Anda di halaman 1dari 17

HUKUM PERIKATAN ISLAM DALAM LEMBAGA EKONOMI SYARIAH DI

INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perikatan Islam di Indonesia
Dosen Pengampu: Ibu Umi Rohmah, M.Si.

Disusun Oleh

Kelompok 7 (HES 4G)

1. Wildan Firdausin Ni’am (202111239)


2. Muhammad Reno Saputra (202111253)
3. Anisa Dewi Purniasari (202111265)

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hukum Perikatan Islam
Dalam Lembga Ekonomi Syariah di Indonesia ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen
yaitu Ibu Umi Rohmah, M.Si. pada mata kuliah Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang keagamaan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Untuk itu, peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Umi Rohmah, M. Si. Selaku dosen mata kuliah Hukum Perikatan Islam di
Indonesia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
2. Semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI
.............................................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Lembaga Keuangan Syariah....................................................................................2
1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah............................................................2
2. Tujuan Lembaga Keuangan Syariah..................................................................2
B. Akad Perbankan Syariah.........................................................................................3
1. Pengertian Akad Perbankan Syariah.................................................................3
2. Akad-Akad Perbankan Syariah.........................................................................3
C. Akad Asuransi Syariah............................................................................................5
1. Pengertian Akad Asuransi Syariah....................................................................5
2. Akad-Akad Asuransi Syariah............................................................................6
D. Analisis Pembahasan...............................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah merupakan alternatif bagi sebagian orang yang
ingin bermuamalah dalam kerangka syariah. Meskipun perkembangan yang ada saat
ini belum menunjukkan signifikan dibandingkan dengan lembaga keuangan
konvensional yang ada hal ini pantas untuk dibanggakan. Namun, agar lembaga
keuangan syariah dapat berkembang, semangat dalam pengelolaan syariah harus
dievaluasi dengan baik.
Menurut peraturan undang-undang tentang perbankan syariah Indonesia
bahwa lembaga keuangan syariah merupakan institusi badan ataupun lembaga
pemerintah yang memiliki kegiatan menarik dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakatdengan berlandaskan prinsip syariah. Agar
lembaga keuangan syariah dapat berkembang lebih baik lagi sesuai dengan arahan
yang terdapat pada syariat islam, maka lembaga keuangan syariah haruslah memenuhi
kriteria dan syarat syarat yang berlaku.
Prinsip maupun dasar yang telah ditentukan itulah yang nantinya akan
membuat segala bentuk muamalah yang dilaksanakan dalam hal keuangan dapat
berjalan sesui dengan akad syariat yang ada. Oleh karena hal tersebut maka
terciptalah keseimbangan yang mampu memberikan kebermanfaatan bagi pihak-pihak
yang melakukan transaksi syariah
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari lembaga keuangan syariah?
2. Apa tujuan dari lembaga keuangan syariah?
3. Apa yang dimaksud dengan akad perbankan syariah?
4. Apa saja contoh-contoh dari akad perbankan syariah?
5. Apa yang dimaksud dengan akad asuransi syariah?
6. Apa saja contoh-contoh dari akad asuransi syariah?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lembaga keuangan syariah


1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah (syariah financial institution) merupakan suatu
badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset
keuangan (financial asset) maupun non-financial asset atau aset riil berlandaskan
konsep syariah. Menurut undang-undang tentang perbankan syariah di Indonesia
bahwa lembaga keuangan syariah merupakan badan atau lembaga yang kegiatannya
menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat berlandaskan
prinsip syariah. Hal ini dinyatakan pula bahwa lembaga keuangan syariah adalah
semua badan usaha yang kegiatannya di bidang keuangan syariah melakukan
penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat, terutama dalam
membiayai investasi pembangunan.
Lembaga keuangan syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga
keuangan depositori syariah (depository financial institution syariah) yang disebut
lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah non depositori (non
depository financial institution syariah) yang disebuat lembaga keuangan syariah
bukan bank. Peranan lembaga keuangan syariah tersebut adalah sebagai perantara
keuangan (financial intermediation) antara pihak yang kelebihan dana atau unit
surplus (ultimate lenders) dan pihak yang kekurangan dana atau unit defisit (ultimate
borrowers).1
Lembaga keuangan depositori (bank) syariah menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits), misalnya tabungan,
deposito berjangka dan giro yang diterima dari penabung (surplus units). Lembaga
keuangan syariah non depositori (bukan bank) dikelompokkan menjadi tiga bagian,
antara lain bersifat kontraktual (contractual institutions), yaitu menarik dana
masyarakat dengan menawarkan dana untuk memproteksi penabung terhadap resiko
ketidakpastian. Misalnya perusahaan asuransi syariah dan dana pensiun syariah.2

2. Tujuan Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan syariah berdiri dengan tujuan:3
a. Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang
sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, serta mampu meningkatkan partisipasi
masyarakat banyak sehingga mampu menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat,

1
Al-Qur’an Al Karim. Choiril Anwar, Analisis perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi
Konvensional, UII, Yogyakarta, 2005. Hal 10-12
2
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta Timur: Penerbit Zikrul Hakim,
2008), hal. 5-9.

3
Ibid., hlm. 9-11

2
antara lain memperluas jaringan lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah
terpencil.
b. Meningkatkankualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa Indonesia,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan,
terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui masih
banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank ataupun lembaga
keuangan lainnya, karena menganggap bahwa bunga adalah riba.
d. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi, berprilaku
bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Lembaga keuangan syariah tidak membiayai usaha yang terkandung di
dalamnya hal-hal yang diharamkan oleh syariat. Adapun jenis pembiayaan yang tidak
akan disetujui dalam lembaga keuangan syariah diantaranya sebagai berikut:
1.
Proyek pembiayaan haram
2.
Proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat
3.
Proyek yang berkaitan dengan perjudian
4.
Proyek yang berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila
5.
Industri yang berkaitan dengan senjata ilegal atau berorientasi pada
pengembangan senjata pembunuh masal
6. Proyek yang merugikan syiar islam baik secara langsung maupun tidak langsung
B. Akad Perbankan Syariah
1. Pengertian Akad Perbankan Syariah
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia
seperti prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan
(maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba,
zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan
bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola waqaf (nazhir)
sesuai kehendak pemberi waqaf (waqif).4
Sedangkan akad syariah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jenis
perjanjian atau kesepakatan dalam transaksi syariah. Perjanjian ini berorientasi
nonprofit transantion dan hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk menjari
keuntungan komersial.
2. Akad-Akad Perbankan Syariah
Ada beberapa jenis akad atau perjanjian yang termaktub dalam bisnis bank
syariah. Tidak perlu khawatir tentang kesyariahannya, sudah ada Dewan Pengawas
4
Andrianto and M. Anang Firmansyah, “Manajemen Bank Syariah ( Implementasi Teori Dan
Praktek ),” CV. Penerbit Qiara Media (2019): 536.

3
Syariah (DPS) yang memastikan bahwa setiap produk yang ditawarkan oleh Bank
Syariah sesuai dengan hukum islam. berikut merupakan beberapa akad yang perlu
kamu pahami sebelum melakukan transaksi di bank syariah.
a. Mudharabah
Akad mudharabah adalah kerjasama usaha antara pihak pertama yang
disebut sebagai malik ataupun shahibul mal yang menyediakan seluruh modal
dan pihak kedua amil atau mudharib yang bertindak selaku pengelola dana
dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
Cara pandangnya disesuaikan dengan produk keuangannya, jika dalam
proses membuka tabungan maka pihak pertama adalah nasabah dan pihak
kedua adalah bank. Sedangkan untuk penyaluran pinjaman syariah pihak
pertama adalah bank syariah dan pihak keduanya adalah nasabah.5
Nantinya dari hasil usaha yang dijalankan akan dibagi sesuai dengan
porsi bagi hasil (nisbah) diantara para pihak. Ini yang membedakan skema
mudharabah dengan skema bunga yang dijalankan oleh bank konvensional.
b. Murabahah
Murabahah adalah akad transaksi dimana penjual menyatakan harga
beli produk kepada pembeli dan pembeli membeli dengan harga lebih sebagai
perolehan laba penjual.6 Keuntungan harga disepakati oleh kedua belah pihak.
Sehingga pihak pembeli mengetahui harga beli produk dan margin keuntungan
yang didapatkan oleh penjual.7
Contoh penerapan akad murabahah pada kredit rumah syariah,
pembelian aset bangunan, pembiayaan kendaraan bermotor, dan investasi
lainnya.

c. Mudharabah Muqayyadah
Akad ini memiliki pengertian sama dengan akad mudharabah, yaitu
akad kerja sama antara pemilik dana dengan pengelola. Bedanya dengan akad
mudharabah, jika akad mudharabah muqayyadah terdapat ketentuan yang
disyaratkan oleh pemilik modal terkait obyek usaha. Sehingga pengelola dana
harus menjalankan usaha sesuai ketetapan dari pemodal. Biasanya akad
Mudharabah Muqayyadah digunakan dalam bisnis berprospek tinggi.
d. Wadiah
Jenis akad syariah banyak digunakan oleh pemuda adalah wadiah.
Wadiah merupakan akad transaksi dengan skema penitipan barang/uang antara
pihak pertama dan pihak kedua. Sehingga pihak pertama sebagai pemilik
dana/barang telah mempercayakan asetnya kepada pihak kedua sebagai

5
Pandam Nurwulan, “Akad Perbankan Syariah Dan Penerapannya Dalam Akta Notaris Menurut
Undang-Undang Jabatan Notaris,” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 25, no. 3 (2018): 623–644.
6
L. Hakim and A. Anwar, “Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah Dalam Perspektif Hukum
Di Indonesia,” Al-Urban 1, no. 2 (2017): 212–223.
7
Yenti Afrida, “Analisis Pembiayaan Murabahah Di Perbankan Syariah,” Jebi (Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Islam) 1, no. 2 (2016): 155–166, http://journal.febi.uinib.ac.id/index.php/jebi/article/view/32.

4
penyimpan aset. Oleh sebab itu, pihak kedua (lembaga keuangan syariah)
harus menjaga titipan nasabah dengan selamat, aman, dan utuh.8

Contoh penerapan akad wadiah pada rekening tabungan dan giro.


Sehingga tidak heran para pemuda yang belum berpenghasilan memilih
rekening berakad wadiah, karena tidak terdapat biaya administrasi setiap
bulan.

e. Musyarakah
Akad musyarakah adalah kejasama antara dua pihak atau lebih untuk
usaha tertentu. Disini, masing-masing pihak memberikan dana sesuai dengan
porsinya masing-masing dan bagi hasilnya (syirkah) juga disandarkan pada
besaran porsinya masing-masing.9
Tetapi tidak hanya keuntungan, kerugian yang jika nanti dialami juga
akan ditanggung bersama. Biasanya akad Musyarakah ada dalam pinjaman
modal kerja bank syariah ataupun pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
syariah.
f. Salam
Akad Salam adalah jual beli atau pembiayaan barang lewat mekanisme
pemesanan. Jadi pihak bank syariah juga memesan barang tersebut terlebih
dulu dan melakukan pembayaran dengan harga yang sudah disepakati
sebelumnya.
Biasanya ini berlaku untuk pembiayaan di sektor pertanian, dimana
pihak bank syariah akan memberikan modal kerja terlebih dulu kepada petani
untuk kemudian dijadikan modal untuk mengelola lahan.
g. Istishna’
Akad Istisna’ adalah pembiayan barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli
(mustashni') dan penjual atau pembuat (shani').
Jenis akad ini biasanya berlaku untuk pembiayaan properti kavling.
Jadi kamu sabagai nasabah bisa memesan desain bangunannya sesuai dengan
kebutuhan lalu mengajukan di bank syariah yang memiliki fasilitas
pembiayaan tersebut.
C. Akad Asuransi syariah
1. Pengertian Asuransi syariah
Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta'min. Penanggung disebut musta'min
dan yang tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min. At-ta'min diambil
dari kata amana yang memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan
bebas dari rasa takut. Secara etimologis berarti menjamin atau saling mennggung
(Muhamad Syakir Sula, 2004 : 31).
8
Siti Aisyah, “Penghimpunan Dana Masyarakat Dengan Akad Wadi ’ Ah Dan Penerapannya Pada
Perbankan Syariah,” Jurnal Syari’ah 5, No. 1, no. 1 (201): 109–122.
9
Andrianto and Firmansyah, “Manajemen Bank Syariah ( Implementasi Teori Dan Praktek ).”

5
Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSNMUI/X/2001, bahwa
asuransi syari’ah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset-
aset dan atau tabarru’, yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
resiko bahaya tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.10
Sedangkan dalam ensiklopedia Hukum Islam yang dikutip Hasan Ali
disebutkan bahwa asuransi syariah adalah transaksi perjanjian antara dua pihak,
pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang
menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat (Hasan Ali, 2004 :
58).
2. Akad-Akad Asuransi Syariah
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama
peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka
akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri. Secara umum,
ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah akan di
berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan),
risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :
a. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
Bentuk akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah
menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela
melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum
menunaikan kewajibannya.11 Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang
premi yang telah diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang
berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya
berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian
habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan

10
Abdullah Junaidi, “Akad-akad di dalam Asuransi Syariah,” Journal of Sharia Economic Law, no. 1
vol. 1 (2018): 13
11
Ashal Fathony Farid, “Kedudukan akad Tijarah dan akad Tabaru’ Dalam asuransi Syariah”, jurnal
Human Falah, no.2, vol. 3, 2016, hal. 8-9

6
dikembalikan beserta bagi hasilnya (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).12
b. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan
tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Kemudian akad dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak
bisa berubah menjadi akad tijaroh. Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam
bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana Tabarru' untuk tujuan
tolong menolong di antara para Peserta, yang tidak bersifat clan bukan untuk
tujuan komersial (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan
Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).13
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa
kedudukan para Pihak dalam akad tabarru’ adalah ;
1) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa
musibah
2) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana
tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku
penanggung (mu’ammin/mutabarri’)
3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar
akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Akad Tobarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :
1) kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn' awuni)
2) Hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
3) Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
4) Cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan atau klaim
5) Ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali
oleh peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh peserta

12
Muhamad Syakir Sula, Asuransi Syariah konsep dan sistem Operasional, 2004 Gema Insani, Jakarta.
hal 30-32
13
Hanifullah, H., “Membangun Sistem Ekonomi Umat Berbasis Syariah,” Epistemé: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, 2012.

7
6) Ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus
Underwriting;
7) Ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar.
Akad-akad Yang Dalam Pelaksanaannya Mengikuti Akad Tijaroh dan Akad
Tabarru’
a. Akad Wakalah bil Ujrah
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa
kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/
atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan
dengan imbalan berupa ujrah (fee) Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No: 52/DSNMUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi
Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara
lain14:
1) Kegiatan administrasi
2) Pengelolaan dana
3) Pembayaran klaim
4) Underwriting
5) Pengelolaan portofolio risiko
6) Pemasaran
7) Investasi
b. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada
perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru' atau
dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan
imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.
Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya15 :
1) Hak dan kewajiban peserta secara kolektif atau peserta secara individu
sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
2) Hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh
14
Alidrus, Imam Fuadi, “Nilai-nilai Instrumental Ekonomi Islam dalam Perbankan Syariah,” Epistemé:
Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, 2012, hal. 12-13
15
Iqbal, Muhammad, “Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan
Konvensional,” Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol. 21, No. 3, 2017, hal. 22-23

8
kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi
yang dilakukan perusahaan
3) Batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
4) Bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
5) ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
c. Akad Mudharabah Musytarakah
Akad Mudharabah Musytarakah adalah Akad Tijarah yang
memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola
investasi Dana Tabarru' atau dana Investasi peserta, yang digabungkan dengan
kekayaan perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan
imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berclasarkan
komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).16
Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal
perusahaan asuransi syariah dan nasabah digabungkan untuk diinvestasikan
dan posisi perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola. Akad Mudharabah
Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya17 :
1) Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shahibul mal (pemilik dana)
2) Hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola
dana)termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian
yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh
kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan
perusahaan
3) Batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan

16
Janwari, Yadi, “Penerapan Prinsip Tadrij dalam Proses Regulasi Perbankan Syariah”, Al-Manhaj,
Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 6, No. 2, 2012, hal. 31
17
Jahja,Adi Susilo, “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan Perbankan
Konvensional,” Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol. 7, No. 2, 2012, hal. 42

9
4) Cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan
perusahaan
5) Bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
6) Ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan
Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
D. Analisis Pembahasan

Dari pembahasan materi tersebut dapat dianalisa bahwa lembaga keuangan


syariah merupakan alternatif bagi sebagian orang yang ingin bermuamalah dalam
kerangka syariah. Akad Syariah merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut jenis
perjanjian atau kesepakatan dalam transaksi syariah sedangkan asuransi syariah
merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta. Ketika salah satu
peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat klaim yang
berasal dari para peserta itu sendiri.

BAB III

10
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga keuangan syariah merupakan alternatif bagi sebagian orang yang
ingin bermuamalah dalam kerangka syariah. Menurut peraturan undang-undang
tentang perbankan syariah Indonesia bahwa lembaga keuangan syariah merupakan
institusi badan ataupun lembaga pemerintah yang memiliki kegiatan menarik dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakatdengan berlandaskan prinsip
syariah.
Akad syariah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jenis perjanjian
atau kesepakatan dalam transaksi syariah. Perjanjian ini berorientasi nonprofit
transantion dan hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk menjari keuntungan
komersial. Jenis-jenis akad perbankan syariah yaitu diantaranya Mudharabah,
Murabahah, Mudharabah Muqayyadah, Wadiah, Musyarakah, Salam dan Istishna’.
Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama
peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka
akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri. Macam-macam
akadnya adalah akad tijarah dan tabbarru.
B. Saran
Dari materi diatas tentang Hukum Perikatan Islam Dalam Lembga Ekonomi
Syariah di Indonesia tentunya masih kurang lengkap apabila hanya dipaparkan
melalui makalah ini, lebih baik lagi penjelasan penulis sampaikan sangatlah kurang.
Hal itu disebabkan karena terbatasnya pengetahuan serta referensi yang penulis
dapatkan dan referensi yang kami baca. Oleh karena itu kami meminta kritik dan
saran kepada para pembaca yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

11
Afrida, Yenti. “Analisis Pembiayaan Murabahah Di Perbankan Syariah.” Jebi (Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Islam) 1, no.
(2016)http://journal.febi.uinib.ac.id/index.php/jebi/article/view/32.

Aisyah, Siti. “Penghimpunan Dana Masyarakat Dengan Akad Wadi ’ Ah Dan Penerapannya
Pada Perbankan Syariah.” Jurnal Syari’ah 5, No. 1, no. 1 (2016)

Andrianto, and M. Anang Firmansyah. “Manajemen Bank Syariah ( Implementasi Teori Dan
Praktek ).” CV. Penerbit Qiara Media (2019)

Hakim, L., and A. Anwar. “Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah Dalam
Perspektif Hukum Di Indonesia.” Al-Urban 1, no. 2 (2017)

Nurwulan, Pandam. “Akad Perbankan Syariah Dan Penerapannya Dalam Akta Notaris
Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 25, no. 3
(2018)

Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta Timur: Penerbit
Zikrul Hakim, 2008)

Abdullah Junaidi, “Akad-akad di dalam Asuransi Syariah,” Journal of Sharia Economic Law,
no. 1 vol. 1 (2018)

Ashal Fathony Farid, “Kedudukan akad Tijarah dan akad Tabaru’ Dalam asuransi Syariah”,
jurnal Human Falah, no.2, vol. 3, 2016

Al-Qur’an Al Karim. Choiril Anwar, Analisis perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi
Konvensional, UII, Yogyakarta, 2005.

Muhamad Syakir Sula, Asuransi Syariah konsep dan sistem Operasional, Gema Insani,
Jakarta,2004.

Hanifullah, H., “Membangun Sistem Ekonomi Umat Berbasis Syariah,” Epistemé: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, 2012.

Alidrus, Imam Fuadi, “Nilai-nilai Instrumental Ekonomi Islam dalam Perbankan Syariah,”
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, 2012

Iqbal, Muhammad, “Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan


Perbankan Konvensional,” Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol. 21, No. 3, 2017

12
Janwari, Yadi, “Penerapan Prinsip Tadrij dalam Proses Regulasi Perbankan Syariah”, Al-
Manhaj, Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 6, No. 2, 2012

Jahja,Adi Susilo, “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan


Perbankan Konvensional,” Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol. 7,
No. 2, 2012

13

Anda mungkin juga menyukai