Anda di halaman 1dari 23

Tugas Makalah

Inovasi Pembelajaran Pendidikan Dasar

Oleh :

Nama : Chairunnisa Amel ia

NPM : 8196184002

Dosen Pengampu : Prof. Dr.Nurdin B ukit M.Si

Prodi : S3 Pendidikan Dasar

PROGRAM STUDI PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
saya kesempatan dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit M.Si selaku dosen
pengampu mata kuliah Difusi Inovasi Pendidikan Dasar yang telah membimbing mahasiswa/i
semester 2 tahun ajaran 2018/2019. Dalam makalah ini saya membahas dan menjelaskan
tentang inovasi pembelajaran pendidikan dasar yang bertujuan untuk memberikan
pengetahuan kepada para pembaca. Selaku manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam hasil
tulisan ini masih terdapat kekurangan dan kekeliruan yang tidak sengaja.

Oleh karena itu, saya sangat membutuhkan kritik dan saran. Saya berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada mata kuliah Difusi Inovasi Pendidikan
Dasar di Universitas Negeri Medan.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... 1

A.Latar Belakang.......................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah..................................................................................... 2

C.Tujuan Masalah......................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................... 3

A.Pengertian Literasi Sains.......................................................................... 3

B.Pengertian Literasi Sains TIMSS............................................................. 4

C.Tujuan Literasi Sains TIMSS................................................................... 5

D.Pengukuran Literasi Sains TIMSS........................................................... 6

E.Kemampuan Fisika Siswa Indonesia dalam TIMSS................................14

BAB III : KESIMPULAN..........................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................17

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara khusus, memasuki abad ke-21 dunia pendidikan Indonesia masih mengalami
masalah yaitu masih rendahnya mutu pendidikan (Muhaimin, 2001). Hal ini disebabkan oleh
belum meratanya pembangunan di Indonesia dalam berbagai aspek dan keadaan geografis
Indonesia yang masih sulit dijangkau sehingga pembangunan dunia pendidikan masih
tertinggal dan terjadi kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Dengan kenyataan tersebut dikhawatirkan Indonesia akan gagal memasuki pasar
bebas pada tahun 2020. Indikasi ke arah tersebut telah nampak pada beberapa kompetisi
akademik dan kenyataan di masyarakat. Pada tahun 2003, studi PISA (Programme for
International Student Assessment) menunjukkan bahwa Indonesia di peringkat ke-38 dari 41
negara peserta pada bidang literasi sains. Sedangkan pada TIMSS (Trends Internasional in
Mathematics and Science Study), Indonesia menduduki urutan ke-34 dari 45 negara peserta.
(Ali, 2006). Mutu pendidikan Indonesia yang tercermin dalam kedua studi internasional
tersebut masih belum memuaskan.
Pendidikan IPA atau pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya
pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui
pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena
alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan salah satu aspek
pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
umumnya yakni tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan sains khususnya, yaitu
untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah (Amien, 1992).
Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil
literasi IPA anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy)
itu sendiri yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang
ditetapkan oleh PISA, yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Literasi Sains?
2. Apa itu Literasi Sains TIMSS?
3. Bagaimana tujuan dari Literasi Sains TIMSS?
4. Bagaimana system pengukuran terhadap Literasi Sains TIMSS?
5. Bagaimana kemampuan fisika siswa Indonesia dalam TIMSS?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Literasi sains.
2. Untuk mengetahui Literasi Sains terhadap TIMSS.
3. Untuk mengetahui tujuan dari Literasi Sains TIMSS.
4. Untuk mengetahui bagaimana system pengukuran terhadap Literasi sains TIMSS.
5. Untuk mengetahui kemampuan fisika siswa Indonesia dalam TIMSS.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Literasi Sains
Literasi IPA ( scientific literacy ) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan
pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta
untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena
aktivitas manusia (OECD, 2003).
Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa
dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan,
ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat
bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Literasi sains terbentuk dari 2 kata, yaitu literasi dan sains. Secara harfiah literasi
berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan buta huruf
(Echols & Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa inggris Science yang
berarti ilmu pengetahuan. Pudjiadi (1987) mengatakan bahwa: “sains merupakan sekelompok
pengetahuan tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian
para ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode
ilmiah”. Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk
mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam
rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia (PISA, 2000).
Literasi sains menurut National Science Education Standards (1995) adalah:
Scientific literacy is knowledge and understanding of scientific concepts and processes
required for personal decision making, participation in civic and cultural affairs, and
economic productivity. It also includes specific types of abilities.
Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan
proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan
pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan
pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi
sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan
masyarakat (Widyatiningtyas, 2008). Antara sains dan teknologi saling melengkapi satu

3
dengan yang lainnya. Penemuan dalam sains memungkinkan pengembangan teknologi, dan
teknologi menyediakan instrument yang baru lagi yang memungkinkan mengadakan
observasi dan eksperimentasi dalam sains. Hurd dalam tulisannya yang berjudul “A Rationale
for Science, Technology, and Society Theme in Science Education”, mengutip pendapat Price
yang menyatakan teknologi yang tinggi berdasarkan sains, sains modern ditunjang oleh
penemuan teknologi (Davis, 1985 : 98, dalam buku Hakekat pendekatan science and society
dalam pembelajaran sains).
Pada abad ke-20 ini, pengembangan sains sangat ditunjang oleh penemuan teknologi
(Firman, 2007). Pengembangan atau inovasi teknologi diarahkan untuk kesejahteraan
manusia. Masalah yang dihadapi masyarakat akan lebih mudah ditanggulangi dengan
menggunakan hasil teknologi. Walaupun demikian, teknologi mempunyai keterbatasan.
Artinya, penerapan suatu teknologi di lingkungan kita akan menimbulkan dampak negatif
selain dampak positif. Dengan demikian hendaknya perubahan pendidikan sains harus
merefleksikan atau mengarahkan kepada hubungan antara sains dan teknologi dengan
masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Widyawatiningtyas (2008), Literasi dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk membaca dan menulis, atau kemampuan berkomunikasi melalui tulisan dan kata-kata.
Literasi sains (scientific literasi), dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan
aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi teknologi, dapat diartikan sebagai
kemampuan melaksanakan teknologi yang didasari kemampuan identifikasi, sadar akan efek
hasil teknologi, dan mampu bersikap serta mampu menggunakan alat secara aman, tepat,
efesien dan efektif. Adapun literasi sains dan teknologi (literasi sains dan teknologi untuk
semua orang yang diusulkan untuk pendidikan dasar di Indonesia), dapat diartikan sebagai
kemampuan menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal
teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk teknologi
dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan mampu mengambil
keputusan berdasarkan nilai.

B. Pengertian Literasi Sains TIMSS


TIMSS (trens in Matematics and Science Study) merupakan studi internasional yang
dilakukan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational
Achievements) setip empat tahunan, sejak tahun 1995. TIMSS menilai prestasi matematika
dan sains siswa serta mengumpulkan berbagai informasi berkaitan dengan sekolah,

4
kurikulum, pembelajaran. TIMSS berfungsi antara lain adalah description or mirror
functions, a bench marking, monitoring of quality of education, as a large scale policy
research (Plomp, 1999). Hasil studi TIMSS dapat dimanfaatkan untuk assist to generate
policy questins, comparisons in relation to relevant common policies rather than to reference
groups, need for improved data analysis method and for difeerent ways of preseting the a
data.
Indonesia telah tiga kali berpartisipasi dalam TIMSS, yaitu tahun 1999, 2003 dan
2007, tetapi hanya mengikuti siswa grade 8 (siswa kelas VIII SMP/MTs). Capaian siswa
kelas 8 di Indonesia terhadap 3kali keikutsertaan dalam TIMSS (TIMSS-R 1999, TIMss
2003, TIMSS 2007) dalam Matematika dan Sains yang berada dip pan bawah dibandingkan
capaian siswa setingkat di beberapa Negara di Asia ( Hongkong, Japan, Korea, Taiwan,
malyasia, dan Thailand ). Rata – rata skor prestasi sains siswa Indonesia pada TIMSS tahun
1999, 2003 dan 2007 secara berurutn adalah 435, 420, dan 433. Dengan skor tersebut siswa
Indonesia menempati peringkat 32 dari 38 negara ( 1999 ), peringkat 37 dari 46 ( 2003 ), dan
peringkat 35 dari 49 ( 2007 ). Rata –rata skor siswa Indonesia pada TIMSS 2007 di bawah
skor rata – rata 500 dan hanya mencapai Low International Benchmarl. Dengan capaian
tersebut, rata – rata siswa Indonesia hanya mampu mengenal topic sains, apalagi menerapkn
konsep – konsep yang kompleks dan abstrak. Pemanfaatan hasil studi iternasional seperti
TIMSS dapat ditindaklajuti.
Pemanfaatan hasil studi seperti TIMSS dapat ditindaklajuti dengan manganalisis
factor – factor penentu hasil belajar sains dengan cara yang berbeda. Data hasil TIMSS perlu
dikaji guna meningkatkan mutu pendidikan. Khususnya dalam bidang matematikka dan sains.
Kajian tersebut meliputi :
1. Kompetensi – kompetensi mana yang telah dikuasi dan kompetensi – kompetensi
mana yang belum dikuasai oleh siswa – siswi Indonesia berdasarkan hasik tiga kali
TIMSS
2. Bgaimna tingkat penguasaan siswa Indonesia relative terhadap benchark internasional
( rata – rata internasional ) dalam masing – masing kompetensi yang diases dalam
TIMSS, dan
3. Penyebab – penyebab lekemhan siswa Indonesia dalam masing – masing kompetensi
yang diukur oleh TIMSS uyang diinferensi dari spesifikasi respon sampel siswa
terhadap setiap butir soal TIMSS.

5
C. Tujuan Literasi Sains TIMSS
Tujuan TIMSS adalah untuk mengukur prestasi matematika dan sains siswa kelasVIII
di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah
untuk mengetahui posisi prestasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi siswa di
negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, hasil studi ini
diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan
mutu pendidikan.
D. Pengukuran Literasi Sains TIMSS
Apa yang diukur, yaitu dasar penilaian prestasi matematika dan sins dalam TIMSS
dikategorikan ke dalam dua domain, uaitu isi dn kognitif. Distribusi spesifikasi dari penilaian
tersebut adalah sebagai berikut :
 Domain isi matematika :
1. Bilangan
2. Aljabar
3. Geometri
4. Data dan peluang
 Domain isi sains :
1. Biologi
2. Kimia
3. Fisika
4. Ilmu bumi
 Domain kognitif, baik untuk matematika maupun untuk sains :
1. Pengetahuan
2. Penerapan, dan
3. Penalaran.
Indonesia sendiri masuk sebagai negara partisipan tahun 1999. Ini berarti saat anak-
anak itu diujikan masih hidup di zaman ORBA. 2003 dan 2007 anak-anak yang diuji hidup
dizaman reformasi. Indonesia sendiri sebagai partisipan untuk 8 th Grade (kelas 2 SMP).
Pada TIMSS tahun 2007 ada 3 negara baru yang ikut, salah satunya dari Asia Tenggara yaitu
Thailand. Tetapi ada juga yang tidak lagi menjadi partisipan yaitu Philipina. Philipina sendiri
secara rangking selalu di bawah Indonesia.
Indonesia sudah dua tahun 2003 dan 2007 ini prestasi sains di TIMSS memalukan,
selalukalah dengan Negara Palestiana, Negara yang sedang berkecamuk perang. Tahun

6
2003Palestina Ada di urutan 34 Tahun 2007 ada di urutan 34. Bandingkan dengan Indonesia
2003diurutan 36 2007 diurutan 41. TIMSS menyediakan informasi penting untuk
pengembangan kebijakan, untuk mendorong akuntabilitas publik, untuk memungkinkan
daerah kemajuan atau penurunanprestasi untuk diidentifikasi dan dimonitor, dan untuk
mengatasi permasalahan yang muncul.Sekitar 50 negara ikut berpartisipasi dalam TIMSS.
TIMSS putaran pertama diadakan padatahun 1995, putaran kedua pada tahun 1999, putaran
ketiga pada tahun 2003, dan berlanjutseterusnya setiap empat tahun sekali.
 TIMSS 1999
TIMSS pertama kali diadakan pada tahun 1995, saat itu ikut berpartisipasi 41 negara.
Negara-negara tersebut mengevaluasi prestasi matematika dan sains murid-murid kelas
ketiga, keempat, ketujuh, kedelapan, dan pada tahun terakhir sekolah menengah. TIMSS
1999 menggunakan teknik sampling untuk mencapai cakupan yang luas (total 308 item)
secara sistematis didistribusikan di 8 buku uji dan booklet dibagikan secara acak kepada
siswa. Setiap siswa menyelesaikan satu booklet tes selama 90 menit. Secara keseluruhan, ada
162 item matematika dan 146 item ilmu pengetahuan. Sekitar sepertiga dari item disusun
menggunakan format respon, dan item sisanya pilihan ganda. Untuk tahun 1999, TIMSS akan
melaporkan penilaian untuk matematika dan sains dengan 11 pokok bahasan.

Matematika :

1. Fractions and number sense


2. Measurement
3. Representasi data, analisis, dan probabilitas
4. Geometri
5. Aljabar

Sains :

1. Ilmu bumi
2. Ilmu pengetahuan hidup
3. Fisika
4. Kimia
5. Scientific inquiry and the nature of science
6. Isu lingkungan dan sumber daya

7
TIMSS pada tahun 1995 dan 1999 dikembangkan melalui upaya kolaborasi antara
Pusat Studi Internasional, pendidik ( bidang matematika dan sains) dari seluruh dunia, dan
perwakilan negara-negara yang ikut berpartisipasi. Sekitar sepertiga dari item dalam
penilaian 1995 disimpan untuk mengukur tren dari waktu ke waktu. Dalam mengembangkan
tes tahun 1999, instrument pada tahun 1995 yang dirilis ke publik digantikan dengan item
dengan isi, format, dan kesulitan yang serupa. Penggantian item dan panduan skoring
dikembangkan dengan bantuan dari Science and Mathematics Item Replacement Committee,
sekelompok pendidik matematika dan pendidik sains terkemuka dari seluruh dunia. Item
yang diuji coba pada tahun 1998 di tes lapangan yang luas yang melibatkan 31 negara, dan
telah ditinjau oleh Koordinator Nasional Penelitian, yang melakukan review dalam negara
dengan panel pendidik matematika dan ilmu pengetahuan dan ahli pengukuran. TIMSS 1999
mengumpulkan informasi yang luas tentang pengajaran dan pembelajaran matematika dan
sains di seluruh dunia. Melalui serangkaian kuesioner, TIMSS mengumpulkan informasi
tentang kurikulum, praktik pembelajaran, kebijakan, dan latar belakang siswa dan sikap.
Banyak pertanyaan juga diminta pada tahun 1995, providing tren untuk negara-negara yang
berpartisipasi dalam kedua penilaian.
 TIMSS 2003
TIMSS 2003 adalah putaran ketiga dari TIMSS yang serius melakukan serangkaian
penilaian internasional yang dilaksanakan di negara-negara di dunia untuk mengukur tren
dalam matematika dan sains di kelas keempat dan kedelapan. TIMSS sangat membantu
Negara – negara yang ikut serta untuk memperoleh kesempatan memperoleh informasi
komparatif tentang siswa mereka mengenai prestasi dalam matematika dan sains. Dalam
TIMSS 2003 terdapat 49 negara yang ikut serta.IEA, TIMSS, PIRLS, dan National Center
for Education Statistics (dari U. S Department of Educations) bekerja sama dengan negara
peserta untuk menjelaskan secara rinci mengenai matematika dan sains tentang konten yang
akan dinilai untuk memperbarui hasil pembelajaran. Dalam TIMSS 2003 matematika terbagi
dalam lima domain contents yaitu, jumlah, aljabar, pengukuran, geometri, dan data. Setiap
domain content dijelaskan topik yang akan dinilai dan setiap area topic ini diuraikan dengan
jelas untuk kelas keempat dan kelas kedelapan. Ada empat domain kognitif dalam setiap
domain content yaitu mengetahui fakta dan prosedur, pemahaman konsep, pemecahan
masalah rutin, dan penalaran.
Seperti tujuan TIMSS yang berupaya untuk mengetahui keberhasilan kurikulum dalam suatu
negara melalui tes yang diujikan, pada tahun 2003 pun dilakukan tes yang serupa yang

8
diujikan pada sampel kelas dalam suatu sekolah yang diambil secara acak pada setiap negara.
TIMSS cukup konsisten memberikan laporan mengenai keberhasilan kurikulum matematika
dan sains kepada setiap negara yang ikut serta.
 TIMSS 2007
TIMSS 2007 adalah TIMSS keempat dalam siklus penilaian komparatif internasional
yang didedikasikan untuk meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dalam matematika dan
sains bagi siswa di seluruh dunia. Dilakukan setiap empat tahun di kelas keempat dan
kedelapan, TIMSS menyediakan data tentang tren dalam matematika dan prestasi sains
dariwaktu ke waktu. Untuk menginformasikan kebijakan pendidikan di negara-negara yang
berpartisipasi, penilaian ini di seluruh dunia dan proyek penelitian juga secara rutin
mengumpulkan informasi latar belakang yang luas yang membahas kekhawatiran tentang
kuantitas, kualitas dan isi dari instruksi. Sebagai contoh, TIMSS 2007 mengumpulkan
informasi rinci tentang matematika dan ilmu pengetahuan cakupan kurikulum dan
pelaksanaan, serta persiapan guru, ketersediaan sumber daya, dan penggunaan teknologi.
Pengembangan Kerangka Kerja Penilaian TIMSS 2007 merupakan usaha bersama yang luas
yang melibatkan individu dan kelompok ahli dari lebih dari 60 negara di seluruh dunia.
Terdapat tiga kerangka kerja untuk melaksanakan TIMSS 2007, yaitu Kerangka Matematika,
Kerangka Sains, dan Kerangka Kontekstual untuk kuesioner. Hal ini juga memberikan
gambaran dari desain penilaian, termasuk parameter umum untuk pembangunan item.
Kerangka kerja konten TIMSS untuk tahun 2007 sangat tergantung pada upaya-upaya luas
yang dikeluarkan untuk memperbaharui kerangka kerja untuk tahun 2003.
Laporan Teknis TIMSS 2007 menyediakan dokumentasi teknis tentang desain dan
pelaksanaan penilaian, termasuk rincian proses yang mendasari pengembangan instrumen
TIMSS tahun 2007 dan metode yang digunakan dalam pengambilan sampel, pengumpulan
data, skala, analisis data, dan pelaporan. Secara khusus, TIMSS 2007 Laporan Teknis
menyediakan dokumentasi rinci tentang prosedur dan metode yang digunakan oleh TIMSS
untuk menyediakan data perbandingan internasional berkualitas tinggi. Laporan ini
menjelaskan multi-faceted perhatian terhadap kualitas dan langkah-langkah jaminan kualitas
yang banyak diterapkan dari memperbarui kerangka kerja penilaian untuk TIMSS 2007
melalui rilis dari database internasional dan Panduan Pengguna.
Tabel berikut menunjukkan peringkat prestasi matematika dan sains siswa antar-
negara peserta (Tahun 2007 rata-rata skor internasioanal = 500 dan standar deviasi = 100):

9
10
11
12
Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi siswa Indonesia berada
signifikan dibawah rata-rata internasional. Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat ke
34 dari 38 negara, tahun 2003 berada di peringkat ke 35 dari 46 negara, dan tahun 2007
berada diperingkat ke 36 dari 49 negara. Dengan jumlah negara peserta yang sama seperti
dalam matematika, untuk rata-rata skor prestasi sains posisi Indonesia tidak jauh berbeda.
Siswa Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat ke 32, pada tahun 2003 berada di
peringkat ke37, dan pada tahun 2007 berada di peringkat ke 35.

13
E. Kemampuan Fisika siswa Indonesia dalam TIMSS.

Untuk mengukur kemampuan sains siwa, TIMSS menggunakan instrumen tes tertulis
dengan format pilihan ganda dan uraian. Jumlah seluruh item 67, terdiri atas 427 item
(62,69%) Multiple Choice (MC) dan item (52,9%) uraian. Bahan kajian makalah ini adalah
seluruh respons dan capaian siswa terhadap butir soal fisika yang digunakan dalam TIMS
1999, TIMSS 2003 dan TIMSS 2007.

Soal-soal dalam domain kognitif memuat tugas-tugas yang meminta siswa untuk:

1. Memperlihatkan pengetahuan tentang alat, metode, dan prosedur (=Knowing);


2. Menerapkan pengetahuan untuk melakukan penyelidikan ilmiah (=Applying);
3. Menggunakan pengertian ilmiah untuk memberikan penjelasan berdasarkan bukti (=
Reasoning).
Hasil kajian awal terhadap cakupan domain kognitif ketiga TIMSS tidak sama, maka
domain kognitif soal-soal sains TIMSS 1999 dan 2003 merujuk pada kerangka domain
kognitif pada TIMSS 2007 (knowing, applying, reasoning). Data sekunder dari laporan
TIMSS selama tiga periode akan digunakan sebagai data utama guna mengkaji kemampuan
fisika siswa Indonesia, baik ditinjau dari aspek kognitif (knowing, applying, reasoning).
Untuk mengkaji kemampuan siswa Indonesia, baik ditinjau dari aspek kognitif (knowing,
applying, reasoning), maupun aspek konten Fisika, data sekunder dari laporan TIMSS selama
tiga periode.
Pencapaian rata-rata fisika siswa Indonesia sebesar 34,57 lebih kecil dibandingkan
rata-rata Internasional sebesar 43,40. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang
diterapkan di Indonesia berbeda dengan proses pembelajaran di negara-negara lain. Apabila
ditinjau dari tujuan kurikulum Nasional yaitu KTSP yang berorientasi pada kompetensi
sebenarnya memiliki tujuan yang sama dengan target TIMSS yaitu mengukur kompetensi
siswa. Sehingga yang perlu ditekankan adalah tataran implementasi kurikulum yang masih
belum berorientasi pada kompetensi yang diharapkan. Permasalahan lain adalah
ketidakbiasaan siswa dalam menjawab bentuk soal yang berbentuk tabel, diagram, menguji
kemampuan analisis, dam problem solving. Kebanyakan soal-soal yang biasa digunakan pada
ulangan umum dan UN masih berorientasi pada pengetahuan semata, sehingga perlu adanya
pembiasaan pada siswa untuk berlatih soal-soal yang menguji kemampuan berpikir dan
bernalar siswa. Kemampuan guru dalam mengembangkan soalsoal ‘ala TIMSS’ perlu

14
ditingkatkan, sehingga siswa Indonesia dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya
melalui proses assessment yang dapat mengukur kemampuan sains yang beragam.
Kecenderungan dalam tiga tahun TIMSS pencapaian rata-rata fisika terhadap
pencapaian rata-rata fisika internasional, diperoleh kecenderungan capaian Fisika siswa
Indonesia dan siswa Internasional dalam tiga tahun TIMSS sama-sama menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesulitan soal - soal TIMSS meningkat, sehingga baik siswa
Indonesia maupun rata-rata siswa internasional mengalami kesulitan dalam menjawab soal
TIMSS. Rata-rata skor capaian internasional hanya 43,40 dan siswa Indonesia mencapai
34,57. Hal ini menujukkan bahwa kecenderungan proses pembelajaran baik nasional maupun
internasional belum mengarahkan kepada kemampuan berpikir.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dibentuk oleh
International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA). IEA juga
membentuk Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). TIMSS dirancang
untuk membantu negara di seluruh dunia meningkatkan belajar siswa dalam Matematika dan
Sains. TIMSS mengumpulkan data prestasi pendidikan beberapa Negara terlihat bahwa
kemampuan siswa Indonesia masih sangat rendah dan itu tidak terlipas dari sumber daya
alam manusia tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan pembaharuan terhadap pendidikan di
Indonesia.
TIMSS menyediakan informasi penting untuk pengembangan kebijakan, untuk
mendorong akuntabilitas publik, untuk memungkinkan daerah kemajuan atau penurunan
prestasi untuk diidentifikasi dan dimonitor, dan untuk mengatasi permasalahan yang muncul.
Sekitar 50 negara ikut berpartisipasi dalam TIMSS. TIMSS putaran pertama diadakan pada
tahun 1995, putaran kedua pada tahun 1999, putaran ketiga pada tahun 2003, dan berlanjut
seterusnya setiap empat tahun sekali.
Rata-rata skor capaian internasional hanya 43,40 dan siswa Indonesia mencapai
34,57. Hal ini menujukkan bahwa kecenderungan proses pembelajaran baik nasional maupun
internasional belum mengarahkan kepada kemampuan berpikir.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ali. (2006). pendekatan fenomena mengatasi kelemahan pembelajaran ipa. [online]. Tersedia

http://www.p4tkipa.org/. (29 Maret 2015).

Amien, M. (2009). Peran Riset Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan IPA. Jurnal Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Malang, 1(1), 108442.

Anonim. (2010). Trends_in_international_Mathematics_and_sains_study. [online]. tersedia

http://en.wikipedia.org

Anonim. (2012). Peningkatan minat siswa terhadap ilmu alam. [online]. Tersedia

http://saorajaku.wordpress.com

Anonim. Program Penilaian Pelajar Internasional. [online]. Tersedia

http://id.wikipedia.org/wiki

Anonim. Pergerakan bangsa. [online]. tersedia http://www.pergerakankebangsaan.org

Anonim. (2012). Pengembangan soal matematika model. [online]. Tersedia http://karya1-

ilmiah.blogspot.com

Anonim. Aplikasi Kimia.[online]. Tersedia http://aplikasikimia.blogspot.com

Anonim. (2010). UN dan masa depan pendidikan Indonesia. [online]. Tersedia

http://sekolahdi.blogspot.com

17
Bybee, R. W., & Champagne, A. B. (1995). The national science education

standards. Science Teacher, 62(1), 40-45.

Davis, Robert (1985). Lawrence T Alexander dan Stephen L Yelon.1994. Learning Sistem

Design. New York : Mc Grw-Hill Book Co.

Echols, Jhon M dan Shadily hasan (1995). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun

2006. Jakarta: Pusat Penilaian Balitbang Depdiknas.

Muhaimin. (2001). Kajian kebijakan Kurikulum mata pelajaran IPA. Departemen Pendidikan

Nasional. (29 Maret 2015).

OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life First Result from PISA 2000. OECD

Publishing: Paris-France.

OECD. (2003). PISA 2003 Assessment Framework. http://www.oecd.org (16 Oktober 2012).

Pudjiadi, A. 1987. Sejarah dan Filsafat Sains. Yayasan Cendrawasih: Bandung.

Plomp, Tj. 1999. Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds). Educational &

Training System Design: Introduction. Design of Education and Training (in

Dutch).Utrecht (the Netherlands): Lemma. Netherland.Faculty of Educational Science

and Technology, University of Twente.

Widyatiningtias.(2008). Perkembangan Literasi. [online]. Tersedia http://masprana.

Blogspot.com/. (29 Maret 2015).

18
Yusuf. (2003). Peningkatan Literasi Sains dan Teknologi dalam Pendidikan dan

Implementasinya dalam KTSP.[online]. Tersedia http://www.blogger.com/. (29 Maret

2015).

19

Anda mungkin juga menyukai