Anda di halaman 1dari 28

Dosen Pengajar : Dr. Irfan, S. E., M.

Penerapan Akuntansi Syariah pada Perbankan


Syariah, Asuransi Takaful, dan Akuntansi Zakat
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi Tugas – tugas
Mata Kuliah Akuntansi Syariah

DISUSUN OLEH :
Fauziah Hanum 1820050024

Maisyarah Salsabila 1820050001

Sri Wahyuni Ginting 1820050011

Widya Susanty 1820050030

PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna

memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Akuntansi Syariah dengan judul “Penerapan

Akuntansi Syariah pada Perbankan Syariah, Asuransi Takaful, dan Akuntansi Zakat”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak

pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat

terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan

terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan

segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya

kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia

pendidikan.

Medan, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 3

BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................... 4

A. Pembahasan....................................................................................... 4
1. Pengertian Bank Syariah, Asuransi Takaful, dan Akuntansi Zakat

........................................................................................................... 4
2. Dasar hukum bank syariah dan karateristik bank syariah ................. 5
3. Fungsi dan tujuan bank syariah......................................................... 7
4. Jenis – jenis akad bank syariah dan standar akuntansi bank syariah
........................................................................................................... 8
5. Perkembangan asuransi di Indonesia ................................................ 14
6. Prinsip – prinsip akuntansi takaful .................................................... 15
7. Perbedaan akuntansi antara asuransi konvensional dan akuntansi syariah
........................................................................................................... 17
8. Syarat dan wajib zakat ...................................................................... 18
9. Sumber dana zakat di bank syariah dan penyaluran dana zakat ....... 18
10. Pelaksanaan pengelola zakat ............................................................. 19
11. Pelaksanaan dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat ........ 20
12. Perlakuan akuntansi zakat menurut PSAK No. 109 ......................... 20

BAB III : KESIMPULAN ...................................................................................... 22

A. Kesimpulan........................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di
dunia dalam komunitas tunggal yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Akuntansi adalah
media komunikasi, oleh karena itu sering disebut sebagai “Bahasanya Dunia Usaha” (Business
Language). Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai
kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan
atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak
keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme
syirkah yaitu: musyarakah dan mudharabah.

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun
1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada
periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.

Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Perbankan
syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di negara Indonesia yang hampir seluruh
penduduknya beragama Islam, dengan adanya bank tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan
dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama islam.

Potensi industri syariah di Indonesia sangat tinggi, mengingat jumlah penduduk muslim
Indonesia sangat besar. Pertumbuhan pangsa pasar syariah sendiri juga sudah berkembang pesat.
Hal ini juga mampu mendorong sektor keuangan negara baik yang berasal dari perbankan syariah,
asuransi syariah, atau lembaga keuangan syariah yang lain. Menurut DSN MUI, asuransi syariah
(Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara
sejumlah orang / pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan

1
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah. Akad asuransi syariah dibagi menjadi dua yaitu akad tijarah dan akad tabarru’. Kedua
akad ini sangat jelas memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Akad tijarah adalah akad yang
merupakan turunan dari pembiayaan mudharabah dimana pihak penanggung atau asuransi syariah
menjadi mudharib / pengelola dana peserta atau pihak tertanggung. Perusahaan asuransi akan
mendapat ujrah dari jasa yang disediakan. Adapun akad tabarru’ merupakan perjanjian atau
kesepakatan yang tidak untuk tujuan komersial atau dengan kata lain akad ini berlandaskan tolong
- menolong (ta’awuni), kemudian dari akad ini akan memberikan suatu hibah kepada peserta
lainnya disaat mengalami musibah dan pihak asuransi syariah sebagai pengelola dana hibah
tersebut.

Selain perbankan syariah dan takaful, akuntansi zakat juga sangat diperlukan didalam
industri syariah. Zakat adalah rukun iman yang keempat setelah puasa di bulan ramadhan. Zakat
merupakan suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga
kita tidak dapat memilih untuk membayar atau tidak (Nurhayati dan Wasilah, 2015). Seperti dalam
firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi: ”Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha
mendengar lagi maha mengetahui.”

Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi zakat (muzakki) kepada delapan asnaf
yang berhak menerima zakat (mustahik). Zakat juga dapat disalurkan melalui amil atau lembaga
pengelola zakat. Lembaga pengelola zakat ini bertugas untuk mengumpulkan, menjaga dan
menyalurkan zakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka didalam makalah ini akan menjelaskan secara rinci
tentang akuntansi perbankan syariah, takaful, dan akuntansi zakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian dari bank syariah, takaful, dan akuntansi zakat?
2. Bagaimana dasar hukum bank syariah dan karakteristik bank syariah?
3. Apa fungsi dan tujuan dari bank syariah?
4. Bagaimana jenis – jenis akad bank syariah dan standar akuntansi bank syariah?

2
5. Bagaimana perkembangan asuransi di Indonesia?
6. Apa prinsip – prinsip dari akuntansi takaful?
7. Apakah perbedaan akuntansi antara asuransi konvensional dan asuransi syariah?
8. Apakah syarat dan wajib zakat?
9. Bagaimana sumber dana zakat di bank syariah dan penyaluran dana zakat?
10. Bagaimana pelaksanaan dari pengelolaan zakat?
11. Bagaimana pelaksanaan dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat?
12. Bagaimana perlakuan akuntansi zakat menurut PSAK No.109?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian bank syariah, takaful, dan akuntansi zakat.
2. Untuk mengetahui dasar hukum bank syariah dan karakteristik bank syariah.
3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan bank syariah.
4. Untuk mengetahui jenis – jenis akad bank syariah dan standar akuntansi bank syariah.
5. Untuk menjelaskan perkembangan asuransi di Indonesia.
6. Untuk mengetahui prinsip – prinsip akuntansi takaful.
7. Untuk mengetahui perbedaan akuntansi antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.
8. Untuk mengetahui syarat dan wajib zakat.
9. Untuk mengetahui sumber dana zakat di bank syariah dan penyaluran dana zakat.
10. Untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan zakat.
11. Untuk mengetahui pelaksanaan dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
12. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi zakat menurut PSAK No.109.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
1. Pengertian Bank Syariah, Asuransi Takaful, dan Akuntansi Zakat

Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat
dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan.
Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu
bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau
prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan
dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta
tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan
Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan
fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai
kehendak pemberi wakaf (wakif).

Dalam ajaran Islam, asuransi sebenarnya sudah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah saw.
Cikal-bakal konsep asuransi syariah menurut sebagian ulama adalah ad-diyah `alā al-`āqilah. Al-
`āqilah adalah kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Jika salah seorang anggota suku
terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (al-diyah) sebagai
kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut
dikenal dengan al-`āqilah. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya Fatḥ al-Bārī, sebagaimana
dikutip oleh Syakir Sula, mengatakan bahwa pada perkembangan selanjutnya setelah Islam datang,
sistem `āqilah disahkan oleh Rasulullah menjadi bagian dari Hukum Islam. Asuransi syariah
menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang
pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi: Asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang / pihak melalui
investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang saling memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Konsep dasar
syariah yaitu tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (al-birri wal taqwa) yang kita kenal
4
sebagai sharing of risk sebagaimana firman Allah swt yang memerintahkan kepada kita untuk
ta’awun ( tolong- menolong) yang berbentuk al-birri wal at-taqwa (kebaikan dan ketaqwaan) dan
melarang al-itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan).

Dalam pernyataan PSAK No.109 zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzzaki
sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2011, bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang
bertujuan untuk meningkatkan keadilan kesejahteraan masyarakat. Menurut Mursyidi (2002),
akuntansi zakat merupakan suatu proses pengakuan (recognition) kepemilikan dan pengukuran
(meansurement) nilai suatu kekayaan yang dimiliki oleh suatu muzakki untuk tujuan penetapan
nisab zakat kekayaan yang bersangkutan dalam rangka perhitungan zakatnya. Akuntansi zakat
terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan
akuntabilitas. Informasi akuntansi bermanfaat untuk pengambilan keputusan, terutama untuk
membantu manajer dalam alokasi zakat. PSAK 109 tentang akuntansi zakat dan infak / sedekah
merupakan suatu hal yang dinantikan Pemberlakuan PSAK ini juga diharapkan dapat terwujudnya
keseragaman pelaporan, dan kesederhanaan pencatatan. Sehingga publik dapat membaca laporan
akuntansi pengelola zakat serta mengawasi pengelolaannya. Selain itu penerapan PSAK 109 ini
juga bertujuan memastikan bahwa organisasi Pengelola zakat telah memakai prinsip - prinsip
syariah, dan seberapa jauh OPZ memiliki tingkat kepatuhan menerapkannya.

2. Dasar hukum bank syariah dan karakteristik bank syariah.


a. Dasar Hukum Islam (Al – Qur’an & Hadist)
1) QS Al – Baqarah Ayat 275

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”.

5
2) QS Ar – Rum Ayat 39

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya)”.

b. Dasar Hukum Perundang-Undangan

Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum
lebih kuat untuk perbankan syariah. Melalui UU No. 23 tahun 1999 hingga disahkannya UU No.
21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, perkembangan perbankan syariah meningkat tajam
terutama dilihat dari peningkatan jumlah bank / kantor yang menggunakan prinsip syariah dan
peningkatan jumlah aset yang dikelola. Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, sebelum
tahun 1992, telah didirikan beberapa lembaga keuangan non bank yang kegiatannya menerapkan
sistem syariah .Selanjutnya melalui UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan dan dijabarkan dalam
PP No. 72 tahun 1992, pemerintah telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah.
Peraturan pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan
pemerintah No. 72 tahun 1992 telah secara spesifik mengatur mengenai bank berdasarkan prinsip
bagi hasil sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

1) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat yang
melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.
2) Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 70 tahun 1992 tentang bank umum dan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun
1992 tentang bank perkreditan rakyat serta peraturan Perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank umum dan bank perkreditan rakyat.
c. Karakteristik Bank Syariah di Indonesia

Seperti Dilansir oleh Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik
utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi landasan
pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi nasabah yang telah loyal. Tujuh
karakteristik ini diterbitkan dan diedarkan berupa sebuah booklet Bank Syariah Untuk Kita Semua.
Ketujuh karakteristik ini adalah :

6
1) Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang
perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
2) Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai
dengan posisinya dan melarang adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-
untungan), gharar (ketidakjelasan), haram, dan riba.
3) Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
4) Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah yang
mencakup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
5) Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan.
6) Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro,
deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual beli dan sewa, sampai kepada produk jasa
kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge).
7) Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan
(qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antar bank
syariah.

Melihat ketujuh karakteristik ini, kita bisa memahami bahwa Perbankan Syariah sudah
memiliki landasan awal yang kokoh sebagai implementasi dari Falsafah Ekonomi Syariah dan
masyarakat kini dapat memperoleh beragam produk dan skema keuangan yang
variatif,kredibel,lengkap serta adil dan menguntungkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
transaksi keuangan masyarakat modern.

3. Fungsi dan tujuan bank syariah

Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional,
berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiban moral yang
disandangnya. Selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional
pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut :
a. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan kualitas kehidupan
sosial ekonomi masyarakat. Pengumpulan modal dari masyarakat dan pemanfaatannya kepada
masyarakat diharapkan dapat mengurangi kesenjangan sosial guna tercipta peningkatan
pembangunan nasional yang semakin mantap. Metode bagi hasil ini akan memunculkan

7
usaha-usaha baru dan pengembangan usaha yang telah ada sehingga dapat mengurangi
pengangguran.
b. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan karena keengganan
sebagian masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh sikap
menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah. Metode perbankan yang efisien dan adil
akan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan.
c. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.
d. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh dan
berkembang melebihi bank-bank dengan metode lain.

Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut :

1) Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh
pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan
investasi bank.
2) Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/shahibul mal sesuai dengan
arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.
3) Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah, dan
4) Sebagai pengelola fungsi sosial, konsep perbankan syariah mengharuskan bank-bank syariah
memberikan pelayanan sosial baik melalui Qardh (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana
sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

4. Jenis – jenis akad bank syariah dan standar akuntansi bank syariah
a. Penghimpunan Dana
1) Wadiah
Dari bahasa Arab, al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak
lainnya. Jadi, jika kita kaitkan dengan perbankan Syariah, maka al-wadi’ah merupakan titipan
murni dari seorang / sekelompok nasabah ke pihak bank.

8
Jika ada seorang nasabah yang ingin membuka tabungan syariah atas dasar akad wadiah,
maka nasabah tersebut sebenarnya menitipkan atau menyimpan sejumlah uang ke bank dan uang
tersebut bisa diambil sewaktu-waktu oleh nasabah.

Wadiah Yad Al-Amanah adalah jenis akad wadiah pertama, yaitu wadiah yad al-amanah.
Jenis akad ini merupakan bentuk penitipan murni. Apa maksudnya? a) Pihak yang dititipi
diberikan amanah (sesuai dengan namanya) atau kepercayaan untuk menjaga uang atau barang; b)
Pihak yang dititipi tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan atau menggunakan uang atau barang
tersebut. Sifatnya hanya dititip saja.

Wadiah Yad Adh-Dhamanah, akad inilah yang biasa digunakan oleh perbankan pada
umumnya: 1) Pihak bank (pihak yang dititipi) boleh secara bebas mengelola uang titipan nasabah
(pihak penitip); 2) Nasabah (pihak penitip) boleh mengambil uang sewaktu-waktu atau kapanpun
nasabah kehendaki, dan pihak bank (pihak yang dititipi) harus siap memberikannya secara utuh.

2) Mudharabah

Sebuah perjanjian yang ditentukan diawal antara nasabah dan pihak pengelola (bank
syariah), dimana dalam perjanjian ini menjelaskan bahwa nasabah adalah pemilik 100% uang atau
modal, sedangkan bank bertindak sebagai pengelola uang / modal tersebut untuk jenis usaha/bisnis
yang halal. Selanjutnya, jika sebuah usaha yang dikelola dari modal nasabah tersebut memberikan
hasil (keuntungan) maka akan dibagi diantara keduanya berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat
dalam kontrak awal perjanjian. Pembagian hasil keuntungan disebut dengan nisbah.

b. Penyaluran Dana
1) Qard, adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan ketentuan
bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati antara nasabah dan LKS.
2) Murabahah, adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli
barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan
sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank
syariah dan nasabah.
3) Salam, adalah pembeli memesan barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta
kualitasnya kepadaa penjual dan setelah ada kesepakatan. Dengan kata lain , pembelian

9
barang dengan membayar uang lebih dahulu dan barang yang beli diserahkan kemudian
(Dow Payment) artinya penyetoran harga baik lunas maupun sebagian harga pembelian
sebagai bukti kepercayaan, sehubungan dengan transaksi yang telah dilakukan.
4) Istishna, adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli / mustashni') dan
penjual (pembuat / shani').
5) Mudharabah Pembiayaan, adalah akad kerjasama antara bank selaku pemilik dana
(shahibul maal) dengan nasabah selaku (mudharib) yang mempunyai keahlian atau
keterampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari
penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati.
a) Mudharabah muthlaqah: Pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola
mengenai usaha yang akan dijalankan. Nasabah tidak ikut campur usaha apa yang mau
dijalankan pihak bank. Namun nasabah masih boleh mengawasinya.
b) Mudharabah muqayyadah: Pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola,
antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
6) Musyarakah, adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih
menyumbangkan pembiayaan dalam melakukan usaha, dengan proporsi pembagian profit
bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan
kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.
7) Ijarah, adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat
dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Sedangkan, ijarah Muntahiya Bittamlik, Adalah akad
penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suaru barang atau
jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
c. Jasa-Jasa Perbankan
1) Rahn dalam istilah terminologi positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan
runggahan. Dalam islam rahn merupakan sarana saling tolong-menolong bagi umat Islam,
tanpa adanya imbalan atau perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari
fasilitas pembayaran yang diberikan.

10
2) Wakalah adalah pelimpahan / penyerahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak
kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh
pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka
semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi
pihak pertama atau pemberi kuasa.
3) Kafalah adalah sebuah perjanjian pemberian jaminan, baik berupa jaminan diri atau harta
(maal), yang diberikan oleh pihak penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (makhful lahu)
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makhful anhu ashill) / pihak yang ditanggung.
4) Hawalah adalah secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai
hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah
memindahkan dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang
dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang
yang melakukan pembayaran hutang).
5) Sharf adalah akad penukarn atau transaksi jual-beli. Akad Sharf adalah transaksi jual beli
valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan
baik dengan mata uang yang sejenis maupun mata uang yang tidak sejenis.

d. Standar akuntansi bank syariah


Akuntansi syariah merupakan bagian dari Akuntansi yang relatif sangat baru sehingga
tidak banyak negara yang melakukan pembahasan akuntansi syariah. Perkembangan Akuntansi
Bank Syariah secara konkrit baru dikembangkan pada tahun 1999, Bank Indonesia sebagai
pemprakarsa, membentuk tim penyusunan PSAK Bank Syariah, yang tertuang dalam Surat
Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 1/16/KEP/DGB/1999, yang meliputi unsur-unsur
komponen dari Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dan
Departemen Keuangan, hal ini seiring dengan pesatnya perkembangan Perbankan syariah yang
merupakan implementasi dari Undang-Undang nomor 10 tahun 1998.
Dalam pembahasan terdapat cakupan yang jelas tanggung jawab antara Ikatan Akuntan
Indonesia (Dewan Standar Akuntansi) dan Dewan Syariah Nasional, tetapi kedua unit tersebut
tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dalam melakukan pembahasan Akuntansi Perbankan
Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia bertanggung jawab terhadap pengukuran, pengakuan dan

11
penyajian atau hal-hal lain yang berkaitan dengan akuntansi, dengan memperhatikan fakwa dari
Dewan Syariah Nasional, karena unit ini yang berkompeten terhadap hal ini sedangkan Dewan
Syariah Nasional bertanggung jawab terhadap syariah yang ada pada pembahasan akuntansi
tersebut, karena unit ini yang berkompeten tentang syariah, dan berkaitan dengan akuntansi
diserahkan kepada Dewan Standard Akuntansi.

1) KDPPLK Bank Syariah

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK


Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari penyusunan
dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah. Berbeda dengan Kerangka Konseptual
Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi konvensional,
KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik
transaksi syariah.

Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip :

a) Persaudaraan (ukhuwah)
b) Keadilan (‘adalah)
c) Kemaslahatan (maslahah)
d) Keseimbangan (tawazun)
e) Unversalisme (syumuliyah)

Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah


diantaranya :

(1) Tidak mengandung unsur riba.


(2) Tidak mengandung unsur kezaliman.
(3) Tidak mengandung unsur maysir.
(4) Tidak mengandung unsur gharar.
(5) Tidak mengandung unsur haram.

KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini. Berdasarkan
surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk

12
akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada
Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.

2) Pedoman Standar Akuntansi Keungan (PSAK) No.59

Intisari Kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah merupakan nilai lebih tersendiri
bagi perbankan syariah. Nasabah bank syariah dari waktu ke waktu semakin meningkat terbukti
semakin maraknya pangsa pasar bank syariah. Adanya kepercayaan masyarakat yang begitu besar
mendorong pemerintah menerbitkan pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59.
Pedoman ini merupakan standar keuangan yang diperuntukkan bagi perbankan syariah di
Indonesia. Melalui standar ini perbankan syariah wajib menyelenggarakan kegiatan akuntansi
berdasarkan nilai-nilai syariah yaitu pengungkapan Islamic Value. Berdasarkan analisis studi
literatur seputar konsistensi praktik akuntansi syariah pada Bank Syariah dapat disimpulkan bahwa
praktik akuntansi syaraih pada Bank Syariah untuk transaski penghimpunan dan penyaluran dana
pihak ketiga telah dilaksanakan secara konsisten. Sementara akuntansi untuk bagi hasil belum
sepenuhnya konsisten dipraktikkan.

Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun
entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan
berbasis syariah. PSAK No.59 sebagai produk pertama Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) – Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk entitas syariah dan merupakan awal dari
pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK No.59 Akuntansi
Perbankan Syariah dan kerangka dasar penyusunan laporan keuangan Bank Syariah ini
disahkan tanggal 1 Mei 2002 dan yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2003.

3) Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (Papsi)

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) merupakan pedoman yang


mengatur secara teknis dan rinci penjabaran Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Nomor No.59 tanggal 1 Mei 2002 tentang Perbankan Syariah. Tim penyusunan PAPSI
dibentuk berdasarkan Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia No.2/8/KEP.DpG/2000 tanggal
12 September tahun 2000. Dalam proses penyusunan PAPSI, tim penyusun berpedoman kepada
standar-standar yang terdapat di dalam PSAK No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang

13
telah direview oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui
suratnya No. U-118/DSN-MUI/IV/2002 tanggal 17 April 2002.

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia berdasarkan SE BI No.5/26/BPS tanggal


27 Oktober 2003, mencakup 13 bagian yang secara ringkas isinya sebagai berikut:

a) Bagian I Pendahuluan
b) Bagian II Laporan Keuangan Bank Syariah
c) Bagian III Aktiva
d) Akuntansi Kewajiban
e) Akuntansi Investasi
f) Ekuitas
g) Laporan Laba / Rugi
h) Laporan Arus Kas
i) Laporan Perubahan Ekuitas
j) Laporan Perubahan Investasi Terikat
k) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS
l) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh
m) Catatan Atas Laporan Keuangan

Pesatnya perkembangan industri perbankan syariah, kompleksitas transaksi yang terjadi di


dalamnya, dan besarnya tuntutan masyarakat akan transparansi bank syariah, memicu perbankan
syariah untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat.
Demikian juga pada sisi pengaturan diperlukan adanya peraturan yang relevan dan dapat
diimplementasikan dengan kondisi yang ada. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan yang memadai dalam pembahasan dan penerapan PAPSI revisi tahun 2013. Sehingga
perbankan syariah dapat menyajikan laporan keuangan yang memiliki kualitas tinggi dengan
informasi yang akurat dan komprehensif bagi semua stakeholder dan mencerminkan kinerja bank
syariah secara utuh.

5. Perkembangan Asuransi di Indonesia

Perkembangan perusahaan asuransi berlandaskan Islam di Indonesia terkait dengan


beroperasinya bank syariah sehingga diperlukan kehadiran jasa asuransi syariah. Perusahaan
asuransi syariah pertama kali didirikan pada tahun 1994 melalui PT Syarikat Takaful Indonesia

14
(STI). PT STI memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT
Asuransi Takaful Umum (ATU). Menurut data pemerintah BAPEPAM LK2 Kementrian
Republik Indonesia, sampai dengan tanggal 31 Januari 2011, di Indonesia terdapat 44 perusahaan
yang bergerak di bidang perasuransian syariah, lima diantaranya merupakan asuransi syariah
penuh (full Islamic insurance system), yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), PT. Asuransi
Takaful Umum (ATU), dan PT Asuransi Syariah Mubarakah (ASM), PT Jaya Proteksi Takaful,
dan PT Asuransi Jiwa Al-Amin, sedangkan 37 unit asuransi syariah (UUS), dan tiga perusahaan
reasuransi yang memiliki unit syariah. Kondisi ini menunjukkan bisnis asuransi syariah di
Indonesia mulai ditekuni secara serius. Permintaan asuransi syariah di masyarakat sudah
meningkat yang dapat diartikan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai terbiasa untuk
bertransaksi dengan menggunakan syariah Islami.

6. Prinsip – prinsip dari Akuntansi Takaful


Prinsip yang dijadikan pegangan dalam akuntansi islami adalah prinsip
pertanggungjawaban atau akuntabilitas, keadilan, transparan, dan kejujuran (amanah) (Amrin,
2009:7). Apabila penerapan akuntansi tidak dilandasi kejujuran dan transparansi maka akan
terjadi rekayasa dan kecurangan. Hal ini akan bertentangan dengan prinsip akuntansi islami.
Menurut PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah par 8, prinsip dasar dalam
asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menanggung (takaful)
antara sesama peserta asuransi. Tolong menolong dalam bahasa Al-Qur‟an disebut ta’awun
adalah inti dari semua prinsip dalam asuransi syariah (Rosidah: 2014).
Untuk asuransi syariah Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
telah mensahkan dan menerbitkan 2 PSAK antara lain:
a. PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah
Menurut PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah par 1, pernyataan
tersebut bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi asuransi syariah.
b. PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah
Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 1, pernyataan ini
menetapkan dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum untuk entitas syariah
yang selanjutnya disebut laporan keuangan, agar dapat dibandingkan baik dengan laporan
keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas syariah lain.

15
Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan
keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan.
Konsep yang digunakan oleh Asuransi Takaful antara lain :
1) Konsep Tabarru' dalam Takaful
Tabarru’ dari asal katanya tabarra’a-yatabarra’u-tabarru’an yang berarti sumbangan,
hibah, dana kebajikan atau derma. Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang kepada
orang lain tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari
pemberi kepada orang yang diberi Rukun Tabarru’ atau hibah adalah pemberi tabarru’,
penerima tabarru’, harta yang di tabarru’ kan, dan ijab - qabul. Istilah tabarru’ kemudian dipakai
sebagai salah satu prinsip dasar asuransi secara Islam dan diamalkan secara luas dalam
operasional perusahaan Takaful. Dalam kaitannya dengan asuransi (takaful) maka secara istilah
tabarru’ diartikan sebagai memberi sumbangan dan memberikan sesuatu secara sukarela.
Ini bermakna bahwa peserta takaful akan setuju untuk memberikan sebagian uang
kontribusinya (premi) dengan bagian yang sudah ditentukan sebagai tabarru’ guna melaksanakan
tanggung jawabnya untuk menolong dan menanggung peserta lain yang mengalami musibah
kerugian. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk saling tolong menolong diantara para peserta.

2) Risk - Sharing Based (Ta’awun)


Dimana antara sesama peserta bertabarru’ untuk saling menolong apabila terdapat salah
satu peserta atau lebih tertimpa musibah. Bahwa peserta bertabarru’ kepada sesama peserta,
bukan bertabarru’ kepada takaful / perusahaan asuransi syariah. Fungsi dana tabarru' adalah :

a) Mengelola dana tabarru' nasabah dalam investasi syariah. Hasil investasi dana tabarru'
dimasukkan kembali ke tabarru' fund, karena merupakan haknya nasabah / peserta.
b) Membantu para nasabah/peserta yang tertimpa musibah. Nasabah yang terkena musibah,
akan mendapatkan “manfaat”. Takaful yang bersumber dari tabarru' peserta. Dana
tabarru' yang merupakan dana untuk saling tolong menolong antara sesama nasabah,
tidak boleh dirubah menjadi dana tijari. Seperti untuk biaya operasional perusahaan,
Dana tabarru' hanya boleh digunakan untuk segala hal yang langsung terkait dengan
nasabah, seperti klaim, cadangan tabarru', dsb. Sebaliknya, dana tijari (dana
perusahaan) boleh dialokasikan untuk dana tabarru', jika perusahaan mengikhlaskannya
untuk tabarru' nasabah.

16
3) Wakalah bil-Ujrah
Pengertian wakalah bil-ujroh dari asal katanya penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat kepada seseorang. Wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada
perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee).

7. Perbedaan Akuntansi antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah


Sistem akuntansi pada asuransi syariah menggunakan cash basis, yaitu mengakui
pendapatan dan beban saat kas sudah benar-benar masuk ataupun keluar atau mengakui apa yang
benar-benar dimiliki perusahaan. Sedangkan sistem akuntansi pada asuransi konvensional
menggunakan accrual basis, yaitu Akuntansi asuransi syariah penggunaan accrual basis tidak
diperkenankan. Hal ini karena accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena telah
mengakui suatu transaksi yang telah terjadi. Padahal belum tentu transaksi tersebut dapat
terealisasi di masa yang akan datang karena berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Penetapan
bentuk akad akan berdampak langsung pada sistem akuntansi yang diterapkan dalam asuransi
syariah. Akad adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih. Ada dua akad dalam akuntansi
syariah, yaitu akad mudharabah dan akad wakalah.

Akad mudharabah ada pemisahan pengelolaan dana antara dana pemegang saham dengan
peserta asuransi. Dana yang dikelola oleh operator merupakan milik peserta dan dana tersebut
tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan pemegang saham. Sistem akuntansi yang digunakan
harus dipisahkan antara akuntansi dana pemegang saham dan peserta asuransi.

Akad wakalah tidak terdapat pemisahan pengelolaan dana seperti pada akad mudharabah.
Perusahaan menerima dana tabarru’ dari peserta dan dana tersebut dapat dipergunakan untuk
semua kegiatan perusahaan. Dana yang diperoleh dari pemegang saham dan dari peserta asuransi
dapat dicampur sehingga tidak harus dipisahkan antara akuntansi pemegang saham dan peserta
asuransi.

Peserta untuk dana tolong-menolong apabila ada peserta lain yang terkena musibah
(Anwar, 2007: 36). Dana tersebut tidak dapat digunakan sebagai biaya komisi agen dan uang jalan
bagi agen. Jika peserta, mengundurkan diri, uang premi akan dikembalikan sepenuhnya, kecuali
dana tabarru’. Premi asuransi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika diterima secara tunai.

17
Menurut Sula (2004: 397), dalam praktik akuntansi konvensional, premi asuransi diakui
sebagai pendapatan, walaupun premi asuransi belum dibayarkan. Sedangkan dalam asuransi
syariah, angsuran atau premi dan laba dari investasi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika
perusahaan telah menerimanya secara tunai. Menurut Sula (2004: 398), pada praktik asuransi
konvensional beban retakaful yang terjadi selama masa perjanjian diakui sebagai asuransi awal
yang dikover. Sedangkan dalam akuntansi asuransi syariah beban retakaful selama masa perjanjian
diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi takaful tersebut dibayarkan. Beban retakaful
diakui sebagai pendapatan apabila dibayar lebih awal.

Menurut Sula (2004: 399), Akuntansi asuransi konvensional dana asuransi yang terhimpun
akan dikelola untuk kepentingan bisnis perusahaan. Keuntungan yang diperoleh akan dinikmati
oleh perusahaan dan pemegang saham. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah, dana asuransi
takaful yang terhimpun akan dikelola dengan konsep mudharabah. Dengan konsep mudharabah
ada pemisahan pengelolaan dana antara dana pemegang saham dengan peserta asuransi.

Menurut Sula (2004: 398), dalam asuransi konvensional surplus dari investasi ditransfer ke
pemegang saham sebagai pendapatan. Sedangkan pada asuransi syariah hanya laba dari dana
investasi yang dibagikan antara peserta dan perusahaan sesuai ang diperjanjikan.

Akuntansi asuransi konvensional keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi


diakui sebagai laba perusahaan. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah apabila terdapat
keuntungan dibagikan berdasarkan rasio pembagian keuntungan yang telah disepakati antara
perusahaan dan peserta (Sula, 2004: 398).

8. Syarat dan Wajib Zakat


Syarat wajib zakat, antara lain:
a. Islam, berarti mereka yang beragama Islam baik anak-anak atau sudah dewasa, berakal sehat
atau tidak.
b. Merdeka, berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melakukan dan menjalankan
seluruh syariat Islam.
c. Memiliki satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup haul.
9. Sumber Dana Zakat di Bank Syariah dan Penyaluran Dana Zakat
Sumber dana zakat di bank syariah terdiri atas:
a. Zakat dari dalam entitas bank syariah.

18
b. Dana zakat dari pihak luar entitas bank syariah (termasuk zakat dari nasabah)

Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang sudah ditentukan oleh
syariah:
1) Fakir yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk
memenuhi penghidupannya.
2) Miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya, dan dalam keadaan kekurangan.
3) Amil yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4) Muallaf yaitu orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan orang yang baru masuk
Islam.
5) Hamba sahaya (riqab) yaitu untuk memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan
orang muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6) Ghorimin yaitu orang-orang yang terlilit utang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat
dan tidak sanggup membayarnya.
7) Orang yang sedang barjihad (fisabililah) yaitu untuk keperluan pertahanan dan kejayaan Islam
dan kemaslahatan kaum muslimin.
8) Ibnu Sabil yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan bukan maksiat yang mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya.

10. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat


Pengelolaan zakat, infaq/shadaqah dilaksanakan oleh Badan Amil Zakat dengan cara
menerima atau mengambil dari muzzaki atas dasar pemberitahuan muzzaki. Pengelolaan zakat,
infaq/shadaqah mempunyai prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Syariah bermakna bahwa pengelolaan zakat, infaq/shadaqah didasarkan kepada
syariah dan moral Agama Islam.
b. Prinsip Kesadaran Umum bermakna bahwa pengumpulan zakat, infaq/shadaqah diharapkan
mempunyai dampak positif menumbuhkan kembangkan kesadaran bagi pengelola muzzaki
dan mustahiq untuk melaksanakan kewajibannya.
c. Prinsip Manfaat bermakna bahwa pengelolaan zakat, infaq/shadaqah diharapkan memberikan
manfaat terhadap kemaslahatan umat.
d. Prinsip integrasi bermakna pengelolaan zalat, infaq/shadaqah terintegrasi antar berbagai
institusi pemerintah, swasta dan masyarakat.

19
e. Prinsip Produktif bermakna bahwa pendayahgunaan zakat, infaq/shadaqah senantiasa
diarahkan secara produktif dan selektif.

11. Pelaksanaan dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat


Pembentukan organisasi pengelola zakat di Indonesia merupakan keniscayaan mengingat
pentingnya sektor zakat bagi umat muslim sebagai pembersih harta dan jiwa sekaligus pemerataan
atau pendistribusian harta dari orang kaya ke orang miskin. Dan bagaimana mendayagunakan
zakat secara luas sehingga orang miskin/mustahiq dapat berubah status menjadi muzaki (pembayar
zakat) dengan berbagai program-program pemberdayaan ekonomi yang kreatif. Lembaga-lembaga
pengelolaan zakat dituntut untuk merancang program secara terencana dan terstruktur. Selain
perancangan program yang baik, lembaga – lembaga pengelolaan zakat perlu melakukan skala
prioritas program, agar pemanfaatan dana zakat diberikan kepada 8 asnaf serta dana
infaq/shadaqah untuk investasi sektor produktif untuk kepentingan pengembangan kelembagaan
dan di kombinasikan dengan sektor konsumtif berjalan sesuai yang diinginkan oleh badan amil
zakat.

12. Perlakuan Akuntansi Zakat Menurut PSAK No.109


a. Pengakuan Awal Zakat
Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima. Zakat yang diterima dari
muzakki diakui sebagai penambah dana zakat: 1) jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang
diterima; 2) jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset nonkas tersebut. Penentuan
nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia,
maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK
yang relevan. Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat
untuk bagian nonamil. Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-masing mustahiq
ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil. Jika muzakki menentukan
mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil maka aset zakat yang diterima
seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujrah / fee maka
diakui sebagai penambah dana amil.
b. Pengukuran setelah pengakuan awal
Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus
diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab
terjadinya kerugian tersebut. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai: 1) pengurang dana zakat,
20
jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil; 2) kerugian dan pengurang dana amil, jika
disebabkan oleh kelalaian amil.
c. Penyaluran zakat
Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar: 1)
jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas; 2) jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
d. Dana non halal
Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan
prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional.
Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak
diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang. Penerimaan nonhalal diakui sebagai
dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat, dana infak/ sedekah dan dana amil. Aset nonhalal
disalurkan sesuai dengan syariah.
e. Penyajian
Amil menyajikan dana zakat, dana infak/ sedekah, dana amil, dan dana nonhalal secara
terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bank syari’ah terdiri dua kata, yaitu bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu lembaga
keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari kedua belah pihak yaitu pihak yang
kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syari’ah dalam versi bank syari’ah adalah
aturan peranjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan
dana dan atas pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai hukum islam. Maka bank
syari’ah dapat diartikan sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menjadi perantara bagi
pihak yang berlebihana dan pihak yang membutuhkan dana untuk kegiatan usaha atau kegiatan
yang lainnya sesuai hukum islam.

Kegiatan dan usaha bank selalu berkaitan dengan komoditas antara lain:

1. Pemindahan uang.
2. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran.
3. Mendiskon surat wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainnya.
4. Membeli dan menjual surat-surat berharga.
5. Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang.
6. Membeli kredit.
7. Memberi jaminan kredit.

Secara umum adalah melarang melakukan transaksi yang mengandung unsur-unsur riba,
maisir, gharar, dan jual beli barang haram. Prinsip bank syariah ini diterapkan untuk mencapai
tujuan sesuai jalur syariah.

Prinsip yang dijalankan dalam asuransi syariah adalah Tauhid (Ketaqwaan), Keadilan,
tidak dzalim, At - Tawaun (tolong menolong), Amanah, Ridha, Khitmah (pelayanan yang baik),
dan terbebas dari unsur gharar, maisir, dan riba. Ketujuh prinsip asuransi tersebut, telah dijalankan
dengan baik oleh entitas asuransi, hal ini terbukti dari pelaksanaan akan asuransi yang telah
dijalankan dengan kesepakatan kedua belah pihak, serta pengelolaan dana asuransi dari para
peserta telah sesuai dengan prinsip syariah. Dalam pelaksanaannya banyak entitas asuransi syariah
telah menjalankan prinsip syariah dengan baik walaupun masih terdapat beberapa kekurangan

22
dalam asuransi syariah, dimana kenyataannya asuransi syariah belum menyentuh kelompok
masyarakat paling bawah (grass root).

Pernyataan standar akuntansi keuangan yang digunakan oleh asuransi konvensional dan
asuransi syariah berbeda. PSAK yang digunakan oleh asuransi konvensional terdiri dari PSAK 28
tentang akuntansi kontrak asuransi kerugian, PSAK 36 tentang akuntansi kontrak asuransi jiwa,
dan PSAK 62 tentang kontrak asuransi. Untuk PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi
syariah dan PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah digunakan oleh asuransi
syariah. Dengan adanya perbedaan dalam penggunaan pernyataan standar akuntansi keuangan ini,
maka pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi yang terjadi pada
asuransi konvensional dan asuransi syariah akan berbeda.

Membayar zakat adalah salah satu kewajiban dari orang yang beragama islam karena telah
jelas terdapat di rukun Islam, oleh karena itu dana zakat harus dikelola dengan baik dan benar agar
sesuai dengan syariat Islam, yang dimaksud syariat islam yaitu dana zakat di sini harus diberikan
kepada yang berhak menerima zakat tersebut dan penerima tersebut telah dijelaskan pada isi dari
makalah diatas.

Mengenai masalah akuntansi zakat, sebenarnya Aturan Akuntansi untuk Lembaga


Pengelola Zakat Indonesia sampai dengan saat ini belum ada yang secara khusus membuat aturan
akuntansi zakat, hal inilah salah satu penyebab kesulitan dalam melakukan standarisasi pencatatan
dan pelaporan akuntansi zakat di Indonesia. Sementara ini bentuk pencatatan dan pelaporan
akuntansi zakat seringkali didasarkan kepada metode akuntansi yang secara umum berlaku, yang
kemudian di modifikasi dengan ketentuan syariah. Dan ketentuan syariah inilah yang menentukan
terhadap perlakuan pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat.

Karena hal tersebuat, ruang lingkup akuntansi zakat sebenarnya hanya untuk amil zakat
yang menerima dan menyalurkan zakat, atau organisasi pengelola zakat yang pembentukannya
dimaksud untuk mengumpulakn zakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hisamuddin, N. (2015). Implementasi Akuntansi Akad Wakalah Bil Ujrah Perusahaan Asuransi
Syariah Berdasarkan PSAK 108: Studi di PT Asuransi Takaful Keluarga. Addin, 8(1).
http://iethafairuz.blogspot.co.id/2014/11/konsep-dasar-bank-syariah.html

http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah.html

http://simplenews05.blogspot.co.id/2015/08/peran-dan-fungsi-bank-syariah.html

http://www.banksyariah.net/2012/12/fungsi-bank-syariah.html

http://andikagz.blogspot.co.id/2014/01/makalah-konsep-dasar-bank-indonesia.html
Kristianto, D. (2012). Implikasi Akuntansi Syariah dan Asuransi Syariah dalam Lembaga
Keuangan Syariah. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, 7(1).
Mariana, M. (2017). GAUNG PSAK 108 DALAM PRAKTIK ASURANSI SYARIAH (Studi
pada PT. Asuransi Takaful Keluarga). HUMAN FALAH: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, 3(2), 174-202.

M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Jakarta, Kencana Prenada Media grouf, 2006.

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah: Life and general: Konsep dan Sistem Operasional,
Gema Insani Press, Jakarta, 2004, cet-1.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001,
Hal. 25.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001,
Hal. 18 – 19.

Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer, Remaja Rosdakarya. Bandung.


Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis Dan Praktis,
Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, Hal. 25 – 26.

PSAK No. 109, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi Indonesia. 2008. Jakarta.
Puspitasari, N. (2011). Sejarah dan Perkembangan Asuransi Islam serta Perbedaannya dengan
Asuransi Konvensional. Jurnal Ekonomi Akuntansi dan Manajemen, 10(2), 35-47.
Rizal Yaya, dkk, (2012). Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta:
Salemba Empat.

24
Rosidah, N. H. (2014). Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah: Perbedaan dalam Lingkup
Akuntansi. JURNAL AKUNTANSI UNESA, 2(2).
Suripto, T., & Salam, A. (2018). Analisa Penerapan Prinsip Syariah dalam Asuransi. JESI (Jurnal
Ekonomi Syariah Indonesia), 7(2), 128-137.
Sri Nurhayati dan Wasilah. (2015). Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.

25

Anda mungkin juga menyukai