Anda di halaman 1dari 12

Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum

Vol. 17 No. 2, 2017, 17-28

Artikel Hasil Penelitian

Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim


Di Indonesia

Rahadi Wasi Bintoro

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Indonesia

Abstract
Competence of religious courts increasingly complex, but the more ques-
Artikel Diterima: tionable also about the existence of Islamic personality as a principle inherent
13 November 2017 in the Religious Court. Therefore this paper discusses the paradigm of Islamic
personality in Religious Court. In order to analyze this issue then used the his-
Artikel Disetujui: torical approach and conceptual approach. Based on the analysis, the exis-
29 November 2017 tence of religious court is directly proportional to the needs of Muslims and ru-
lers in this country. Nevertheless, the Islamic personality has not been fully
Artikel Diterbitkan: applicable to the religious court, since it is not yet clear that the policymakers
15 Desember 2017 to provide competencies that were previously the competence of other courts.
Keywords: Islam, Islamic law, Islamic personality

Abstrak
Kompetensi peradilan agama semakin kompleksnya, namun semakin diper-
tanyakan pula eksistensi personalitas keislaman sebagai prinsip yang me-
lekat pada Peradilan Agama. Oleh karenanya tulisan ini membahas tentang
paradigma personalitas keislaman di peradilan Agama. Dalam rangka men-
Korespondensi Penulis:
jawab permasalahan tersebut maka digunakan pendekatan historis dan
rahadiwasibintoro@gmail.com
konseptual. Berdasar analisis, eksistensi peradilan agama berbanding lurus
dengan kebutuhan umat Islam dan pihak yang berkuasa di negeri ini. Namun
demikian, personalitas keislaman belum dapat melekat seutuhnya pada pe-
radilan agama, karena belum legowonya pengampu kebijakan untuk menye-
rahkan kompetensi yang sebelumnya menjadi kompetensi peradilan lain.
Kata kunci: Agama Islam, Hukum Islam, Personalitas Keislaman
18 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

PENDAHULUAN ransi syariah, gadai syariah, dan lain-lain cukup


Tahun 2006 dipandang sebagai tahun revo- pesat beberapa tahun terakhir ini di Indonesia.5
lusioner bagi Peradilan Agama, sebagai akibat se- Perkembangan sistem ekonomi syariah di-
makin luasnya kompetensi Peradilan Agama me- tandai dengan menjamurnya kegiatan-kegiatan
lalui UU No. 3 tahun 2006. Sebagaimana diketahui, usaha dengan prinsip Syariah ini menimbulkan
berkaitan dengan substansi hukum, Peradilan implikasi hukum pada pola penyelesaian seng-
Agama selama orde baru hanya memiliki kompe- ketanya, khususnya di pengadilan, mengingat pe-
tensi untuk menyelesaikan sengketa dalam bidang nyelesaian sengketa ekonomi syariah belum di-
hukum keluarga (al-aḥwal al-shaḥṣiyah), seperti atur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pera-
soal perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah, dilan Agama. Oleh karenanya pada tahun 2006
yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta dilakukan perubahan terhadap undang-undang
wakaf dan shadaqah.1 Kemudian UU No. 7 Tahun tersebut melalui UU No. 3 tahun 2006 dan untuk
1989 diubah melalui UU No. 3 Tahun 2006, dima- menyesuaikan dengan uu kekuasaan kehakiman,
na terdapat penambahan kompetensi meliputi za- undang-undang peradilan Agama diperbaharui la-
kat, infaq dan ekonomi syariah. Dengan demikian gi pada tahun 2009 melalui UU No. 50 tahun 2009.
maka semakin kompleks lah kompetensi absolut Semakin kompleknya kompetensi Peradi-
yang dimiliki Peradilan Agama. lan Agama merupakan wujud keinginan masyara-
Perubahan UU No. 3 Tahun 2006 tidak le- kat muslim indonesia untuk menerapkan hukum
pas dari dinamika penerapan ekonomi syaria di Islam secara kaffah, sekalipun masih terbatas pa-
dunia dan di Indonesia. Sistem ekonomi syariah da bidang tertentu. Sebagaimana tertuang dalam
tumbuh dengan pesat pada awal 1970-an2 dan ketentuan pasal 1 UU No. 50 tahun 2009 bahwa
terus berkembang3 sampai saat ini. Ekonomi Sya- Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-
riah adalah satu kesatuan tak terpisahkan dengan orang yang beragama Islam, kemudian Pasal 2 UU
ajaran Islam yang komprehensif dan universal, si- No. 3 tahun 2006 bahwa Peradilan Agama adalah
fat dan cakupannya yang luas serta fleksibel khu- salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rak-
susnya di bidang mu’amalah sehingga dapat dite- yat pencari keadilan yang beragama Islam me-
rapkan pada setiap komunitas termasuk non mus- ngenai perkara tertentu. Ketentuan ini merupakan
lim.4 Salah satu pioner dari berjalannya sistem perluasan dari ketentuan sebelumnya pada UU
ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat dari No. 7 tahun 1989 bahwa Peradilan Agama meru-
perkembangan perbankan syariah sebagai bagian pakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
dari sistem ekonomi syariah sejak tahun 1998 bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
sampai dengan sekarang. Perkembangan lembaga mengenai perkara perdata tertentu yang diatur
ekonomi syariah, seperti perbankan syariah, asu- dalam Undang-undang ini. Perubahan frase “per-

1 Lihat Pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pe- http://nzibo.com/IB2/Determinants. pdf, Diakses pada
radilan Agama tanggal 11 Desember 2014; Mardani, “Kedudukan Hukum
2 Mehmet Asutay, “Conceptualisation of The Second Best So- Islam dalam Sistem hukum Nasional”, Jurnal Hukum, Vol.
lution In Overcoming the Social Failure of Islamic Banking 16 No. 2, April 2009, hlm. 282.Pp. 267-287.
and Finance: Examining the Overpowering of Homo- 4 Ahmad, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pe-
islamicus By Homoeconomicus”, IIUM Journal of Economics ngadilan Agama”, Jurnal Ius, Vol. 2 No. 6, Desem-ber 2014,
and Managemen, Vol. 15, No. 2, 2007, The International hlm. 476, Pp. 476-488.
Islamic University Malaysia, hlm. 168, PP: 167-195; M. 5 Muhammad Syafi’i Antonio, “Membangun Ekonomi Islam
Raquibuz Zaman and Hormoz Movassaghi, Islamic Banking di Indonesia”, Varia Peradilan, Tahun XXI No. 245 April
a Performance Analysis “, The Journal of Global Busi-ness, 2006, Jakarta: IKAHI, hlm. 25; Ali Mansyur, “Aspek Hukum
Vol. 12, No. 22, Spring 2001, hlm. 38. Pp. 31-38 Perbankan Syariah dan Implementasinya di Indonesia”,
3 Munawar Iqbal And Philip Molyneux, “Thirty Years Of Isla- Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 Edisi khusus, 2011,
mic Banking:History, Performance And Prospects”, Revie- Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soe-
wed by : Abdelkader Chachi, Islamic Economics Research dirman, hlm. 69; Tim Lindsey, “Between Piety and Pru-
Centre King Abdulaziz University, Jeddah, Saudi Arabia. J. dence: State Syariah and the Regulation of Islamic Banking
KAU: Islamic Econ., Vol. 19, No. 1, hlm. 37, pp: 37-39; M. in Indonesia”, Sydney Law Review, Vol. 34 No. 107, 2012,
Kabir Hassan and Abdel-Hameed M. Bashir, “Determinants Sydney: Sydney Law School the University of Sydney, hlm.
of Islamic Banking Profitability”, Papers, 10th ERF Annual 111
Conference, Morocco, 2003, web:
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 19

kara perdata tertentu” menjadi “perkara tertentu” yang dapat membuka ruang serta memungkinkan
membawa implikasi yang luas. Hal ini disebabkan, siapa saja bisa terlibat didalamnya. Sehingga tidak
selain perkara perdata maka Peradilan Agama jarang dijumpai “perkara ekonomi syariah” tetapi
dimungkinkan memeriksa perkara pidana. Peru- diputus di pengadilan negeri yang berada di ba-
bahan ini disebabkan adanya keinginan masya- wah lingkup Peradilan Umum. Kondisi ini tentu
rakat muslim tertentu untuk secara kaffah mene- saja menimbulkan ketidakpastian hukum dalam
rapkan hukum Islam dalam peri kehidupannya. penegakkannya.
Sebagaimana diketahui, perluasan makna pada
“perkara tertentu” telah membawa implikasi pe- PERMASALAHAN
nguatan penerapan syariah bagi masyarakat di Berdasarkan uraian tersebut, maka isu
Daerah Istimewa Aceh, sehingga UU No. 3 tahun hukum yang diangkat dalam tulisan adalah
2006 memperkuat landasan hukum Mahkamah paradigama personalitas keislaman di peradilan
Syar’iyah dalam melaksanakan kewenangannya di agama.
bidang jinayah berdasarkan qanun. Dengan de-
METODE PENELITIAN
mikian peradilan agama adalah peradilan Islam
Tulisan ini disusun dengan menggunakan
bagi umat Islam, inilah yang kemudian disebut se-
tipe penelitian normatif dengan pendekatan histo-
bagai prinsip personalitas keislaman. Prinsip per-
ris dan konseptual atas berlakunya Peradilan Aga-
sonalitas keislaman merupakan ciri khas dari pe-
ma bagi umat muslim di Indonesia. Sebagai sum-
radilan agama yang tidak dimiliki peradilan lain.
ber bahan hukum primer adalah peraturan perun-
Frase “perkara tertentu” juga berhubungan de-
dang-undangan yang berhubungan dengan Pera-
ngan kompetensi absolut sebagaimana diatur da-
dilan Agama dan bahan hukum sekunder terdiri
lam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 bahwa Penga-
dari buku-buku teks, hasil penelitian hukum, jur-
dilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
nal-jurnal hukum, dan hasil simposium mutakhir
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
yang berkaitan dengan obyek penelitian. Sumber
pertama antara orang-orang yang beragama Islam
bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan me-
di bidang: perkawinan; waris; wasiat; hibah; wa-
tode kepustakaan dan dokumenter kemudian di-
kaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syariah.
analisis secara kualitatif dengan cara menginter-
Kompetensi yang relatif baru adalah eko-
pretasikan dan mendiskusikan bahan hasil pe-
nomi syariah, dikatakan baru karena sampai saat
nelitian berdasarkan pada asas-asas hukum, teori-
ini masih belum ada “kesepakatan” penyelesaian
teori hukum, pengertian hukum, norma hukum,
ekonomi syariah yang berkepastian hukum. Pe-
serta konsep yang berkaitan dengan pokok per-
limpahan kewenangan memeriksa, memutus dan
masalahan.
menyelesaikan perkara ekonomi syariah kepada
Peradilan Agama sampai saat ini masih menyi-
PEMBAHASAN
sakan polemik, tidak hanya di kalangan akademisi
Terbentuknya Peradilan Agama seperti se-
dan praktisi hukum, tetapi juga praktisi dalam
karang ini tidak bisa terlepas dari proses sejarah
lapangan ekonomi syariah, khususnya dalam bi-
penyelesaian sengketa atau perkara yang muncul
dang perbankan dan lembaga pembiayaan. Hal ini
di masyarakat pada masa awal Islam berkembang
disebabkan pengaturan mengenai ekonomi sya-
di Indonesia. Sejarah Lembaga Peradilan Agama di
riah tidak serinci seperti kewenangan pengadilan
Indonesia sebagai salah satu pelaksana kekuasaan
agama lainya, seperti perkawinan. Pengaturan
kehakiman telah cukup memakan waktu yang
bidang perkawinan atau lainnya lebih rinci, se-
sangat panjang, sepanjang agama Islam itu sendiri
hingga dapat memudahkan hakim menguji per-
kara yang diajukan kepadanya termasuk dalam
batasan kewenangannya atau tidak. Padahal eko-
nomi Syariah termasuk masalah yang komplek
dan tidak mudah, serta berkembang sangat pesat,
20 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

eksis di Indonesia.6 Dikatakan demikian, karena seluruh kehidupan sebagian besar bangsa Indo-
memang Islam adalah merupakan agama hukum nesia. 11 Kenyataan ini mulai berlaku sejak Islam
yaitu sebuah aturan yang mengatur manusia de- ditetapkan sebagai agama resmi pada Kerajaan
ngan Allah Yang Maha Esa (habluminallah) yang Demak sekitar abad lima belas.
sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh pemeluk Kemudian di beberapa daerah di Indonesia
agama Islam secara pribadi (person), juga me- seperti sultan-sultan di Aceh, Pagaruyung, Bonjol,
ngandung kaidah-kaidah yang mengatur hubu- Pajang, Banjar, Pasai dan lain-lain memberlaku-
ngan manusia dengan manusia lain (hablumina- kan Islam sebagai agama resmi dan hukum nega-
nnas) dan berada dalam kehidupan masyarakat ranya. Puncak dominasi Islam ini berlaku pada
yang memerlukan bantuan penyelanggara negara zaman Kerjaaan Mataram di tangan Sultan Agung
untuk melaksanakannya secara paripurna. 7 sekitar tahun 1750 M, yang memberlakukan hu-
Peradilan Agama sebagai peradilan Islam di kum Islam secara total 100% baik pidana maupun
Indonesia merupakan salah satu institusi Islam perdata.12 Bentuk peradilannya pun sudah tidak
yang sangat tua yang telah mengalami pasang su- lagi berbentuk Tahkim seperti awal-awal pemelu-
rut.8 Peradilan Agama pada dasarnya telah ada ja- kan Islam, melainkan sudah meningkat kepada
uh sebelum Indonesia merdeka, bahkan ada yang bentuk peradilan (qadla), pada masa itu kemudian
menyebutkan pada abad ke tujuh atau kedelapan lahir lembaga seperti Sidang Jumat, Rapat Ulama,
Masehi,9 sesuai dengan tingkat dan bentuknya se- Rapat Agama maupun Mahkamah Syara’ dan Soe-
bagaimana ditentukan oleh Hukum Islam. Pelak- rambi, yang istilah-istilah itu tak lain sebagai Pera-
sanaan ajaran agama Islam, pada mulanya belum dilan Agama yang kita kenal sekarang ini. 13 Pe-
terbentuk sebagai pranata masyarakat yang tera- ngangkatan pengambilan sebuah keputusan atau
tur dan sistematis, namun kemudian karena kebu- hakimnya pun, sudah tidak lagi berdasarkan pe-
tuhan masyarakat akan pengembangan ajaran dan nunjukan langsung dari para pihak yang berseng-
implementasinya dalam masyarakat, maka kemu- keta atau pemilihan dan ba’it Ahulul wal Aqdli,
dian tatananya berkembang sebagaimana masya- melainkan sudah melalui pemberian Tauliyah (ke-
rakat Islam seperti sekarang ini.10 kuasaan) dari Ulil Amri (Pemerintah dan Pengu-
Peradilan Islam pada mulanya berbentuk asa). Kemudian lahirlah peraturan-peraturan adat
Tahkim, yakni; suatu penyerahan kepada sese- dan Swapraja maupun peraturan-peraturan Sul-
orang Muhakkam untuk memberikan keputusan tan atau Raja sebagai dasar keberadaannya. 14 Isti-
atas suatu persoalan/sengketa. Muhakim dipilih lah-isilah seperti Kanjeng Penghulu, Penghulu
secara langsung oleh para pihak yang bersengketa Tuanku Mufti maupun Tuanku Qadi, di samping
secara musyawarah melalui ba’it Ahlul Hilli wa raja-raja dan bupati dahulu, adalah penjelamaan
Aqdli, yaitu pengangkatan atas seseorang yang dari watak dan kepribadian ketetanegaraan dari
dipercaya oleh majelis atau kumpulan orang- pelaksanaannya syariat Islam di Indonesia.15
orang terkemuka dalam masyarakat seperti kepa- Eksistensi peradilan Islam pun mengalami
la suku atau kepala adat dan lain-lain. Perkem- pasang surut pada masa penjajahan, khususnya
bangan selanjutnya, Islam sebagai agama dan hu- pada masa penjajahan Belanda. Pemerintah Be-
kum semakin mengakar dan dominan mewarnai landa, atas usul L.WC. Van Den Berg (1845-1927)

6 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang Per- 11 ASA, Sejarah Peradilan Agama, Serial Media Dakwah, Ja-
data Islam dan Peraturan Pelaksanan Lainnya di Negara karta, Agustus 1989.
Hukum Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2004, hlm. 57 12 Ibid.
7 Ibid. 13 Ibid.
8 Sumadi Matrais, “Kemandirian Peradilan Agama dalam 14 Marulak Pardede, Eksistensi dan Kedudukan Hukum Pera-
Perspektif Undang-undang Peradilan Agama”, IUSTUM, No. dilan Agama Dalam Tata Hukum Indonesia, Angkatan Ber-
1 Vol. 15, Januari 2008, hlm. 121-124 senjata, Jakarta, 24 Agustus 1989.
9 Ahmad R, “Peradilan Agama di Indonesia”. Yudisia. Vol. 6 15 Departemen Agama RI, Laporan Bagian Proyek Penelitin
No. 2. 2015, hlm. 312. Yusisprodensi Peradilan Agama, Proyek Peningkatan Pe-
10 Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Bulan Bintang, Jakarta, nelitian/ Survey Keagamaan, Jakarta: 1971/1972, hlm. 71
1981, hlm. 35
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 21

berdasarkan teorinya reception in complexu, bah- Pada awal kemerdekaan, Peradilan Agama
wa hukum bagi orang Indonesia mengikuti aga- tidak diakui sebagai lembaga pelaku kekuasaan
manya,16 sehingga pada akhirnya Pemerintah Ko- kehakiman. Hal ini terbukti Undang-undang No-
lonial memberikan aturan secara formal dalam mor 19 Tahun 1948 yang mencabut Undang-un-
perundang-undangan yang lebih kontrit atas pe- dang Nomor 7 Tahun 1947 tentang Susunan dan
laksanaan Hukum Islam. Hal ini diwujudkan da- Kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan A-
lam Stbl. 1882 Nomor 152 tentang pembentukan gung hanya menyebut perangkat kekuasaan keha-
Pengadilan Agama di Jawa dan Madura dengan na- kiman meliputi Peradilan Umum, Peradilan Tata
ma Priesterrad. Sedangkan untuk daerah luar Usaha Pemerintah, dan Peradilan Ketentaraan.
Jawa dan Madura masih diserahkan kepada pera- Namun demikian, undang-undang ini membe-
turan-peraturan Adat maupun Swapraja.17 rikan kesempatan terhadap perkara perdata an-
Namun kemudian C. Snouck Hurgronye, ah- tara orang Islam yang menurut hukum yang hidup
li Hukum Adat, mencetuskan teori baru yang sa- harus diperiksa dan diputus menurut hukum aga-
ngat bertentangan dengan teori L.W.C. Van Den manya, harus diperiksa dan diputus oleh Penga-
Berg, yaitu theori receptie. Teori Receptie mene- dilan Negeri, yang terdiri dari seorang Hakim yang
kankan bahwa sebenarnya yang berlaku di Indo- beragama Islam, sebagai Ketua dan dua orang Ha-
nesia adalah Hukum Adat asli, namun demikian kim ahli agama Islam sebagai anggota, yang diang-
hukum adat telah mendapat pengaruh dari hukum kat oleh Presiden atas usul Menteri Agama dengan
islam. Oleh karena itu, menurutnya, hukum Islam persetujuan Menteri Kehakiman.21 Menyadari
itu baru mempunyai kekuatan kalau dikehendaki akan betapa pahit getirnya kehendak Undang-un-
dan diterima oleh hukum adat dan dengan de- dang Nomor 19 Tahun 1948 eksistensi Peradilan
mikian lahirlah dia sebagai hukum adat bukan Agama oleh umat Islam sebagai penduduk mayo-
sebagai hukum Islam.18 C. Snouck Hurgronye yang ritas di Indonesia, undang-undang tersebut tidak
menduduki jabatan sebagai panasehat Pemerin- sampai diberlakukan. Untuk daerah-daerah yang
tah Hindia Belanda tentang soal-soal Islam dan secara de facto dikuasai oleh Pemerintah Republik
anak negeri. Dia beranggapan bahwa keluarnya Indonesa, pelaksanaan Peradilan Agama berda-
Stbl. 1882 Nomor 152 merupakan kesalahan yang sarkan kepada ketentuan Pasal II Aturan Pera-
patut disesalkan, karena Peradilan Agama ini se- lihan Undang-Undang Dasar 1945 masih didasar-
harusnya dibiarkan terus berjalan secara liar tan- kan kepada Stbl. 1882 Nomor 152 jo. Stbl. 1937
pa campur tangan Pemerintah, sehingga keputu- Nomor 116 dan 610 untuk Jawa dan Madura. 22 Di-
san-keputusannya tidak perlu memperoleh ke- beberapa tempat, untuk daerah-daerah yang di-
kuatan undang-undang.19 Atas desakan dan kuasai oleh tentara sekutu dan Belanda, telah di-
pengaruh C. Snouck Hurgronye dalam kedudu- dirikan pengadilan agama dengan nama Penghulu
kannya tersebut, secara sistematis, halus dan ber- Gerechten sebagai pengganti Priesteraaden, se-
angsur-angsur, hukum agama yang berlaku bagi dangkan untuk pengadilan agama tingkat ban-
orang Islam mulai diubah dan dipersempit ruang dingnya, telah pula didirikan beberapa Majelis
geraknya dalam kehidupan masyarakat, sehingga Ulama. Hal ini untuk mengimbangi Mahkamah
menimbulkan banyak reaksi dan kekecewaan pa- Islam Tinggi yang telah dipindahkan ke Sura-
da benak masyarakat Islam.20 karta.23 Pasca penyerahan kekuasaan dari Peme-
rintahan Kolonial Belanda kepada Pemerintahan

16 Sayuti Thalib, 1985, Receptio A Contrario, Bina Aksara, Ja- 19 Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat
karta, hlm. 5 Peradilan Agama Islam di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
17 A.Sukmawati Assaad, “Teori Pemberlakuan Hukum Islam 1983., hlm. 34
di Indonesia”, Jurnal Al Ahkam, Vol. IV No. 2, Agustus 2014, 20 Ibid.
hlm. 30 21 Pasal 35 ayat (2) UU No. 19 Tahun 1948
18 Sayuti Thalib, Op.Cit., hlm.13 22 Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Op.Cit., hlm. 54-
55.
23 Departemen Agama RI, Laporan... Op.Cit., hlm. 33
22 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember Madura. Peraturan Pemerintah ini memberikan
1949, maka peraturan-peraturan tentang Peng- landasan hukum yang kuat bagi eksistensi Pera-
hulu Gerechten tersebut seperti Javaasche Caurant dilan Agama di daerah-daerah diluar Jawa dan
Nomor 32 Tahun 1946, Nomor 25 dan 39 Tahun Madura serta sebagian Kalimantan Selatan. Ber-
1949, Keputusan Recomba Jawa Barat Nomor dasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, maka
Rechtspraak. WJ. 29. 27 Tahun 1948 dan lain-lain- Menteri Agama mengeluarkan Penetapannya No-
nya, dianggap tidak berlaku (terhapus) berdasar- mor 58 Tahun 1957 tentang Pembentukan 54
kan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Pengadilan Agama/ Mahkmah Syariah dan 4 Pe-
undang Nomor 1 Tahun 1950 yang diganti oleh ngadilan Agama/ Mahkmah Syariah Provinsi un-
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1950. Selanjut- tuk daerah Sumatera. Kemudian disusul dengan
nya, Stbl. 1882 Nomor 152 jo. Stbl. 1937 Nomor pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkmah Sya-
116 dan 610 dianggap tetap berlaku.24 riah di Indonesia Bagian Timur dengan Pengadilan
Tahun 1951, melalui Penetapan Menteri Agama/ Mahkamah Syariah Provinsi di Banjar-
Agama RI Nomor 1 Tahun 1951diadakan pana- masin dan Ujung Pandang (Makassar).26
taan terhadap pegawai Peradilan Agama, berupa Kemudian pada tahun 1969 dikeluarkan
pengangkatan para pegawainya menjadi Pegawai UU No. 6 tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak
Negeri Sipil. Sehingga dengan demikian, mereka Berlakunya Berbagai Undang-Undang Dan Pera-
yang waktu jaman penjajahan tidak mendapat turan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Un-
gaji, sekarang mendapatkannya secara tetap dari dang-undang ini menghendaki adanya suatu
negara. Selain itu pengangkatan atas jabatan Ke- undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Po-
tua Pengadilan Agama beserta pegawai-pegawai- kok Kekuasaan Kehakiman.27 UU No. 6 Tahun
nya dan memberhentikannya menjadi wewenang 1969 merupakan batu pijakan bagi lahirnya ke-
Menteri Agama, tidak lagi merupakan wewenang kuasaan kehakiman di Indonesia, dimana kemu-
Bupati atau Residen seperti halnya pada waktu dian pada tanggal 17 Desember 1970 disahkan UU
jaman penjajahan.25 No. 14 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan
Dalam rangka unifikasi dalam bidang pera- Pokok Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan un-
dilan secara menyeluruh, kemudian dikeluarkan dang-undang ini, Peradilan Agama di Indonesia
Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 diakui sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, di-
tentang Tindakan Sementara Untuk Menyelengga- samping peradilan umum, Peradilan Tata Usaha
rakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Negara dan peradilan militer.28 Dengan demikian,
pada Pengadilan Sipil. Dalam undang-undang eksistensi Peradilan Agama semakin kokoh. Pem-
tersebut, Pengadilan Adat dan Swapraja dihapus- benahan terhadap kompetensi Peradilan Agama
kan. Namun demikian, berdasar Pasal 1 ayat (2) pun dilakukan, diantaranya melalui Undang-un-
dan (4) Undang-undang Darurat No. 1 Tahun dang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
1951, bagi pengadilan agama yang berada dalam dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
lingkungan Peradilan Adat dan Swapraja, jika ia tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang
merupakan bagian tersendiri dari badan pera- Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
dilan tersebut (Adat dan Swapraja) tidak larut mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Oktober
terhapus, dan sebagai kelanjutannya akan diatur 1975. Selain itu juga ada Peraturan Pemerintah
oleh Peraturan Pemerintah, sebagai contoh Pera- Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Hak
turan pemerintah No. 45 Tahun 1957 tentang Pe- Milik beserta Peraturan Pelaksanaannya. Kemu-
raturan Tentang Pengadilan Agama di Luar Jawa- dian pada tahun 1982 Pemerintah melalui Kepu-

24 Ibid 27 Penjelasan Umum UU No. 6 tahun 1969 tentang Pernya-


25 Ibid taan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang Dan
26 Ibid. hlm. 34. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
28 Lihat Pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 23

tusan Menteri Agama Nomor 95 Tahun 1982, merdeka dengan terselenggaranya peradilan yang
membentuk beberapa Pengadilan Tinggi Agama bebas dari pengaruh dan intervensi kekuasaan
dan Pengadilan Agama untuk Indonesia Tengah Eksekutif. Realisasi terlepasnya kekuasaan Ekse-
dan Timur, seperti Nusa Tenggara Timur, Timor kutif atas lembaga kekuasaan kehakiman di bi-
Timur, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, kemudian dang pembinaan; organisasi, administrasi dan
disusul daerah-daerah lainnya. finansial akhirnya terwujud melalui Undang-
Tonggak sejarah Peradilan Agama yang undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
mempunyai hukum acaranya sendiri dimulai sejak Kehakiman yang ditindaklanjuti dengan Keputu-
tahun 1989 melalui UU No. 7 tahun 1989 tentang san Presiden Nomor 21 Tahun 2004. Dengan de-
peradilan agama, sekalipun hukum acara yang mikian, pembinaan; organisasi, administrasi dan
khusus berlaku di peradilan agama masih sebatas finansial Peradilan Agama dan lembaga peradilan
hukum acara dalam bidang hukum keluarga, lainnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah
khususnya perkawinan, sisanya masih menggu- Agung.
nakan sumber hukum lama seperti HIR, Rbg29. Na- Kemudian pada tahun 2006 disahkan Un-
mun demikian, paling tidak Peradilan Agama dang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang peru-
akhirnya mempunyai posisi yang kuat dalam bahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
sistem kekuasaan kehakiman, karena ia mempu- tentang Peradilan Agama. Perubahan atas UU No.
nyai hukum acara untuk menegakkan hukum ma- 7 Tahun 1989 dilatarbelakangi oleh perkem-
teriilnya. bangan pesat sistem ekonomi syariah di masya-
Pembangunan hukum terus dilakukan da- rakat yang ditandai dengan menjamurnya kegia-
lam sistem kekuasaan kehakiman untuk melaksa- tan-kegiatan usaha dengan prinsip syariah. Per-
nakan amanat UUD 1945 yaitu kekuasaan keha- kembangan ini berimplikasi pada pola penyele-
kiman yang merdeka. Untuk terpenuhinya hal saian sengketanya, khsusnya di pengadilan, me-
tersebut, maka dilakukan perbaikan dan peruba- ngingat penyelesaian sengketa ekonomi syariah
han atas Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Ta- belum diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang
hun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peradilan Agama. Oleh karenanya perubahan ter-
Kekuasaan Kehakiman dengan diundangkannya hadap undang-undang tersebut melalui UU No. 3
Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tetang tahun 2006 dan untuk menyesuaikan dengan uu
Perubahan Undang-undang Nomor 14 Ttahun kekuasaan kehakiman30, undang-undang peradi-
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekua- lan Agama diperbaharui lagi pada tahun 2009 me-
saan Kehakiman pada tanggal 30 Juli 1999. De- lalui UU No. 50 tahun 2009.
ngan demikian, pembinaan terhadap Badan Pera- Secara normatif, melalui perubahan un-
dilan Agama, juga Badan Peradilan-peradilan lain- dang-undang Peradilan Agama yang telah dila-
nya, baik yang menyangkut teknis maupun orga- kukan telah tegas bahwa Peradilan Agama adalah
nisasi, administrasi dan keuangannya dilakukan peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam
oleh Makamah Agung RI. untuk menyelesaikan sengketa perkara tertentu,
Pemisahan kekuasaan Eksekutif dan Yudi- termasuk tentang perkawinan, waris, wasiat, hi-
katif (Departemen Agama bagi Peradilan Agama) bah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi
yang diatur dan dikehendaki oleh Undang-undang syariah. Ini lah prinsip personalitas Keislaman
Nomor 35 Tahun 1999 tersebut, dimaksudkan yang hanya melekat pada Peradilan Agama. Me-
untuk memantapkan eksistensi Peradilan Agama mang terdapat pengecualian terhadapnya seba-
pada segi-segi hukum formal dan teknis peradilan gaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (1) UU No. 3
sehingga terwujud Kekuasaan Kehakiman yang Tahun 2006, bahwa dalam hal terjadi sengketa

29 Lihat pasal 54 UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan 2004, sebagai akibat perubahan dalam kehidupan keta-
agama tanegaraan, khususnya dalam bidang kekuasaan keha-
30 Pada tahun 2009 disahkan UU No. 48 tahun 2009 tentang kiman sebagai akibat aman-demen UUD 1945.
kekuasaan Kehakiman yang menggantikan UU No. 4 Tahun
24 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

hak milik atau sengketa lain dalam perkara yang 2006) atau peradilan Umum (Pasal 59 ayat (3) UU
jadi kewenangan Peradilan Agama, khusus me- No. 48 tahun 2009). Sebagaimana diketahui Mah-
ngenai objek sengketa tersebut harus diputus le- kamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahka-
bih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan mah Agung No. 8 Tahun 2010 yang menyatakan
Peradilan Umum. Namun pengecualian ini pun bahwa Peradilan Umumlah yang berwenang me-
dibatasi dalam ayat (2) yang menegaskan bahwa laksanakan dan/atau membatalkan Putusan ba-
sepanjang sengketa hak milik tersebut dalam ayat dan Arbitrase Syariah Nasional. Munculnya surat
(1) terjadi antara orang-orang yang beragama edaran ini pada akhirnya menimbulkan ketidak-
Islam, maka tetap diselesaikan di Peradilan Aga- pastian hukum mengenai personalitas keislaman
ma. Hal ini menghindari upaya memperlambat yang merupakan kompetensi Peradilan agama.
atau mengulur waktu penyelesaian sengketa ka- Bukankah ada prinsip-prinsip hukum yang harus
rena alasan adanya sengketa milik atau keper- dipegang, ketika terjadi benturan aturan? Surat
dataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak edaran tersebut juga telah menghancurkan teori
yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di peraturan perundang-undangan. Bukankah ada
Pengadilan Agama. prinsip preferensi dalam menguji keberlakuan
Dengan demikian, jelas sudah bahwa perso- suatu undang-undang? Surat edaran tersebut juga
nalitas keislaman melekat pada agama islam yang telah merusak prinsip kekuasaan kehakiman.
melekat pada subyek hukum dalam Peradilan Aga- Bukankah hakim sebagai pengadil melekat pada
ma. Subyek hukum peradilan Agama berupa dirinya prinsip independensi? Dimana ia bebas
orang, bisa dilihat pada Kartu Tanda Penduduk dari intervensi mana pun dalam menjatuhkan
pada kolom agama, sepanjang ia beragama Islam putusannya,32 bahkan termasuk dari Mahkamah
maka sengketanya menjadi kewenangan Pera- Agung sebagai tempat bernaung hakim. Bukankah
dilan Agama. Sedangkan bagi subyek hukum be- hakim sebagai pengadil dituntut cerdas dan arif
rupa badan hukum, maka ia dianggap “beragama dalam memutus, bahkan ketika terdapat benturan
Islam” sepanjang ia menundukkan diri31 pada Hu- aturan. Persoalan-persoalan tersebut seharusnya
kum Islam. Hal ini bisa dilihat dari anggaran da- dipertimbangkan pula oleh pemangku kebijakan
sarnya dan atau hubungan hukum yang dilakukan dalam membuat suatu keputusan. Sehingga pada
ketika menjalankan praktik ekonomi syariah. gilirannya keputusan yang diambil bukanlah
Oleh karena itu, polemik perebutan kompe- perbuatan yang sewenang-wenang. Kondisi ini
tensi peradilan yang biasa terjadi antara Peradilan kontradiktif, mengingat hakim dalam menjatuh-
Umum dan Peradilan Agama sebenarnya sudah ti- kan putusan harus mendasarkan pada kepastian
dak relevan lagi untuk terjadi dan diperdebatkan. hukum.33
Munculnya ketidakpastian hukum mengenai Oleh karenanya perlu dipertegas lagi bah-
kompetensi Peradilan Agama disebabkan oleh wa Agama Islam dan Hukum Islam selalu berjalan
ketidak legowoan pemangku kebijakan untuk me- beriringan.34 Hal ini disebabkan, Hukum Islam
nyerahkan persoalan umat muslim kepada Pera- merupakan hukum yang hidup dan inheren dalam
dilan Agama. Sebagai contoh, kekisruhan siapa kehidupan umat Islam.35 Eksistensi lembaga Pera-
yang berwenang melaksanakan atau membatal- dilan Agama merupakan wujud semakin diteri-
kan putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional, manya ajaran agama oleh umat manusia. Jabatan
apakah Peradilan Agama (Pasal 49 UU No. 3 Tahun Hakim dalam Peradilan Islam merupakan keleng-

31 Penjelasan pasal 49 34 M. Daud Ali, “Undang-undang Peradilan Agama”, Panji


32 Titik Triwulan Tutik, “Pengawasan Hakim Konstitusi da- Masyarakat, Nomor 634, tanggal 1-10 Januari 1990,
lam Sistem Pengawasan Hakim Menurut Undang-undang Jakarta, hlm. 71.
Dasar Negara RI 1945”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 35 Abd. Shomad, Dinamisasi Penormaan hukum islam”,
3, 2012, hlm. 299 Perspektif, Vol 15 No. 2, 2010, hlm. 9; Abd. Shomad, “Tajdid
33 Fence M Wantu, “Mewujudkan Kepastian hukum, Keadilan Pada Akad Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah”,
dan kemanfaatan dalam Putusan Hakim di Peradilan Per- Masalah-masalah Hukum, Vol. 40 No. 1, 2011, hlm. 1
data”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 12 No. 2, 2012, hlm.
481.
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 25

kapan pelaksanaan syariat Islam, sedangkan pera- lam masyarakat harus diakomodasi dalam aturan-
dilannya itu sendiri merupakan suatu kewajian aturan hukum.” Ia juga menyatakan bahwa “…ada
kolektif (fardlu kifayah), yakni sesuatu yang dapat hubungan antara berbagai pola perilaku yang
ada dan harus dilakukan dalam keadaan bagai- menjelma ke dalam bentuk hukum dengan pe-
mana pun juga.36 Oleh karenanya bagi orang yang rilaku nyata dari individu”. Oleh karena itu, dalam
beragama Islam berlakulah hukum Islam dan perspektif sosiologi hukum, maka tidak meng-
menjadi kewenangan Peradilan Agama. Inilah herankan jika Peradilan Agama diperluas kewe-
yang kemudian disebut sebagai Prinsip Persona- nangan absolutnya, mengingat harus ada kesi-
litas Keislaman. Pihak yang tunduk dan dapat di- nambungan yang simetris antara perkembangan
tundukkan kepada kekuasaan di lingkungan Pera- masyarakat dengan pengaturan hukum, agar tidak
dilan Agama adalah mereka yang beragama Is- ada gap antara persoalan (problem) dengan cara
lam.37 Keislaman seseoranglah yang menjadi dan tempat penyelesaiannya (solving).40 Perlua-
dasar kewenangan pengadilan di lingkungan Pera- san kompetensi Peradilan Agama juga sesuai de-
dilan Agama tanpa memandang derajat keima- ngan teori three elements law system Friedman,
nannya. terutama tentang legal substance. Friedman me-
Berdasarkan pada penjelasan diatas, maka nyatakan; legal substance adalah aturan, norma,
jelas bahwa perkembangan kompetensi Peradilan dan pola perilaku nyata manusia yang berada da-
Agama berbanding lurus dengan persoalan kehi- lam sebuah sistem. Substansi merupakan produk
dupan umat Islam.38 Namun, karena Indonesia yang dihasilkan, mencakup keputusan yang dike-
bukan negara Islam, maka kompetensi Peradilan luarkan, termasuk dalam pengertian substansi
Agama tidak menyangkut seluruh persoalan umat adalah aturan baru yang disusun. Substansi me-
Islam, melainkan hanya terkait dengan persoalan lingkupi living law (hukum yang hidup), tidak ha-
hukum keluarga (ahwal al-syakhsiyah) ditambah nya aturan yang ada dalam kitab undang-undang
sedikit persoalan muamalah (sebagaimana diatur atau law in books. Dengan demikian, perluasan
dalam pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006). kompetensi Peradilan Agama merupakan sebuah
Dengan demikian, penambahan kewena- keniscayaan, mengingat semua yang menjadi
ngan Peradilan Agama adalah sesuai dengan per- wewenang Peradilan Agama, baik menyangkut
kembangan hukum dan kebutuhan hukum masya- tentang perkawinan, waris, wakaf, zakat, sampai
rakat, khususnya masyarakat muslim. Hal ini pada masalah ekonomi syariah, merupakan se-
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Eugien suatu yang telah melekat pada masyarakat mus-
Ehrlich bahwa “…hukum yang baik adalah hukum lim. Dengan kata lain, hukum Islam yang menjadi
yang sesuai dengan hukum yang hidup di masya- kompetensi Peradilan Agama selama ini, telah
rakat”.39 Hukum positif hanya akan efektif apabila menjadi living law, hukum yang hidup dan diamal-
selaras dengan hukum yang hidup dalam masya- kan oleh masyarakat.
rakat, dalam istilah antropologi dikenal sebagai
pola-pola kebudayaan (culture pattern). David N. PENUTUP
Schiff menyatakan “…hukum dan peraturan saling Eksistensi Peradilan Agama sebagai Peradi-
interelasi, terutama terlihat jelas dari adanya lan Islam telah ada sejak agama Islam masuk dan
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dengan berkembang di Indonesia. Perkembangan Peradi-
sangat cepat, sehingga kepentingan individu da- lan Agama selalu berbanding lurus dengan kebu-

36 Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat Religious Court”, Jurnal Dinamika Hu-kum, Vol. 17 No. 2,
Peradilan Agama Islam di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 2017, hlm. 192
1983, hlm. 29. 39 Soerjono Soekanto, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam
37 Etika Rahmawati, “Telaah terhadap Asas Perso-nalitas Masyarakat, Rajawali, Jakarta 1985, hlm. 19.
Keislaman Dikaitkan dengan Teori Receptio in Complexu”, 40 Adam Podgorecki dan Christopher J. Whelan “Sociological
Gloria Yuris, Vol. 1 No. 2, 2013, hlm. 24. Approaches to Law”, terjemahan. Rnc. Widyaningsih dan
38 Rahadi Wasi Bintoro, Abd. Shomad, Masruhan, “Islamic Kartasapoetra, Pendekatan Sosio-logis Terhadap Hukum,
personalization as The Basis of Right Claim Submission in Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 253-287.
26 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

tuhan umat muslim dan political will “penguasa” di Proyek Peningkatan Penelitian/ Survey
negeri ini. Ciri khas Peradilan Agama adalah su- Keagamaan. Jakarta: 1971/1972;
byek hukum yang beragama Islam atau penun- Hamka. 1981Sejarah Umat Islam. Jilid III. Bulan
dukan diri terhadap agama Islam. Inilah prinsip Bintang. Jakarta;
personalitas yang hanya dimiliki oleh Peradilan Hassan, M. Kabir and Abdel-Hameed M. Bashir.
Agama sebagai kompetensi absolutnya. Penam- “Determinants of Islamic Banking Profita-
bility”. Papers. 10th ERF Annual Confe-
bahan kompetensi Peradilan Agama merupakan
rence. Morocco. 2003. Dikutip dari Laman:
suatu keniscayaan dari dinamika hukum Islam http://nzibo.com/IB2/Determinants. pdf.
yang diterapkan oleh umat muslim, karena ia diakses pada tanggal 11 Desember 2014;
adalah the living law. Iqbal, Munawar And Philip Molyneux. “Thirty
Dengan demikian, sepanjang subyek hu- Years Of Islamic Banking:History. Perfor-
kumnya beragama Islam atau menundukan diri mance And Prospects”. Reviewed by: Ab-
delkader Chachi. Islamic Economics Re-
terhadap agama Islam, maka sengketa yang terjadi
search Centre King Abdulaziz University.
merupakan kompetensi absolut Peradilan Agama. Jeddah. Saudi Arabia. J.KAU: Islamic Econ..
Adapun “Perebutan kompetensi” yang sementara Vol. 19. No. 1. pp: 37-39;
ini terjadi harus dikembalikan pada prinsip-prin- Lindsey, Tim. “Between Piety and Prudence: State
sip hukum. Syariah and the Regulation of Islamic Ban-
king in Indonesia”. Sydney Law Review. Vol.
34 No. 107. 2012. Pp. 107-127;
DAFTAR PUSTAKA
Mansyur, Ali. “Aspek Hukum Perbankan Syariah
Ahmad R. “Peradilan Agama di Indonesia”. Yudisia. dan Implementasinya di Indonesia”. Jurnal
Vol. 6 No. 2. 2015. Pp. 311-339; Dinamika Hukum. Vol. 11 Edisi khusus.
Ahmad. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah 2011. Pp. 68-75.
di Pengadilan Agama”. Jurnal Ius. Vol. 2 No. DOI: 10.20884/1.jdh.2011.11.Edsus.263;
6. Desember 2014. Pp. 476-488; Mardani. “Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem
Ali, M. Daud. “Undang-undang Peradilan Agama”. hukum Nasional”. Jurnal Hukum. Vol. 16 No.
Panji Masyarakat. Nomor 634. tanggal 1-10 2. April 2009. Pp. 267-287;
Januari 1990. Jakarta; Matrais, Sumadi. “Kemandirian Peradilan Agama
ASA. 1989. Sejarah Peradilan Agama. Serial Media dalam Perspektif Undang-undang Pera-
Dakwah. Jakarta. dilan Agama”. IUSTUM. No. 1 Vol. 15.
Januari 2008. h. 121-144
Assaad, A.Sukmawati. “Teori Pemberlakuan Hu-
kum Islamdi Indonesia”. Jurnal Al Ahkam. Muhammad Syafi’i Antonio. “Membangun Eko-
Vol. IV No. 2. Agustus 2014; nomi Islam di Indonesia”. Varia Peradilan.
Tahun XXI No. 245 April 2006. Jakarta:
Asutay, Mehmet. “Conceptualisation of The Se- IKAHI;
cond Best Solution in Overcoming The
Social Failure of Islamic Banking And Fi- Noeh, Zaini Ahmad dan Abdul Basit Adnan. 1983.
nance: Examining The Overpowering Of Sejarah Singkat Peradilan Agama Islam di
Homoislamicus By Homoeconomicus”. Indonesia. Bina Ilmu. Surabaya.;
IIUM Journal of Economics and Managemen. Pardede, Marulak. Eksistensi dan Kedudukan Hu-
Vol. 15. No. 2. 2007. The International Isla- kum Peradilan Agama Dalam Tata Hukum
mic University Malaysia. PP: 167-195; Indonesia. Angkatan Bersenjata. Jakarta. 24
Bintoro, Rahadi Wasi.. Abd. Shomad. dan Mas- Agustus 1989.
ruhan. “Islamic personalization as The Ba- Podgorecki, Adam dan Christopher J. Whelan.
sis of Right Claim Submission in Religious 1987. “Sociological Approaches to Law”.
Court”. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 17 No. terj. Rnc. Widyaningsih dan Kartasapoetra.
2. 2017. Pp. 188-194. Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum.
DOI: 10.20884/1.jdh.2017.17.2.899; Bina Aksara. Jakarta.;
Departemen Agama RI. Laporan Bagian Proyek Rahmawati, Etika. “Telaah terhadap Asas Perso-
Penelitin Yusisprodensi Peradilan Agama. nalitas Keislaman Dikaitkan dengan Teori
Receptio in Complexu”. Gloria Yuris. Vol. 1
Paradigama Peradilan Agama Sebagai Peradilan Bagi Umat Muslim di Indonesia 27

No. 2. 2013. Tersedia di:


http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/
article/view/1593;
Shomad, Abd. “Dinamisasi Penormaan hukum
islam”. Perspektif. Vol 15 No. 2. 2010. Pp.
99-122;
Shomad, Abd. “Tajdid Pada Akad Pembiayaan
Murabahah di Bank Syariah”. Masalah-
masalah Hukum. Vol. 40 No. 1. 2011. Pp. 1-
9. DOI: 10.14710/mmh.40.1.2011.1-9;
Soekanto, Soerjono. 1985. Perspektif Teoritis Studi
Hukum dalam Masyarakat. Rajawali. Ja-
karta;
Suma, Muhammad Amin. 2004. Himpunan
Undang-undang Perdata Islam dan Pera-
turan Pelaksanan Lainnya di Negara Hukum
Indonesia. Rajawali Press. Jakarta.;
Thalib, Sayuti. 1985. Receptio A Contrario. Bina
Aksara. Jakarta.;
Titik Triwulan Tutik. “Pengawasan Hakim
Konstitusi dalam Sistem Pengawasan Ha-
kim Menurut Undang-undang Dasar Negara
RI 1945”. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 12
No. 2. 2012. Pp. 295-311. DOI:
10.20884/1.jdh.2012.12.2.51;
Wantu; Fence M. “Mewujudkan Kepastian hukum.
Keadilan dan kemanfaatan dalam Putusan
Hakim di Peradilan Perdata”. Jurnal Dina-
mika Hukum. Vol 12 No. 2. 2012. Pp: 490-
506. DOI: 10.20884/1.jdh.2012.12.3.122;
Zaman, M. Raquibuz and Hormoz Movassaghi.
Islamic Banking A Performance Analysis “.
The Journal of Global Business . Vol. 12. No.
22. Spring 2001. Pp. 31-38.
28 Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum
Vol. 17, No. 2, 2017

Anda mungkin juga menyukai