‬aaُ‫اهُهُ ْم َو ُجن‬aaَ‫ا ِجب‬aaَ‫وى بِه‬a
‫ا ُك ْنتُ ْم‬aa‫ ُذوْ قُوْ ا َم‬aَ‫ ُك ْم ف‬a‫زتُ ْم اِل َ ْنفُ ِس‬a ٰ a‫ا ِر َجهَـنَّ َم فَتُ ْك‬aaَ‫ا فِ ْي ن‬aaَ‫يَّوْ َم يُحْ مٰ ى َعلَ ْيه‬
35: َ‫تَ ْكنِ ُزوْ ن‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (Q.S atTaubah 34-35)

39: ‫َما َذا َعلَ ْي ِه ْم لَوْ ٰا َمنُوْ ا بِا هّٰلل ِ َوا ْليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر َواَ ْنفَقُوْ ا ِم َّما َر َزقَهُ ُم هّٰللا ُ ۗ  َو َكا نَ هّٰللا ُ بِ ِه ْم َعلِ ْي ًما‬
“Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan hari
kemudian dan menafkahkan sebahagian rezeki yang telah diberikan Allah kepada
mereka? Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka”.(Q.S an-Nisa‟ : 39)

1: ‫َو ْي ٌل لِّـ ُك ِّل هُ َم َز ٍة لُّ َمزَ ٍة‬


2: ‫ٱلَّ ِذيْ َج َم َع َما اًل َّو َع َّدد َٗه‬
3: ‫يَحْ َسبُ اَ َّن َما لَهٗۤ اَ ْخلَد َٗه‬
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela :1,
yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung :2,
dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya :3”.
(Q.S al-Humazah 1-3)

14
Rasulullah shallallahu alaihi wasallama bersabda yang artinya :
“Tiada seorang muslimpun menanam satu tanaman atau menanam satu pohon, lalu
burung, manusia atau binatang memakannya, melainkan baginya sedekah”.
(HR. Ahmad, Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

4. Prinsip keempat adalah: Pencatatan proses transaksi. Diantara upaya penjagaan dalam
sebuah transaksi dari terjadinya sengketa, lupa, kehilangan dan lainnya maka syariah
memerintahkan otentifikasi (tautsiq) melalui pencatatan, kesaksian, jaminan gadai guna
menjaga setiap hak dari pemiliknya.

ۤ ۤ
‫ا‬aa‫ب َك َم‬ َ ُ‫ا تِبٌ اَ ْن يَّ ْكت‬aa‫ب َك‬ َ ‫ْأ‬aَ‫ۗ و ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكا تِبٌ بِۢا ْل َع ْد ِل ۖ  َواَل ي‬
َ  ُ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ۤوْ ا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ه‬
ْ‫فِ ْيهًا اَو‬a‫ق َس‬ ُّ ‫ ِه ْال َحـ‬a‫ا نَ الَّ ِذيْ َعلَ ْي‬aa‫ا ِ ْن َك‬aَ‫ق هّٰللا َ َربَّهٗ َواَل يَ ْبخَسْ ِم ْنهُ َشيْــًئا ۗ ف‬ ُّ ‫عَلَّ َمهُ هّٰللا ُ فَ ْليَ ْكتُبْ  ۚ  َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه ْال َحـ‬
ِ َّ‫ق َو ْليَت‬
‫ ٌل وَّا‬aaُ‫ن ِم ْن رِّ َجا لِ ُك ْم ۚ فَا ِ ْن لَّ ْم يَ ُكوْ نَا َر ُجلَي ِْن فَ َرج‬aِ ‫ض ِع ْيفًا اَوْ اَل يَ ْستَ ِط ْي ُع اَ ْن يُّ ِم َّل هُ َو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهٗ بِا ْل َع ْد ِل ۗ  َوا ْستَ ْش ِه ُدوْ ا َش ِه ْي َد ْي‬ َ
ُّ ‫ب‬
‫وْ ا ۗ  َواَل‬aa‫ا ُد ُع‬aa‫هَدَٓا ُء اِ َذا َم‬a‫الش‬ َ ‫ْأ‬aَ‫ۗ و اَل ي‬ َ  ‫ ٰرى‬a‫ ٰدٮهُ َما ااْل ُ ْخ‬aْ‫ َذ ِّك َر اِح‬aُ‫ ٰدٮهُ َما فَت‬aْ‫ َّل اِح‬a‫َض‬ ُّ َ‫ضوْ نَ ِمن‬
ِ ‫هَدَٓا ِء اَ ْن ت‬a‫الش‬ َ ْ‫ْم َراَ ٰت ِن ِم َّم ْن تَر‬
ۤ ۤ
‫ص ِغ ْيرًا اَوْ َكبِ ْيرًا اِ ٰلى اَ َجلِ ٖه  ٰۗ ذ لِ ُك ْم اَ ْق َسطُ ِع ْن َد هّٰللا ِ َواَ ْق َو ُم لِل َّشهَا َد ِة َواَ ْد ٰنى اَ اَّل تَرْ تَا ب ُۤوْ ا اِاَّل ۤ اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا‬ َ ُ‫تَسْــَئ ُم ۤوْ ا اَ ْن تَ ْكتُبُوْ ه‬
‫ۗ واِ ْن‬ َ  ‫ ِه ْي ٌد‬a ‫ا تِبٌ َّواَل َش‬aa‫ٓا َّر َك‬a ‫ُض‬ َ ‫ۖ واَل ي‬ َ  ‫ايَ ْعتُ ْم‬aaَ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح اَ اَّل تَ ْكتُبُوْ هَا ۗ  َواَ ْش ِه ُد ۤوْ ا اِ َذا تَب‬
َ ‫ض َرةً تُ ِد ْيرُوْ نَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي‬
ِ ‫َرةً َحا‬
282: ‫ۗ ويُ َعلِّ ُم ُك ُم هّٰللا ُ ۗ  َوا هّٰلل ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬ ‫هّٰللا‬
َ  َ ‫ق بِۢ ُك ْم ۗ  َو اتَّقُوا‬ ٌ ْ‫تَ ْف َعلُوْ ا فَا ِ نَّهٗ فُسُو‬
‫ا نَـتَهٗ و ْليتَّ هّٰللا‬aa‫َؤ ِّد الَّذى اْؤ تُمنَ اَم‬aaُ‫ا فَ ْلي‬a‫ْض‬ ٰ
َ ‫ق‬ ِ َ َ َ ِ ِ ً ‫ ُك ْم بَع‬a‫ْض‬ ُ ‫ا ِ ْن اَ ِمنَ بَع‬aَ‫ةٌ ۗ ف‬a‫ض‬ َ ْ‫ر ٰه ٌن َّم ْقبُو‬a
ِ aَ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم عَلى َسفَ ٍر َّولَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َكا تِبًا ف‬
283: ‫ۗ و هّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َعلِ ْي ٌم‬ ۤ
َ   ٗ‫َربَّهٗ  ۗ  َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َدةَ ۗ  َو َم ْن يَّ ْكتُ ْمهَا فَا ِ نَّهٗ ٰاثِ ٌم قَ ْلبُه‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-
orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki

15
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu :282,
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.
(Q.S al Baqoroh : 282- 283).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallama bersabda yang artinya:


Aisyah Radhiyallahu’Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah
membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan
kepadanya baju besi.”
(HR Bukhari dan Muslim).

5. Prinsip kelima adalah: Mencari harta dan mendistribusikannya dengan cara yang halal.
Islam mengharamkan setiap usaha mendapatkan harta yang akan menimbulkan
kedengkian, merusak hubungan sesama manusia, bertindak culas, curang (menipu) .

16
Sebagaimana Islam memerintahkan untuk berbuat adil dalam muamalah dan akad
sehingga masyarakat terhindar dari kerusakan sosial dan mental. Serta
membelanjakannya dalam hal yang di izinkan secara syar‟i. (Maksum & Ali, 2012)

90: َ‫ى ِذى ْالقُرْ ٰبى َويَ ْن ٰهى ع َِن ْالفَحْ َشٓا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْلبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬ ۤ ‫اْل‬ ْ ‫هّٰللا ْأ‬
ِٕ ‫اِ َّن َ يَ ُم ُر بِا ل َع ْد ِل َوا ِ حْ َسا ِن َواِ ْيتَا‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran”.(Q.S an Nahl: 90)

ۤ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ث ۚ فَا تَّقُوا َ ٰيا ُ ولِى ااْل َ ْلبَا‬
100: َ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬ ِ ‫ك َك ْث َرةُ ْال َخبِ ْي‬
َ َ‫ْث َوا لطَّيِّبُ َولَوْ اَ ْع َجب‬
ُ ‫قُلْ اَّل يَ ْست َِوى ْال َخبِي‬
“Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang
buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orangorang berakal,
agar kamu mendapat keberuntungan". (Q.S al Maidah :100)

Ada hadits lain yang artinya:


“Dari Uqbah ibn Amir, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallama bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, dan tidak halal seorang muslim
menjual barang yang cacat kepada muslim lainnya kecuali ia menjelaskannya”. (H.R
Ibnu Majah)

Hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari:


Dari Jabir ibn Abdullah ra ;bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallama besabda:
“Allah merahmati seorang yang mempermudah dalam menjual, mempermudah dalam
membeli, dan mempermudah dalam menagih hutang”. (H.R Bukhari)

6. Prinsip keenam adalah: Haramnya riba dan mendapatkan harta dengan cara batil.
Keharaman riba dikarenakan penguasaan haq orang lain tanpa cara yang benar dan
dilarangnya mengambil harta dengan cara batil karena menimbulkan permusuhan dan
kebencian didalam masyarakat.

17
‫ولِٓئكَ هُ ُم‬
ٰ ُ ‫ا‬a َ‫ هَ هّٰللا ِ ف‬a ْ‫ ُدوْ نَ َوج‬a ‫ و ٍة تُر ْي‬a‫زَك‬
ِ ٰ ‫ا ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن‬aۤ a‫ َد هّٰللا ِ ۚ  َو َم‬a ‫وْ ا ِع ْن‬aaُ‫س فَاَل يَرْ ب‬ ۟ ۤ
ِ ‫ َوا ِل النَّا‬a‫ َوا فِ ۤ ْي اَ ْم‬a ُ‫ا ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن رِّبًا لِّيَرْ ب‬aa‫َو َم‬
39: َ‫ْال ُمضْ ِعفُوْ ن‬
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Q.S ar
Rum : 39)

‫ض ِّم ْن ُك ْم ۗ  َواَل تَ ْقتُلُ ۤوْ ا اَ ْنـفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكا‬ ۤ ۤ ‫ْأ‬ ٰ ۤ
ٍ ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُوْ ا اَ ْم َوا لَـ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل اِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َرا‬
29: ‫نَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.(Q.S an Nisa :29)

Hadits yang di riwatkan oleh Muslin yang artinya:


“Allah melaknat orang memakan hasil riba ,yang memberi riba, yang menulis
transaksinya dan dua orang saksinya. Dia berkata : Mereka semua sama”. (H.R Muslim)

7. Prinsip ketujuh adalah: Proposional dan adil dalam pedistribusian. Seorang muslim
dilarang berlebihan dalam penggunaan hartamya, tepat guna dan 34Shohih Muslim ,juz 5,
hal 50,bab laknu akilu arriba wa mukiluhu, no.2711 tepat sasaran serta jauh dari sikap
ifroth (berlebihan) atau tafrith(menyepelekan).

‫ُطهَا ُك َّل ْالبَ ْس ِط فَتَ ْق ُع َد َملُوْ ًما َّمحْ سُوْ رًا‬ َ ِ‫ك َم ْغلُوْ لَةً اِ ٰلى ُعنُق‬
ْ ‫ك َواَل تَ ْبس‬ َ ‫َواَل تَجْ َعلْ يَ َد‬
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.( Q.S al Isro‟ :
29)

67: ‫ْرفُوْ ا َولَ ْم يَ ْقتُرُوْ ا َو َكا نَ بَ ْينَ ٰذلِكَ قَ َوا ًما‬ ۤ


ِ ‫َوا لَّ ِذ ْينَ اِ َذا اَ ْنفَقُوْ ا لَ ْم يُس‬

18
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang
demikian”. (Q.S al Furqon : 67)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallama bersabda:


‫ )زواه ؤحمد‬.‫ ولىا واشسبىا وجصدكىا والبظىا غحرم ُخلت َول طسف‬: ٌ ‫ؤن زط ٌى هلال صلى هلال علُه وطلم كا‬
“Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah tanpa sikap pelit dan boros”.
( H.R Ahmad)

8. Prinsip kedelapan adalah: Jujur dan amanah dalam transaksi muamalah. Sikap jujur dan
amanah ini implementasi adalah tidak mengambil haknya melebihi apa yang seharusnya
dan tidak mengurangi hak orang lain dari porsi yang seharusnya.

‫هّٰللا‬
ِ َ‫س بِ َم ۤا اَ ٰرٮكَ ُ ۗ  َواَل تَ ُك ْن لِّ ْـلخَ ٓاِئنِ ْينَ خ‬
105: ‫ص ْي ًما‬ ِّ ‫ب بِا ْل َحـ‬
ِ ‫ق لِتَحْ ُك َم بَ ْينَ النَّا‬ َ ‫اِنَّ ۤا اَ ْن َز ْلن َۤا اِلَ ْي‬
َ ‫ك ْال ِك ٰت‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena
(membela) orang-orang yang khianat”. (Q.S an Nisa : 105)

8:  َ‫َوا لَّ ِذ ْينَ هُ ْم اِل َ مٰ ٰنتِ ِه ْم َو َع ْه ِد ِه ْم َرا ُعوْ ن‬


“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”.
(Q.S al Mukminun : 8)

‫دًث‬a‫ترمري ح‬aa‫)زواه ال‬. ‫هداء‬aa‫دًلحن والش‬a‫ع الىبُحن والص‬aa‫ًع الىبي صلى هلال علُه و طلم كا ٌ الخاحس الصدوق أالمحن م‬
ً‫حظ‬
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi as , shiddiqin dan para
syuhada.
(H.R at Turmudzi)

9. Prinsip kesembilan adalah: Intervensi Negara dalam menciptakan keseimbangan


distribusi sumber daya (resources). Islam melarang terpusatnya kekayaan pada sebagian

19
orang kaya saja sehingga masyarakat luas terhalang untuk menikmati kemanfaatan dan
kemaslahatannya.

َّ ‫ ِك ْي ِن َوا ْب ِن‬a‫رْ ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس‬aaُ‫ ِذى ْالق‬aِ‫وْ ِل َول‬a‫َّس‬
َ‫وْ ن‬aa‫بِ ْي ِل ۙ  َك ْي اَل يَ ُك‬a‫الس‬ ُ ‫ ِه َولِلر‬aّ‫َم ۤا اَفَٓا َء هّٰللا ُ ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه ِم ْن اَ ْه ِل ْالقُ ٰرى فَلِ ٰل‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
7:  ‫ب‬ ِ ‫د ْال ِعقَا‬aُ ‫ۚ وا تَّقُوا َ ۗ اِ َّن َ َش ِد ْي‬ َ  ‫ُدوْ لَةً ۢ بَ ْينَ ااْل َ ْغنِيَٓا ِء ِم ْن ُك ْم ۗ  َو َم ۤا ٰا ٰتٮ ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَ ٰهٮ ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ا‬
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya”. (Q.S al Hasyr :7)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallama bersabda yang artinya:


“Manusia berserikat dalam tiga hal : padang rumput, air, dan api”. (H.R Abu Daud)...dan
dalam riwayat Ibnu Majah di tambahkan”... harganya haram”.

Dimasa ke khilafahan Umar Ibnu Khattab ra, beliau pernah mengambil alih sebagian
tanah Bilal ibn al Harits al Muzani yang didapatkan dari pemberian Rasulullah saw saat
Bilal memintanya. Keputusan tersebut dilakukan oleh khalifah Umar ra dikarenakan
tanah tersebut terbengkalai oleh karenanya di bagikan kepada kaum muslimin lainnya
untuk di manfaatkan.

10. Prinsip kesepuluh adalah: Berta‟awun dengan sesama dalam muamalah. Sehngga harta
harta menjadi unsur kebaikan yang dirasakan maslahatnya untuk semua.

َ َ‫َواِ ْن َكا نَ ُذوْ ُع ْس َر ٍة فَنَ ِظ َرةٌ اِ ٰلى َم ْي َس َر ٍة ۗ  َواَ ْن ت‬


280: َ‫ص َّدقُوْ ا َخ ْي ٌر لَّـ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S al Baqoroh : 280)

20
ُ ‫ت لِّيَـتَّ ِخ َذ بَ ْع‬
‫ضهُ ْم‬ ٍ ‫ْض َد َر ٰج‬
ٍ ‫ق بَع‬َ ْ‫ضهُ ْم فَو‬َ ‫ك ۗ نَحْ نُ قَ َس ْمنَا بَ ْينَهُ ْم َّم ِع ْي َشتَهُ ْم فِى ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا َو َرفَ ْعنَا بَ ْع‬
َ ِّ‫اَهُ ْم يَ ْق ِس ُموْ نَ َرحْ َمتَ َرب‬
32: َ‫ت َربِّكَ خَ ْي ٌر ِّم َّما يَجْ َمعُوْ ن‬ َ  ‫بَ ْعضًا س ُْخ ِريًّا‬
ُ ‫ۗ و َرحْ َم‬
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka
dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan”. (Q.S az Zukhruf : 32)

E. ASAS MUAMALAH

Ada beberapa asas dalam muamalah, diantaranya sebagai asas tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Asas al- Huriyah (kebebasan) Dengan memperlakukan asas kebebasan dalam kegiatan
perekonomian termasuk pengaturan dalam hukum perjanjian. Para pihak yang
melaksanakan akad didasarkan pada kebebasan dalam membuat perjanjian baik objek
perjanjian maupun persyaratan lainnya.
2. Asas al- Musawah (persamaan dan kesetaraan) Perlakuan asas ini adalah memberikan
landasan bagi kedua belahpihak yang melakukan perjanjian mempunyai kedudukan yang
sama antara satu dengan lainnya.
3. Asas al-Adalah (keadilan) Pelaksanaan asas keadilan dalam akad manakala para pihak
yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkan kepentingan-
kepentingan sesuai dengan keadaan dalam memenuhi semua kewajiban.
4. Asas al-Ridho (kerelaan) Pemberlakuan asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang
dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masingmasing pihak.
5. Asas ash-Shidiq (kejujuran) Kejujuran merupakan nilai etika yang mendasar dalam islam.
Islam adalah nama lain dari kebenaran. Nilai kebenaran memberi pengaruh terhadap
pihak yang melakukan perjanjian yang telah dibuat. Sehingga ketika terdapat unsur
kebohongan dalam proses transaksinya, memberikan hak kepada pihak lain untuk
menghentikan proses pelaksanaan perjanjian tersebut. (Pane et al., 2022)

21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari panjelasan-penjelasan di atas, Penulis menyimpulkan bahwa “Aturan syariah


tentang muamalah tidak sebanyak aturan tentang ibadah. Meskipun demikian, permasalahan
yang muncul terkait dengan muamalah jauh melebihi permasalahan ibadah. Ini terjadi
karena sedikitnya aturan syariah tentang mauamalah, juga sulitnya menyatukan pendapat
para ulama tentang berbagai masalah dalam muamalah. Dengan keadilan-Nya, lebih
menyerahkan urusan muamalah kepada manusia dan tidak demikian halnya dengan ibadah.
Karena itu, perbedaan pendapat tentang muamalah baik dalam ide maupun praktik jangan
dijadikan dasar untuk saling menyalahkan dan jangan menjadikan umat Islam terpecah-
pecah.

B. SARAN

22
Oleh karena itu kami dari pemakalah memberikan saran kepada para pembaca
terutama kami sebagai penulis, bahwasannya kami dapat mengetahui pengertian
muamalah, kaidah-kaidah fiqih muamalah, ruang lingkup muamalah, asas dan prinsip
muamalah dalam islam agar kita dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan begitu kita insya Allah tidak akan melenceng dari prinsip syariah kita sebagai
ummat islam dalam berinteraksi antar sesama. (Ryan et al., 2013)
Mengingat bahwa manusia adalah makhluk social yang saling membutuhkan
bantuan untuk saling melengkapi, maka dari kesimpulan diatas dapat di berikan saran
kepada masyarakat untuk terus saling membantu dan melengkapi, jangan menjadi ummat
islam yang saling menyelahkan dan terpecah belah.

DAFTAR PUSTAKA

Fawzi, R. (2018). Aplikasi Kaidah Fikih ‫ العادة محكمة‬Dalam Bidang Muamalah. Amwaluna:
Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah, 2(1), 147–167.
https://doi.org/10.29313/amwaluna.v2i1.3279

Habibullah, E. S. (2018). Prinsip-Prinsip Muamalah Dalam Islam. Ad Deenar: Jurnal Ekonomi


Dan Bisnis Islam, 2(01), 25. https://doi.org/10.30868/ad.v2i01.237

Majdid, S. (2018). Prinsip-Prinsip (Asas-Asas) Muamalah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah,


2(1).

Maksum, M., & Ali, H. (2012). Dasar-Dasar Fikih Muamalah. Fikih Muamalah, 1–37.
http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/EKSA4305-M1.pdf

23
Pane, I., Syazali, H., Halim, S., Asrofi, I., Is, M. F., Saleh, M., & ... (2022). Fiqh Mu’amalah
Kontemporer.https://books.google.com/books?hl=en%5C&lr=%5C&id=XCduEAAAQBAJ
%5C&oi=fnd%5C&pg=PA38%5C&dq=tabdzir+indonesia+makanan
%5C&ots=oCAhfflgEa%5C&sig=Gywab7PzJcj7GRRx5wPWpG8hT9Q

Ryan, Cooper, & Tauer. (2013). Toward a Media History of Documents. Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents, 12–26.

24

Anda mungkin juga menyukai