Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM LEMBAGA


KEUANGAN SYARIAH
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Lembaga keuangan bank

dan non bank

Dosen: Jujun Jamaludin, ME.SY.

Disusun Oleh :

Natasya Nur Hermawati

Shesi Kirana Nursalina

Silvia Pebrianti

UNIVERITAS MA’SOEM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PERBANKAN SYARIAH 1441 H/2020

M JL. Raya Cipacing No. 22 Rancaekek Bandung Telp. 022 - 7798 340/ 081 1213 9222
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Lembaga keuangan bank dan non bank, dengan
judul : “pengertian dan dasar hukum lembaga keuangan syariah”
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda tercinta Nabi
Muhammad SAW, yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni Syariah Agama Islam yang sempurna
dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terlaksanakan.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini.

Bandung, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 2
2.1 Pengertian lembaga keuangan menurut para ahli ............................................ 2
2.2 Pengertian lembaga keuangan syariah
2.3 Dasar hokum lembaga keuangan syariah
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 16
3.2 Saran ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..... 17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lembaga keuangan syari’ah merupakan badan hukum yang bergerak di bidang


jasa keuangan sebagai perantara yang menghubungkan pihak pemilik dana dengan pihak
kekurangan dana dan membutuhkan dana dengan teknik operasionalnya secara syari’ah.
Dengan demikian lembaga keuangan syari’ah berperan sebagai perantara keuangan
pemilik modal (financial intermediary). Posisi lembaga keuangan syari’ah merupakan
bentuk implementasi system islam. Islam tidak hanya sebagai agama tetapi juga sebagai
way of life bagi kehidupan manusia khususnya umat islam. Karenanya islam
memberikan bentuk lembaga keuangan syari’ah sebagai wadah keinginan masyarakat
yang ingin berinvestasi dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keinginan secara
syar’i. Hal ini sesuai dengan ajarannya yang diperuntukkan sekalian alam (rahmatan
lil’alamin).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan lembaga keuangan menurut para ahli?
2. Apa yang dimaskud dengan lembaga keuangan syariah?
3. Bagaimana dasar hukum lembaga keuangan syariah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lembaga keuangan menurut para ahli
2. Untuk mengetahui penegertian lembaga keuangan syariah
3. Untuk mengetahui dasar hukum lembaga keuangan syariah

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lembaga Keuangan Menurut Para Ahli

1. Berdasarkan Pasal 1 UU No 14/1967 dan digantikan oleh UU No 7/1992

Berdasarkan Pasal 1 UU No 14/1967 dan digantikan oleh UU No 7/1992, yang


menyatakan bahwa lembaga keuangan adalah lembaga atau badan yang kegiatannya
harus dibiayai untuk memperoleh pendapatan masyarakat, yang kemudian
meneruskannya kembali ke masyarakat.

2. Berdasarkan Keputusan SK MenKeu RI No 792 th 1990

Sesuai keputusan SK MenKeu RI No. 792 th 1990 mengungkapkan bahwa lembaga


keuangan adalah perusahaan yang melakukan di bidang pembiayaan, yang melakukan
dana kolektif, menyalurkan dana kepada sebagian besar kotamadya dalam penyediaan
biaya investasi pembangunan.

3. Menurut Dahlan Siamat

Dahlan Siamat telah mengungkapkan bahwa lembaga keuangan adalah badan usaha
yang asetnya terutama terdiri dari aset keuangan dibandingkan dengan aset non-
keuangan atau riil.

4. Menurutu Kasmir : 2005:9

Menurut Kasmir, lembaga keuangan menunjukkan bahwa untuk semua perusahaan


yang berada di bidang pembiayaan, yang merupakan kegiatan, atau hanya untuk
mengumpulkan uang atau hanya untuk membayar dana atau mungkin keduanya.

5. Menurut Ahmad Rodoni

Menurut Ahmad Rodoni, lembaga keuangan adalah perusahaan yang asetnya


terutama terdiri dari aset non-keuangan (aset keuangan) dan aset non-keuangan.

2.2 Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

2
Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga yang dalam aktifitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang
mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi ini menegaskan
bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah
islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Unsur kesesuaian suatu
LKS dengan syariah islam secara tersentralisasi diatur oleh DSN, yang diwujudkan
dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Unsur legalitas operasi
sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai instansi yang memiliki kewenangan
mengeluarkan izin operasi.
Bank syariah adalah lembaga keuangan (bank) yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah islam dan menurut jenisnya, bank syariah terdiri
dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah. (UU 21/2008)
Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio mendefinisikan Bank
Islam sebagai berikut:
“Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.”
(Perwataatmadja dan Antonio, 1992:1-2).
Warkum Sumitro mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut: “Bank Islam
berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara
Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits.”
(Sumitro, 1997: 5-6)
Sedangkan Cholil Uman, mendifinisikan Bank Islam sebagai “sebuah lembaga
keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum Islam”. (Cholil Uman, 1994: 5-
6).
Schaik mendefinisikan bahwa “Bank islam adalah sebuah bentuk dari bank
modern yang didasarkan pada sebuah hukum islam yang sah”. (Schaik, 2001).
Sudarsono, mendefinisikan Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran serta
perdaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah. (Sudarsono, 2004).

3
Muhammad memberikan definisi terhadap bank syariah adalah: “Lembaga
keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lulu-lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariah islam”.
(Muhammad, 2002, dalam Adnan, 2006).
H. Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal mendefinisikan Islamic Banking
adalah “Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran
Islam, berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan kepada
masyarakat , atau sebagai lembaga perantara keuangan”. (Veithzal dan Permata,
2008:77-78)
Dari finisi-difinisi yang diberikan oleh para ilmuan, khususnya para ahli dalam
bidang perbankan/keuangan syariah tersebut di atas menunjukkan, bahwa
perbankan/keuangan syariah dalam operasionalnya harus menggunakan prinsip-prinsip
syariah, dengan kata lain harus menggunakan hukum syariah, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.

2.3 Dasar Hukum Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan dewasa ini menjadi instrumen penting dihampir seluruh


Sistem ekonomi dunia. Bunga yang telah menjadi kewajaran bahkan menjadi ciri khas
perekonomian modern. Bunga telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat
ekonomi untuk dinikmati dan dimanfaatkan dalam proses pengaturan keuangan dan
kegiatan bisnis.
Lembaga keuangan sebagai lembaga perantara, didesain sedemikian rupa untuk
mengolah bunga supaya dapat merangsang investasi. Fenomena ini telah menjadi ciri dan
alat dari kehidupan bisnis dan keuangan dalam rangka menggiatkan perdagangan,
industry dan aktivitas ekonomi lainnya diseluruh dunia.
Di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya Islam maka
diharapkan munculnya lembaga keuangan yang Islami yaitu mengembangkan Sistem
Lembaga Keuangan Syari’ah secara lebih baik lagi. Pada dasarnya, Lembaga Keuangan
Syari’ah merupakan Sistem yang sesuai dengan ajaran agama Islam tentang larangan riba
dan gharar. Gagasan ekonomi Islam dimaksudkan sebagai alternatif terhadap ekonomi
kapitalis dan sosialis yang bukan saja tidak sejalan dengan ajaran Islam, tetapi juga gagal
memecahkan problem ekonomi untuk dunia ketiga.

4
Sistem ekonomi Islam diharapkan mampu mencegah terjadinya ketidakadilan
dalam penerimaan dan pembagian sumbersumber materi agar dapat memberikan
kepuasan pada semua manusia dan memungkinkan mereka menjalankan kewajiban
kepada Allah dan masyarakat.
Apabila diperhatikan teks hukum yang ada dalam ketentuan syariat Islam, akan
ditemukan beberapa lembaga dan instrument keuangan yang secara garis besar dapat
dikelompokan ke dalam:
a. Kegiatan nonbank
o Menghimpun dana dari masyarakat dengan cara mengeluarkan surat-surat
berharga.
o Menyediakan fasilitas kredit baik jangka panjang, maupun jangka menengah untuk
perusahaan milik pemerintah maupun milik swasta
b. Kegiatan perbankan
o Penghimpunan Dana. Jelas sekali fungsi utama bank umum adalah mengumpulkan
dana dari masyarakat.
o Pemberian Kredit.
o Pemindahan Dana.
o Penyimpanan Barang dan Surat Berharga.
o Penempatan Dana.
Yang termasuk dalam kategori nonbank di antaranya:
a. Lembaga Zakat
adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Contoh : LAZ Rumah Zakat Indonesia.
b. Lembaga Ijarah
adalah suatu lembaga yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang
mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
c. Kafalah
adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam
rangka memenuhi kewajiban dari pihak kedua atau yang ditanggung (makful anhu)
terkait tuntutan yang berhubungan dengan jiwa, hutang, barang, atau pekerjaan
apabila pihak yang ditanggung cedera janji atau wanprestasi dimana pemberi jaminan

5
bertanggung-jawab atas pembayaran kembali suatu hutang menjadi hak penerima
jaminan.
d. Salam
Adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman barang di
kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli
pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
e. Rahn
adalah perjanjian utang piutang dengan menahan barang sebagai jaminan atas hutang.
Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang)
sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
f. Akad
adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan).
g. Warits
adalah peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris.
h. Qiradh
Qirad adalah menyerahkan suatu benda (uang, emas, atau barang yang lain) dari
seseorang kepada orang lain, sebagai modal usaha sedangkan keuntungannya dibagi
dua berdasarkan akad (janji).
i. Syirkah
Syirkah adalah persekutuan yang melibatkan dua atau lebih pihak, untuk
menghasilkan keuntungan.
Sedangkan yang dapat dikategorikan ke dalam perbankan (yang berhubungan dengan
persoalan perbankan), adalah:
a. Wadiah (Titipan atau Simpanan)
Adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang) dengan penyimpan
(termasuk bank) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menjaga keselamatan
barang atau uang yang dititipkan kepadanya.
Adapun itu terdapat dua jenis al-wadi’ah yaitu :
1) Al-Wadi’ah ’Amanah
Di mana pihak penyimpan tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan atau
kehilangan barang yang disimpan, yang tidak diakibatkan oleh perbuatan atau
kelalaian penyimpan.
2) Al-Wadi’ah Dhamamah

6
Yaitu pihak penyimpan dengan atau izin pemilik barang dapat memanfaatkan
barang yang dititipkan dan bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang yang disimpan. Semua manfaat dan keuntungan diperoleh dalam
penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan.
- Dasar Hukum Al-Wadiah
‫ رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول " أد األمانة إلى من ائتمنك وال تخن من خانك‬٨٣
Artinya : yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang
yang telah mengkhianatimu.”
b. Al-Mudharabah
adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul
maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian hasil/keuntungan, sedangkan bila terjadi kerugian maka akan
ditanggung oleh pemilik modal kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak
mudharib/nasabah.
- Dasar Hukum Mudharabah
‫ إنما البيع عن تراض‬- : ‫قال سمعت أ سعيد الخدري يقول قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
Artinya : Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka."
c. Al-Musyarakah/Syirkah
adalah kerjasama antara pemilik modal atau bank dengan pedagang/pengelola
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dengan keuntungan
dibagi menurut kesepakatan dimuka dan apabila rugi ditanggung oleh kedua belah
pihak yang bersepakat.
- Dasar Hukum Musyarakah

‫ " إن هللا تعالى يقول أ لث الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه فإذا خانه‬: ‫عن أبي هريرة رفعه قال‬

٩‫خرجت من بينهما‬
Artinya : Dari Abu Hurairah, ia merafa’kannya kepada Nabi, beliau bersabda:
Aku (Allah) merupakan orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang.
Selama salah seorang di antara keduanya tidak melakukan pengkhianatan
terhadap yang lain. Jika seseorang melakukan pengkhianatan terhadap yang lain,
aku keluar dari perserikatan antara dua orang itu.

d. Al-Bai’u Bithaman Ajil

7
adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank syariah dengan
nasabah, dimana bank syariah menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau
pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses
pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.
- Dasar Hukum Al-Bai’u Bithaman Ajil
‫هّٰللا‬ ْ ٰ ٓ
ٍ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن ت ََر‬
َ ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن‬
‫َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jaganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu”.(QS.AnNisa‟:29)
Sekarang timbul persoalan, bagaimana pandangan hokum Islam tentang lembaga
dan instrument keuangan lainnya, yang selama ini tidak ditemukan atau tidak diatur
secara limitatif dalam teks hukum?
Untuk menjawab persoalan tersebut bukanlah persoalan mudah. Sebab
sebagaimana dikemukakan di atas bahwa lahirnya lembaga-lembaga dan instrument
keuangan merupakan tuntutan obyektif masyarakat.
Apalagi di zaman sekarang ini, seseorang tertarik untuk mempergunakan suatu
lembaga dan instrument keuangan tentunya didasarkan kepada pertimbangan praktis,
ekonomis, dan efisien. Sedangkan lembaga dan instrument keuangan yang lahir dan
berkembang belakangan ini menawarkan hal tersebut, baik yang berbentuk Lembaga
Keuangan Bukan Bank (LKBB), Lembaga Pembiayaan, Asuransi, dan Lembaga
Keuangan lainya (kesemuanya ini berada di luar sistem moneter).
 Dasar Hukum LKS Menurut Ketentuan Hukum Islam
Setiap lembaga keuangan syari’ah, mempunyai falsafah dasar mencari keridhaan
Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap
kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama harus
dihindari.
Di dalam al-Qur’an tidak menyebutkan lembaga keuangan secara eksplisit.
Namun penekanan tentang konsep organisasi sebagaimana organisasi keuangan telah
terdapat dalam al-Qur’an. Konsep dasar kerjasama muamalah dengan berbagai cabang-
cabang kegiatannya mendapat perhatian yang cukup banyak dalam al-Qur’an. Dalam
Sistem politik misalnya dijumpai istilah qoum untuk menunjukkan adanya kelompok

8
sosial yang berinteraksi satu dengan yang lain. Konsep tentang Sistem organisasi
tersebut, juga dijumpai dalam organisasi modern.
- Tentang riba.
َ ‫الَّ ِذينَ يَأْ ُكلوُنَ ال ِّربَا الَ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْي‬
‫ ُع‬Ÿْ‫ا ْالبَي‬Ÿ‫الُوا إِنَّ َم‬Ÿَ‫طانُ ِمنَ ْال َمسِّ َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم ق‬
ِ‫ ُرهُ إِلَى هللا‬Ÿ‫لَفَ َوأَ ْم‬Ÿ‫ا َس‬ŸŸ‫هُ َم‬Ÿَ‫ فَل‬Ÿ‫انتَهَى‬ŸŸَ‫ِم ْث ُل ال ِّربَا َوأَ َح َّل هللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا فَ َمن َجآ َءهُ َموْ ِعظَةُُ ِّمن َّربِّ ِه ف‬
Ÿَ ِ‫َو َم ْن عَا َد فَأُوْ لَئ‬
ِ َّ‫ك أَصْ َحابُ الن‬
}275{ َ‫ار هُ ْم فِيهَا خَالِ ُدون‬
Artinya :Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah: 275).
‫هّٰللا‬ َّ ‫ق هّٰللا ُ الرِّ ٰبوا َويُرْ بِى ال‬
ٍ َّ‫ت ۗ َو ُ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬
‫ار اَثِي ٍْم‬ ِ ‫صد َٰق‬ ُ ‫يَ ْم َح‬
: Artinya Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.
Tafsir : Allah memusnahkan harta yang diperoleh dari hasil praktik riba sedikit demi
sedikit sampai akhirnya habis, atau menghilangkan keberkahannya sehingga tidak
bermanfaat dan menyuburkan sedekah yakni dengan mengembangkan dan
menambahkan harta yang disedekahkan, serta memberikan keberkahan harta, ketenangan
jiwa dan ketenteraman hidup bagi pemberi dan penerima. Allah tidak menyukai dan
tidak mencurahkan rahmat-Nya kepada setiap orang yang tetap dalam kekafiran karena
mempersamakan riba dengan jual beli dengan disertai penolakan terhadap ketetapan
Allah, dan tidak mensyukuri kelebihan nikmat yang mereka dapatkan, bahkan
menggunakannya untuk menindas dan mengeksploitasi kelemahan orang lain, dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang bergelimang dosa karena praktik riba tidak hanya
merugikan satu orang saja, tetapi dapat meruntuhkan perekonomian yang dapat
merugikan seluruh warga masyarakat.

َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو َذرُوْ ا َما بَقِ َي ِمنَ الرِّ ٰب ٓوا اِ ْن ُك ْنتُ ْم ُّم ْؤ ِمنِ ْين‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.
Tafsir : Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan
menghindari jatuhnya siksa dari Allah antara lain akibat praktik riba, dan tinggalkan sisa
riba yang belum dipungut sampai datangnya larangan riba jika kamu benar-benar orang
beriman yang konsisten dalam perkataan dan perbuatan.

9
- Tentang pengelolaan harta
َ‫ض هّٰلِل ِ ۗيُوْ ِرثُهَا َم ْن يَّ َش ۤا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ٖ ۗه َو ْال َعاقِبَةُ لِ ْل ُمتَّقِ ْين‬ ‫هّٰلل‬
َ ْ‫ بِا ِ َواصْ بِرُوْ ۚا اِ َّن ااْل َر‬Ÿ‫قَا َل ُموْ ٰسى لِقَوْ ِم ِه ا ْستَ ِع ْينُوْ ا‬
“Sesungguhnya bumi ini kepunyaan Allah, dipusakakanNya kepada siapa yang
dikehendakinya dari hamba-Nya dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang
bertaqwa” (Qs Al-A’raaf [7]: 128).
‫ا فَ َّ هّٰللا‬ŸŸ‫واَل تَتَمنَّوْ ا م‬
‫يْبٌ ِّم َّما‬Ÿ‫َص‬ ِ ‫ ۤا ِء ن‬Ÿ‫بُوْ ا ۗ َولِلنِّ َس‬Ÿ‫يْبٌ ِّم َّما ا ْكت ََس‬Ÿ‫َص‬
ِ ‫ ا ِل ن‬Ÿ‫ِّج‬ َ ‫ْض ۗ لِلر‬ ٰ
ٍ ‫ ُك ْم عَلى بَع‬Ÿ‫ْض‬
َ ‫ه بَع‬Ÿٖ Ÿِ‫ َل ُ ب‬Ÿ‫ض‬ َ َ َ
‫ هّٰللا َ ِم ْن فَضْ لِ ٖه ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ًما‬Ÿ‫لُوا‬Ÿََٔ‫ا ْكتَ َس ْبنَ َۗوسْٔـ‬
“Dan jangan kamu iri hati terhadap apa yang telah dikaruniakan Allah kepada sebagian
kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki ada bagian dari
pada apa yang diusahakkan, dan para wanita (pun) ada bagian dari apa yang diusahakan
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala sesuatu”(QS An-Nisa [4]: 32).
- Tentang perdagangan
‫ ِه ۗ ْم‬Ÿ‫ َما بِا َ ْنفُ ِس‬Ÿ‫ت ِّم ۢ ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن خَ ْلفِ ٖه يَحْ فَظُوْ نَهٗ ِم ْن اَ ْم ِر هّٰللا ِ ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
‫هّٰللا‬
‫ال‬ٍ ‫َواِ َذٓا اَ َرا َد ُ بِقَوْ ٍم س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ ۚ َو َما لَهُ ْم ِّم ْن ُدوْ نِ ٖه ِم ْن َّو‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ad-Ra’d [13]: 11).

َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّ ْس َمعُوْ ن‬ َ ِ‫صرًا ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل‬


ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬ Ÿَ َ‫ه َُو الَّ ِذيْ َج َع َل لَ ُك ُم الَّي َْل لِتَ ْس ُكنُوْ ا فِ ْي ِه َوالنَّه‬
ِ ‫ار ُم ْب‬
“ Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan siang
terang benderang supaya kamu mencari karunia Allah” (QS Yunus [10]: 67).
- Hadis
Hadis Tentang ekonomi :
 “Sesungguhnya Allah tidak menyukai kalian menyia-nyiakan harta” (HR Bukhari).
 “Barang siapa yang mati mempertahankan hartanya, maka ia mati suahid” (HR
Muslim).
Hadis tentang perdagangan:
 “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk dalam golongan para nabi,
orang-orang yang benar-benar tulus, dan para syuhada” (HR Tarmidzi, Darimi, dan
Daraqutni).
 “Seorang pedagang yang tulus (yakni selalu mengutamakan kebenarandalam ucapan
dan tindakannya) akan dibangkitkan kelak pada hari kiamat dalam kelompok para
siddiqin, dan syuhada” (HR Tirmidzi dan Hakim).

10
 “Allah memberikan rahmat-Nya kepada setiap orang yang bersikap baik ketika
menjual, membeli, dan membuat suatu pernyataan” (HR Bukhari).
Hadis tentang riba:
 “Sesungguhnya riba itu bisa terjadi pada jual beli secara utang (krediti)” (HR
Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
 Dari Jabir ra, Rasulullah Saw mencela penerima dan pembayar bunga orang yang
mencatat begitu pula yang menyaksikan dimaksud. Beliau bersabda: “Mereka semua
sama-sama berada dalam dosa” (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
 Dari Abu Said al-Khudri ra, Rasulullah Saw bersabda “Jangan melebih-lebihkan
satu dengan lainnya, jangan menjual perak kecuali keduanya setara, dan jangan
melebi-lebihkan satu dengan lainnya, dan jangan menjual sesuatu yang tidak
tampak” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ahmad).
Hadis tentang utang:
 “Sebaik-baik manusia adalah yang sebaik-baik membayar utang” (HR Muslim)
 “Barang siapa yang memberi kesempatan kepada si penghutang yang dalam
kesulitan untuk mengundurkan waktu pelunasan utangnya, atau meringankan
perhitungan baginya, maka Allah Swt akan menaungi dibawah naungan ‘arsy-Nya
kelak pada hari ketika tak ada naungan selain naungan- Nya” (HR Muslim).
 “Barang siapa berutang sedangkan ia benar-benar berniat akan melunasinya, maka
Allah akan menugaskan sekelompok malaikat untuk menjaganya dan mendoakan
baginya sehingga ia dapat melunasinya” (HR Ahmad dai Aisyah).
 Sumber Hukum Positif
Fakta yang paling mencolok dari pertumbuhan perbankan syariah dan keuangan
syariah adalah, bahwa hal tersebut telah menunjukkan dimasukkannya hukum agama
dalam wilayah kehidupan komersial pada saat dimana sekularisme mengatur hampir
seluruh dunia. Bahkan pada saat dipatuhinya hukum komersial yang diambil dari dunia
barat secara umum dan bermanfaat. Keuangan syariah menantang hukum-hukum
tersebut dalam dua hal utama:
1. Menantang anggapan bahwa adat istiadat kegiatan komersial modern lebih efisien
atau superior; dan
2. Menantang pemisahan sekular kegiatannya, komersial dari pertimbangan agama dan
kesalehan (piety). Hal yang sama terjadi pada ekonomi Islami yang telah

11
menimbulkan masalah yang sama untuk ilmu ekonomi modern. (Vogel dan Hayes,
1998: 19).
Bagi umat Islam pertanyaan mengenai apakah hukum harus sekular atau agamis
menunjukkan dikotomi yang salah. Bagi mereka yang percaya, hukum Islam bukan
semata-mata masalah kewajiban keimanan (conscience) – kalau dipatuhi mendapatkan
pahala di akhirat – hukum juga merupakan petunjuk terbaik untuk kesejahteraan manusia
di dunia ini. Untuk yang percaya, Tuhan mengatur kesejahteraan mereka di dunia dan
akhirat. Oleh karena hukum diterapkan kepada manusia dan alam oleh Tuhan, kepatuhan
terhadapnya akan membawa keberhasilan dan kesuksesan sosial dan individual. Kaum
muslim sering menyimpulkan bahwa kelemahan sosial, ekonomi, dan moral yang mereka
hadapi saat ini merupakan konsekuensi dari ketidaktaatan terhadap hukum-hukum Tuhan
dan lebih memilih menerapkan hukum barat. (Haron, 1997: 67).
Perbankan dan keuangan syariah merupakan wilayah dimana hukum Islam
kontemporer mengalami perkembangan yang sangat cepat dan subur. Beberapa
kemajuan yang sangat impresif telah banyak dicapai, dan langkahnya tampaknya
menjadi semakin meningkat. Keberhasilan yang telah diperoleh antara lain:
1. Training para kader akademisi yang memiliki jiwa praktis;
2. Institusi-institusi baru dan metoda untuk pengembangan hukum;
3. Saluran baru untuk kerjasama internasional dalam penelitian dan opini hukum Islam;
4. Keakraban dan hormat terhadap hukum Islam dalam masyarakat non-muslim.
(Vogel dan Hayes, 1998: 21-22).
Berbeda dengan hukum nasional (positif), hukum Islam pada hakekatnya meliputi
etika dan hukum, dunia dan akhirat, serta masjid (agama) dan negara. Hukum Islam tidak
membedakan aturan yang dipaksakan oleh kesadaran individual dengan aturan yang
dipaksakan oleh pengadilan atau negara. Oleh karena para akademisi/ahli memiliki
kemampuan untuk mengetahui hukum secara langsung dari wahyu (revelation), orang
biasa diharapkan meminta pendapat (fatwa) dari ahli yang qualified untuk hal-hal yang
meragukan; jika mereka mengikutinya dengan jujur, maka mereka tidak dapat
dipersalahkan walaupun fatwa tersebut tidak benar. (Al-Amine, 2000: 35).
Penerapan hukum Islam dalam kegiatan perbankan/keuangan atau kegiatan
ekonomi lainnya yang modern bukanlah pekerjaan yang sederhana. Dalam konteks
seperti di atas, studi mengenai hukum perbankan syariah atau hukum keuangan syariah
menjadi suatu studi yang menarik dan menantang untuk dunia hukum di Indonesia.
Dimana hukum positif (hukum yang berlaku) di negara Indonesia berbeda dengan yang

12
berlaku dengan hukum agama (Islam). Indonesia bukan negara Islam, oleh karenanya
pemberlakuan hukum Islam tidak dapat diberlakukan secara otomatis dalam kehidupan
sosial-kemasyarakatan kita. Pemberlakuan hukum agama (Islam) harus melalui proses
yang disebut sebagai proses “positivisasi” hukum Islam. Dalam hal ini, hukum syariah
diterima oleh negara dalam peraturan perundang-undangan positif yang berlaku secara
nasional. Oleh karena itu, bank syariah yang didirikan di negara yang sistem hukumnya
dipinjam atau berasal dari hukum barat, seperti Indonesia, harus mengikuti tidak saja
hukum syariah, tapi juga semua hukum nasional yang secara langsung atau tidak
langsung mengatur bank syariah.
Aspek hukum perbankan syariah, khususnya di Indonesia merupakan bidang yang
baru di bidang ilmu hukum dan masih memiliki potensi yang sangat besar dalam
pengembangan ilmu hukum ini di masa mendatang. Interaksi yang intense antara hukum
nasional dan hukum Islam telah menjadikan bidang ilmu ini sangat menantang dari aspek
hukum maupun dari aspek politik. Perkembangan dari peraturan perundang-undangan
dan regulasi di bidang perbankan dan keuangan syariah belum diikuti secara memadai
oleh studi ilmu hukum. (Suherman, 2004: 50).
Interaksi antara hukum nasional dan hukum Islam tersebut telah menjadikan
bidang ilmu hukum ini menarik untuk didalami. Setelah sekian lama adanya dominasi
hukum barat sebagai sumber-sumber hukum nasional, kini kita ditantang untuk melihat
hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum utama dalam menciptakan salah satu
hukum yang sangat penting, yaitu hukum perbankan dan keuangan syariah. Keberhasilan
pengembangan ilmu hukum perbankan/keuangan syariah ini akan dapat menentukan
keberhasilan pengembangan ilmu-ilmu hukum lainnya yang bersumberkan dari agama
(Islam).
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tantang perubahan
atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan juga dan Undang Undang No. 21
Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka
legalitas hukum baik dari aspek kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah telah
diakomodir dengan jelas dan menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan
para pihak yang berkepentingan. Demikian pula dengan berlakunya Undang-Undang No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dan UU No. 21 tahun 2008 telah memberikan
landasan hukum yang kuat kepada Bank Indonesia untuk melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap perbankan Syariah.

13
Pada dasarnya pengaturan hukum kegiatan usaha bank syariah diupayakan untuk
diberlakukan secara “equal treatment regulations” atau prinsip kesetaraan hukum.
Namun demikian kadangkala terdapat pengaturan yang bersifat khusus terhadap kegiatan
usaha bank syariah yang disesuaikan dengan karakter usaha bank Syariah yang memiliki
perbedaan yang sangat mendasar dibandingkan bank konvensional. Karakter kegiatan
usaha bank Syariah yang berbeda dengan bank konvensional sudah berlaku standar dan
diterima secara universal diterapkan pada berbagai negara yang mengadopsi sistem
perbankan syariah. Standarisasi yang dilakukan, seperti dalam penerapan akuntansi dan
audit bank syariah, yang diperlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan dalam
standar internasional untuk akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah yang
diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain. (IDB, 2002: paper No.6).
Dalam kegiatan usaha bank syariah peranan DPS juga sangat penting dalam
rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan
nilai-nilai syariah. DPS harus independen dan terdiri dari para pakar Syariah Muamalah
yang juga memiliki pengetahuan dasar bidang perbankan. Dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari DPS wajib mengikuti fatwa DSN. DSN merupakan badan independen yang
mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa syariah terhadap produk dan jasa lembaga
keuangan syariah di Indonesia. (Ascarya dan Yumanita, 2005: 37).
Dengan disahkan UU perbankan syariah diperkirakan bahwa perkembangan
perbankan syariah akan menjadi lebih pesat lagi. Hal tersebut disebabkan UU Perbankan
Syariah telah memungkinkan ruang gerak yang lebih besar kepada kegiatan perbankan
syariah yang tidak ”dibatasi” oleh pengertian dan batasan-batasan kegiatan perbankan
konvensional yang cenderung lebih restriktif apabila dibandingkan dengan kegiatan
perbankan syariah, khususnya di wilayah investasi dan perdagangan.
Dari itu bank syariah maupun nasabah bank akan memiliki keyakinan yang lebih
tinggi di dalam melakukan kegiatan bisnis perbankan syariah. UU Perbankan Syariah
juga diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang terkait dengan kewenangan
dan koordinasi antar lembagalembaga yang berwenang terhadap pengaturan dan
pengawasan perbankan syariah. Kejelasan kewenangan ini sangat diperlukan agar dapat
menciptakan situasi yang kondusif bagi perkembangan perbankan syariah, dan dapat
mendorong menciptakan suatu struktur kelembagaan dan hukum yang sesuai dengan
kondisi ekonomi, politik dan hukum nasional. UU perbankan syariah diharapkan juga
dapat memberikan pedoman dan arah yang jelas dalam hal penyelesaian sengketa di
dalam maupun di luar pengadilan. (Bank Indonesia, 2004).

14
Dalam hal kompetensi peradilan, perkembangan yang menarik adalah
dilakukannya perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama dengan Undangundang No. 3 Tahun 2006. Perubahan yang dimaksud adalah
tambahan dan perluasan kewenangan pengadilan agama yang meliputi juga bidang zakat,
infaq dan ekonomi syariah. Sengketa ekonomi syariah yang dimaksud tidak saja meliputi
bank syariah melainkan juga bidang ekonomi syariah lainnya seperti asuransi syariah,
reksa dana syariah, obligasi syariah, dan sekuritas syariah.
Walaupun banyak kalangan menyambut baik amandemen Undang-undang
Tentang Peradilan agama yang meliputi sengketa ekonomi syariah, nampaknya hal
tersebut masih memerlukan proses perbaikan sarana dan prasarana Pengadilan Agama.
Disamping itu, dikhawatirkan bahwa dengan dimasukannya sengketa perbankan syariah
menjadi kompetensi Peradilan Agama diperkirakan secara psikologis dan politis akan
menghambat perkembangan perbankan syariah dalam waktu mendatang. Dengan
mempertimbangkan bahwa lebih dari 98% kegiatan perbankan di Indonesia masih
merupakan kegiatan perbankan konvensional, maka pemberlakuan UU Peradilan Agama
terhadap sengketa perbankan syariah ini dikesankan menjadi kegiatan ekslusif
keagamaan (Islam).
Walaupun dimungkinkan konsep penundukan diri secara sukarela bagi non Islam
kepada hukum Islam, secara psikologis dan politis akan menyulitkan mengingat dalam
system hukum nasional dengan kedudukan warga negara yang sama konsep penundukan
hukum akan mengesankan orang non muslim dalam posisi inferior. Dalam tahaptahap
perkembangan awal perbankan syariah dewasa ini akan lebih baik nampaknya untuk
memberikan kompetensi sengketa perbankan syariah dan ekonomi syariah lainnya dalam
kompetensi peradilan umum (niaga).
Dengan cara ini kegiatan perbankan (ekonomi) syariah akan dikesankan menjadi
kegiatan inklusif alternative perekonomian bagi orang-orang beragama Islam maupun
non Islam di Indonesia. Dengan demikian konsep Islam sebagai rahmatan lil alamin akan
lebih dirasakan dalam tataran praktek bisnis dan perekonomian nasional.
Dimasa mendatang harus lebih dilakukan kajian yang mendalam dan
komprehensif mengenai arah pendekatan pengembangan perbankan syariah (ekonomi
syariah), agar antara pengembangan praktik-praktik kegiatan ekonomi syariah akan lebih
sejalan dan saling mendukung dengan pengembangan infrastruktur hukum perbankan
syariah (ekonomi syariah). Hukum harus sedemikian rupa mendorong perkembangan
perbankan syariah, dan bukan sebaliknya men-discourage perkembangan kegiatan

15
perbankan syariah. Adanya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
diharapkan dapat menjawab sebagian persoalan dan keragu-raguan mengenai arah
perkembangan perbankan syariah ke depan, termasuk arah perkembangan hukum yang
mengatur kegiatan perbankan syariah.
Indonesia bukan negara Islam, oleh karenanya pemberlakuan hukum Islam tidak
dapat diberlakukan secara otomatis dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan kita.
Pemberlakuan hukum agama (Islam) harus melalui proses yang disebut sebagai proses
“positivisasi” hukum Islam. Dalam hal ini, hukum syariah diterima oleh negara dalam
peraturan perundang-undangan positif yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu,
bank syariah yang didirikan di negara yang sistem hukumnya dipinjam atau berasal dari
hukum barat, seperti Indonesia, harus mengikuti tidak saja hukum syariah, tapi juga
semua hukum nasional yang secara langsung atau tidak langsung mengatur bank syariah.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lembaga keuangan syari’ah merupakan badan hukum yang bergerak di bidang jasa
keuangan sebagai perantara yang menghubungkan pihak pemilik dana dengan pihak
kekurangan dana dan membutuhkan dana dengan teknik operasionalnya secara syari’ah.
Lembaga keuangan dewasa ini menjadi instrumen penting dihampir seluruh Sistem
ekonomi dunia. Bunga yang telah menjadi kewajaran bahkan menjadi ciri khas
perekonomian modern. Bunga telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat
ekonomi untuk dinikmati dan dimanfaatkan dalam proses pengaturan keuangan dan
kegiatan bisnis.
Setiap lembaga keuangan syari’ah, mempunyai falsafah dasar mencari keridhaan
Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap
kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan agama harus
dihindari.
3.2 Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unand.ac.id/22374/3/bab%201.pdf

https://pengajar.co.id/pengertian-lembaga-keuangan/

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/3824/3/BAB%20II%20new.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/178029-ID-positivisasi-hukum-islam-dalam-
undang-un.pdf

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/2446/1/masyhuri%20rifa%27i%20skripsi.pdf

http://idr.uin-antasari.ac.id/5015/1/Hukum%20Keuangan%20Syariah.revisi%20baru.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai