Anda di halaman 1dari 11

Pengantar Manajemen Lembaga Keuangan Syariah

Untuk memenuhi Tugas dalam Materi:

Manajemen Lembaga Keuangan Syariah

Dosen pengampu:

Al-Ustadzah Vina Fithriana Wibisono, M.H.

Oleh:

Alfiya Utami

402019323045

Dinda Elsha Aulia

402019323050

Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah

Universitas Darussalam Gontor

Mantingan, Ngawi, Jawa Timur, Indonesia

Tahun 2022/1443 H

2022-202
1

PENGANTAR MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


DALAM ISLAM

Alfiya Utami
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
alfutami09@gmail.com

Dinda Elsha Aulia


Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
dindaelshaa@gmail.com

Abstrak
Di masa perkembangan ini, Indonesia telah mengalami peningkatan dari
segi ekonomi. Terutama pada Bank dan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. Lembaga Keuangan Syariah ini menjadi
pionir tumbuhnya bisnis Syariah di Indonesia. Pada awal berdirinya, bukanlah hal
yang mudah untuk memperkenalkan bisnis Syariah di Indonesia walaupun
mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Mulai dari istilah yang cukup sulit
dihafalkan, sampai dengan konsep operasional yang dirasakan berbelit-belit. Dan
Lembaga Keuangan Syariah harus bersaing dengan Lembaga Keuangan
Konvensional yang lebih besar serta memiliki konsep operasional yang lebih
sederhana dan masyarakat telah memahami dengan baik, terutama dalam hal
transaksi jual beli, penghimpunan dana, dan peyaluran dana.

Kata Kunci: Ekonomi, Lembaga Keuangan, hukum Islam

PENDAHULUAN
Berkembangnya perekonomian menjadi pendukung perkembangan
lembaga yang bertugas mengelola keuangan, yaitu Lembaga Keuangan. Lembaga
keuangan modern yang muncul pertama kali ialah bank. Bank ini dibutuhkan
sebagai suatu lembaga perantara antara 1 pihak kelebihan dana (surplus of funds)
kepada pihak kekurangan dana (deficit of funds).2 Umumnya, lembaga keuangan
terbagi menjadi lembaga keuangan bank dan bukan bank. Terlepas dari itu, peran
penting dari lembaga keuangan baik bank ataupun non-bank dalam perekonomian

1
M. Nur Rianto Al Arif, ‘E-Book Lembaga Keuangan Syariah’, 2012, pp. 1–408.
2
Roifatus Syauqoti and Mohammad Ghozali, ‘Analisis Sistem Lembaga Keuangan Syariah
Dan Lembaga Keuangan Konvensional’, Iqtishoduna, 2018, 15–30
<https://doi.org/10.18860/iq.v0i0.4820>.

1
2

ialah: sebagai pengalihan asset, sarana yang mempermudah transaksi, likuiditas,


dan efisiensi.3
Sistem keuangan yang memainkan peran vital dalam menumbuhkan
perekonomian juga mampu menjatuhkan perekonomian suatu negara. Negara
yang maju adalah negara yang mampu dan berhasil menata sistem keuangan
negaranya dengan baik. Secara mendasar, fungsi dari sistem keuangan ada lima,
yaitu: memobilisasi tabungan, mengalokasikan sumber daya, memantau para
manajer dan melaksanakan pengawasan perusahaan, memfasilitasi perdagangan,
memfasilitasi transaksi barang dan jasa agar lebih efisien.4
Pada awal perkembangannya, bank ini dijalankan dengan sistem
konvensional yang menghasilkan bunga bank. Sistem bunga bank ini
mengorientasikan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. 5 Bagi umat
Islam, bunga bank termasuk riba yang jelas hukumnya disebutkan didalam Al-
Qur’an sebagai sesuatu yang diharamkan. Hal ini disebutkan dalam surat Ali
Imran ayat 130 yang berbunyi:
‫اع َفةً صلى َو َّات ُق ْوا اهللَ لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْو َن‬
َ‫ض‬ َ ‫َأض َعافًا ُم‬ ِّ ‫يَا ًأيُّ َها الَّ ِذيْ َن َآمُن ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْوا‬
ْ ‫الربَا‬
Artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
Atas dasar ini, telah menjadi kesepakatan dari ulama, ahli fiqih, dan
Islamic banker diseluruh dunia bahwasannya pelaksaan lembaga keuangan yang
mempunyai riba didalam operasionalnya maka haram hukumnya.6
Adapun pengadan bank syariah pertama kali di Mesir pada tahun 1963
dengan nama Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr. Awal mula bank tersebut
beroperasi berlandaskan pada sistem syariah, lalu kemudian pernah diubah
menjadi bank konvensional oleh presiden Gamal Abdul Naser, kemudian diubah
kembali menjadi bank syariah oleh Anwar Sadat dengan nama Nasser Social
Bank pada tahun 1972 yang tujuannya bersifat sosial.7 Secara kolektif, gagasan
awal pendirian bank syariah ditingkat internasional muncul dalam konferensi
negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April
1969. Dimana hasil dari pembahasan dalam konferensi tersebut menyebutkan
3
Gita Danupranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah Gita Danupranata, Salemba
Empat, 2013 <http://www.penerbitsalemba.com>.
4
Yusuf Burhanuddin, ‘Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan Syariah’,
Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan Syariah, 2007, p. 300.
5
Syauqoti and Ghozali.
6
Arief Budiono, ‘Penerapan Prinsip Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah’, Law and
Justice, 2.1 (2017), 54–65 <https://doi.org/10.23917/laj.v2i1.4337>.
7
‘PENGANTAR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH - Agus Salihin - Google Buku’
<https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=Q3BOEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA3&dq=lembaga+keuangan+syariah&ots=QG
w1Ww0MoL&sig=gyblrYk0US4VgCCqIEoVE6P19YA&redir_esc=y#v=onepage&q=lembaga
keuangan syariah&f=false> [accessed 17 July 2022].

2
3

bahwa: keuntungan haruslah terbebas dari unsur riba, upaya pembentukan bank
syariah yang bersih dari riba, dan operasional bank dengan sistem bunga boleh
dilakukan sembari menunggu berdirinya bank syariah yang dicitakan. 8 Hingga
setelah pelaksanaan konferensi di Kuala Lumpur, Malaysia ini, bank-bank Islam
mulai muncul dan berkembang di seluruh dunia. Pertumbuhan perbankan syariah
yang semakin meluas ini membuktikan bahwa konsep syariah Islam mampu
membangun sistem perekonomian masyarakat.9 Dengan ini, penulis bermaksud
untuk membahas terkait perkembangan lembaga keuangan syariah serta
manajemen pada lembaga keuangan syariah.

PEMBAHASAN
1. Lembaga Keuangan
Lembaga Keuangan bisa didefinisikan sebagai badan usaha dimana asset
utamanya berbentuk asset keuangan maupun tagihan-tagihan yang dapat berupa
saham, obligasi, dan pinjaman dari pada berbentuk aktiva riil seperti bangunan,
perlengkapan, dan bahan baku.10 Menurut Dahlan Siamat, Lembaga Keuangan
ialah badan usaha yang kekayaan utamanya dalam bentuk asset keuangan atau
tagihan dibandingkan dengan asset non-finansial atau asset riil.11
Andri Soemitra berpendapat bahwa Lembaga Keuangan ialah setiap
perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan. Kegiatan
usaha ini berupa menghimpun dana dengan berbagai skema, lalu kemudian
disalurkan kembali, dan kegiatan ini diperuntukkan bagi investasi perusahaan,
kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa.12 Sedangkan menurut
UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok Perbankan, Lembaga Keuangan ialah
semua badan yang melalui kegiatan-kegiatan dibidang keuangan, menarik uang
dari masyarakat dan menyalurkan uang tersebut kembali ke masyarakat.13
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasannya,
Lembaga Keuangan merupakan lembaga yang terorganisir yang memiliki sumber
pendanaan terbesar dari dana masukkan masyarakat, dimana dana tersebut diolah
oleh Lembaga Keuangan untuk disalurkan kembali kepada masyarakat.
Fungsi Lembaga Keuangan ditinjau dari empat aspek, yaitu:14

8
Al Arif.
9
Al Arif.
10
Syauqoti and Ghozali.
11
Burhanuddin.
12
Burhanuddin.
13
Syauqoti and Ghozali.
14
‘Bank & Lembaga Keuangan Syariah - Andri Soemitra, M.A. - Google Buku’
<https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=0SFADwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=lembaga+keuangan+syariah&ots=_jVb
Q83_6d&sig=auOqtgYjc26Oj5xEy8RUbNr08js&redir_esc=y#v=onepage&q=lembaga keuangan
syariah&f=false> [accessed 16 July 2022].

3
4

a. Fungsi jasa penyedia finansial; fungsi tabungan, fungsi penyimpanan


kekayaan, fungsi transmutasi kekayaan, fungsi likuiditas, fungsi
pembiayaan atau kredit, fungsi pembayaran, fungsi diversifikasi
resiko, fungsi manajemen portofolio, fungsi kebijakan.
b. Fungsi Lembaga Keuangan ditinjau dari sisi kedudukan dalam
sistem perbankan. Berfungsi sebagai bagian yang terintegrasi dari
unit-unit yang berwenang dalam mengeluarkan uang giral dan
deposito.
c. Fungsi Lembaga Keuangan ditinjau dari sisi kedudukan dalam
sistem moneter. Lembaga Keuangan disini yaitu menjaga stabilitas
mata uang yang beredar.
d. Fungsi Lembaga Keuangan ditinjau dari sisi kedudukan dalam
sistem finansial. Lembaga Keuangan sebagai bagian dari sistem yang
terintegrasi yang ada dalam sistem ekonomi.

2. Perkembangan Sistem-Sistem Perbankan Islam Modern


A. Revivalisme Islam
Revivalisme atau tajdid adalah sebuah proses pembaharuan kaum
Muslimin untuk menghidupkan kerangka sosial, moral, dan agama yang
selalu berprinsip pada ketentuan Al-Qur’an dan sunnah. Kaum Muslimin
telah banyak mengalami silih bergantinya masa kejayaan dan kemerosotan
yang diikuti dengan revitalisasi melalui reformasi moral dan sosial secara
internal. Jatuhnya pamor Islam muncul sejak abad pertengahan akhir,
ditunjukkan dengan matinya kehidupan intelektual Muslim, pembekuan
madzhab-madzhab fiqh klasik, hilangnya semangat penelitian dan inovasi
dari kalangan fuqoha semenjak abad kesebelas masehi.15
Sistem pendidikan Islam yang mengalami kemerosotan sehingga
menimbulkan anarki politik dan kekacauan budaya karena hilangnya kaum
cendikiawan dan menyebabkan disintegrasi sosial dan kekosongan hukum.
Ciri revivalisme pada periode ini ialah:16
1. Kepedulian yang sangat pada kebobrokan sosial dan moral
masyarakat Muslim.
2. Seruan untuk kembali pada syariat Islam yang benar dan
membuang segala tahayul yang ditanamkan dalam bentuk
Sufisme popular.
15
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah. P. 2 Saeed - Google Buku’ <https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=UAFAEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=revivalisme+islam+pada+perbankan&
ots=U7o5J_rRsr&sig=Ui4W2XkXUYZLXCLri135RmkeWvI&redir_esc=y#v=onepage&q=reviva
lisme islam pada perbankan&f=false> [accessed 17 July 2022].
16
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P. 3

4
5

3. Usaha untuk membebaskan diri dari ide kemapanan dan


finalitas madzhab-madzhab fiqih dan usaha untuk melakukan
ijtihad untuk kembali ke Islam yang sesungguhnya.17
B. Modernisme
Gerakan ini muncul pada akhir abad kesembilan belas. Gerakan ini
menggaungkan upaya baru untuk menghidupkan kembali ijtihad, menggali
prinsip-prinsip yang relevan dari Al-Qur’an dan sunnah, merumuskan
hukum-hukum yang diperlukan dengan berasaskan prinsip-prinsip
tersebut. Hal-hal lain yang diserukan kaum Modernis ialah:18
1. Penggunaan sunnah secara selektif
2. Penerapan pemikiran orisinil yang sistematis tanpa klaim
finalitas
3. Pembedaan yang harus dibuat antara syari’ah dan fiqih
4. Menghindari sektarianisme
5. Merujuk kembali pada metodologi yang khas, tetapi tidak harus
pada fiqih dan madzhab klasik.

C. Neo-Revivalisme
Gerakan ini muncul di awal abad kedua puluh sebagai bentuk
lanjutan dari revivalisme di abad kesembilan belas dan awal abad kedua
puluh yang memfokuskan pada isu-isu westernisasi umat Islam. Kaum ini
berpendapat bahwa peradaban Barat telah diambang kehancuran, maka
dari itu, umat Islam tidak perlu mengikuti nilai-nilai serta sistem dari
peradaban yang akan hancur. Mereka meyakinkan bahwa Islam adalah
agama yang membangun sistem peradaban yang cemerlang dan membawa
seluruh solusi kehidupan untuk semua persoalan. Karenanya, menurut
kaum Neo-Revivalis, hukum yang tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah
adalah hukum solid yang tidak perlu diinterpretasi ulang ataupun
modifikasi.19

D. Faktor-Faktor yang Mendorong Munculnya Perbankan Islam


Adapun beberapa faktor yang memicu hadirnya perbankan Islam
ialah:
1. Kecaman kaum Neo-Revivalis terhadap bunga sebagai riba

17
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P. 3
18
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P.3
19
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P.4

5
6

Di abad kesembilan belas, bank-bank konvensional mulai


didirikan dinegara Muslim tanpa adanya penolakan dari umat Islam
di negara tersebut. Tetapi, kemajuan revivalisme Islam
mempengaruhi ulama-ulama dan reformis untuk menentang bank-
bank konvensional yang berbasis bung tersebut. Sehingga pada
tahun 1930, gerakan al-Ikhwan al-Muslimun mulai menyuarakan
kritik terhadap bank-bank yang berbasis bunga yang mulai
berkembang di Mesir saat itu dengan mengemukakan pendapat
bahwasannya riba merupakan bunga bank yang dilarang dalam Al-
Qur’an. Maka seluruh aktivitasnya juga dilarang dalam Islam.20
Dengan ini teori-teori perbankan Islam dikembangkan dibawah
pengaruh kuatnya pemikiran Neo-Revivalis sehingga bank-bank
Islam mulai berdiri dalam skala besar pada dekade tahun 70-an,
yang juga didasari dari banyaknya peningkatan pendapatan
sejumlah negara konservatif sebagai akibat dari naiknya harga
minyak pada periode itu.21
2. Kekayaan minyak negara-negara Teluk konservatif
Pendirian bank-bank Islam pertama kali tidak terlepas dari
besarnya hasil yang didapatkan dari negara-negara petro dolar atau
negara pengekspor minyak dunia seperti: Saudi Arabia, Kuwait,
Uni Emirat Arab, dan Libya. Hal ini dipengaruhi karena devisa
negara-negara petro dolar yang melebihi daya serap mengakibatkan
mereka memiliki beberapa program untuk mendaur ulang dengan
menyalurkan devisa negara yang berlebih tersebut. Diantara
prosesnya yaitu: membeli barang-barang konsumen dari Barat;
perangkat militer; alat-alat industri dan barang lainnya,
menginvestasikan dana pada proyek pembangunan didalam dan
luar negeri, meminjamkan uang lewat lembaga-lembaga resmi dan
swasta kepada negara-negara yang kurang minyak. Hingga
muncullah bank Islam pertama yang didanai oleh kekayaan minyak
dengan nama Islamic Development Bank (Bank Pembangunan
Islam) dengan modal sekitar US$2 Milyar.22
3. Adopsian interpretasi tradisional riba oleh negara-negara Muslim
pada tingkat pembuatan kebijakan.

20
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P. 6
21
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P.8
22
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P. 10-11

6
7

Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya tidak lepas


dari adanya pengaruh putusan politik dari penguasa negara-negara
Muslim. Putusan politik terkait promosi pada bank Islam
mencakup: pelarangan bunga dalam bentuk undang-undang
dibeberapa negara Muslim, keputusan untuk mendirikan bank
Islam Internasional, dan partisipasi pemerintah dalam
memunculkan gerakan perbankan Islam.23

E. Pertumbuhan Perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah di


Negara-Negara Islam
Bank Islam pertama kali muncul pada tahun 1960-an di Mit
Ghamr. Setelah munculnya bank Islam pertama ini, selanjutnya pada tahun
1970 sampai tahun 1980 bank Islam mulai berkembang menjadi sembilan
bank, yaitu: Nasser Social Bank (1971), Islamic Development Bank
(1975), Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank Mesir (1977),
Faisal Islamic Bank Sudan (1977), Kuwait Finance House (1977),
Bahrain Islamic Bank (1979), dan International Islamic Bank for
Investment and Development (1980). Dan seterusnya perbankan Islam
semakin menampakkan eksistensinya di dunia dengan tumbuhnya bank-
bank Islam diberbagai belahan negara di dunia terutama negara Muslim.24

3. Manajemen Lembaga Keuangan Syariah


Segala program dalam suatu organisasi tentunya tidak boleh dilakukan
dengan asal-asalan. Terutama dalam Lembaga Keuangan yang menyangkut
permasalahan keuangan yang sangat vital urusannya. Hal ini merupakan prinsip
yang diajarkan dalam Islam. Dari sebuah hadits yang diriwayatkan Imam
Thabrani yang berbunyi:25

‫الع َم َل َأ ْن يُْت ِقنَهُ} رواه الطّربان‬


َ ‫َأح ُد ُك ُم‬
ِ ‫{ِإ َّن اهلل حُيِ ُّ ِإ‬
َ ‫ب َذا َعم َل‬ َ

23
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P. 11.
24
‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis -
Abdullah Saeed - Google Buku’. P. 16
25
Didin. Hendri Tanjung Hafidhuddin, ‘Manajemen Syariah Dalam Praktik - Google Buku’,
2008 <https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=PRFfhYdzyawC&oi=fnd&pg=PA1&dq=manajemen+syariah&ots=mBTveA16yB
&sig=xPS6QyWqzIuvQfhecNIJMl7wuiM&redir_esc=y#v=onepage&q=manajemen
syariah&f=false> [accessed 17 July 2022].

7
8

Artinya: “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang jika


melakukan suatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat,
terarah, jelas, tuntas).” (H.R. Thabrani)
Suatu lembaga akan selalu membutuhkan manajemen yang baik untuk
kestabilan dan keberlangsungan jalannya lembaga tersebut. Dalam manajemen
syariah, perilaku yang ada haruslah sesuai dengan nilai-nilai keimanan dan
ketauhidan. Landasan perilaku ini menyadarkan bahwa dalam setiap tindak
perilaku kita diawasi oleh Dzat Yanga Maha Tinggi, yaitu Allah swt., yang akan
mencatat setiap perilaku baik dan buruk kita. Dalam ilmu manajemen,
pelaksanaan sistem yang konsisten dan runtut akan menghadirkan tatanan yang
rapi. Manajemen ini harus dijalankan dengan efisien dan efektif.26
Berdasarkan penelitian Bank Indonesia tentang potensi dan preferensi
bank syariah di tiga provinsi besar di Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur pada tahun 1999 membuktikan bahwa masyarakat masih ragu
bertransaksi di bank karena adanya sistem bunga yang diyakini sebagai riba yang
diharamkan. Maka dari itu, dibutuhkan sistem perbankan yang mampu untuk
menopang kebutuhan masyarakat dengan sistem bagi hasil dan resiko (profit and
loss sharing), mengedepankan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam usaha,
baik memperoleh keuntungan maupun resiko kerugian.27
Prinsip syariah menurut Jundiani ialah berdasarkan pada Al-Qur’an dan
sunnah. Adapun rumusan prinsip-prinsip pengaturan kelembagaan dan kegiatan
operasional berbasis syariah khususnya di Indonesia, yaitu:28
1. Prinsip keadilan. Dimana pengaturan bagi hasil atas kegiatan
usaha dan penentuan marjin keuntungan yang telah disepakati
bersama antara bank dan nasabah.
2. Prinsip kebersamaan. Pengaturan hak dan kewajiban dalam
melakukan transaksi antara bank dan nasabah.
3. Prinsip kehalalan. Produk dan layanan yang ditawarkan oleh bank
syariah telah didasarkan atas rekomendasi Dewan Penasehat
Syariah (DPS) dan bank Indonesia.
Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan transaksi dibangun atas
dasar maslahat dan tidak terdapat unsur kezaliman didalamnya. Menurut
Handbook of Islamic Banking yang diterbitkan The International Association of
Islamic Banks di Kairo mengungkapkan peran Lembaga Keuangan ialah

26
Hafidhuddin.
27
Budiono.
28
‘MANAJEMEN PEMASARAN BANK SYARIAH - Google Books’
<https://www.google.co.id/books/edition/MANAJEMEN_PEMASARAN_BANK_SYARIAH/
W9AeEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1> [accessed 17 July 2022].

8
9

menyediakan fasilitas dengan mengupayakan instrument-instrumen yang sejalan


dengan ketentuan prinsip-prinsip syariah.29

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam suatu kelembagaan pasti terdapat kegiatan operasional yang
berjalan disetiap harinya. Kegiatan tersebut termasuk sebagai manajemen
pengelolaan yang ada dalam sirkulasi kegiatan pengelolaan administrasinya.
Lembaga Keuangan merupakan lembaga yang terorganisir yang memiliki sumber
pendanaan terbesar dari dana masukkan masyarakat, dimana dana tersebut diolah
oleh Lembaga Keuangan untuk disalurkan kembali kepada masyarakat. Lembaga
Keuangan terbagi menjadi dua macam, yaitu Lembaga Keuangan Konvensional
dan Syariah. Lembaga Keuangan Syariah harus mampu dalam bersaing dengan
Lembaga Konvensional, tetapi harus sesuai dengan syariat Islam. Yaitu
berdasarkan prinsip Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Terdapat prinsip-prinsip
pengaturan kelembagaan dan kegiatan operasional berbasis syariah khususnya di
Indonesia, yaitu prinsip keadilan dimana pengaturan bagi hasil atas kegiatan usaha
dan penentuan marjin keuntungan yang telah disepakati bersama antara bank dan
nasabah, prinsip kebersamaan berupa pengaturan hak dan kewajiban dalam
melakukan transaksi antara bank dan nasabah. Kemudian, prinsip kehalalan
berupa produk dan layanan yang ditawarkan oleh bank syariah telah didasarkan
atas rekomendasi Dewan Penasehat Syariah (DPS) dan bank Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. Nur Rianto, ‘E-Book Lembaga Keuangan Syariah’, 2012, pp. 1–408

‘Bank & Lembaga Keuangan Syariah - Andri Soemitra, M.A. - Google Buku’
<https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=0SFADwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=lembaga+keuang
an+syariah&ots=_jVbQ83_6d&sig=auOqtgYjc26Oj5xEy8RUbNr08js&redir
_esc=y#v=onepage&q=lembaga keuangan syariah&f=false> [accessed 16
July 2022]

Budiono, Arief, ‘Penerapan Prinsip Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah’,


Law and Justice, 2.1 (2017), 54–65 <https://doi.org/10.23917/laj.v2i1.4337>
29
Budiono.

9
10

Burhanuddin, Yusuf, ‘Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan


Syariah’, Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan
Syariah, 2007, p. 300

Danupranata, Gita, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah Gita Danupranata,


Salemba Empat, 2013 <http://www.penerbitsalemba.com>

Hafidhuddin, Didin. Hendri Tanjung, ‘Manajemen Syariah Dalam Praktik -


Google Buku’, 2008 <https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=PRFfhYdzyawC&oi=fnd&pg=PA1&dq=manajemen+syariah
&ots=mBTveA16yB&sig=xPS6QyWqzIuvQfhecNIJMl7wuiM&redir_esc=y
#v=onepage&q=manajemen syariah&f=false> [accessed 17 July 2022]

‘MANAJEMEN PEMASARAN BANK SYARIAH - Google Books’


<https://www.google.co.id/books/edition/MANAJEMEN_PEMASARAN_B
ANK_SYARIAH/W9AeEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1> [accessed 17 July
2022]

‘Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-
Revivalis - Abdullah Saeed - Google Buku’
<https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=UAFAEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=revivalisme+isla
m+pada+perbankan&ots=U7o5J_rRsr&sig=Ui4W2XkXUYZLXCLri135Rm
keWvI&redir_esc=y#v=onepage&q=revivalisme islam pada
perbankan&f=false> [accessed 17 July 2022]

‘PENGANTAR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH - Agus Salihin - Google


Buku’ <https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=Q3BOEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA3&dq=lembaga+keuang
an+syariah&ots=QGw1Ww0MoL&sig=gyblrYk0US4VgCCqIEoVE6P19Y
A&redir_esc=y#v=onepage&q=lembaga keuangan syariah&f=false>
[accessed 17 July 2022]

Syauqoti, Roifatus, and Mohammad Ghozali, ‘Analisis Sistem Lembaga


Keuangan Syariah Dan Lembaga Keuangan Konvensional’, Iqtishoduna,
2018, 15–30 <https://doi.org/10.18860/iq.v0i0.4820>

10

Anda mungkin juga menyukai