MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Akuntansi Syariah Program Studi Ekonomi Islam Semester III Tahun 2022
Oleh :
Dosen Pengajar :
Nasri Katman, S.Ak,M.Ak
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. Atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Mauhammad saw, keluarga dan para
sahabatnya. Makalah ini dengan judul: “Lembaga Keuangan Syariah” ini
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
Akuntansi Syariah. Penulis menyadari bahwa penyelesaian makalah ini tidak
akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Kami
juga ingin mengucapkan permohonan maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat beberapa kesalahan dalam proses pembuatannya.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Uang dan lembaga merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Peran
uang sangatlah penting dan lembaga keuangan merupakan hal yang diperlukan
untuk mengoperasionalkan fungsi-fungsi yang melekat pada uang. Meskipun
lembaga keuangan konvensional telah banyak dan berkembang, namun masih
banyak yang meragukan terkait dengan kehalalan sistem yang dipakai dalam
lembaga konvensional tersebut. itulah yang menjadi penyebab munculnya
lembaga keuangan dengan konsep islami
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan lembaga keuangan Syariah?
2. Bagaimana bentuk lembaga keuangan syariah dalam hal ini perbankan
syariah?
3. Apa saja jenis-jenis Lembaga Keuangan Syariah Non-Bank?
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok pada mata kuliah akuntansi syariah. Diharapkan Makalah ini dapat
1
Muammar Khaddafi,Akuntansi Syariah,Meletakkan Nilai-Nilai Syariah Islam dalam
Ilmu Akuntansi,Medan:Madenatera,2016.h.1
1
bermanfaat untuk pembaca maupun penulis, sehingga dapat mengetahui terkait
dengan persoalan lembaga keuangan Syariah bank dan juga non bank.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BANK
4
Contoh Cabang Syariah dari Bank Konvensional Contohnya BNI Syariah,
BRI Syariah, Mandiri Syariah (yang saat ini marger).6
5
1. Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min,
penanggung disebut mu’ammin lahu atau musta’min. Al-ta’min diambil
dari amana yang artinya memberi perlindungan, keterangan, rasa aman dan
bebas dari rasa takut, seperti yang tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4
yaitu “Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”.9 Di
Indonesia sendiri, asuransi Islam dikenal dengan istilah takaful berasal dari
takafala-yatakafalu, yang berarti menjamin atau saling menanggung.10 M.
Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah
saling memikul resiko diantara sesama orang, sehingga antara satu dengan
yang lainya menjadi penanggung atas resiko yang lain.11 Dewan Syariah
Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi
syariah. Dalam fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001, bagian pertama
ketentuan umum angka 1, disebutkan pengertian asuransi syariah (ta’min,
takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengambilan untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syari’ah.
Adapun perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional
adalah sebagai berikut:
a. Pada asuransi syariah, keberadaan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) suatu keharusan. Dewan ini berperan
mengawasi menejmen produk serta kebajikan investasi
supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam, sedangkan
pada asuransi konvensional hal itu tidak ada, sehingga
9
M. Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional.
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. 1, h. 28
10
M. Syakir Sula, op. Cit., h.29
11
Ibid, h. 33
6
dalam praktek ada yang bertentangan dengan kaidah-kaidah
syara’.
b. Prinsip asuransi syariah adalah takafuli(tolong menolong),
sedangkan prinsip asuransi konvensional adalah tabadul
(jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
c. Premi yang terkumpul dari asuransi syariah diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil, sedangkan
pada asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada
sembarang sektor dengan sistem bunga.
d. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana
milik nasabah, perusahaan hanya sebagai pemegang
amanah untuk mengelolanya, sedangkan pada asuransi
konvesional premi menjadi milik perusahaan dan
perusahaan memiliki otoritas penuh untuk menetapkan
kebijakan pengelolaan dana tersebut.
e. Sumber pembiayaan klaim diperoleh dari rekening tabarru’
seluruh peserta yang telah diikhlaskan untuk keperluan
tolong menolong bila peserta terkena musibah, sedangkan
pada asuransi konvensional dana pembayaran klaim
diambil dari rekening milik perusahaan sebagai
konsekwensi penanggung terhadap tertanggung (nasabah).
f. Keuntungan (profit) pada asuransi syariah dibagi antara
nasabah selaku pemilih dana dengan perusahaan selaku
pengelola dengan prinsip bagi hasil, sedangkan pada
asuransi konvensional keuntungan sepenuhnya menjadi
milik perusahaan, jika tidak ada kalim nasabah tidak
mendapat apa-apa.
g. Pada asuransi syariah tidak dikenal istilah dana hagus,
karena kapanpun peserta mengundurkan diri, maka ia akan
memperoleh uangnya, sedangkan asuransi konvensional
7
terdapat adanya dana hangus, karena ketidak adanya
pengambilan dana peserta bila peserta tidak mampu lagi
membayar premi yang telah disepakati atau peserta
mengundurkan diri.
h. Kepemilikan dana pada asuransi syariah, dana yang
terkumpul dari iuran peserta merupakan milik peserta
(shahib al-mal), asuransi syariah hanya sebagai penaggung
amanah (mudharib) dalam mengelola dana, sedangkan pada
asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari premi
peserta seluruhnya menjadi milik peusahaan dan
perusahaan bebas menggunakan menginvestasikannya.
i. Misi yang diemban asuransi syariah adalah misi akidah,
ibadah (ta’awun) ekonomi (iqtisadh) dan misi
pemeberdayaan umat (sosial), sedangkan pada asuransi
konvensional misi utamanya adalah misi ekonomi dan
sosial.12
2. Bait al-Maal wa al-Tamwil (BMT)
Bait Maal wa al-Tamwil disingkat dengan BMT terdiri dari dua
istilah, yaitu Bait al-Maal dan baitul Tamwil. Bait al-maal lebih mengarah
pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit.
Seperti zakat, sedekah, infak. Sedangkan baitul tamwil merupakan suatu
wadah yang lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dana dan
penyaluran dana yang bersifat profit dengan memakai sistem profit and
loos sharing, seperti pemeberian pembiayaaan murabahah, mudharabah
dan lain-lain sebagainya.
Bila digabungkan kedua istilah tersebut, maka dapat dijelaskan
bahwa BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan
bayt al-maal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha
12
Wirdayaningsih, Bank dan Asuransi Islam diIndonesia, ( Jakarta: kencana prenada
Media, 2006), h.186-187.
8
produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
pengusaha kecil untuk mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu BMT juga bisa menerima
titipan zakat, sedekah dan infak serta menyalurkannya sesuai dengan yang
telah ditentukan dalam syariat Islam.13
Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa misi BMT bukan
semata-mata untuk mencari keuntungan dan penumpukan laba-modal pada
segolongan orang kaya saja, akan tetapi lebih berorientasi pada
pendistribusian laba yang merata dan adil sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam. Juga dapat dipahami bahwa BMT harus berorientasi pada upaya
peningkatan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, karena BMT bersifat usaha bisnis dan mandiri serta
ditumbuhkembangkan secara swadaya dan dikelola secara profesional.
3. Koperasi Syariah
Koperasi berasal dari kata bahasa inggris yaitu cooperation yang
berati kerjasama, sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan
koperasi adalah suatu perkumpulan yang dibentuk oleh para anggota yang
berfungsi untuk membantu kebutuhan para anggotanya dengan harga yang
relatif rendah dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup bersama.14
M. Ali Hasan berpendapat bahwa koperasi adalah suatu
perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran anggota atas dasar
sukarela secara kekeluargaan.15
Dapat dipahami bahwa yang mendasari gagasan berdirinya
koperasi sesungguhnya adalah kerjasama, gotong royong, saling
membantu satu sama lain dalam rangka mencampai kesejahteraan
bersama, sesama anggota koperas, kerjasama seperti ini sekurang-
13
A. Djazuli, Op.Cit., h.83
14
Suhendri, fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h. 289
15
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: zakat, pajak, asumsi dan lembaga keuangan, (Jakarta: Raja
Grafindo, 1997), h. 67
9
kurangnya dilihat dari dua segi. Pertama, modal awal koperasi
dikumpulkan dari semua anggotanya. Keanggotaan dalam koperasi
memakai asas satu suara. Karena itu, besarnya modal yang dimiliki
anggota tidak menyebabkan anggota itu lebih tinggi kedudukanya dari
anggota yang lebih kecil modalnya. Kedua, pemodalan itu sendiri tidak
merupakan satu-satunya ukuran dalam pembagian sisa hasil usaha.
Koperasi merupakan salah satu bentuk pengalaman ajaran Islam
yang memiliki prinsip tolong menolong, kerjasama, saling membantu,
serta saling memenuhi kebutuhan diantara sesama anggota, oleh
karenanya, koperasi sudah sangat sesuai dengan ajaran Islam dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Firman Allah SWT:
ِ َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوYاونُوْ ا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا
ان َ ۖ َوتَ َع
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan taqwa, dan jangan tolon-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)
4. Pegadaian Syariah (Rahn)
Gadai dalam bahasa Arab disebut ar-Rahn yang berarti tetap,
kekal, dan jaminan.16 Secara terminologi, gadai adalah pinjam meminjam
uang dengan menyerahkan barang dan batas waktu (barang tersebut akan
menjadi hak orang yang memberi pinjaman apabila telah sampai waktunya
lalu tidak ditebus).17 Landasan konsep pegadaian syariah mengacu pada
syariah Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW.
Adapun landasan yang dipakai antara lain adalah:
م بَ ْعضًاYْ ض ُك ُ ضةٌ ۗ فَاِ ْن اَ ِمنَ بَ ْع َ ْ َكاتِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقبُوYَواِ ْن ُك ْنتُ ْم ع َٰلى َسفَ ٍر َّولَ ْم ت َِج ُدوْ ا
ۗ ٗق هّٰللا َ َربَّهٗ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َد ۗةَ َو َم ْن يَّ ْكتُ ْمهَا فَاِنَّهٗ ٓ ٰاثِ ٌم قَ ْلبُه
ِ َّفَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذى اْؤ تُ ِمنَ اَ َمانَتَهٗ َو ْليَت
َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ َعلِ ْي ٌم
16
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. 2, h. 251.
17
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indoenesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1999), Cet. 16, h. 286.
10
“Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah
ada barang jaminan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 283)
“Aisyah berkata bahwa Rasul telah bersabda: Rasulullah membeli
makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Para Pakar fiqh menjelaskan bahwa peristiwa
Rasullullah SAW menjadikan baju besinya sebagai jaminan hutang adalah
kasus al-rahn (gadai) pertama dalam Islam dan dilakukan sendiri
Rasullullah SAW.18
Disamping itu, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 menyatakan
bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk rahn diperbolehkan.
Berdasarkan beberapa landasan yang disebutkan diatas,
membuktikan bahwa Islam memanglah melegetimasi berlakunya
pegadaian dalam kehidupan bermasyarakat, namun pegadaian tersebut
haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Islam.
5. Pasar Modal Syariah
Pasar modal secara etimologis bterdiri dari dua kata, yaitu “Pasar”
dan “Modal”. Kata pasar dipakai beberapa istilah, seperti bursa, exchange,
dan market. Sedangkan kata modal dpakai beberapa istilah, seperti efek,
18
Nasrun Haroen, perdagangan saham di bursa Efek Menurut Hukum Islam, ( Padang:
IAIN Press, 1999), h. 253
11
securitiies, dan stock. Di Indonesia, istilah pasar modal yang digunakan
adalah bursa efek.19
Pengertian bursa efek dalam pasal 1 ayat (4) UU no. 8 tahun 1995
tentang pasar modal adalah pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran
jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek
di antara mereka.20
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasar modal
secara umum merupakan suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli
untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual
dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal
(emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek-efek di pasar
modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli
modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan.
Pasar modal syariah secara sederhana dapat diartikan sebagai pasar
modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi
ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian,
spekulasi, dan lain lain-lain. Pasar modal syariahb secara prinsip sangat
berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrumen syariah
sudah diterbitkan di pasar modal Indonesia seperti dalam bentuk saham
dan obligasi dengan kriteria tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.
6. Dana Pensiun Syariah
Dana pensiun menurut UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program
yang menjanjikan manfaat pensiun. Berdasarkan definisi ini, dana pensiun
merupakan lembaga atau badan hukum yang mengelola program pensiun
19
Abdul Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus Edisi
Keempat, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 235
20
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi Pertama, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 109
12
yang dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawan
suatu perusahaan terutama yang telah pensiun.
Undang-Undang Dana Pensiun No. 11 Tahun 1992 merupakan
kerangka hukum dasar untuk dana pensiun swasta di Indonesia. Undang-
undang ini didasarkan pada prinsip “kebebasan untuk memberikan janji
dan kewajiban untuk menepatinya” yaitu, walaupun pembentukan program
pensiun bersifat sukarela, hak penerima manfaat harus dijamin. Tujuan
utama diajukannya Undang-undang Pensiun adalah untuk menetapkan hak
peserta, menyediakan standar peraturan, yang dapat menjamin diterimanya
manfaat-manfaat pensiun pada waktunya, untuk memastikan bahwa
manfaat pensiun digunakan sebagai sumber penghasilan yang
berkesinambungan bagi para pensiunan, untuk memberikan pengaturan
yang tepat untuk dana pensiun, untuk mendorong mobilisasi tabungan
dalam bentuk dana pensiun jangka panjang, dan untuk memastikan bahwa
dana tersebut tidak ditahan dan digunakan oleh pengusaha untuk investasi-
investasi yang mungkin berisiko dan tidak sehat, tetapi akan mengalir ke
pasar–pasar keuangan dan tunduk pada persyaratan tentang penaggulangan
risiko.
Dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang dikelola dan
dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pertumbuhan lembaga keuangan
dana syariah di Indonesia, secara lambat tapi pasti juga mendorong
perkembangan dana pensiun yang beroperasi sesuai dengan prinsip
syariah. Sampai saat ini dana pensiun syariah berkembang pada Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang dilaksanakan oleh beberapa
bank dan asuransi syariah.21
7. Perusahaan Pembiayaan Syariah
13
alternatif bagi dunia usaha dalam sistem perekonomian modern sangatlah
dibutuhkan. Lembaga pembiayaan diperlukan untuk mendukung dan
memperkuat sistem keuangan nasional yang terdiversifikasi sehingga
dapat memberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengembangan sektor
usaha.
22
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan
Pembiayaan yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 172/KMK.06/2002, dan
PMK No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan
14
tersebut akan memberikan berkah kepada harta yang dimiliki dan insya
Allah akan membantu meringankan kita di akhirat kelak.
Sedangkan secara terminologi, pengertian zakat dalam pembahasan
fiqh Islam dalah mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah
mencapai nishab (takaran tertentu yang menjadi batas minimal harta
tersebut diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya), kemudian diberikan
kepada mereka yang berhak menerimanya (berdasarkan pengelompokan
yang terdapat dalam Al-Qur’an), dan harta tersebut merupakan
kepemilikan sempurna (dalam artian merupakan milik sendiri dan tidak
terdapat kepemilikan orang lain di dalamnya) serta telah genap usia
kepemilikannya selama setahun (haul).23
Zakat merupakan ibadah yang sifatnya memiliki dimensi sosial
kemanusiaan, penyaluran zakat dapat dilakukan secara langsung maupun
melalui institusi amil zakat baik berupa Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dikelola oleh pemerintah maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang
dikelola oleh swasta. Ada beberapa alasan mengapa pembayaran zakat
sebaiknya melalui institusi pengelola zakat, yaitu24:
a. Dalam rangka menjamin ketaatan pembayaran
b. Menghilangkan rasa rikuh dan canggung yang mungkin
dialami oleh mustahiq ketika berhubungan dengan muzakki
(orang yang berzakat)
c. Untuk mengefisienkan dan mengefektifkan pengalokasian
dana zakat
d. Alasan caesoropapisme yang menyatakan ketidakterpisahan
antara agama dan negara, karena zakat juga termasuk
urusan negara. Selain itu adalah untuk menegaskan bahwa
23
M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
Cet. 1, h. 243
24
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis. (Jakarta: Kencana), h. 305
15
Islam bukanlah agama yang menganut prinsip sekulerisme
yang membedakan urusan dunia dan akhirat.
16
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Jumlah umat Islam yang terbesar di dunia terutama di Indonesia
merupaka aset terbesar untuk penghimpunan dan pengembangan wakaf
uang. Jika wakaf uang dapat diimplementasikan maka akan terdapat dana
potensial yang dapat dipergunakan bagi kemaslahatan umat.
Berdasarkan asumsi Cholil jika 20 juta umat Islam Indonesia mau
mengumpulkan wakaf uang senilai Rp 100 ribu setiap bulan, maka dana
yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Jika 50 juta orang
yang berwakaf, maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp
60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta umat muslim yang mewakafkan
dananya sebesar Rp 100.000 per bulan, maka akan diperoleh pengumpulan
dana wakaf sebesar Rp 100 miliar setiap bulannya (Rp 1,2 triliun per
tahun).26
Bentuk zakat yang dikenal masyarakat Indonesia secara luas hanya
dalam wakaf tanah. Kondisi ini tentu berkaitan dengan peraturan
pemerintah yang selama ini hanya baru menetapkan obyek wakaf dalam
bentuk tanah milik (PP No. 28 tahun 1977) dan ketentuan nadzir pun
berupa nadzir untuk tanah milik. Dalam perjalanan sejarah wakaf terus
berkembang dan selalu berkembang bersamaan dengan laju perubahan
zaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf
tunai (wakaf uang), wakaf atas hak kekayaan intelektual, dan lain-lain.
Khusus di Indonesia, permasalahan wakaf menjadi perhatian yang cukup
serius dengan diterbitkannya Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
26
Cholil Nafis, Wakaf Uang Untuk Jaminan Sosial, dalam Jurnal Al-Awqaf, Vol. II,
Nomor 2, April 2009. Jakarta: BWI
17
Adapun Achmad Junaidi dan kawan-kawan menawarkan dua hal
yang berkaitan dengan wakaf produktif, yaitu27:
a. asas paradigma baru wakaf yaitu asas keabadian manfaat,
asas pertanggungjawaban, asas profesionalitas manajemen,
dan asas keadilan.
b. aspek paradigma baru wakaf yaitu reformasi pemahaman
mengenai wakaf, sistem manajemen, manajemen sumber
daya insani, dan sistem rekruitmen wakif.
27
Achmad Djunaidi, dkk, Paradigma Baru wakaf di Indonesia. (Jakarta: Direktorat
Pengembangan Zakat dan wakaf Departemen Agama RI, 2005), h. 63-85
18