Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Hukum perbankan syariah Faqih El Wafa, SHI, M.SI

Kelembagaan Perbankan Syariah Indonesia

OLEH :

KELOMPOK 1

Aulia Aziza : 201105020236

Aulia Abdan : 190105020264

Auliya Rahman : 190105020265

Midawati : 190105020242

Zakiah : 190105020296

Nadiatul Utari : 190105020258

Auriyana. : 190105020274

Noor Aisyatur Ridha : 190105020241

Vivie frisca Messyne. : 190105020294

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM BANJARMASIN
2021

2
KATA PENGANTAR

‫ه‬
ِ ‫ِل ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬:ََِّّ ‫بِ ۡس ِم ٱ ل‬
‫َّح ِيم‬
Puji syukur senantiasa kami haturkan kepada Allah SWT. Karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Makalah ini selain diperuntukkan dalam pemenuhan tugas “Hukum Perbankan
syariah” juga berguna dalam memberikan pemahaman dan menambah pengetahuan
kepada pembaca tentang “Kelembagaan Perbankan Syariah Indonesia”
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Demikian yang dapat sampaikan, semoga saja makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Terimakasih.

Banjarmasin, April 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

A. Latar Belakang .............................................................................

B. Rumusan Masalah ........................................................................

C. Tujuan penulisan ..........................................................................

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................


A. Pengertian Perbankan Syariah ........................................................

B. Pengelompokan Kelembagaan Perbankan Syariah.......................

C. Tujuan Perbankan Syariah ..............................................................

BAB III PENUTUP ................................................................................

A. Simpulan ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan lembaga keuangan Syariah di Indonesia baik yang berbentuk
bank maupun lembaga keuangan non bank mengalami kemajuan yang cukup pesat
khususnya pada bidang keuangan Islam maupun keuangan mikro Islam. Upaya
pengembangan bank syariah dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian
besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam yang sangat menantikan suatu
sistem perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk mengakomodir
kebutuhan terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Pemerintah merespon perkembangan tersebut dengan mengeluarkan kebijakan-
kebijakan dalam meningkatkan perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Landasan operasional sistem perbankan syariah semakin kuat dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 yang telah diganti dengan
Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1999 tentang bank berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Sejak saat itulah diberi kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
mendirikan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, termasuk memberi kesempatan kepada Bank Umum untuk membuka
kantor cabangnya yang khusus melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.
Jumlah perbankan syariah di Indonesia sampai pada bulan Desember 2015 sudah
mencapai 12 Bank Umum Syariah (BUS), 22 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163
BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah). Meningkatnya jumlah perbankan
syariah di Indonesia. Menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan masyarakat
terhadap kinerja perbankan syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perbankan Syariah?
2. Bagaimana pengelompokan Lembaga perbankan Syariah?
3. Apa tujuan perbankan Syariah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi perbankan Syariah
2. Untuk mengetahui pengelompokan Lembaga di perbankan Syariah
3. Untuk mengetahui tujuan perbankan Syariah

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perbankan Syariah
Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana
dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan
fungsi intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua
macam sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah.
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip
hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip
keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah),
universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan
obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank
syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari
aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan
oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan
pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem
operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal
yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang
menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip
syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar
eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang
sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip
syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak
dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud.
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan dalam melakukan kegiatan
usahanya menggunakan prinsip-prinsip syariah,berbeda dengan bank konvensional
kalau bank syariah tidak mengenal system bunga karena bunga adalah riba.
(Muhammad sholahudin,2009:75). Menurut UU no.10 tahun 1998 tentang
Perbankan syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiataan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
bank umum syariah dan pembiayaan rakyat syariah. Menurut Dr.Amir Machmud
(2010:4) Bank Syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah

4
riba.Dengan demikian,penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah
satu tantangan yang dihadapi dunia islam dewasa ini.

B. Pengelompokan kelembagaan perbankan Syariah

Perbankan Syariah di Indonesia diatur secara khusus dalam Undang-


Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU
Perbankan Syariah). Berdasarkan UU Perbankan Syariah tersebut, kelembagaan
industri perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Bank Umum
Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan Unit Usaha Syariah. Tulisan ini
akan menjelaskan secara singkat ketiga bentuk Kelembagaan industri perbankan
syariah tersebut.

1. Bank Umum Syariah (BUS)

Menurut Pasal 1 ayat (7) UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Bank
Syariah adalah ‘Bank yang menjalankan kegiataan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.’ Adapun yang dimaksud dengan Bank Umum Syariah
(BUS) menurut Pasal 1 ayat (8) adalah ‘Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembiayaan.’ Sebagai suatu entitas bisnis,
kegiatan usaha bank syariah pada dasarnya sama dengan bank konvensional, yaitu
melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan serta
melakukan kegiatan lainnya. Kegiatan lain ini seperti melakukan fungsi sosial
dalam bentuk menerima dan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah, serta dana
kebajikan (Lihat pejelasan Pasal 19 ayat (1) huruf q).

Perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional adalah prinsip-
prinsip syariah yang digunakan oleh bank syariah sebagai dasar utama dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Dalam hukum Islam, terdapat berbagai macam
bentuk akad, hal ini mengakibatkan produk-produk bank syariah menajid lebih
variatif dibandingkan dengan bank konvensional. Dikarenakan bank syariah
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan kepada prinsip syariah, maka ia
dilarang untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip
syariah. Kegiatan usaha yang dilarang tersebut antara lain kegiatan usaha yang
tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram dan zalim (Lihat Penjelasan
Pasal 2 UU Perbankan). Di samping itu, bank syariah juga dilarang untuk
melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; melakukan
penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b

5
dan huruf c; dan melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah. (Lihat: Pasal 24 UU Perbankan). BUS tidak
boleh dikonversi menjadi bank umum, namun Bank Umum Konvensional boleh
dikonversi menjadi BUS.

Kegiatan usaha BUS meliputi:


a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito,
Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad
salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa
beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau
Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga
pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga
berdasarkan Prinsip Syariah;
l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;

6
n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan
dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Sebelum diberlakukannya UU Perbankan Syariah, Bank Pembiayaan Syariah


Syariah dikenal dengan nama Bank Pekreditan Rakyat Syariah. Istilah ‘prekreditan
diganti dengan istilah ‘pembiayaan’ mengingat dalam kegiatan usaha bank syariah
tidak dikenal dengan istilah kredit yang berbasiskan kepada bunga. BUS dan BPRS
sama-sama sebagai lembaga intermedasi keuangan, namun BPRS tidak
diperbolehkan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Lihat: Pasal 1 Ayat
(9) UU Perbankan Syariah.

Dengan kata lain, cakupan kegiatan yang bisa dilakukan oleh BPRS lebih kecil
dibandingkan dengan BUS. Hal ini dapat dilihat dari larangan kegiatan usaha
BPRS sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 UU Perbankan Syariah yang
menyatakan sebagai berikut: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang:
a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
c. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing
dengan izin bank Indonesia;
d. melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran
produk asuransi syariah;
e. melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk
menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan
f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21.

3. Unit Usaha Syariah

Menurut Pasal 1 ayat (10) UU Perbankan Syariah yang dimaksud dengan Unit
Usaha Syariah (UUS) adalah ‘unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor
cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan

7
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.’ Berdasarkan penjelasan di
atas dapat dipahami bahwa Bank Konvensional yang mau melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah harus membuka UUS dengan mendapat izin dari
Otoritas Jasa Keuangan. Pada prinsipnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh UUS
sama dengan BUS.

UUS harus menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Kantor


induk, Bank Umum Konvensional, tidak boleh melakukan intervensi atau melarang
UUS untuk tidak mematuhi prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Apabila hal tersebut terjadi, maka Otoritas Jasa
Keuangan bisa memberikan sanksi administratif kepada Bank Induknya.
Kemudian, UUS Bank Umum Konvensional ini tidak boleh selamanya menjadi
UUS. Pasal 68 UU Perbankan Syariah mengatur, apabila aset UUS telah mencapi
50% dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya
UU ini, maka UUS tersebut wajib melakukan pemisahan (spin off) dari bank
induknya dan menjadi Bank Umum Syariah. UUS nantinya dapat berubah menjadi
BUS atau merger dengan bank lain untuk berubah menjadi BUS tergantung dari
kemampuan bank syariah tersebut.

Kegiatan usaha UUS meliputi:


a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
c. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
d. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
e. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
f. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
g. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;

8
i. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas
dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad
ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip
Syariah;
l. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;
m. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
n. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Tujuan Perbankan Syariah

Dalam perkembangan perbankan syariah pemerintah bertujuan menunjang


pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Seperti yang telah di uraikan
oleh Syafi’I Antonio dalam bukunya, bahwasanya pengembangan perbankan
syariah mempunyai beberapa tujuan :

a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat


menerima konsep bunga, terutama dari segmen masyarakat yang selama
ini belum dapat tersentuh oleh sisitem perbankan konvensional.
b. Memberikan peluang pembiayaan bagi Pengembangan usaha
berdasarkan prinsip kemitraan antara nasabah yang berperan sebagai
investor yang harmonis ( mutual investor relationship ).
c. Mewujudkan produk dan jasa perbankan unggulan yang komparatif
berupa penghapusan pembebanan bunga ( perpetual interest effect ),
membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiyaan
yang ditujukan pada usaha usaha yang memperhatikan unsur moral
( halal ).

Tujuan – tujuan tersebut menunujukakan adanya keistimewaan pada bank syariah


di banding bank konvensional, antara lain :
a. Keistimewaan ikatan yang kuta antara nasabah, pengelola bank, dan
pemegang saham. Kuatnya ikatan tersebut menimbulkan kebersamaam
daalm mengahdapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur
dan adil. Dalam hal ini semua pihak mempunyai tanggung jawab yang

9
sama, sehingga semua pihak akan menerima perolehannya dengan
ikhlas.
b. Adanya system bagi hasil sebagai pengganti bunga yang di haramkan,
tentunya system bagi hasil ini mempunyai dampak positif, antara lain :
1. Cost push inflation, yaitu bank islam diharapkan mampu
menjadi pendukung kebijaksanaan moneter yang handal, dan
mampu menghilangkat akibat penerapan sistem bunga pada
bank konvensional.
2. Adanya persaingan yang wajar antar bank islam, karena
keberhasilan Bank Islam ditentukan oleh fungsi edukatif bank di
dalam membina nasabah dengan kejujuran, keuletan dan
profesionalisme
c. Adanya fasilitas kredit kebaikan ( al qardhul Hasan ) yang diberikan
secara Cuma- Cuma . Nasabah hanya dikenakan biaya materai , biaya
notaris dan biaya studi kelayakan.
d. Adanya alternative kehidupan ekonomi yang berkeadilan, yang mana
pada umumnya terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara
kelompok ekonomi kuat dengan kelompok ekonomi yang lemah.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana


dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan
fungsi intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua
macam sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah.
Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip
hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip
keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah),
universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan
obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank
syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
Perbankan Syariah di Indonesia diatur secara khusus dalam Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU
Perbankan Syariah). Berdasarkan UU Perbankan Syariah tersebut, kelembagaan
industri perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Bank Umum
Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan Unit Usaha Syariah.

11
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.perbanas.ac.id/2407/4/BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal
27 april 2021 jam 22:00)
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/12053/05.1%20bab
%201.pdf?sequence=5&isAllowed=y (diakses pada tanggal 27 april 2021 jam
22:00)
https://core.ac.uk/download/pdf/148617413.pdf (diakses pada tanggal 27
april 2021 jam 22:00)
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-dan-
Kelembagaan.aspx (diakses pada tanggal 27 april 2021 jam 22:00)
https://business-law.binus.ac.id/2018/05/28/kelembagaan-industri-
perbankan-syariah/ (diakses pada tanggal 27 april 2021 jam 22:00)

12

Anda mungkin juga menyukai