Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH EKONOMI SYARIAH

PRINSIP DASAR LEMBAGA KEUANGAN


SYARIAH

Dosen Pengampu :

Moh Muklis Sulaeman, S.E., MM.

Nama Kelompok :

1. Surya Deby Mifrohmadani (041910297)

2. Nikmatul Laili Agustina (041910285)

3. Nur Colila (041910154)

4. Setia Hadi Sutrisno (041910291)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2022
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang
telah melimpakan taufik dan hidayah-nya sehingga Makalah Ekonomi Syariah
yang berjudul “Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah” ini di buat dalam
jangka waktu tertentu sehingga dapat menghasilkan makalah yang bisa di
pertanggung jawabkan hasilnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah
membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan
makalah ini. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu
pengetahuan ini.

Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan manfaat positif
bagi kita semua.

Lamongan, 14 Februari

Tim Penulis

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………
i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN....................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...............................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

2.1 Pengertian Lembaga Keuangan Syariah........................................................5

2.2 Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah...................................................9

2.3 Jenis – jenis Lembaga Keuangan Syariah....................................................12

2.4 Prinsip manajemen dalam Lembaga keuangan syariah................................28

Pengertian Manajemen Syari’ah....................................................................28

Esensi Manajemen Keuangan Syariah...........................................................30

Karakteristik Manajemen Keuangan Syariah.................................................30

2.5 akad-akad muamalah dalam Lembaga keuangan syariah............................33

Rukun Jual Beli :............................................................................................33

Syarat Jual Beli :............................................................................................34

BAB III...................................................................................................................40

PENUTUP..............................................................................................................40

3.1 Kesimpulan..................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lembaga Keuangan Syariah mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai


lembaga ekonomi yang berbasis syariah di tengah proses pembangunan nasional.
Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah merupakan implementasi dari pemahaman
umat Islam terhadap prinsip-prinsip dalam hukum ekonomi Islam. Lembaga
Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan
berlandaskan prinsip syariah Islam.

Konsep yang digunakan dalam transaksi lembaga keuangan syariah berdasarkan


prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa-menyewa guna transaksi komersial
dan pinjam-meminjam sebagai transaksi sosial. Lembaga Keuangan Syariah
mempunyai prinsip-prinsip dasar seperti larangan menerapkan bunga pada semua
bentuk transaksi, menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada
kewajaran dan keuntungan yang halal, pengeluaran zakat di setiap hasil transaksinya,
larangan menjalankan monopoli, dan membangun masyarakat melalui aktivitas bisnis
dan perdagangan yang tidak dilarang Islam.

Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari bank dan non bank. Bank adalah suatu
lembaga usaha keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan dana kepada
masyarakat serta memberikan pelayanan-pelayanan yang berkaitan dengan keuangan
lainnya sebagai profit dan membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup secara
merata.Non Bank adalah lembaga keuangan yang memberikan jasajasa keuangan dan
menarik dana dari masyarakat secara tidak langsung.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian lembaga keuangan syariah ?

2. Apa saja prinsip dasar lembaga keuangan syariah ?

3. Apa saja jenis – jenis lembaga keuangan syariah ?

4. Bagaimana prinsip manajemen dalam lembaga keuangan syariah ?

5. Apa saja akad – akad muamalah dalam lembaga keuangan syariah

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa pengertian lembaga keuangan syariah

2. Untuk menambah wawasan pembaca tentang apa saja prinsip dasar lembaga
keuangan syariah

3. Menambah pengetahuan kepada pembaca tentang apa saja jenis – jenis lembaga
keuangan syariah
4. Menambah wawasan pada pembaca tentang apa saja prinsip manajemen dalam
lembaga keuangan syariah

5. Menambah wawasan pembaca tentang apa saja akad-akad muamalah yang ada
dalam lembaga keuangan syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

Pengertian Lembaga Keuangan Syariah memiliki prinsip hukum Islam dalam


kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Lembaga keuangan merupakan lembaga yang kegiatan utamanya melakukan
kegiatan ekonomi finansial.8 Artinya, kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini akan
selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah menghimpun dana masyarakat dan
jasa-jasa keuangan lainnya.9 Menurut SK Menkeu RI No. 792 tahun 1990, lembaga
keuangan adalah suatu badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan
penghimpunan dana penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan. Meski dalam peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan
untuk membiayai investasi perusahaan, namun tidak berarti membatasi kegiatan
pembiayaan lembaga keuangan. Dalam kenyataanya, kegiatan usaha lembaga
keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, dan
kegiatan distribusi barang dan jasa.
Dalam pandangan konvensionalnya, lembaga keuangan adalah badan usaha yang
kekayaan utama berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan
dananya dalam surat berharga, serta menawarkan jasa keuangan lain seperti
simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain. Menurut Warde , tidak ada
satu definisi pun yang dapat menjelaskan pengertian lembaga keuangan secara
sempurna dalam pandangan syariah. Akan tetapi, Warde memberikan beberapa
kriteria tentang sebuah lembaga keuangan yang berbasis syariah, yaitu : lembaga
keuangan milik umat Islam, melayani umat Islam, ada dewan syariah, merupakan
anggota organisasi Internasional Association of Islamic Banks (IAIB) dan
sebagainya.
Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip
operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Operasional lembaga
keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Hal- hal terssebut
sangat diharamkan dan sudah diterangkan dalam AlQuran dan Al- Hadist.

3
Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan bidang keuangan. Kegiatan usaha lembaga keuangan dapat berupa
menghimpun dana dengan menawarkan berbagai skema, menyalurkan dana dengan
berbagai skema atau melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana
sekaligus, di mana kegiatan usaha lembaga keuangan diperuntukkan bagi investasi
perusahaan, kegiatan konsumsi dan kegiatan distribusi barang dan jasa.
Salah satu bentuk bisnis yang dijalankan secara syariah adalah bisnis keuangan
yang dilakukan oleh berbagai lembaga keungan baik yang berbentuk bank atau non
bank. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu sektor ekonomi Islam
yang berkembang pesat pada beberapa dekade terakhir. Perkembangan yang pesat ini
tidak saja didorong oleh memburuknya sistem perekonomian dunia uang dimotori
oleh sistem konvensial, akan tetapi juga oleh semangat religius dan kepetingan
praktis pragmatis dalam membangun perekonomian umat.
Sesuai dengan sistem keuangan yang ada, lembaga keuangan dapat berbentuk
lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah. Kedua lembaga
keuangan ini berbeda dalam tujuan, mekanisme, kewenangan, ruang lingkup serta
tanggung jawab. Lembaga keuangan syariah bertujuan membantu untuk mencapai
tujuan sosio-ekonomi masyarakat secara umum. Lembaga keuangan syariah berperan
sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang merupakan proses penyerahan dana
dari unit surplus ekonomi baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu
(rumah tangga) untuk menyediakan dana bagi unit ekonomi lainnya (sektor defisit).
Karena LKS berdiri di atas fondasi syariah, maka ia harus senantiasa sejalan
dengan syariah (shariah compliance). Baik dalam spirit maupun aspek teknisnya.
Dalam ajaran islam, transaksi keuangan harus terbebas dari transaksi yang haram,
berprinsip kemaslahatan (thayyib), misalnya bebas dari riba, gharar, riswah, dan
masyir. Secara umum dapat dikatakan bahwa keuangan Islam harus mengikuti kaidah
dan aturan dalam fiqh muamalah. Persyaratan-persyaratan ini akan mengakibatkan
adanya perbedaan yang relatif subtansial antara keuangan Islam dan keuangan
konvensial. Faktor lain yang membedakan adalah adanya Dewan Pengawas Syariah
(DPS) dalam struktur organisasi LKS yang bertugas mengawasi produk dan
operasionalnya. Lembaga keuangan syariah (LKS) merupakan suatu badan usaha

4
atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan (financial
assets) maupun non-finansial aset atau aset riil berlandaskan konsep syariah.
Lembaga keuangan syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Adri Soemitra,
202016: 28): lembaga keuangan depositori syariah (depository financial instituation
syariah) yang disebut lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah
non depositori (non depository financial instituation syariah) yang disebut lembaga
keuangan syariah bukan bank. Peranan kedua lembaga keuangan syariah tersebut
adalah sebagai perantara keuangan (financial intermedition) antara yang pihak
kelebihan dana atau unit surplus (ultimate lenders) dan pihak yang kekurangan dana
atau unit defisit (ultimate borrowers).
Lembaga keuangan syariah non depositori (bukan bank) dikelompokkan menjadi
tiga bagian, antara lain bersifat kontraktual (contractual instituations), yaitu menarik
dana dari masyarakat dengan menawarkan dana untuk memproteksi penabung
terhadap risiko ketidakpastian. Berikutnya adalah lembaga keuangan investasi syariah
(syariah investment instituation), yaitu lembaga keuangan syariah yang kegiatannya
melakukan investasi di pasar uang syariah dan pasar modal syariah. Bagian ketiga
adalah pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Unit Simpan Pinjam
Syariah (USPS), koperasi pesantren (kopentren), perusahaan modal ventura syariah
(syariah finance company) yang menawarkan jasa sewa guna usaha (leasing), kartu
kredit (credit card).
Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan
perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat
Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan
tugas ini serta menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini,
bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan
tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam
berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam
dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang
mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi ini
menegaskan bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian

5
dengan syariah islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Unsur
kesesuaian suatu LKS dengan syariah islam secara 11 tersentralisasi diatur oleh DSN,
yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
Unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai instansi yang
memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
b. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan
mengawasi koperasi.
c. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan
mengawasi koperasi.
Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :
a. Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang
sebenarnya berdasarkan konstribusi dan resiko masing-masing pihak.
b. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam
kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang
saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
c. Transparansi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau
pihak-pihak yang terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang
sebenarnya. 12
d. Universal, yaitu prinsip di mana LKS diharuskan memberikan suku, agama,
ras, dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai
dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dalam operasionalnya LKS juga harus memperhatikan kepada hal-hal berikut:
a. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
b. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.

6
c. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
d. Unsur gharar (ketidakpastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
e. Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam Islam sehingga usaha minuman keras, misalnya, tidak boleh didanai
oleh perbankan syariah.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lembaga
keuangan syariah adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit
Islam baik dalam pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaannya
diawasi oleh sebuah lembaga yang disebut Dewan Pengawasan Syariah. Dari
pengertian ini dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan syariah adalah semua
badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran
dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan dengan
prinsip syariah.

2.2 Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah

Islam adalah suatu dien yang praktis ,mengajarkan segala yang baik dan
bermanfaat bagi manusia. Islam adalah agama fitrah, yang sesusai dengan sifat dasar
manusia (human nature).
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi
masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan 2
ajaran al-quran :
1. Prinsip ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekrja sama antara
angggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaiman dinyatakan dalam Al-
quran.
2.   Prinsip menghindari Al-iktinaz, yaitu menahan uang ( dana) dan
membiarknya menganggur (idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang
bermanfaat bagi masyarakat umum.

7
Prinsip-prinsip keuangan syariah telah banyak diuraikan oleh para ahli dari
berbagai bahasa dengan penekanan pada aspek-aspek yang berbeda sebagai berikut:
1. Penghapusan Bunga dari Sistem Keuangan
Larangan ini didasarkan pada argumen keadilan sosial, persamaan, dan hak
kepemilikan. Islam mendorong untuk mencari keuntungan, tapi Islam
melarang memungut bunga, karena keuntungan itu datang di belakang, yang
mencerminkan kesuksesan wirausaha. Pendapatan dari hasil bunga, ditentukan
di depan, merupakan biaya yang masih harus dibayar tanpa peduli apakah
usahanya untung atau rugi.
2. Berbagi Risiko (Risk Sharing)
Penyedia modal keuangan dan pengusaha saling berbagi risiko bisnis dengan
imbalan berbagi keuntungan. Konsep berbagi risiko ini disesuaikan dengan
kemampuan masingmasing pihak dalam menanggung risiko.
Implementasinya, dalam keuangan syariah terdapat produk yang berbagi
laba/rugi antara pemilik modal dan pengelola modal (mudharabah), berbagi
laba/rugi antara pihak yang berkongsi dalam penyetoran modal (musharakah).
3. Nilai Uang
Ekonomi Islam mengakui tentang nilai waktu dan uang, tapi nilai itu baru ada
jika uang telah berubah sebagai modal usaha. Sebagai konsekuensinya, dalam
sistem keuangan syariah tidak dikenal adanya pasar uang yang
memperjualbelikan uang dengan sewa harian atau mingguan. Namun
demikian, ekonomi Islam mengakui adanya pasar investasi, yaitu pasar yang
memperdagangkan faktor produksi modal keuangan. Untuk lebih memahami
penjelasan di atas berikut diberikan ilustrasi tentang potensial uang: misalkan,
Zaki memiliki uang tabungan sejumlah Rp30 juta dan direncanakan akan
digunakan dua tahun mendatang untuk buka usaha kecil-kecilan selepas lulus
sekolah. Kemudian Latif ingin meminjam uang kepada Zaki sejumlah Rp10
juta untuk keperluan membeli sepeda motor dan akan dikembalikan 6 bulan
ke depan, maka hakikatnya tidak akan kehilangan apa-apa atau biaya
kesempatan (opportunity cost) adalah nol, karena menabung dalam ekonomi
Islam tidak berhak mendapatkan keuntungan yang diperjanjikan dari nilai
tabungannya. Oleh karena itu, tidak boleh memungut biaya dari Latif

8
(peminjam) karena hal itu adalah riba. Namun demikian, jika Latif datang dan
Ekonomi Syariah untuk Sekolah Menengah Atas Kelas X 66 bercerita akan
meminjam uang kepada Zaki sejumlah Rp10 juta dan dikembalikan 3 tahun
kemudian, maka Zaki akan merasa kehilangan kesempatan untuk
menggunakan uang tersebut sebagai modal usaha. Dengan demikian, Zaki
dapat mengatakan bahwa “Saya tidak mempunyai uang, tapi yang saya miliki
adalah modal kerja senilai Rp10 juta.” Jika Latif akan menggunakan modal
tersebut, Zaki berhak untuk meminta imbalan hasil dari usaha Latif tersebut
berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini hanya dapat dilakukan jika Latif
menggunakan dana untuk usaha produktif, bukan untuk keperluan konsumtif.
Jika ternyata Latif menawarkan bagi hasil yang kurang menarik atau lebih
rendah dari yang diharapkan, maka Zaki dapat melakukan negosiasi untuk
bekerja sama atau membatalkannya. Itulah prinsip nilai uang dalam lembaga
keuangan syariah.
4. Keterkaitan antara Transaksi Keuangan dan Sektor Produktif
Pada hakikatnya modal merupakan faktor produksi, penggunaan modal
melalui sistem keuangan selalu dimaksudkan untuk menggerakkan sektor riil.
Uang tidak akan memberikan nilai tambah dengan sendirinya, namun uang
baru akan memberikan nilai tambah ketika ditransformasikan menjadi modal
kerja atau alat tukar (jual beli barang). Sistem keuangan syariah tidak
menawarkan keuntungan atas kekayaan keuangan yang tidak terkait dengan
sektor produktif. Simpanan akan memberikan imbalan ketika dipergunakan
untuk sektor produktif. Demikian pula halnya dengan dana pinjaman yang
diberikan tidak berhak atas keuntungan kecuali dimanfaatkan untuk
peningkatan produksi.
5. Larangan Perilaku Spekulatif Berlebihan
Sistem Lembaga keuangan syariah melarang penimbunan dan transaksi yang
menanggung ketidakpastian tinggi, perjudian, dan risiko yang ekstrem,
misalnya menimbun barang kebutuhan hidup sehari-hari sehingga terjadi
kelangkaan barang dengan harapan harga barang akan meningkat dan
memperoleh keuntungan yang maksimal dari selisih harga pembelian dan
penjualan barang.

9
6. Kesakralan Suatu Kontrak
Islam menjunjung tinggi kewajiban memenuhi kontrak dan keterbukaan
informasi sebagai kewajiban suci agar tidak terjadi moral hazard. Moral
hazard merupakan ketidakjujuran seseorang yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya kerugian. Misalnya, seorang manajer memiliki
insentif untuk mengejar kepentinganya sendiri atas biaya pemegang saham
(Asbaugh, 2004). Pada kondisi tersebut manager cenderung mengejar laba
jangka pendek untuk mendapatkan bonus atau insentif dengan mengabaikan
kinerja jangka panjang, sehingga terjadinya moral hazard. Moral Konsep
Dasar Keuangan Syariah 67 hazard yang dilakukan manajer ini akan
merugikan pemegang saham karena laba yang dilaporkan belum tentu dalam
bentuk aliran kas tetapi kompensasi atau bonus yang dibayarkan merupakan
aliran kas keluar. 7. Kegiatan Investasi yang Syariah Investasi dilakukan
sesuai prinsip syariah, misalnya bertani dengan sistem bagi hasil antara petani
dan pemilik lahan, melakukan investasi pada surat berharga syariah. Dalam
melakukan investasi tidak diperbolehkan berinvestasi pada kegiatan yang
tidak sesuai dengan prinsip syariah seperti, produksi minuman keras,
perjudian, dan perdagangan ilegal seperti perdagangan manusia (human
trafficking).

2.3 Jenis – jenis Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan adalah Badan usaha yang kekayaannya terutama


berbentuk aset keuangan atau tagihan (claim); yang fungsinya sebagai lembaga
intermediasi keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan
secara luas berbagai jasa keuangan (misalnya: simpanan, kredit, proteksi
asuransi, penyediaan mekanisme pembayaran & transfer dana) dan merupakan
bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern dalam melayani
masyarakat.
Sedangkan lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang
menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga

10
Keuangan Syariah terdiri dari Bank dan Non-Bank (Asuransi, Pegadaian,
Reksa Dana, Pasar Modal, dan BMT).
A. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BERBENTUK BANK
1. Bank Umum Syariah/ Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah Badan Usaha yang menjalankan fungsi
menghimpun dana dari pihak yang surplus dana kemudian menyalurkan
kepada pihak yang defisit dana dan menyediakan jasa keuangan lainnya
berdasarkan prinsip syariah Islam.
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi
tiga yaitu Produk penyaluran dana (Murabahah, As-salam, Istishna,
Ijarah, Musyarakah, dan Mudharabah) produk penghimpunan dana
(Prinsip Wadiah dan Prisip Mudharabah), dan produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya seperti Sharf (Jual Beli Valuta
Asing).
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR
adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam
bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dalam bentuk itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR
adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah
tertuang pada surat Direksi Bank Indonesia No.
32/36/KEP/DIR/tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada teknisnya BPR
syariah beroperasi layaknya BPR konvensional namun menggunakan
prinsip syariah.
UU BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan operasional
BPR Syariah dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
11
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
yang meliputi:
1. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah;
2. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;
3. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau
mudharabah.
b. Melakukan penyaluran dana melalui:
1. Transaksi jual beli melalui prinsip murabahah, istishna,
salam, ijarah, dan jual beli lainnya;
2. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah, dan bagi hasil lainnya;
3. Pembiayaan lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah
sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
B. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
1. BMT atau Baitul Mal Wa Tamwil
BMT terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil.
Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh.
Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan dan
penyaluran dana komersial.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri
Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan
prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa
dan modal awal dari tokohtokoh masyarakat setempat dengan
berlandaskan pada sistem ekonomi yang salam.
BMT mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

12
a. Penghimpun dan penyalur dana, dengan menyimpan uang di
BMT, uang tersebut dapat ditingkatkan utilitasnya, sehingga
timbul unit surplus (pihak yang memiliki dana berlebih) dan
unit defisit (pihak yang kekurangan dana).
b. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan alat
pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan
untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan.
c. Sumber pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja
dan memberi pendapatan kepada para pegawainya.
d. Pemberi informasi, memberi informasi kepada masyarakat
mengenai risiko keuntungan dan peluang yang ada pada
lembaga tersebut.
e. Menjadi perantara keuangan (Financial Intermediary) antara
aghniya sebagai shahibul maal dengan dua’afa sebagai
mudharib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infak,
sedekah, wakaf dan hibah. (Unggul Priyadi, 2017: 17)
Adapun mekanisme kerja BMT adalah sebagai berikut :
a. Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang
BMT, menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan ini
kepada rekan-rekannya sebagai upaya untuk menarik beberapa
orang sebagai pemrakarsa awal hingga mencapai lebih dari 20
orang.
b. Dua puluh orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati
pendirian BMT di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan
bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian BMT.
c. Modal awal kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakatan
bersama (tidak harus sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga
mencapai jumlah yang telah ditentukan untuk pendirian sebuah
BMT).
d. Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.
13
e. Pengurus BMT kemudian merapatkan dan merekrut pengelola/
manajemen BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat
sidiq, amanah, fathanah dan benar-benar menguasai visi, misi,
tujuan dan usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan keras
dan dengan sepenuh hati untuk mengembangkan BMT.
f. Penggurus BMT menghubungi PINBUK setempat untuk
memberikan pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT
tersebut (umumnya 2 minggu pelatihan dan magang).
g. Pengelola yang telah diberi pelatihan kemudian membuka
kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan
simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha
mikro dan kecil di sekitarnya.
h. Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan
sistem bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang
telah disepakati.
i. Hasil dari bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para
pengelola untuk membayar honor para pengelola dan membayar
kegiatan operasional BMT.
j. Hasil dari bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil
kepada penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi hasil yang
diperoleh para penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank
konvensional.
2. Asuransi Syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, “insurance”. Dalam
bahasa arab istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin
yang secara bahasa berarti tuma’ ninatun nafsi wa zawalul khauf,
tenangnya jiwa dan hilangnya rasa takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 Tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara
dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
14
mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah
orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
a. Pendapat Ulama Tentang
Asuransi Pada awalnya para ulama berbeda pendapat
dalam menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah
menjadi kontroversial, dari masalah ini dapat dipilah menjadi dua
kelompok yaitu; adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan
ada juga yang memperbolehkan asuransi.
Asuransi syariah haram karena alasan berikut ini.
1) Gharar : Terlihat dari unsur ketidakpastian tentang sumber dana
yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak pemegang polis.
2) Maysir adalah Yaitu unsur judi yang gambarkan dengan
kemungkinan adanya pihak yang dirugikan di atas keuntungan
pihak yang lain.
3) Riba yaitu adanya kelebihan yang terjadi saat asuransi
membayar uang klaim kepada nasabahnya maupun ahli
warisnya dalam jumlah besar dari nominal premi yang diterima.
4) Asuransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya
seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi.
15
1) Tidak terdapat nash Alquran atau Hadist yang melarang
asuransi.
2) Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua
belah pihak.
3) Asuransi menguntungkan kedua belah pihak.
4) Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-
premi yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.
5) Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis
dengan perusahaan asuransi.
6) Asuransi termasuk syirkah at-ta’awuniyah, usaha bersama yang
didasarkan pada prinsip tolong-menolong.
b. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah
1. Saling Membantu dan Bekerjasama “…Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran…” (QS. Al-Maidah: 2) “Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.” (HR.
Abu Daud) “Barang siapa yang memenuhi kebutuhan
saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR.
Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
2. Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan
kesulitan Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak
berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat
umum. ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu…’ (QS. 4 :29).
3. Saling bertanggung jawab.
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba Islam menekankan
aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi
16
resiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek
inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan
gharar, maysir dan riba yang selama ini terjadi di lembaga
konvensional.
3. Pegadaian Syariah
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai
adalah suatu hak yang diperoleh pihak yang mempunyai piutang atas
suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan oleh pihak
yang berutang kepada pihak yang berpiutang. Pihak yang berutang
memberikan kekuasaan kepada pihak yang mempunyai piutang untuk
memiliki barang yang bergerak tersebut apabila pihak yang berutang
tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya waktu
pinjaman.
Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian
Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah.
a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian
menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
b. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau
jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini
dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas
penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan
akad.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi berikut ini. Orang yang
berakad:
a. Yang berhutang (rahin) dan
b. Yang berpiutang (murtahin).
17
c. Sighat (ijab qabul).
d. Harta yang di-rahn-kan (marhun).
e. Pinjaman (marhun bih).
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional
Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut: Melalui akad
rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian
menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah
timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan,
biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini
dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah
sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Syariah akan memperoleh kentungan hanya dari bea
sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa
modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat
dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang
akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di
Pegadaian.
Berikut ini ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad
tersebut
a. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin
mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b. Marhun Bih (Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang
dirahn-kan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
c. Marhun (barang yang di-rahn-kan). Marhun bisa dijual dan nilainya
seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik
sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa
diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

18
d. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn-
kan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
e. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya
asuransi,biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan
serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah,
masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian,
kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda
pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang
bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan
pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang
dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik
dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum
uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai
taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah
melakukan akad dengan kesepakatan berikut ini.
a. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama
maksimum empat bulan.
b. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp90,- (sembilan
puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp10.000,- per 10 hari yang
dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
c. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh
Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:
a. melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun
sebelum jangka waktu empat bulan;
b. mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa
simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi;

19
c. atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada
saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya
membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi
barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan
pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang
menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun
untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata
nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan
menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
4. Reksa Dana Syariah
Reksadana adalah sebuah wadah dimana masyarakat dapat
menginvestasikan dananya dan oleh pengurusnya (manajer investasi)
dana itu diinvestasikan ke portofolio efek. Reksadana merupakan jalan
keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta dalam pasar modal
dengan modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung
risiko yang sedikit. Pada reksadana syariah sudah tentu dana akan
disalurkan kepada saham syariah dan surat berharga syariah seperti
sukuk.
Saham syariah adalah kepemilikan atas usaha tertentu dimana
usaha tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah Islam. Sedangkan
kegiatan transaksi saham syariah tidak berbeda jauh dengan saham
konvensional. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban pejuang
ekonomi syariah untuk terus mengkaji saham syariah lebih syar’i dalam
transaksinya. Akad antara investor dengan lembaga hendaknya
dilakukan dengan sistem mudharabah/qiradh.
Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat
berharga syariah, yang dijual kepada individu atau perseorangan
melalui agen penjual dengan volume minimum yang telah ditentukan.
20
Tujuan penerbitan sukuk adalah membiayai anggaran perusahaan,
divesifikasi sumber pembiayaan, memperluas basis investor, mengelola
portofolio pembiayaan. Dalam melakukan transaksi Reksadana Syariah
tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya
mengandung gharar seperti najsy (penawaran palsu).
Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana
konvensional dan reksa dana syariah. Ada beberapa hal yang juga harus
diperhatikan dalam investasi syariah ini.
a. Kelembagaan
Dalam syariah Islam belum dikenal lembaga badan hukum
seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya
mencerminkan kepemilikan saham dari perusahaan yang secara
syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah,
keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah Dewan
Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan
ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan
Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan
begitu proses di dalam akan terus diikuti perkembangannya agar
tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip investasinya.
b. Hubungan investor dan perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan
dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut
bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut
karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus
bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi
21
jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual
belikan. Sahamsaham dalam reksa dana syariah merupakan yang
harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah.
Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham
karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya
hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa
dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga
harus dilakukan dengan jelas.
c. Kegiatan investasi reksa dana
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah
dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
syariah, diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan
adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi,
makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi
dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan
dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang
tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau
sahamsaham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Dimana
saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan
oleh Dewan Syariah. Dalam melakukan transaksi reksa dana syariah
tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang
didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan
tindakan spekulasi lainnya.
5. Obligasi Syariah
Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk.
Sukuk berasal dari bahasa Arab “sak” (tunggal) dan “sukuk” (jamak)
yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman
praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk

22
mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah
atau sekumpulan aset.
Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke
pelbagai jenis seperti obligasi saham, isthisna, murabahah, musyarakah,
mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih populer dalam
perkembangan obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah
obligasi mudharabah dan ijarah.
Obligasi syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir
tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang
diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah
mulai diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-
MUI No.32/DSN-MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa
DSN-MUI No.33/DSN-MUI/ /2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah
pertama kali diterbitkan pada tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa
tentang obligasi syariah ijarah (Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/
/2003).
Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten
bertindak selaku mudharib, pengelola dana dan investor bertindak
sebagai shahibul maal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh
investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan
dana oleh investor
Berikut ini perbedaan obligasi syariah dan obligasi konvensional.
a. Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan
keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah,
disamping memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus
memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap investasi yang
diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan
prinsip syariah.
b. Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga
yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan
23
diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan
sistem bagi hasil yang didasarkan atas aset dan produksi.
c. Obligasi syariah di setiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad.
Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah,
salam, istisna, dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat
diinvestasikan ke pasar uang dan atau spekulasi di lantai bursa.
Sedangkan untuk oblig
6. Modal Ventura Syariah
Modal Ventura Syariah adalah suatu pembiayaan dalam penyertaan
modal dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang ingin
mengembangkan usahanya untuk jangka waktu tertentu (bersifat
sementara). Modal ventura merupakan bentuk penyertaan modal dari
perusahaan pembiayaan kepada perusahaan yang membutuhkan dana
untuk jangka waktu tertentu. Perusahaan yang diberi modal sering
disebut sebagai investee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang
memberi dana disebut sebagai venture capitalist atau pihak investor.
Penghasilan modal ventura sama seperti penghasilan saham biasa,
yaitu dari dividen (kalau dibagikan) dan dari apresiasi nilai saham
dipegang (capital gain). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa Modal Ventura Syariah yakni penanaman modal dilakukan oleh
lembaga keuangan Syariah untuk jangka waktu tertentu, dan setelah itu
lembaga keuangan tersebut melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.
Lahirnya perusahaan Modal Ventura telah memberi bantuan nyata
kepada usaha kecil menengah dan koperasi. Namun, dalam upaya
membina usaha khususnya pada para pengusaha masih banyak berbagai
permasalahan yang ditemui diantaranya berikut ini.
a. Arah bisnis yang belum jelas, terutama untuk jangka panjang karena
kebanyakan dari Perusahaan Pasangan Usaha masih berpatokan
pada pengalaman masa lalu.
24
b. Modal kerja yang minim, sehingga perkembangan usaha menjadi
lamban, disamping kurangnya pengetahuan tentang seluk beluk
perkreditan maupun pembiayaan.
c. Manajemen yang belum profesional, adanya monitoring yang
dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura selalu dicurigai.
d. Kurangnya tenaga kerja yang terampil, berakibat pada produk yang
dihasilkan tidak kompetitif.
e. Prospek pasar yang belum jelas (berorientasi produk).
f. Pemasaran kurang gencar dan cenderung cepat puas dengan pasar
yang dimiliki.
g. Biaya produk tinggi, akibat kuantitas produk reatif kecil akibat daya
serap pasar yang terbatas
h. Mutu produk yang masih rendah.
i. Tidak teguh dan kurang ulet dalam menjalankan usaha.
j. Pemanfaatan waktu yang kurang efisien dan kurang efektif.
Solusi Perusahaan Modal Ventura dalam menghadapi
permasalahan yang ada antara lain:
a. mengidentifikasi kebutuhan;
b. membantu permodalan;
c. memberi tenaga pendamping yang profesional dari Perusahaan Modal
Ventura;
d. memberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan usaha;
e. membentuk kemitraan sesama pengusaha;
f. membentuk jejaring (Net Working) diantara para pengusaha;
g. memberikan teknologi yang tepat guna.
Adapun konsep perusahaan Modal Ventura Syariah adalah sebagai
berikut.
a. Mekanisme pembiayaan dalam Modal Ventura dilakukan dalam
bentuk penyertaan modal.

25
b. Metode pengambilan keuntungan dalam Modal Ventura dilakukan
melalui bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh kegiatan usaha
yang dibiayai.
c. Produk pembiayaan Modal Ventura dikeluarkan oleh lembaga
keuangan bukan bank, yaitu perusahaan pembiayaan Modal Ventura.
d. Jaminan dalam pembiayaan Modal Ventura tidak diperlukan, karena
sifat pembiayaannya lebih condong ke sebuah bentuk investasi.
e. Sumber dana untuk pembiayaan Modal Ventura bisa berasal dari
perusahaan Modal Ventura sendiri dan juga berasal dari pihak lain.
f. Upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi dalam pembiayaan
Modal Ventura, baik yang dilakukan oleh perusahaan Modal Ventura
maupun perusahaan pasangan usaha, maka upaya penyelesaiannya
dapat dilakukan melalui upaya damai, pengadilan negeri, dan
lembaga arbitrase.

2.4 Prinsip manajemen dalam Lembaga keuangan syariah

Keuangan Syariah tentunya harus memiliki prinsip dasar sesuai ketentuan dalam
Islam. Tepatnya berprinsip pada 2 pedoman Islam yang dijadikan sebagai kitab, yaitu
Quran dan hadist. Manajemen keuangan Syariah merupakan suatu system pengelolaan
keuangan secara Islami. Untuk proses pengelolaanya pun sudah pernah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya dalam mengelola hartanya umat Islam.
Sehingga harta tersebut dapat bermanfaat.

1. Pengertian Manajemen Syari’ah


Manajemen dalam bahasa Arab disebut dengan idarah. Idarah
diambil dari perkataan adartasy-syai atau perkataan adarta bihi juga dapat
didasarkan pada kata ad-dauran. Pengamat bahasa menilai pengambilan
kata yang kedua, yaitu adarta bihi. Oleh karena itu, dalam Elias Modern
Dictionary English Arabic kata management (Inggris), sepadan dengan kata
tabdir, idarah, siyasah, dan qiyadah dalam bahasa Arab. Dalam Al-Quran,
26
tema-tema tersebut hanya ditemui temui tema tabdir dalam berbagai
derivasinya. Tabdir adalah bentuk masdar dari kata kerja dabbara,
ydabbiru, tabdiran. Tabdir berarti penertiban, pengaturan, pengurusan,
perencanaan, dan persiapan.
Secara istilah, sebagian pengamat mengartikannya sebagai alat
untuk merealisasikan tujuan umum. Oleh karena itu, menurut mereka,
idarah (manajemen) adalah aktivitas khusus menyangkut kepemimpinan,
pengarahan, pengembangan personal, perencanaan dan pengawasan
terhadap pekerjaan yang berkenaan dengan unsur- unsur pokok dalam suatu
proyek. Tujuannya adalah hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai
dengan cara yang efektif dan efisien.
Berdasarkan dari uraian-uraian di atas, secara implisit dapat
diketahui bahwa hakikat manajemen yang terkandung dalam Al- Quran
adalah merenungkan atau memandang ke depan suatu urusan (persoalan)
agar persoalan itu terpuji dan baik akibatnya. Untuk menuju hakikat
tersebut diperlukan adanya pengaturan dengan cara yang bijaksana.
Menurut Didin dan Hendri, manajemen dikatakan telah memenuhi
syari’ah apabila:
a. Mementingkan perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan
dan ketauhidan
b. Mementingkan adanya struktur organisasi
c. Membahas soal system
d. Sistem ini disusun agar perilaku pelaku di dalamnya berjalan
dengan baik. Sistem pemerintahan Umar bin Abdul Aziz,
misalnya, merupakan salah satu yang terbaik. Sistem ini berkaitan
dengan perencanaan, organisasi, dan kontrol, Islam pun telah
mengajarkan jauh sebelum adanya konsep itu lahir, yang dipelajari
sebagai manajemen ala Barat.

27
2. Esensi Manajemen Keuangan Syariah

Manajemen keuangan syari’ah adalah aktivitas termasuk kegiatan


planning, analisis dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang
berhubungan dengan cara memperoleh dana,menggunakan dana, dan mengelola
aset sesuai dengan tujuan dan sasaran untuk mencapai tujuan dengan
memerhatikan kesesuaianya pada prinsip syari’ah. Dengan kata lain, manajemen
keuangan syari’ah merupakan suatu cara atau proses perencanaan,
pengorganisasian, pengoordinasian, dan pengontrolan dana untuk mencapai tujuan
sesuai dengan hukum Islam (prinsip syariah).

Berdasarkan prinsip tersebut, dalam perencanaan, pengorganisasian,


penerapan, dan pengawasan yang berhubungan dengan keuangan secara syari’ah
adalah:

a) Setiap upaya-upaya dalam memperoleh harta harus memerhatikan sesuai


dengan syari’ah seperti perniagaan/jual beli, pertanian, industri atau jasa-jasa;
b) Objek yang diusahakan bukan sesuatu yang diharamkan
c) Harta yang diperoleh digunakan untuk hal-hal yang tidak dilarang/mubah,
seperti membeli barang konsumtif, rekreasi dan sebagainya. Digunakan untuk
hal-hal yang dianjurkan/sunnah, seperti infak, wakaf, sedekah. Digunakan
untuk hal-hal yang diwajibkan seperti zakat.
d) Dalam menginvestasikan uang, terdapat prinsip “uang sebagai alat tukar,
bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan:, dapat dilakukan secara
langsung atau melalui lembagaintermediasi seperti bank syari’ah dan pasar
modal syari’ah.

3. Karakteristik Manajemen Keuangan Syariah

Direktorat perbankan syariah BI menguraikan tujuh karakteristik utama


yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi
landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi
nasabah yang telah loyal. Tujuh karakteristik yang diterbitakan dan diedarkan
berupa booklet Bank Syariah, yaitu sebagai berikut:
28
a) Universal, memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang
tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi ataupun perbedaan
agama.
b) Adil, memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta
memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melarang adanya
unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar
(ketidakjelasan), haram, riba.
c) Transparan, terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
d) Seimbang, mengembangkan sektor keuangan melalui aktivitas perbankan
syariah yang mencakup pengembangan sektor real dan UMKM (Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah).
e) Maslahat, bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek
kehidupan.
f) Variatif, produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan
umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan
sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa
pembayaran (debet card, syariah charge)

1. Prinsip Dasar Manajemen Keuangan Syari’ah

1) Prinsip Tauhid

Prinsip tauhid adalah dasar dari segala aktivitas kehidupan


manusia. Kesadaran tauhid akan membawa pada keyakinan dunia akhirat
secara simultan, sehingga seorang pelaku ekonomi tidak mengejar
keuntungan materi semata. Kesadaran tauhid juga akan mengendalikan
seseorang atau pengusaha muslim untuk menghindari segala bentuk
eksploitasi terhadap sesame manusia. Dari sini dapat dipahami mengapa
islam melarag transaksi yang mengandung unsur riba, pencurian,
penipuan terselubung, bahkan melarang menawarkan barag pada
konsumen pada saat konsumen tersebut bernegoisasi dengan pihak lain.

2) Prinsip Keadilan

29
Kata adil berasal dari Bahasa arab “adl” yang bermakna sama. Di
antara pesan-pesan Al-Quran (sebagai sumber hukum islam) adalah
penegakkan keadilan.

Dalam operasional ekonomi Syariah keseimbangan menduduki


pesan yang angat menentukan untuk mencapai fala (kemenangan,
keberuntungan). Dalam terminology fiqh adil adalah menempatkan
sesuatu pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak
serta memperlakukan sesuatu pada posisinya. Implementasi keadilan
dalam aktivitas ekonomi adalah berupa aturan prinsip ekonomi maupun
transaksi yang melarang adanya unsur : Riba, Maysir, Gharar, Haram.

3) Prinsip Kemaslahatan

Hakikat kemaslahatan adalah segala bentuk kebaikan dan


manfaat, aktivitas ekonomi dipandang memenuhi maslahat jika memenuhi
dua unsur, yaitu ketaatan (halal) dan bermanfaat serta membawa
kebaikan. Dengan demikian, aktivitas tersebut dipastikan tidak adan
menimbulkan mudarat.

4) Prinsip Ta’awun (tolong-menolong)

Hakikatnya harta merupakan amanah dari alloh yang diberikan


kepada manusia, oleh sebab itu selain digunakan untuk kepentingan
pribadi seperti berbelanja bahan konsumtif harta jga harus digunakan
untuk kepentingan orang lain. Seperti halnya menggunakan harta untuk
menolong orang lain dalam transaksi ataupun sedekah baik yang wajib
maupun tidak.

5) Prinsip keseimbangan

Prinsip keseimbangan dalam keuangan Syariah mencakup


berbagai aspek : keseimbangan antara sector keuangan dan sector riil,

30
resiko dan keuntungan, bisnis dan kemanusiaan, serta pemanfaatan dan
pelestarian sumber daya alam.

2.5 akad-akad muamalah dalam Lembaga keuangan syariah

Perbankan Syariah sebagai Lembaga keuangan yang berupaya dapat


mengakomodir kebutuhan masyarakat akan layanan jasa keuangan dan
perbankan dengan prinsip Syariah. Secara garis besar layanan yang diberikan
bank Syariah nyaris tidak berbeda dengan bank konvensional. Hal utama yang
membedakannya adalah adanya akad yang mendasari setiap layanan.
Makna Akad secara umum adalah semua pernyataan, baik lisan, tulisan
maupun isyarat yang menyebabkan seseorang berkewajiban melakukan
sesuatu. Kewajiban ini menimbulkan ikatan antar pelaku akad.
Sebagaimana bank konvensional, kegiatan utama bank Syariah adalah (1)
pendanaan; yaitu menghimpuna dana dari masyarakat. Dana yang terhimpun
akan dikelola dan dikembangkan dalam bentuk (2) pembiayaan kepada
nasabah; yaitu memberikan layanan keuangan bagi nasabah. Kegiatan transaksi
(muamalah) yang lazim dilayani oleh perbankan syariah adalah berdasarkan
kegiatan jual beli beserta turunannya. Dalam muamalah ini ada rukun dan
syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

Rukun Jual Beli :

1. Subjek transaksi : yaitu penjual dan pembeli


2. Objek transaksi : yaitu uang (sebagai alat tukar) dan barang atau jasa
3. Shighat akad : yaitu ucapan atau isyarat dari penjual dan pembeli yang
menunjukkan keinginan mereka untuk melakukan akad secara ridha.

Syarat Jual Beli :

1. Subjek harus pemilik atau wakilnya


2. Subjek harus orang yang cakap bertransaksi

31
3. Objek harus halal manfaat
4. Objek memungkinkan untuk diserah-terimakan
5. Jelas kriteria objek
6. Jelas harganya
7. Saling ridha

Jika rukun tidak ada, maka transaksi tidak akan terjadi. Sementara jika syarat
tidak terpenuhi, transaksi bisa tetap terjadi, hanya tidak sah.

1. Pengertian Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut
istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu
perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
Dasar hukum dilakukannya akad adalah :“Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al Maidah : 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian
atau akad itu hukumnya wajib. Menurut Misbahuddin dalam bukunya yang
dikutip dari buku sabri samin menjeleaskan bahwa akad dapat dilakukan
dengan cara lisan maupun tulisan, yang penting adalah ijab dengan qabulnya
jelas,pasti dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak yang mengadakan
perikatan. Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan
qabul(penerimaan). Istilah al-aqdu (akad) dapat disamakan dengan istilah
verbintenis (perikatan) dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah al-ahdu (janji)
dapat disamakan dengan istilah perjanjian.
2. Macam-macam Akad
Akad dibagi menjadi beberapa jenis, yang setiap jenisnya sangat
bergantung pada sudut pandangnya. Jenis akad tersebut adalah :
1) Berdasarkan pemenuhuan syarat dan rukun, seperti sah atau tidak
sahnya suatu akad.

32
2) Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau belum, seperti
contoh akad yang telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah,
gadai dan lain-lain. Sedangkan akad yang belum dinamai syara’,
tetapi disesuaikan dengan perkembangan jaman.
3) Berdasarkan barang diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik
berupa benda yang berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud
( ghair al-‘ain).
Dalam transaksi lembaga keuangan syariah dibagi dalam beberapa
bagian yaitu:
1. Tabungan/penghimpun dana (Funding)
a. Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya
menitipkan barang kepada orang lain tanpa ada upah. Jika
Bank meminta imbalan (ujrah) atau mensyaratkan upah,
maka akad berubah menjadi ijaroh. Pada bank Syariah
seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah
b. Mudharobah adalah Kerja sama antara dua pihak di mana
yang satu sebagai penyandang dana (shohib al-maal) dan
yang kedua sebagai pengusaha (mudhorib) sementara
keuntungan dibagi bersama sesuai nisbah yang disepakati
dan kerugian finansial ditanggung pihak penyandang dana.
Dalam bank syariah seperti Tabungan maunpun Deposito
berdasarkan prinsip mudharobah
2. Berbasis jual beli (al- bay) seperti murabahan, salam dan istishna.
a. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati,
b. Salam adalah pembelian barang yang diserahkan di
kemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan di
muka
c. Istishna, adalah merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-
salam yang merupakan akad penjualan antara pembeli dan
33
pembuat barang. Dalam akad ini pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli, pembuat barang lalu berusaha
melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang
menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada pembeli akhir.
3. Berbasis Sewa Menyewa, seperti Ijarah dan Ijarah Muntahiiyah Bit-
Tamlik
a. Ijarah adalah, pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan
nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban
menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai
dengan kesepakatan akad. Atau kata istilah lain akad untuk
mendapatkan manfaat dengan pembayaran. Aplikasinya dalam
perbankan berupa leasing
b. Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik, adalah akad sewa menyewa
barang antara bank dengan penyewa yang diikuti janji bahwa
pada saat ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah
kepada penyewa, ringkasnya adalah Sewa yang berakhir dengan
kepemilikan.
4. Berbasis Upah/Jasa Pelayanan, seperti Kafalah, Wakalah, Hiwalah, Rahn
dan jualah
a. Kafalah adalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil). Dalam produk
perbankan kafalah dipakai untuk LC, Bank guarantee dll.
b. Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak
lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Dalam perbankan wakalah
biasanya dengan upah (ujroh) dan dipakai dalam fee based income
seperti pembayaran rekening listrik, telpon dll.
c. Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang
berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-
nya. Dalam industri perbankan hawalah dengan upah (fee, ujroh)
dipergunakan untuk pengalihan utang dan bisa juga untuk LC.

34
d. Rahn (gadai) yaitu adalah menyimpan sementara harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh si
piutang, perbedaan gadai syariah dengan konvensional adalah hal
pengenaan bunga. Gadai Syariah menerapkan beberapa system
pembiayaan, antara lain qardhun hasan (pinjaman kebajikan),
mudharobah ( bagi hasil) dan muqayyadah ( jual beli).
e. Jualah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari
nasabah, misalnya untuk pemesanan tiket pesawat atau barang
dengan menggunakan kartu debit/cek/transfer. Atas jasa pelayanan
ini bank memperoleh fee, Selain di dunia perbankan, akad juga
dikenal dalam perasuransian syariah atau dikenal dengan akad
takaful, yaitu akad dimana saling menanggung. Para peserta asuransi
takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan
menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian
dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat
ikhlas adalah ibadah.
3. Contoh-contoh akad
1) Akad-Akad Transaksi Syariah
Islam merumuskan suatu sitem ekonomi yang sama sekali berbeda
dengan sistem ekonomi lain, yang selama ini kita kenal. Hal ini karena
ekonomi Islam memiliki akar dari Syariah yang menjadi sumber dan panduan
bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Dari dasar tersebut,
maka sistem ekonomi syariah dalam membangun jaringan transaksinya yang
disebut “akad-akad syariah” memiliki suatu standar istilah yang bersumber
dari Al-Qur’an dan Hadis.
Dalam transaksi lembaga keuangan syariah, khususnya perbangkan
syariah ada dua jenis yang dikenal yaitu :
Tabungan/penghimpun dana (Funding), seperti Wadiah dan Mudharobah,
a. Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya menitipkan barang
kepada orang lain tanpa ada upah. Jika Bank meminta imbalan (ujrah)
atau mensyaratkan upah, maka akad berubah menjadi ijaroh. Pada bank
Syariah seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah.

35
b. Mudharobah adalah Kerja sama antara dua pihak di mana yang satu
sebagai penyandang dana (shohib al-maal) dan yang kedua sebagai
pengusaha (mudhorib) sementara keuntungan dibagi bersama sesuai
nisbah yang disepakati dan kerugian finansial ditanggung pihak
penyandangdana.
2) Perbankan Syariah
Tabungan, baik tabungan biasa maupun tabungan berjangka waktu,
seperti tabungan haji dan kurban. Produk penghimpunan dana ini didsarkan
kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 02/DSN -- MUI/IV/2000 tentang
tabungan. Dalam fatwa ini , yang dimaksud dengan tabungan adalah
simpanan dana yang penarikannya hanya dapar dilakukan menurut syarat-
syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Deposito, baik deposito biasa maupun deposito spesial (special
investment) dimana dana yang dititipkan pada bank khusus untuk bisnis
tertentu. Produk ini didasarkan kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No :
03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito. Pada Fatwa ini, yang dimaksud
dengan deposito adalah simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan bank.
3) Pembiayaan Syariah dan Pegadaian Syariah
Pada sisi financing, mudharabah pada perbankan syariah diterapkan
untuk pembiayaan mudharabah, baik pembiayaan modal kerja, maupun
investasi khusus (mudharabah muqqayah). Produk pembiayaan mudharabah
ini didasarkan kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No :
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (Qiradh).
Berdasarkan fatwa ini pihak bank dapat menyalurkan dananya kepada pihak
lain dengan cara mudharabah , yaitu akad kerjasama suatu usaha antara suatu
usaha antara dua belah pihak lain dengan pihak pertama (Shahib-mal/bank)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (mudharib/nasabah)
bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi antara mereka
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Sesuai dengan prinsip

36
mudharabah, bank sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Begitu juga
dengan jaminan. Begitu juga dengan jaminan, dalam pembiayaan
mudharabah pada prinsipnya tidak ada jaminan. Namun, agar mudharib tidak
melakukan penyimpangan, bank dapat meminta jaimnan dari mudharib.
Jaminan ini tidak dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
Mudharabah secara fiqh yang dikenal dengan mudharabah klasik dipandang
oleh perbankan syariah sebagai investasi yang beresiko tinggi, karena dana
yang disalurkan 100% dari pihak bank kepada nasabah. Mudharabah seperti
ini sulit diterapkan bank syariah kepada nasabah secara individu.7 Oleh
karena itu, bank syariah lebih cenderung menyalurkan danya kepada lembaga
keuangan mikro seperti koperasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang


prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah.
Operasional lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan
37
maisir. Hal- hal terssebut sangat diharamkan dan sudah diterangkan dalam Al-
Quran dan Al- Hadist.
Lembaga keuangan syariah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Adri Soemitra,
202016: 28): lembaga keuangan depositori syariah (depository financial instituation
syariah) yang disebut lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah
non depositori (non depository financial instituation syariah) yang disebut lembaga
keuangan syariah bukan bank.
Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk
menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta
membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh
agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta menyelesaikan masalah yang
memerangkap umat Islam hari ini, bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau
sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim.
Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat
diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi
oleh masyarakat.
Perjanjian (al-‘aqd) dalam islam menjadi sangat penting mengingat
perkembangan luar biasa di bidang ekonomi syariah. Perjanjian dalam islam
dikenal dengan istilah al-‘aqd yang berarti ikatan atau perjanjian dan
kesepakatan.
Dalam terminologi hukum, mudharabah adalah suatu kontrak, dimana suatu
kekayaan atau persediaan stok tertentu ditawarkan oleh pemiliknya atau
pengurusnya kepada pihak lain, untuk membentuk suatu kemitraan, dimana
kedua pihak akan berbagi keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimudin Agus. 2020. Bentuk Akad-akad Bernama Di Lembaga Keuangan Syariah.
Jurnal Of Islamic And Business. Vol 02, No 02.

Budiono Arief. 2017. Penerapan Prinsip Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah.
Jurnal Law and Justice. Vol 2, No 1.

Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

38
Siamat, Dahlan. 2001. Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Kedua, Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sinungan, Muchdarsyah. 1992. Manajemen Dana Bank, Jakarta: Bumi Aksara.

Soemitra, Andri. 2016. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, cetakan ke-6.

Sudarsono, Heri. 2003. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonesia. Syafi'i


Antonio, Muhammad. (2001). Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani.

Ascara. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Asri,
Nurul. 2016. Makalah: Obligasi Syariah

Lathif, Azharudin. 2005. Fiqh Muamalat, Ciputat : UIN Jakarta Press. Memunah, Siti.
2016. Makalah: Pegadaian syariah, Kudus: STAIN. Muhamad. 2002. Manajemen
Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

39

Anda mungkin juga menyukai