Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2


SRI MIRANA A HALIK ( 205120156 )
ALAN NIZLIHAQ ( 205120159 )

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAM PALU
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas
segala rahmat dan hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT.
Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh
tiada terkira besarnya, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
”PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA”. Dalam penyusuna makalah ini, penulis
mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa
berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga
besar penulis yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti
bagi penulis. Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini
bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah yang lebih
baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah, berupa
kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang tidak
disadari oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis
mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca. Wassalamu'alaikum Wr.
Wb.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan Syariah di Indonesia tumbuh dengan pesat, terbukti dengan adanya bank syariah
yang berdiri maupun bank konvensional yang bermunculan untuk membuka unit usaha syariah.
Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah adalah PT Bank Muamalat Indonesia
Tbk yang didirikan sejak tahun 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan mei 1992.
Pendirian bank diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pemerintah Indonesia, serta
mendapat dukungan nyata dari Ikatan Cendekiawan muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa
pengusaha muslim. Perkembangan ini didukung dengan kejelasan legalitas yakni UndangUndang
tentang perbankan.Perbankan syariah memulai kegiatan operasionalnya diatur di dalam undang-
undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Undangundang dimaksud, secara implisit
membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara
rinci dijabarkan dalam peraturan pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang bank. Selanjutnya pada
tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari undangundang No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan
sistem perbankan syariah. Pada tahun 1999 dikeluarkan undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang
bank indonesia yang memberikan kewenangan kepada bank islam untuk dapat menjalankan
tugasnya sesuai dengan prinsip syariah.Perbankan Syariah di Indonesia tumbuh dengan pesat,
terbukti dengan adanya bank syariah yang berdiri maupun bank konvensional yang bermunculan
untuk membuka unit usaha syariah. Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah
adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan sejak tahun 1991 dan memulai kegiatan
operasionalnya pada bulan mei 1992. Pendirian bank diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Pemerintah Indonesia, serta mendapat dukungan nyata dari Ikatan Cendekiawan muslim se-
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Perkembangan ini didukung dengan kejelasan
legalitas yakni UndangUndang tentang perbankan.Perbankan syariah memulai kegiatan
operasionalnya diatur di dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan.Undangundang dimaksud, secara implisit membuka peluang kegiatan usaha perbankan
yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam peraturan pemerintah
No. 72 Tahun 1992 tentang bank. Selanjutnya pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998
sebagai amandemen dari undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan
landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Pada tahun 1999
dikeluarkan undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang bank indonesia yang memberikan
kewenangan kepada bank islam untuk dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip syariah.

B. RUMUSAN MASALAH
➢ Pengertian Bank Syariah di Indonesia
➢ Kelembagaan dan Kegiatan Usaha Bank Syariah Serta Prinsip Bank Syariah
➢ Pasar Uang antar Bank Syariah dan Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Bank Syariah di Indonesia
Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunaan dana dari masyarakat
dalam bentuk pembiayaan, dengan kata lain menjalankan fungsi intermediasi keuangan. Dalam
system perbankkan di Indonesia terdapat dua macam system oprasional perbankkan yaitu bank
konversional dan bank Syariah.

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, atau
prinsip hukum islam yang diatur oleh fatwa, Majelis Ulama Indonesia.

Dilansir dari buku Bank dan Lembaga Keuangan Lain (2014) karya Nuritomo dan Totok
Budisantoso, bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun
dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah
yaitu jual beli dan bagi hasil.

Prinsip utama bank syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al-Quran dan Alhadis.
Kegiatan bank syariah harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al-Quran dan sunnah
Rasul Muhammad SAW.

Perbedaan utama antara bank konversional dan bank syariah terletak pada sistem pemberian
imbalan atau jasa dari dana. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan
imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan suatu pihak.

Dalam hukum islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Sebagai gantinya, penentuan imbalan
terhadap dana yang dipinjamkan maupun yang disimpan dalam bank syariah ditetapkan berdasarkan
prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum islam.

Tujuan utama bank syariah adalah menyediakan fasilitas keuangan dengan mengupayakan
instrumen-intrumen keuangan yang sesuai dengan ketentuan dan norma syariat islam.

Bank syariah ada bukan untuk memaksimalkan keuntungannya, melainkan untuk memberikan
keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim.

Prinsip bank Syariah


Dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan Lain (2016) karya Bustari Muchtar, Rose
Rahmidani, dan Menik Kurnia, dijelaskan beberapa prinsip atau hukum yang dianut oleh bank
syariah, yaitu:

➢ Pemberi dana wajib untuk berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjamkan dana.
➢ Islam melarang konsep ”menghasilkan uang dari uang”. Uang hanyalah media pertukaran
dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai instrinsik.
➢ Unsur gharar (ketidakpastian) tidak diperbolehkan. Kedua belah pihak harus mengetahui
secara pasti hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
➢ Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak diharamkan oleh Islam.
Usaha minuman keras contohnya, tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
➢ sPembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai
ditentukan sebelumnya tidak diperkenankan.
Fungsi bank Syariah
Dilansir dari buku Bank dan Lembaga Kuangan Lainnya (2020) karya Irsyadi Zain dan Rahmat
Akbar, dijelaskan beberapa fungsi bank syariah, yaitu:

➢ Bank syariah berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.


➢ Bank syariah menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
➢ Bank syariah bisa menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf, sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf.

Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi
sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu:

➢ menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
➢ menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Pengaturan dan pengawasan Bank Syariah


Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan
prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK (sebagaimana halnya pada
perbankan konvensional), namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan
dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah
memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan
produk yang sesuai dengan prinsip syariah.

Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi
alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai
sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka
kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola
yang baik dapat berwujud.

Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu
penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting
adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan


kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ khususnya yaitu DSN-MUI. Selanjutnya DSN-MUI
menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank.

Kemudian, Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk
perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari
DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK.

Pada tataran operasional, setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua:

➢ pertama fungsi pengawasan syariah dan


➢ kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai
apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan
pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa.
Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit
yang fokus pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan
audit eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi
di bidang syariah.

Bentuk usaha Bank Syariah


Secara umum terdapat 2 bentuk usaha bank syariah yaitu :

➢ Bank Umum Syariah dan


➢ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Perbedaanya keduanya yaitu bahwa BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut
serta dalam lalu lintas sistem pembayaran.

Kelembagaan Bank Umum Syariah


Secara umum kelembagaan bank syariah ada 2 bentuk yaitu:

➢ Bank Syariah Penuh (full-pledged) dan


➢ Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional.

Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam
UU perbankan. UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan
penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah
harus terlebih dahulu mendapat izin OJK.

Kelembagaan Industry Perbankkan Syariah


Perbankan Syariah di Indonesia diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah). Berdasarkan UU
Perbankan Syariah tersebut, kelembagaan industri perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat ketiga bentuk Kelembagaan industri perbankan syariah
tersebut.

➢ Bank Umum Syariah (BUS)


Menurut Pasal 1 ayat (7) UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah
‘Bank yang menjalankan kegiataan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.’ Adapun yang dimaksud
dengan Bank Umum Syariah (BUS) menurut Pasal 1 ayat (8) adalah ‘Bank Syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembiayaan.’ Sebagai suatu entitas bisnis, kegiatan
usaha bank syariah pada dasarnya sama dengan bank konvensional, yaitu melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan serta melakukan kegiatan lainnya. Kegiatan lain ini seperti
melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta
dana kebajikan (Lihat pejelasan Pasal 19 ayat (1) huruf q).

Perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional adalah prinsip-prinsip
syariah yang digunakan oleh bank syariah sebagai dasar utama dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Dalam hukum Islam, terdapat berbagai macam bentuk akad, hal ini mengakibatkan
produk-produk bank syariah menajid lebih variatif dibandingkan dengan bank konvensional.
Dikarenakan bank syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan kepada prinsip syariah, maka
ia dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah. Kegiatan
usaha yang dilarang tersebut antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur riba, maisir,
gharar, haram dan zalim (Lihat Penjelasan Pasal 2 UU Perbankan). Di samping itu, bank syariah juga
dilarang untuk melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; melakukan
penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan
melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
(Lihat: Pasal 24 UU Perbankan). BUS tidak boleh dikonversi menjadi bank umum, namun Bank Umum
Konvensional boleh dikonversi menjadi BUS.

➢ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)


Sebelum diberlakukannya UU Perbankan Syariah, Bank Pembiayaan Syariah Syariah dikenal
dengan nama Bank Pekreditan Rakyat Syariah. Istilah ‘prekreditan diganti dengan istilah
‘pembiayaan’ mengingat dalam kegiatan usaha bank syariah tidak dikenal dengan istilah kredit yang
berbasiskan kepada bunga. BUS dan BPRS sama-sama sebagai lembaga intermedasi keuangan,
namun BPRS tidak diperbolehkan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Lihat: Pasal 1 Ayat
(9) UU Perbankan Syariah.

Dengan kata lain, cakupan kegiatan yang bisa dilakukan oleh BPRS lebih kecil dibandingkan
dengan BUS. Hal ini dapat dilihat dari larangan kegiatan usaha BPRS sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 25 UU Perbankan Syariah yang menyatakan sebagai berikut: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
dilarang: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. menerima
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; c. melakukan kegiatan usaha
dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin bank Indonesai; d. melakukan kegiatan
usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah; e. melakukan
penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21.

➢ Unit Usaha Syariah


Menurut Pasal 1 ayat (10) UU Perbankan Syariah yang dimaksud dengan Unit Usaha Syariah
(UUS) adalah ‘unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan/atau unit syariah.’ Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa
Bank Konvensional yang mau melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah harus
membuka UUS dengan mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Pada prinsipnya kegiatan usaha
yang dilakukan oleh UUS sama dengan BUS.

UUS harus menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Kantor induk, Bank
Umum Konvensional, tidak boleh melakukan intervensi atau melarang UUS untuk tidak mematuhi
prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang-undang. Apabila hal tersebut
terjadi, maka Otoritas Jasa Keuangan bisa memberikan sanksi administratif kepada Bank Induknya.
Kemudian, UUS Bank Umum Konvensional ini tidak boleh selamanya menjadi UUS. Pasal 68 UU
Perbankan Syariah mengatur, apabila aset UUS telah mencapi 50% dari total nilai aset bank induknya
atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya UU ini, maka UUS tersebut wajib melakukan pemisahan
(spin off) dari bank induknya dan menjadi Bank Umum Syariah. UUS nantinya dapat berubah
menjadi BUS atau merger dengan bank lain untuk berubah menjadi BUS tergantung dari
kemampuan bank syariah tersebut.

Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)


Pasar uang (money market) adalah pasar yang memperjualbelikan surat berharga jangka
pendek yang jangka waktunya tidak lebih dari 1 tahun, seperti sertifikat bank indonesia (SBI), surat
berharga pasar uang, serfifikat deposito, interbank call money, banker’s acceptance, commercial
paper, treasury bills, repurchase agreement, dan foreign exchange market. Bank syariah dapat
mengalami kekurangan likuiditas disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan
penanaman dana atau kelebihan likuiditas yang dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum
dapat disalurkan kepada pihak yang memerlukan. Dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan
dana, bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah memerlukan adanya pasar
uang antarbank (interbank call money).

Ketentuan Umum pasar uang antarbank berdasarkan kepada Fatwa MUI adalah8:

1. Pasar uang antarbank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank

yang berdasarkan bunga.

2. Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank yang

berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

3. Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah adalah kegiatan transaksi keuangan

jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

4. Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3. adalah:

➢ bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana


➢ bank konvensional hanya sebagai pemilik dana

Ketentuan Khusus pasar uang antarbank

1. Akad yang dapat digunakan dalam Pasar Uang Antar bank berdasarkan prinsip Syariah

adalah:

➢ Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh


➢ Musyarakah
➢ Qardh
➢ Wadi’ah
➢ Al-Sharf

2. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir


1.menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan sekali.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah


Istilah kebijaksanaan (policy) seringkali dianggap sama dengan politik (politics) oleh orang
kebanyakan, padahal istilah kebijaksanaan ini lebih luas karena dapat dan memang seharusnya bisa
dipergunakan di luar konteks politik. Kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam
kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah atau perilaku negara pada
umumnya.

Untuk menentukan kebijakan-kebijakan, menyangkut pengaturan dan pendistribusian atau


alokasi dari sumber-sumber daya yang dimiliki dalam negara diperlukan adanya kekuasaan (power)
dan kewenangan (authority) yang akan dipakai untuk menentukan kebijakan tersebut. Implementasi
kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan.
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, sebagaimana dikutip oleh Solichin Abdul Wahab, yang
menjelaskan makna implementasi ini dengan pernyataan : ”memahami apa senyatanya terjadi
sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah
disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat
atau kejadian-kejadian”.

Proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku


badan-badan administrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program yang
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan-jaringan
kekuatan-kekutan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh
terhadap dampak; baik yang diharapkan (intended) maupun yang tidak diharapkan (negative
effects).

Selanjutnya, dalam implementasi pengembangan bank syariah, bank Indonesia, pemerintah


telah menentukan sasaran pengembangan perbankan syariah melalui 4 (empat) tahap pencapaian
pengembangan syariah secara nasional. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

➢ Tahap pertama (2002 - 2004), yaitu tahap peletakan landasan pengembangan yang kuat bagi
pertumbuhan industri perbankan syariah. fokus aktivitas dalam tahap ini adalah menyusun
ketentuan kelembagaan ban syariah dan menyiapkan infrastruktur dasar yang diperlukan
untuk pertumbuhan bank syariah.
➢ Tahap kedua (2005-2009), yaitu tahap penguatan industri, peningkatan daya saing, efisiensi
operasi, spesifikasi produk, serta kompetensi, dan profesionalisme SDI perbankan syariah.
➢ Tahap ketiga (2010-2012) adalah tahap untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
operasional perbankan syariah sesuai dengan standar keuangan dan kualitas pelayanan
international.
➢ Tahap keempat (2013-2015), yaitu tahap di mana industri perbankan telah mencapai satu
pangsa yang signifikan untuk memberikan kontribusi dalam sistem perekonomian nasional.
Pada saat itu diharakan telah terbentuk integrasi dengan sektor-sektor lainnya, khususnya
dengan lembaga keuangan syariah bukan bank dan institusi pendudukungnya.

Selain bentuk kebijakan ekonomi dalam pengembangan perbankan syariah diatas, terdapat 4
(empat) paradigma kebijakan dalam perbankan yang perlu menjadi perhatian, yaitu :

➢ Market driven, dimana Bank Indonesia bersama dengan stakeholder yang lain melakukan
public education kepada masyarakat untuk mendukung proses positioning. Hal ini terjadi
karena industri perbankan syariah tumbuh sebagai realisasi dari kebutuhan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayanan keuangan dan perbankan yang sesuai prinsip Syariah.
➢ Fair treatmend, yang artinya pengembangan kerangka ketentuan maupun upaya bagi
penyempurnaan infrastruktur industri dilakukan berdasarkan konsep perlakuan yang sama,
yang mengakomodasi ciri-ciri operasional khusus perbankan syariah, serta menyusun
program pengembangan yang disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan industri.
➢ Gradual and sutainnable approach, yaitu program pengembangan perbankan dapat
dipandang sebagai suatu upaya transformasi suatu industri yang dilakukan menurut fokus
dam prioritas dalam suatu tahapan yang terstruktur dan berkesinambungan.
➢ Comply to syariah principle, yang artinya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah yang
merupakan suatu argumen utama keberadaan industri perbankan syariah. adapun
implementasi kepatuhan terhdapa prinsip syariah merupakan upaya untuk menginkorporasi
nilai-nilai syariah, bai dalam skema transaksi keuangan sampai pada implementasinya dalam
mengelolausha yang tercermin dalam corporate govermance industri perbankan syariah
yang baik.
Adapun sasaran strategis dalam kebijakan perkembangan perbankan syariah diterapkan dengan
berpedoman pada strategi pengebangan perbankan syariah, adalah untuk pencapaian sebagai
berikut :

➢ Kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah. hal ini dilakukan dengan menerbitkan peraturan
yang bertujuan untuk memberikan panduan dalam penerapan akad keuangan syariah secara
baik, yanti dengan dikeluarkannya peraturan tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran
Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
➢ Implementasi aturan prudential. Bank indonesia berkomitmen terhadap pengembangan
good corporate govermance (GCG) dan pemutakhiran sistem pengawasan dan pemeriksaan
Bank Syariah.
➢ Efisiensi operasional dan daya saing. Dalam hal ini Bank Syariah telah mengeluarkan
ketentuan mengenai perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank
Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan
kantor bank yang melaksakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank
konvensional.
➢ Stabilitas sistemik dan terciptanya maslahat perekonomian untuk meningkatkan kontribusi
industri perbankan syariah, Bank Indonesia telah menyelesaikan kajian lebijakan entry dan
exit pada industri perbankan syariah. melalui kebijakan yang direkomendasikan diharapkan
industri perbankan syariah akan didukung oleh pelaku yang memiliki keahlian dan dedikasi
yang tinggi dalam mengembangkan industri perbankan.
➢ Pengembangan SDI (Sumber Daya Insani). Pengambangan SDI di bidang perbankan syariah
terus dilakukan, baik disisi pengelola bank syariah maupun pengawas bank syariah, maupun
masyarakat, yaitu melalui program edukasi yang sistemik, terfokus, dan berkesinambungan.
➢ Inisiatif strategis untuk mengoptimalisasi fungsi sosial bank syariah. Hal ini dilakukan melalui
peran perbankan syariah dalam memfasilitasi hubungan valuntary sector (dana sosila)
dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Terkait dengan inisiatif ini, Bank Indonesia
telah membentuk kerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan seluruh
perbankan syariah dalam mengembangkan program Perbankan Syariah Peduli Umat (PSPU).
Adapun PSPU tersebut merupakan kegiatan pengelolaan zakat, infaq, sedekah dan wkaf
yang merupakan kerja sama antara perbankan sayriah (Bank Umum Syariah dan BPRS), Bank
Indonesia dan Badan Amil Zakat. Tujuannya adalah dalam rangka membuat program
pendayagunaan ZIS (Zakat Infaq dan Sedekah) yang efektif, mensosialisasikannya, dan
menggalang dana tersebut dari masyarkat serta menumbuhkan citra positif dalam
masyarakat mengenai perbankan syariah sebagai lembaga yang peduli terhadap program
kemiskinan dan permasalahan du’afa.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, atau
prinsip hukum islam yang diatur oleh fatwa, Majelis Ulama Indonesia. Dilansir dari buku Bank dan
Lembaga Keuangan Lain (2014) karya Nuritomo dan Totok Budisantoso, bank syariah adalah bank
yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama bank syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al-Quran dan Alhadis. Kegiatan
bank syariah harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al-Quran dan sunnah Rasul
Muhammad SAW.

Perbedaan utama antara bank konversional dan bank syariah terletak pada sistem pemberian
imbalan atau jasa dari dana. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan
imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan suatu pihak. Dalam hukum islam, bunga adalah
riba dan diharamkan. Sebagai gantinya, penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan
maupun yang disimpan dalam bank syariah ditetapkan berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
hukum islam. Tujuan utama bank syariah adalah menyediakan fasilitas keuangan dengan
mengupayakan instrumen-intrumen keuangan yang sesuai dengan ketentuan dan norma syariat
islam. Bank syariah ada bukan untuk memaksimalkan keuntungannya, melainkan untuk memberikan
keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Bentuk usaha bank syaria ada dua yaitu Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Anda mungkin juga menyukai