Dosen Pengampu
Abdussalam S,sy Msi
Disusun oleh:
Alvia Farras Tsabita (2021407036)
Rika Wahyuni (2021407037)
Gusvi Ainur Ridho Isnor (2021407058)
I
Daftar Isi
KATA PENGANTAR..................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
A. Pengertian Sumber Hukum............................................................................2
B. Macam-Macam Sumber Hukum....................................................................3
C. Sumber Hukum Tata Negara..........................................................................4
BAB III PENUTUP......................................................................................
Kesimpulan........................................................................................9
Daftar Pustaka ...........................................................................................................
11
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah, seperti asuransi syariah, pasar modal
syariah, leasing syariah, baitul mal wat tanwil, koperasi syariah, pegadaian syariah, dan
berbagai bentuk bisnis syariah lainnya mengalami perkembangan yang sangat pesat di
Indonesia. Hadirnya lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia merupakan fenomena
baru dan menarik dalam bisnis keuangan modern. 1 Di dalam Islam sumber prinsip ekonomi
adalah syariah. Syariah adalah prinsip yang menjadi acuan dalam prinsip ekonomi Islam dan
merupakan suatu keunikan dan perbedaan yang ada dalam norma ekonomi konvensional. 2
Gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang sudah lama dalam sejarah peradaban
manusia. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang dilakukan antara dua pihak (bersegi
dua), namun dalam praktek, perjanjian gadai sering juga terlibat tiga pihak yaitu “orang yang
berhutang” (debetur), “pemberi gadai”yaitu orang yang menyerahkan benda yang dijadikan
obyek perjanjian gadai serta “orang yang berpiutang” atau “pemegang gadai”
(kreditur).3Berdasarkan pemaparan tersebut, keinginan masyarakat terhadap berdirinya
lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan mungkin karena umat Islam menghendaki
adanya lembaga gadai perusahaan yang benar-benar menerapkan prinsip syariat
Islam.4Pegadaian berbasis syariah dalam melakukan pinjaman saat melakukan perjanjian gadai
memungkinkan pelanggan untuk mempraktekkan agama mereka dengan mengamankan
mereka dari mengambil pinjaman bunga. Sebagaimana telah disebutkan dalam Al Qur'an dan
Hadis, bahwa semua jenis riba dilarang. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya unsur
riba’ (bunga) pada gadai syariah dalam usahanya pembentukan laba, maka gadai syari’ah
menggunakan mekanisme yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, seperti melalui akad
qardhul hasan dan akad ijarah. Minat masyarakat akan pembiayaan gadai syariah yang
semakin besar, maka pegadaian syariah yang merupakan salah satu lembaga yang
menyediakan produk tersebut harus tetap dikawal dengan baik agar tidak ada yang melakukan
penyimpangan terhadap sistem yang telah ada karena dapat merusak citra pegadaian syariah di
mata masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan dan
1
Ismanto, Kuat, 2009, Manajemen Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.1
2
Muhamad, 2003, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, hal. 72
3
Pasaribu, Chairuman, dkk, 1996, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 139
4
Anshori, Abdul Ghofur, 2011, Gadai Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, hal. 76
pelaksanaan produk pembiayaan dalam hal ini difokuskan mengenai sistem akuntansi
pembiayaan gadai syariah agar masyarakat yang telah menggunakan produk tersebut semakin
yakin dengan prinsip syariah yang telah dijelaskan dan untuk masyarakat yang belum
memanfaatkan produk pembiayaan menjadi yakin dan tertarik dengan produk tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehadiran pegadaian syariah di Indonesia
2. Bagaimana perkembangan gadai syariah di Indonesia
3. Bagaimana potensi pegadaian syariah di Indonesiao
C. Tujuan
1. Mengetahui kehadiran pegadaian syariah di Indonesia
2. Mengetahui perkembangan gadai syariah di Indonesia
3. Mengetahui potensi pegadaian syariah di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehadiran Pegadaian Syariah di Indonesia
Perubahan masyarakat terus berkembang sesuai kemajuan zaman, dengan hal ini manusia
perlu dan diizinkan untuk mengembangkan ketentuan dan petunjuk sesuai dengan apa yang
diperlukannya dalam rangka menjalankan kehidupan di dunia, asalkan tidak bertentangan dengan
tujuan hukum Islam. Islam bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan atau kemaslahatan bagi
setiap individu dan masyarakat, disertai dengan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan
kebenaran.5Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling membantu dan tolong-menolong.
Saling membantu dapat diwujudkan dalam bentuk yang berbeda-beda. Realitas sosial ekonomi
masyarakat kerap dikemukakan kondisi masyarakat yang memiliki harta, pilihan transaksi yang
sering digunakan oleh masyarakat dalam menghadapi masalah ini adalah menggadaikan barang-
barang yang berharga untuk ditukarkan dengan uang sesuai dengan jumlah yang
diinginkan.Biasanya masyarakat akan menggadaikan barang mereka, apabila sedang dalam
keadaan terdesak, ada keperluan mendadak, ataupun sedang membutuhkan uang dengan cepat.
Daripada harus berutang, masyarakat berpikir bahwa lebih baik menggadaikan barang berharga
yang mereka miliki untuk ditukarkan dengan uang. Barang yang digadaikan pun beragam mulai
dari surat-surat berharga, kendaraan, perhiasan, rumah dan lain sebagainya yang memiliki nilai
tukar.
Pada kenyataannya, konsep pegadaian masih banyak yang belum terarah dengan baik.
Tidak sedikit masyarakat menanggung kerugian akibat menggadaikan barangnya. Hal tersebut
biasanya terjadi karena keinginan pihak pegadaian untuk mendapatkan laba sebesar besarnya
tanpa peduli terhadap konsumen. Pegadaian konvensional menerapkan sistem riba atau meminta
biaya tambahan atas dana yang dipinjamkan, yang mana hal ini tidak ada pada pegadaian syariah.
Dalam pegadaian syariah yang diutamakan adalah dapat memberikan kemaslahatan sesuai dengan
yang diharapkan masyarakat, dengan tetap menjauhkan praktek riba, qimar (spekulasi), maupun
gharar (ketidakpastian), sehingga tidak berimplikasi pada terjadinya ketidakadilan dan kezaliman
pada masyarakat dan nasabah.
Pegadaian syariah hadir untuk dapat membantu masyarakat luas tanpa membebani
kehidupan mereka. Pegadaian syariah berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisir
5
Djazuli, Ilmu fikih, Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hlm.180
terjadinya kesalahan baik dalam prosedur maupun dalam pelayanan terhadap konsumen.
Pegadaian syariah yang berlandaskan terhadap dalil qath‟i menambah rasa kepercayaan
konsumen terhadap pelayanan mereka. Terlebih, pegadaian syariah sudah memiliki cabang di
seluruh Indonesia sehingga memudahkan masyarakat dalam pelayanan,tanpa harus menempuh
jarak yang jauh untuk menggadaikan barang mereka.
Pegadaian syariah merupakan salah satu unit layanan syariah yang dilaksanakan oleh
perum pegadaian. Berdirinya unit layanan syariah ini didasarkan atas perjanjian musyarakah
dengan sistem bagi hasil antara perum pegadaian dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) untuk
tujuan melayani nasabah yang ingin memanfaatkan asas dengan menggunakan prinsip syariah.
Adanya keinginan masyarakah untuk berdirinya lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan
yang benar-benar menerapkan prinsip syariat Islam.3 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia menimbang bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang, Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai
produknya, serta operasional tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, maka
dengan demikian Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan
pedoman tentang gadai agar masyarakat luas dapat mengambil manfaatnya.
7
Mulazid, A. S. (2012). Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional di Indonesia. Kementerian
Agama RI. Hlm 21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pegadaian syariah hadir untuk dapat membantu masyarakat luas tanpa membebani
kehidupan mereka. Pegadaian syariah yang berlandaskan terhadap dalil qath‟i menambah rasa
kepercayaan konsumen terhadap pelayanan mereka. Pegadaian syariah merupakan salah satu unit
layanan syariah yang dilaksanakan oleh perum pegadaian. Berdirinya unit layanan syariah ini
didasarkan atas perjanjian musyarakah dengan sistem bagi hasil antara perum pegadaian dengan
Bank Muamalat Indonesia untuk tujuan melayani nasabah yang ingin memanfaatkan asas dengan
menggunakan prinsip syariah. regulasi pemerintah yang secara tidak langsung memberi peluang
bagi pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia, yaitu: (1) UUD 1945, Pasal 33 ayat 4 tentang
Perekonomian Nasional; (2) KUHPerdata, Pasal 1152 tentang Gadai; (3) UU Lelang (Vendu
ReglementOrdonantie), Pasal 49 tentang Lelang Sebagai Tahap Penyelesaian Akhir Gadai Tak
Ditebus; (4) UU No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi, Pasal 43 ayat 2 tentang Pelayanan
Koperasi; (5) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 tentang Hak dan
Kewajiban Konsumen; (6) UU No.42 Tahun 1999 tentangJaminanFidusia, Pasal 1 ayat 2 tentang
Penerima Fidusia; (7) UU No.5 Tahun 1999 tentangLaranganPraktekMonopolidanPersaingan
Usaha TidakSehat, Pasal 1 ayat 2 tentang Pemusatan Kekuatan Ekonomi; (8) UU No.19 Tahun
2003 tentang BUMN, Pasal 12 tentang Tujuan Persero; (9) UU No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Pasal 1 tentang Modal Perusahaan; (10) UU No.20 Tahun 2008 tentang
UMKM, Pasal 22 tentang Pembiayaan Usaha Mikro; dan (11) UU No.8 Tahun 2010
tentangPencegahan dan PemberantasanTindakPidanaPencucianUang, Pasal 1 tentang Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi
DAFTAR PUSTAKA