Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PEGADAIAN SYARIAH

"Potensi Bisnis Gadai Syariah di Indonesia"

Dosen Pengampu
Abdussalam S,sy Msi

Disusun oleh:
Alvia Farras Tsabita (2021407036)
Rika Wahyuni (2021407037)
Gusvi Ainur Ridho Isnor (2021407058)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS SAMARINDA
2022/2023
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Pertama-tama
marilah kita ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat dan
karunia-Nya sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Kedua tak lupa sholawat serta
salam kita haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Juga kepada keluarga, sahabat,
tabi’intabi’ut, serta para pengikutnya hingga akhir zaman kelak. Semoga kita semua
mendapatkan syafaatnya, Aamiin.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pegadaian Syariah” dengan
pembahasan terkait "Potensi Bisnis Gadai Syariah di Indonesia". Terimakasih yang tak terhingga
kami sampaikan kepada orang tua, rekan-rekan, dan selaku dosen pengampu Bapak Abdussalam
S,sy MSI pada mata kuliah Pegadaian Syariah semester genap tahun ajaran 2022.
Dengan hadirnya makalah ini semoga dapat menjadi rujukan dan acuan dalam upaya
mempelajari Pegadaian Syariah di Indonesia . Kami memohon maaf atas segala kesalahan dan
kekurangan baik dalam penyusunan kalimat maupun tata bahasa, juga kritik dan saran dari para
pembaca kami perlukan guna mengoptimalkan makalah kami.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Samarinda, 11 April 2022

I
Daftar Isi
KATA PENGANTAR..................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
A. Pengertian Sumber Hukum............................................................................2
B. Macam-Macam Sumber Hukum....................................................................3
C. Sumber Hukum Tata Negara..........................................................................4
BAB III PENUTUP......................................................................................
Kesimpulan........................................................................................9
Daftar Pustaka ...........................................................................................................
11

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah, seperti asuransi syariah, pasar modal
syariah, leasing syariah, baitul mal wat tanwil, koperasi syariah, pegadaian syariah, dan
berbagai bentuk bisnis syariah lainnya mengalami perkembangan yang sangat pesat di
Indonesia. Hadirnya lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia merupakan fenomena
baru dan menarik dalam bisnis keuangan modern. 1 Di dalam Islam sumber prinsip ekonomi
adalah syariah. Syariah adalah prinsip yang menjadi acuan dalam prinsip ekonomi Islam dan
merupakan suatu keunikan dan perbedaan yang ada dalam norma ekonomi konvensional. 2
Gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang sudah lama dalam sejarah peradaban
manusia. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang dilakukan antara dua pihak (bersegi
dua), namun dalam praktek, perjanjian gadai sering juga terlibat tiga pihak yaitu “orang yang
berhutang” (debetur), “pemberi gadai”yaitu orang yang menyerahkan benda yang dijadikan
obyek perjanjian gadai serta “orang yang berpiutang” atau “pemegang gadai”
(kreditur).3Berdasarkan pemaparan tersebut, keinginan masyarakat terhadap berdirinya
lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan mungkin karena umat Islam menghendaki
adanya lembaga gadai perusahaan yang benar-benar menerapkan prinsip syariat
Islam.4Pegadaian berbasis syariah dalam melakukan pinjaman saat melakukan perjanjian gadai
memungkinkan pelanggan untuk mempraktekkan agama mereka dengan mengamankan
mereka dari mengambil pinjaman bunga. Sebagaimana telah disebutkan dalam Al Qur'an dan
Hadis, bahwa semua jenis riba dilarang. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya unsur
riba’ (bunga) pada gadai syariah dalam usahanya pembentukan laba, maka gadai syari’ah
menggunakan mekanisme yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, seperti melalui akad
qardhul hasan dan akad ijarah. Minat masyarakat akan pembiayaan gadai syariah yang
semakin besar, maka pegadaian syariah yang merupakan salah satu lembaga yang
menyediakan produk tersebut harus tetap dikawal dengan baik agar tidak ada yang melakukan
penyimpangan terhadap sistem yang telah ada karena dapat merusak citra pegadaian syariah di
mata masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan dan
1
Ismanto, Kuat, 2009, Manajemen Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.1
2
Muhamad, 2003, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, hal. 72
3
Pasaribu, Chairuman, dkk, 1996, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 139
4
Anshori, Abdul Ghofur, 2011, Gadai Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, hal. 76
pelaksanaan produk pembiayaan dalam hal ini difokuskan mengenai sistem akuntansi
pembiayaan gadai syariah agar masyarakat yang telah menggunakan produk tersebut semakin
yakin dengan prinsip syariah yang telah dijelaskan dan untuk masyarakat yang belum
memanfaatkan produk pembiayaan menjadi yakin dan tertarik dengan produk tersebut.
 
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehadiran pegadaian syariah di Indonesia
2. Bagaimana perkembangan gadai syariah di Indonesia
3. Bagaimana potensi pegadaian syariah di Indonesiao

C. Tujuan
1. Mengetahui kehadiran pegadaian syariah di Indonesia
2. Mengetahui perkembangan gadai syariah di Indonesia
3. Mengetahui potensi pegadaian syariah di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehadiran Pegadaian Syariah di Indonesia
Perubahan masyarakat terus berkembang sesuai kemajuan zaman, dengan hal ini manusia
perlu dan diizinkan untuk mengembangkan ketentuan dan petunjuk sesuai dengan apa yang
diperlukannya dalam rangka menjalankan kehidupan di dunia, asalkan tidak bertentangan dengan
tujuan hukum Islam. Islam bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan atau kemaslahatan bagi
setiap individu dan masyarakat, disertai dengan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan
kebenaran.5Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling membantu dan tolong-menolong.
Saling membantu dapat diwujudkan dalam bentuk yang berbeda-beda. Realitas sosial ekonomi
masyarakat kerap dikemukakan kondisi masyarakat yang memiliki harta, pilihan transaksi yang
sering digunakan oleh masyarakat dalam menghadapi masalah ini adalah menggadaikan barang-
barang yang berharga untuk ditukarkan dengan uang sesuai dengan jumlah yang
diinginkan.Biasanya masyarakat akan menggadaikan barang mereka, apabila sedang dalam
keadaan terdesak, ada keperluan mendadak, ataupun sedang membutuhkan uang dengan cepat.
Daripada harus berutang, masyarakat berpikir bahwa lebih baik menggadaikan barang berharga
yang mereka miliki untuk ditukarkan dengan uang. Barang yang digadaikan pun beragam mulai
dari surat-surat berharga, kendaraan, perhiasan, rumah dan lain sebagainya yang memiliki nilai
tukar.
Pada kenyataannya, konsep pegadaian masih banyak yang belum terarah dengan baik.
Tidak sedikit masyarakat menanggung kerugian akibat menggadaikan barangnya. Hal tersebut
biasanya terjadi karena keinginan pihak pegadaian untuk mendapatkan laba sebesar besarnya
tanpa peduli terhadap konsumen. Pegadaian konvensional menerapkan sistem riba atau meminta
biaya tambahan atas dana yang dipinjamkan, yang mana hal ini tidak ada pada pegadaian syariah.
Dalam pegadaian syariah yang diutamakan adalah dapat memberikan kemaslahatan sesuai dengan
yang diharapkan masyarakat, dengan tetap menjauhkan praktek riba, qimar (spekulasi), maupun
gharar (ketidakpastian), sehingga tidak berimplikasi pada terjadinya ketidakadilan dan kezaliman
pada masyarakat dan nasabah.
Pegadaian syariah hadir untuk dapat membantu masyarakat luas tanpa membebani
kehidupan mereka. Pegadaian syariah berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisir

5
Djazuli, Ilmu fikih, Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hlm.180
terjadinya kesalahan baik dalam prosedur maupun dalam pelayanan terhadap konsumen.
Pegadaian syariah yang berlandaskan terhadap dalil qath‟i menambah rasa kepercayaan
konsumen terhadap pelayanan mereka. Terlebih, pegadaian syariah sudah memiliki cabang di
seluruh Indonesia sehingga memudahkan masyarakat dalam pelayanan,tanpa harus menempuh
jarak yang jauh untuk menggadaikan barang mereka.
Pegadaian syariah merupakan salah satu unit layanan syariah yang dilaksanakan oleh
perum pegadaian. Berdirinya unit layanan syariah ini didasarkan atas perjanjian musyarakah
dengan sistem bagi hasil antara perum pegadaian dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) untuk
tujuan melayani nasabah yang ingin memanfaatkan asas dengan menggunakan prinsip syariah.
Adanya keinginan masyarakah untuk berdirinya lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan
yang benar-benar menerapkan prinsip syariat Islam.3 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia menimbang bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang, Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai
produknya, serta operasional tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, maka
dengan demikian Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan
pedoman tentang gadai agar masyarakat luas dapat mengambil manfaatnya.

B. Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia


Di era saat ini kebutuhan ekonomi manusia seiring berjalan nya waktu semakin meningkat.
sehingga dari meningkatnya kebutuhan manusia,meningkat pula perkembangan  lembaga
keuangan non bank salah satunya adalah pegadaian. Namun dengan berkembangnya pegadaian di
Indonesia menjadi sorotan utama dalam islam, bahwa ada beberapa sudut pandang yang
berpendapat bahwa Pegadaian menjadi tempat atau wadah untuk orang melakukan riba. Lalu
mengapa Pegadaian dipandang riba? Karena ada salah satu Lembaga Pegadaian yang apabila
dilihat dari praktek pelaksaan nyaa ketika nasabah menggadaikan barang tersebut maka Lembaga
pegadaian akan memberikan uang sesuai dengan benda yang nasabah jaminkan dan ketika
nasabah melakukan pembayaran utang maka lembaga pegadaian akan meminta tambahan uang
atau persentase dari pokok utang tersebut kepada nasabah.
Sehingga saat ini di Indonesia sudah mulai berkembang Lembaga Pegadaian Syariah.
Dimana Pegadaian Syariah berkembang karena di dorong oleh berkembangnya Perbankan Syariah
di Indonesia. Lalu apa yang menjadi latar belakang berkembangnya Pegadaian Syariah di
Indonesia? Karena mayoritas masyarakat di Indonesia beragama islam dan islam sangat
mengharamkan riba karena, dalampelaksanaan pegadaian non Syariah di Indonesia dalam bentuk
prinsip,metode dan pelaksanaan nya ada yang tidak sesuai syariat islam dan terpandang "riba".
Disamping itu, nasabah Pegadaian Syariah di Indonesia lebih banyak yang beragama islam
sehingga keberadaan Pegadaian Syariah di Indonesia sangat didukung di kalangan masyarakat
Indonesia, dimana para nasabah akan merasakan aman dalam hal transaksi karena sudah sesuai
dengan syariat islam.
Pegadaian Syariah mulai berkembang karena hasil kerja sama antara Perum Pegadaian
dengan Bank Muamalah Indonesia (BMI) pada bulan Mei 2002. Pegadaian Syariah saat ini sudah
memiliki 22 kantor cabang di 9 kantor wilayah di lingkup jangkauan yang masih terbatas.
Pegadaian Syariah memberikan solusi kepada masyarakat atas kebutuhan dalam segi produk jasa
keuangan yaitu Rahn (Gadai) yang artinya menahan harta milik nasabah sebagai jaminan atas
hutang yang telah diterimanya. Selain itu Pegadaian Syariah mempunyai produk Ar-rum (Rahn
atau gadai untuk usaha mikro) yang merupakan pembiayaan usaha mikro dengan jaminan emas
dan BPKB.Adapun tujuan berdirinya Pegadaian Syariah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan
dan keadilan masyarakat golongan atas maupun golongan bawah agar terhindar dari Riba, gadai
gelap dan pinjaman lainnya. Keberadaan Pegadaian Syariah sangat diharapkan mampu mengolah
transaksi dengan cara yang lebih professional tanpa meninggalkan visi misi dari pegadaian
Syariah itu sendiri. dan selalu ingat bahwa tujuan pegadaian Syariah yang terpenting adalah
utamakan kesejahteraan dan keadilan untuk masyarakat.  
perkembangannya pegadaian syariah sudah pesat sejak didirikan karena mayoritas
masyarakat Indonesia beragama Islam dimana pastinya diterima dengan baik. 
Apalagi bisa diketahui bahwa di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
perkembangannya patut diakui karena banyak sekali kantor jaringannya yang awalnya sebagai
pegadaian konvensional telah berubah menjadi pegadaian syariah sesuai dengan kebijakan
manajemenya disana. Sudah terbukti jika pegadaian syariah perkembangannya sudah cukup baik
meskipun kemajuannya pasti ada naik turunnya, tetapi telah membanggakan bagi lembaga
keuangan syariah di Indonesia.

C. Potensi Pegadaian Syariah di Indonesia


Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali
pegadaian. PT Pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang dikelola oleh pemerintah
yang kegiatan utamanya melaksanakan penyaluran uang pinjaman atau kredit atas dasar
hukum gadai. Penyaluran uang pinjaman tersebut dilakukan dengan cara yang mudah,
cepat, aman dan hemat sehingga tidak memberatkan bagi masyarakat yang melakukan
pinjaman dan tidak menimbulkan masalah yang baru bagi peminjam setelah melakukan
pinjaman di pegadaian, sesuai dengan motto nya mengatasi masalah tanpa masalah. 6
Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya
menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagihasil). Karena
nasabah dalam mempergunakan marhun bih mempunyai tujuan yang berbeda-beda
misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja.
Penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya, oleh karenanya pegadaian
menggunakan metode Fee Based Income (FBI). Sebagai penerima gadai atau disebut
Mutahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad
pinjam - meminjam yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah).
Melihat semakin berkembangnya permintaan masyarakat dan semakin diterimanya pola
bisnis berbasis syariah dalam praktek perekonomian di Indonesia, maka banyak Bank dan
Lembaga Keuangan lainnya tertarik untuk menerapkan pola serupa. Apalagi, pola
pegadaian syariah memungkinkan perusahaan dapat lebih proaktif dan lebih produktif
dalam menghasilkan berbagai produk jasa keuangan modern, seperti jasa piutang dan jasa
sewa beli.
Berdasarkan hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa kedudukan hukum PP No.51 Tahun
2011 tentang Perubahan Bentuk Badan HukumPerum Pegadaian Menjadi Perusahaan
Perseroan Pegadaian (Persero) merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi yang
secara langsung memberi peluang bagi pengembangan Pegadaian Syariah di PT Pegadaian
(Persero). Dalam kaitan ini fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI telah menjadi rujukan yang
melandasi pengembangan gadai syariah dan akomodasinya oleh regulasi pemerintah
memberikan ramburambu kepada pemerintah dan masyarakat untuk pengembangan usaha
gadai syariah. Selain itu, terdapat sebelas peraturan perundang-undangan lain yang secara
tidak langsung memberi peluang bagi pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia,
yaitu: (1) UUD 1945, Pasal 33 ayat 4 tentang Perekonomian Nasional; (2) KUHPerdata,
Pasal 1152 tentang Gadai; (3) UU Lelang (Vendu ReglementOrdonantie), Pasal 49 tentang
6
Saputra, R., & Mahalli, K. (2014). Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah di Kota
Medan. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 2(4), 14790.. hlm 221
Lelang Sebagai Tahap Penyelesaian Akhir Gadai Tak Ditebus; (4) UU No.25 Tahun 1992
tentang Koperasi, Pasal 43 ayat 2 tentang Pelayanan Koperasi; (5) UU No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 tentang Hak dan Kewajiban Konsumen; (6) UU
No.42 Tahun 1999 tentangJaminanFidusia, Pasal 1 ayat 2 tentang Penerima Fidusia; (7)
UU No.5 Tahun 1999 tentangLaranganPraktekMonopolidanPersaingan Usaha TidakSehat,
Pasal 1 ayat 2 tentang Pemusatan Kekuatan Ekonomi; (8) UU No.19 Tahun 2003 tentang
BUMN, Pasal 12 tentang Tujuan Persero; (9) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Pasal 1 tentang Modal Perusahaan; (10) UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM,
Pasal 22 tentang Pembiayaan Usaha Mikro; dan (11) UU No.8 Tahun 2010
tentangPencegahan dan PemberantasanTindakPidanaPencucianUang, Pasal 1 tentang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.7

7
Mulazid, A. S. (2012). Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional di Indonesia. Kementerian
Agama RI. Hlm 21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pegadaian syariah hadir untuk dapat membantu masyarakat luas tanpa membebani
kehidupan mereka. Pegadaian syariah yang berlandaskan terhadap dalil qath‟i menambah rasa
kepercayaan konsumen terhadap pelayanan mereka. Pegadaian syariah merupakan salah satu unit
layanan syariah yang dilaksanakan oleh perum pegadaian. Berdirinya unit layanan syariah ini
didasarkan atas perjanjian musyarakah dengan sistem bagi hasil antara perum pegadaian dengan
Bank Muamalat Indonesia untuk tujuan melayani nasabah yang ingin memanfaatkan asas dengan
menggunakan prinsip syariah. regulasi pemerintah yang secara tidak langsung memberi peluang
bagi pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia, yaitu: (1) UUD 1945, Pasal 33 ayat 4 tentang
Perekonomian Nasional; (2) KUHPerdata, Pasal 1152 tentang Gadai; (3) UU Lelang (Vendu
ReglementOrdonantie), Pasal 49 tentang Lelang Sebagai Tahap Penyelesaian Akhir Gadai Tak
Ditebus; (4) UU No.25 Tahun 1992 tentang Koperasi, Pasal 43 ayat 2 tentang Pelayanan
Koperasi; (5) UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 tentang Hak dan
Kewajiban Konsumen; (6) UU No.42 Tahun 1999 tentangJaminanFidusia, Pasal 1 ayat 2 tentang
Penerima Fidusia; (7) UU No.5 Tahun 1999 tentangLaranganPraktekMonopolidanPersaingan
Usaha TidakSehat, Pasal 1 ayat 2 tentang Pemusatan Kekuatan Ekonomi; (8) UU No.19 Tahun
2003 tentang BUMN, Pasal 12 tentang Tujuan Persero; (9) UU No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Pasal 1 tentang Modal Perusahaan; (10) UU No.20 Tahun 2008 tentang
UMKM, Pasal 22 tentang Pembiayaan Usaha Mikro; dan (11) UU No.8 Tahun 2010
tentangPencegahan dan PemberantasanTindakPidanaPencucianUang, Pasal 1 tentang Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin. Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008


Kashadi. Gadai dan Fiducia. Jakarta: Liberty, 2007.
Muin, A. S. (2021). Akuntansi Gadai Syariah. IAIN Tulungagung.
Mulazid, A. S. (2012). Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum nasional di
Indonesia. Kementerian Agama RI.
Saputra, R., & Mahalli, K. (2014). Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian
Syariah di Kota Medan. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 2(4), 14790.
Supriyadi, A. (2010). Struktur Hukum Pegadaian Syariah dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif. Jurnal Penelitian Islam.

Anda mungkin juga menyukai