Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ekonomi islam hakikatnya adalah ekonomi kerakyatan yang terjun langsung ke sektor
rill, dan adanya dispersi pendapatan. Konsep ini sebenarnya sudah jauh diterapkan di Indonesia
dalam bentuk koperasi. Namun, koperasi yang ada di Indonesia mayoritas masih menggunakan
bunga dimana seluruh ulama di dunia telah sepakat, bahwa bunga diqiaskan dengan riba
sehingga hukumnya haram.

Sepanjang akhir dekade ini, banyak lembaga keuangan bermunculan, mulai dari bank, asuransi,
pegadaian, hingga pasar modal dan sebagainya, dengan  penawaran produk syariahnya.
Perkembangan lembaga keuangan syariah tidak dapat berjalan dengan lancar apabila tidak
disertai dengan pemahaman yang baik dari masyarakat mengenai lembaga keuangan syariah dan
kemudian pertanyaan yang muncul adalah, sejauh apa perkembangan lembaga keuangan syariah
di Indonesia dalam menawarkan dan memenuhi  permintaan produk-produk keuangan berbasis
syariah dan peranannya bagi industi jasa keuangan di Indonesia.

Makalah ini menawarkan keilmuan mengenai lembaga keuangan syariah dan perkembangannya
di Indonesia, sebagai suatu konsep dan teori yang perlu diketahui oleh masyarakat pada
umumnya dan mahasiswa ekonomi syariah pada khususnya untuk kemudian dapat digunakan
sebagai referensi keilmuan dalam pemahaman dan praktik pada lingkup lembaga keuangan
syariah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini
adalah, “Sejauh mana perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia dan peranannya
bagi industri jasa keuangan di Indonesia?”

C.    Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan lembaga keuangan syariah di
Indonesia dan peranannya bagi industri jasa keuangan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan syariah ( syariah financial istitution) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang
kekayaannya dalam bentuk aset-aset keuangan (financial assets)  maupun non-financial asset berdasarkan
konsep syariah.
Lembaga keuangan menurut beberapa ahli itu sebagi berikut:
Menurut Dahlan siamat lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya dalam bentuk aset
keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan dengan aset nonfinansial atau aset rill.
[1]Menurut wijaya, lembaga keuangan adalah lembaga keuangan dengan lembaga yang berhubungan
dengan penggunaan uang atau kredit atau lembaga yang berhubungan dengan proses penyaluran
simpanan ke investasi.
[2]Menurut kasmir mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap keunangan , menghimpun dana
menyalurkan dana.
lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaiatan dengan bidang
keuangan. Kegiatan usaha lembaga dapat berupa penghimpunana dana dengan menawarkan berbagai
skema. Dimana kegiatan usaha lembaga keuangan diperuntukan bagi investasi perusahaan, kegiatan
konsumsi, dan distribusi barang dan jasa. Sistem keuangan yanag ada dalam lembaga keuanagan dapat
berbentuk lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah, lembaga keuangan syariah
berbeda dengan lembaga keuangaan konvensiaonal baik dalam tujuan, mekanisme, kekuasaan, ruang
lingkup, serta tanggung jawabnya. Setiap institusi dalam lembaga keuangan syariah menjadi bagaian
integral dari sistem keuangan syariah, lembaga keuanagan syariah bertujuan membantu mencapai tujuan
sosial ekonomi masyarakat islam.
Sedangkan Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebagai bagian dari sistem ekonomi syari'ah, dalam
menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari prinsip syari’ah. Oleh karena itu, lembaga
keuangan syari'ah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang didalamnya terkandung hal-hal yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip syari'ah, yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.

 
Peran dan Fungsi
Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi
keuangan merupakan proses penyerapan dana  dari unit surplus ekonomi,baik sektor usaha,
lembaga pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi
lain.
Fungsi lembaga keuangan dapat ditinjau dari empat aspek, yaitu dari sisi jasa-jasa penyedia
finansial, kedudukannya dalam sistem perbankan, sistem finansial dan sistem moneter.
[6] Keempat fungsi lembaga keuangan tersebut antara lain:
a.      Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi jasa-jasa penyedia finansial. Di antara fungsi
lembaga keuangan sebagai penyedia jasa-jasa finansial antara lain: (1) Fungsi tabungan; (2)
Fungsi penyimpan kekayaan; (3) Fungsi transmutasi kekayaan; (4) Fungsi likuiditas; (5) Fungsi
pembiayaan/kredit; (6) Fungsi pembayaran; (7) Fungsi diversifikasi risiko; (8) Fungsi
manajemen portofolio; dan (9) Fungsi kebijakan.[7]
b.      Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem
perbankan. Lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem
perbankan berfungsi sebagai bagian yang terintegrasi dari unit-unit yang diberi kuasa atau
memiliki kewenangan dalam mengeluarkan uang giral dan deposito.[8]
c.       Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem moneter,
yaitu berfungsi untuk menciptakan uang (money).[9]
d.      Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem
finansial, yaitu berfungsi sebagai bagian dari jaringan yang terintegrasi dari seluruh lembaga
keuangan yang ada dalam sistem ekonomi.[10]

Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah Modern dalam Industri Jasa Keuangan


1. Sejarah Lembaga Keuangan Syariah Global
Secara internasional, perkembangan lembaga keuangan Islam pertama kali diprakarsai oleh
Mesir. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi Pakistan bulan Desember 1970, Mesir mengajukan proposal berupa studi tentang
pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic
Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of
Islamic Banks). Inti usulan yang diajukan dalam proposal tersebut adalah bahwa sistem
keuangan bedasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerjasama dengan skema bagi
hasil keuntungan maupun kerugian. Akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank (IDB)
pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negera Islam pendiri. Bank ini menyediakan
bantuan financial untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk
mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam
penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-
Arab Saudi itu telah memiliki lebih dari 56 negara anggota.[11]
Pada perkembangan selanjutnya di era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam mulai
menyebar ke banyak negara. Beberapa Negara seperti di Pakistan, Iran dan Sudan bahkan
mengubah seluruh sistem keuangan di Negara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga semua
lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di Negara Islam
lainnya seperti Malaysia dan Indonesia, bank nir-bunga beroperasi berdampingan dengan bank-
bank konvensional.[12]
Kini perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke
banyak negara, bahkan ke negara-negara Barat, seperti Denmark, Inggris, Australia yang
berlomba-lomba menjadi Pusat keuangan Islam Dunia (Islamic Financial) untuk membuka bank
Islam dan Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariat Islam.

2. Sejarah Lembaga Keuangan Syariah Indonesia


Menurut sejarah keuangan syariah di Indonesia, berdirinya lembaga keuangan berbasis syariah
lebih banyak diusahakan oleh kelompok profesional muslim yang lebih berorientasi pada praktik.
Namun secara teori keuangan pada umumnya belum terdapat kesepakatan dikalangan akademisi.
[13] Kelompok profesional ini merasa tidak perlu menunggu perkembangan teori terlalu jauh.
Mereka cenderung mewujudkan fikih muamalat ke dalam praktik, tentu saja setelah dilakukan
konseptualisasi. Perkembangan selanjutnya dikawal oleh Dewan Syariah yang dibentuk di
tingkat nasional maupun di setiap bank dan lembaga keuangan syariah.
Jika menilik dari fase perkembangan keuangan islam di Indonesia, maka kita akan menemui
berbagai aturan yang muncul dari inisiatif tokoh agama dan profesional muslim. Berikut fase
kemunculan keuangan islam modern di Indonesia:
a. 1983–1992: Rencana Terapkan “Sistem Bagi Hasil”
b. 1992–1998: Landasan Hukum Bank Syariah Pertama
c. 1998–2010: Muncul Kebijakan Syariah diberbagai Sektor
d. 2010–2015: Pemantapan Kebijakan Syariah
e. 2015–2017: Digitalisasi Keuangan Syariah[14]

3. Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah Modern


Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia dimulai semenjak tahun 1990-an dan
mengalami perkembangan yang semakin marak pada awal tahun 2000-an. Ditandai dengan
bermunculannya sejumlah bank syariah yang didirikan oleh perbankan konvesional, baik yang
sahamnya dimiliki pemerintah maupun swasta.
Perkembangan lembaga keuangan syariah semakin marak, setelah sejumlah kelompok
masyarakat ikut membuat gerakan atau lembaga keuangan alternatif yang berbasis syariah. Ada
lembaga keuangan yang didirikannya telah berbadan hukum, ada juga yang belum. Yang telah
berbadan hukum misalnya, koperasi syariah dan bank perkreditan rakyat syariah. Sementara
yang belum berbadan hukum, antara lain berupa BMT (Baitul Maal wat Tamwil). [15]
Marak dan cepatnya pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan berpola syariah itu,
tentu tidak terlepas dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa bunga
bank itu adalah riba, dan riba sangat dilarang dan diharamkan dalam ajaran Islam. Fatwa itu telah
memberi dampak terhadap penyempitan pasar bagi perbankan konvensional, masalahnya
sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Sementara itu pasar bank syariah semakin
meluas karena banyak nasabah perbankan konvensional, khususnya yang beragama Islam
mengalihkan transaksi perbankannya ke bank syariah. [16]
Perkembangan perbankan syariah menurut data Bank Indonesia mengalami kemajuan yang
spektakuler. Demikian pula lembaga asuransi syariah, perkembangannya di Indonesia
merupakan yang paling cepat di dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang memiliki 138
lembaga asuransi syariah, dan hanya Indonesia yang memiliki 5 lembaga reasuransi syariah. Di
negara manapun biasanya hanya ada satu lembaga reasuransi syariah. Jumlah BMT juga telah
lebih dari 5.000 lembaga yang tersebar di seluruh Indonesia. [17]
Perkembangan perbankan syariah yang impresif hingga mencapai rata-rata pertumbuhan aset
lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir. Tidak heran peran industri perbankan syariah
dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Lahirnya UU Perbankan
Syariah mendorong peningkatan jumlah Bank Umum Syariah (BUS).[18]
OJK mengharapkan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia (RPSI) menjadi panduan arah
pengembangan sektor keuangan syariah. RPSI berisikan inisiatif strategis untuk mencapai
sasaran pengembangan yang ditetapkan OJK. Hasil awal terlihat pada tahun 2015, industri
perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh
Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS dengan total aset sebesar Rp. 273,494 Triliun dengan
pangsa pasar 4,61%.[19]

Implementasi Good Corporate Governence dalam Kepemimpinan Lembaga Keuangan


Syariah
Kata ‘corporate’ atau di-Indonesiakan menjadi ‘korporat’ adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu organisasi bisnis yang memiliki status sebagai badan hukum yang jelas.
Sebagai badan hukum maka korporat adalah subyek hukum yang menyandang hak dan
kewajiban hukum sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan mengenai korporat.
[20]
Penerapan prinsip-prinsip GCG akan meningkatkan citra dan kinerja Perusahaan serta
meningkatkan nilai Perusahaan bagi Pemegang Saham. Tujuan penerapan GCG adalah:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan penerapan prinsip-prinsip
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran dalam pelaksanaan
kegiatan perusahaan;
2. Terlaksananya pengelolaan perusahaan secara profesional dan mandiri;
3. Terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh organ perusahaan yang didasarkan pada nilai
moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Terlaksananya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders;
5. Meningkatkan iklim investasi nasional yang kondusif.[21]
Penerapan Good Corporate Governance di lembaga perbankan syari’ah menjadi sebuah
keniscayaan yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil sebagai pionir
terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka itulah IFSB (Islamic
Financial Service Board), mengekspose draft GCG untuk Lembaga keuangan Syariah. Ketika
draft GCG tersebut disahkan, maka ia akan menjadi pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan
lembaga keuangan syariah di semua negara. Sebelum disahkan, IFSB mengharapkan masukan
dari para akademisi dan praktisi ekonomi Islam di seluruh dunia. Kini draft tersebut sudah
diekspose di tiga negara, Inggris (london), Lebanon (Beirut), dan di Indonesia (Jakarta).[22]
Perbedaan GCG syariah dan konvensional terletak pada syariah compliance, (prinsip kepatuhan
kepada syariah). Sedangkan prinsip-prinsip transparansi, kejujuran, kehati-hatian, kedisiplinan
merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan GCG konvensional.
Sejalan dengan era globaalisasi, maka prinsip-prinsip Good Corporate Governance menempati
posisi yang sangat penting bagi investor dalam melakukan penilaian dan keputusan-keputusan
investasinya. Dengan diterapkannya prinsip Good Corporate Governance maka akan menambah
kepercayaan dan keyakinan dari pemegang saham, seluruh stakeholder dan investor terhadap
perusahaan serta melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas/Manajer/Karyawan dari
tuntutan hukum dan dari campur tangan pihak-pihak tertentu diluar mekanisme korporasi, karena
segala sesuatunya dilaksanakan sesuai dengan aturan (step by rule).
Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance merupakan sarana untuk memperbaiki
citra buruk Indonesia, oleh karena itu lembaga keuangan syariah harus berperan serta dalam
mengubah wajah bangsa, mengembalikan martabat yang telah lama hilang, yaitu melalui
penerapan Good Corporate Governance secara nyata dan konsisten.

  B) Macam-macam Lembaga keuangan syari’ah

Sistem keuangan dijalankan oleh dua lembaga keuanagan, yaitu lembaga keuangan syariaah
yang berbentuk bank, dan lembaga keuangan yang berbentuk nonbank.

1. Lembaga keuangan syariah yang berbentuk Bank :Lembaga keuangan yang berbentuk
bank, merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap. Usaha
keuangan yang dilakukan untuk menyalurkan dana atau memberikan pembiayaan/ kredit
untuk melakukan usaha menghimpun dana dari msayarakat luas dalam bentuk
simpanan(Bank bri syariah,bank mega syariah) Sedangkan dalam pembinaan dan
pengawasan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah itu dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional
MUI.
2. Lembaga keunagan berbentuk Nonbank:lembaga keuangan usaha bank yg tidak menerima dana
dari masyarakat dalam berbentuk giro jasa-jasa yaitu memberikan pinjaman dengan kegiatan
menghimpun dana(giro dan deposito). Sedangkan lembaga Nonbank secara operasional dibina dan
diawasi oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia(BCA).

Lembaga keuanagan bank Syariah terdiri dari :

a) Bank  Umum Syari’ah
Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Bank umum syariah merupakan bank yang bertugas untuk
melayani segenap masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga
lainya. Bank umum syariah dapat berusaha sebagai bank devisa dan bank non devisa.
Bank devisa adanlah bank yang dapat melakasanakan transaksi ke luar negeri atau yang
berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan seperti transfer ke luar negeri,
inkaso ke luar negeri, dan pembukaan letter of credit, dan sebagainya.

b) Bank Pembiayaan  Rakyat Sayriah


Bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sebagai salah satu lembaga keuangan perbankan
syariah, yang oprasionalnya mengunakan prinsip syariah atau muamalah. BPRS syariah
didirikan sebagai langkah aktif dalam restrukturisasi perekonomian indonesia dalam
berbagai kebijaksanaan keuangan, moneter, dan perbankan secara umumdan secara
khusus mengsi kebijakan bank konvensional dalam penetapan suku bunga, BPRS sebagai
perbankan bagi hasil atau sistem perbankan islam. Bahwa Bank pembiayaan rakyat
syariah (BPRS) adalah Bank yang melakasankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Lembaga keuangan syariah nonbank terdiri dari:


a)  Asuransi Syariah
Istilah asuransi berasal dari bahasa belanda “assurantie “ sedangkan dalm bahasa
indonesia  “asuransi”. Akan tetapi arusansi itu bukan asli dari bahasa benlanda akan tetapi
berasal dari bahsa latin, yaitu “assecurare” yang berarti “menyakinkan orang.” Kata ini
dikenal dalam bahasa prancis “assurance”. Sedang istilah “assuraderur” yang berarti “
penanggung” dan sureerde yang berarti tertanggung. Sedangkan dalam bahsa belandaistilah
“pertanggungan” dapat diterjemahkan menjadi insurance dan asurance.  
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi
yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) dalam fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional)
asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantarasejumlah orang atau
pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau Tabarru’ (hibah)  yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah. Akad yang sesesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maisyir (perjudian), riba, zhum (penganiayaan), risywah(suap) dan barang haram.

Perbendaan asuransi dengan asuransi konvensional sebgai berikut:


1) Asuransi syariah, terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk yang
dipasarkan dan pengelolaan investasi dana
2) Asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong-menolong, sedanglan asuransi konvensional
bedasarkan akad jual beli.
3) Asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah) sedangkan asuransi konvensional
berdasarkan bunga sebagai landasan perhitungan investasi.
4) Kepemilikan dana asuransi syariah ada pada peserta, perusahaan hanya sebagai pemegang
dan pengelola. Sedangkan pada asuransi konvensional, dana terkumpul dari nasabah
menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas mengunakan sebagai alokasi
investasi.
5) Pembagian keuantungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan dan peserta sesuai
akad dengan proporsi yang disepakati.
6) Asuransi syariah mengunakan konsep  cash basis yang mengakui yang telah ada

b)  PASAR MODAL SYARIAH


menurut pasal 1 ayat (4) UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal adalah pihak yang
menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual
dan beli efek dari pihak-pihak lainya dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Sedangkan efek yang dimaksud disini adalah surat berharga, yaitu( surat pengakuan utang, surat
berharga komensial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
kontrak berjangka atas efek).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan perbankan syariah menurut data Bank Indonesia mengalami kemajuan yang
spektakuler. Demikian pula lembaga asuransi syariah, perkembangannya di Indonesia
merupakan yang paling cepat di dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang memiliki
138 lembaga asuransi syariah, dan hanya Indonesia yang memiliki 5 lembaga reasuransi
syariah. Di negara manapun biasanya hanya ada satu lembaga reasuransi syariah. Jumlah
BMT juga telah lebih dari 5.000 lembaga yang tersebar di seluruh Indonesia.
Perkembangan perbankan syariah yang impresif hingga mencapai rata-rata pertumbuhan
aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir. Tidak heran peran industri
perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah Bank Umum Syariah
(BUS).
OJK mengharapkan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia (RPSI) menjadi panduan arah
pengembangan sektor keuangan syariah. RPSI berisikan inisiatif strategis untuk mencapai
sasaran pengembangan yang ditetapkan OJK. Hasil awal terlihat pada tahun 2015, industri
perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki
oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS dengan total aset sebesar Rp. 273,494
Triliun dengan pangsa pasar 4,61%.

DAFTAR PUSTAKA

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2017, www.ojk.go.id.


Huzaifi, Ahmad, Implementasi Good Corporate Governance di Perbankan Syariah,
Makalah, (Universitas Darussalam Gontor, 2014).
Iqbal, Muhammad, Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah Modern,
http://ekonomiislam.id/sejarah-perkembangan-perbankan-syariah-modern/.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008).
Pandia, Frianto, dkk., Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet I, 2005).
Pasha, Muhammad Reksa, Jejak Sejarah Keuangan di Indonesia,
https://blog.syarq.com/kemajuan-perbankan-syariah-indonesia-898f492916e1. Tantowi,
Ahmad, Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah,
http://kawansekawan.blogspot.co.id/2012/04/perkembangan-lembaga-keuangan-
syariah.html.
Rifai, Veithzal, dkk., Bank and Financial Institution Management, ((Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004).
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004).
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Grup,
2009).
Susilo, Y. Sri, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000)
Wikipedia Indonesia, Korporat, https://id.wikipedia.org/wiki/Korporat.

[1] Y. Sri Susilo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000),
h. 2.
[2] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), Edisi Keempat, h. 5
[3] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2008), h.2
[4] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Grup,
2009), h.29.
[5] Veithzal Rifai, dkk., Bank and Financial Institution Management, ((Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h.20
[6] Frianto Pandia, dkk., Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet I, 2005), h. 1
[7] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga., h.2
[8] Andri Soemitra, Bank dan., h.33
[9] Ibid, h.34
[10] Ibid.
[11] Muhammad Iqbal, Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah Modern,
http://ekonomiislam.id/sejarah-perkembangan-perbankan-syariah-modern/, diakses pada 20
Juli 2017.
[12] Ibid.
[13] Muhammad Reksa Pasha, Jejak Sejarah Keuangan di Indonesia,
https://blog.syarq.com/kemajuan-perbankan-syariah-indonesia-898f492916e1, diakses pada
21 Juli 2017.
[14] Ibid.
[15] Ahmad Tantowi, Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah,
http://kawansekawan.blogspot.co.id/2012/04/perkembangan-lembaga-keuangan-
syariah.html, diakses pada 21 Juli 2017.
[16] Ibid.
[17] Sumber data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2017, www.ojk.go.id., diakses pada
21 Juli 2017
[18] Muhammad Reksa Pasha, Jejak Sejarah., diakses pada 21 Juli 2017.
[19] Sumber data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2017, www.ojk.go.id., diakses pada
21 Juli 2017
[20] Wikipedia Indonesia, Korporat, https://id.wikipedia.org/wiki/Korporat, diakses pada 21
Juli 2017
[21] Ahmad Huzaifi, Implementasi Good Corporate Governance di Perbankan Syariah,
Makalah, (Universitas Darussalam Gontor, 2014).
[22] Ibid.

Anda mungkin juga menyukai