Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BANK SYARI’AH
Tugas Mata Kuliah : FIQIH MUAMALAH
KONTEMPORER

DI SUSUN OLEH:
1.Ahmad Rizal (2020.04.001)
2.Yahdilah (2020.04.014)

Dosen Pengampuh:
H. DARSI AHMADAN,MH

PRODI PERBANKAN SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QUR’AN
AL-ITTIFAQIAH (IAIQI)
Tahun Ajaran 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT


sehingga dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul
“BANK SYARI’AH”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqih Muamalah Kontemporer. Dalam makalah ini membahas tentang
Pengertian Bank Syariah.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya


terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi diri penulis dan khususnya untuk pembaca. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun
sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................ii
BAB I Pendahuluan........................................................................1
A. Latar Belakang................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................2
BAB II Pembahasan........................................................................3
1. Pengertian Bank Syariah................................................3
2. Perkembangan Bank Syariah.........................................3-5
3. Dasar Hukum Bank Syariah...........................................6
4. Karakteristik Bank Syariah............................................6
5. Fungsi Bank Syariah.......................................................6
6. Prinsip Bank Syariah.......................................................7
7. Kegiatan Usaha Bank Syariah........................................8
8. Prinsip-Prinsip Dalam Menghimpun
Dana Bank Syariah..........................................................8
9. Prinsip-Prinsip Penyaluran Dana
Bank Syariah....................................................................9
10. Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah.................
BAB III Penutup.............................................................................10
Kesimpulan..............................................................................11
Daftar Pustaka.........................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan
lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan
prinsip‐prinsip hukum atau syariah Islam, seperti diatur dalam Al Qurʹan
dan Al Hadist. Perbankan Syariah merupakan suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum islam).Usaha
pembentukkan sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut
dan meminjam bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi
untuk usaha yang dikategorikan haram,misalnya dalam
makanan,minuman,dan usaha-usaha lain yang tidak islami,yang hal
tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia. Berdiri tahun1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002
dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di
Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998
tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi
penduduk di Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya
beragama Islam.Dengan adanya bank tersebut diharapkan tidak adanya
kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama
islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu
wadah yang melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat
islami. Namun realitas yang ada,dari 80% penduduk Indonesia yang
beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi
secara syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan.Sampai saat ini perbankan
syariah di Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya,banyak
masyarakat yang tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankkan syariah.
Bahkan para ulama-ulama di negeri ini pun sebagian besar masih
menyimpan uangnya di bank konvensional.Hal tersebut terjadi karena
kurangnya pemahaman mengenai sisitem operasi perbankan syariah
Sistem dalam bank syariah di anggap sama dengan sistem operasi yang
ada dalam bank konvensional.
B. RUMUSAN MASALAH

1.Menjelaskan Pengertian Bank Syariah


2.Menjelaskan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
3.Menjelaskan Dasar Hukum Bank Syariah
4.Karakteristik Bank Syariah
5.Menjelaskan Fungsi Bank Syariah
6.Prinsip Bank Syariah
7.Kegiatan Usaha Bank Syariah
8.Prinsip – Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syariah
9.Prinsip – Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah
10.Keunggulan Dan Kelemahan Bank Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian Bank Syari’ah


Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS)
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Usaha pembentukan
sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut
maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana
hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam dewasa ini telah
mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam
berbagai keunggulan kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum
(konvensional) akan menghadapi persaingan baru dengan kehadiran
lembaga keuangan ataupun bank non-konvensional. Fenomena ini ditandai
dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank dengan sistem syariah.

2.Perkembangan Bank Syari’ah


Abdul Gani Abdullah mengemukakan dalam analisis dan evaluasi
hukum yang dilakukannya terhadap perbankan syariah, menemukan
sedikitnya empat hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan
berdasarkan prinsip syariah, yaitu :
a. Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang
tidak dapat menerima konsep bunga.
b. Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang
mengakomodasi terlaksananya sistem perbankan konvensional dan
perbankan syariah dengan baik dalam proses kompetisi yang sehat,
dimana didukung oleh pola perilaku bisnis yang bernilai dan
bermoral.
c. Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.
c. Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan
membatasi segala bentuk eksploitasi yang tidak produktif serta
mengabaikan nilai-nilai moral.
Sebagai langkah awal perkembangan bank syariah di Indonesia, pada
pertengahan tahun 1970-an diadakan pembicaraan mengenai bank syariah
pada seminar Hubungan Indonesia- Timur Tengah yang diadakan pada
tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang diadakan Lembaga
Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal
Ika. Perkembangan pemikiran secara luas mengenai perlunya umat Islam
Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak saat
itu. Namun, usaha untuk merealisasikan ide perbankan syariah tersebut
terhambat oleh beberapa alasan, yaitu :
a. Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum
diatur, oleh karena itu tidak sejalan dengan Undang-undang Pokok
Perbankan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1967.
b. Konsep banksyariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis,
merupakan bagian atau berkaitan dengan pembentukan negara
Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
c. Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam
itu, sementara pendirian bank baru dari negara Timur Tengah
masih dicegah,antara lain oleh kebijakan pembatasan bank asing
untuk membuka cabangnya di Indonesia.
Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai
pilar ekonomi Islam mulai dilakukan dengan pihak yang terlibat dalam
pengkajiannya adalah Karnaen A. Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo,
A.M Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Uji coba padsa skala yang
relative terbatas telah diwujudkan pada masa itu yaitu dengan
pembentukan Baitut Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho
Gusti di Jakarta, yang kedua lembaga keuangan syariah tersebut berbadan
hukum koperasi. Pembentukan ini juga didorong oleh keluarnya
Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni Tahun 1983, yang telah membuka
belenggu penetapan bunga perbankan oleh pemerintah. Dengan
dibebaskannya penetapan besar bunga kepada masing-masing bank, maka
suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen) yang
memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga yang berdasarkan bagi
hasil keuntungan. Namun, karena belum dimungkinkannya pendirian bank
baru pada masa itu, sedangkan bank-bank yang telah ada belum tertarik
untuk mengaplikasikan sistem bank tanpa bunga yang dinilai kurang
mengntungkan, maka bank syariah belum dapat berdiri di Indonesia,
sehingga dibentuklah badan hukum koperasi sebagai bentuk badan
hukumnya.
Pada tahun 1988, gagasan mengenai bank syariah kembali muncul
yang dilatarbelakangi dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober
(PAKTO) yang berisi liberalisasi perbankan. Liberalisasi perbankan
tersebut memungkinkan didirikannya bank-bank baru selain yang telah
ada. Maka dari itu didirikanlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah
dibeberapa daerah di Indonesia, yaitu Badan Perkreditan Syariah (BPRS)
Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, dan BPRS Amanah
Rabaniah, yang beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat di Aceh.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank
Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada saat penandatanganan
Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia terkumpul komitmen
pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar. Kemudian pada tanggal 3
November 1991 dalam acara silaturahmi presiden di Istana Bogor dapat
dipenuhi dengan total komitmen awal sebesar Rp. Sebelumnya, pada 18-
20 Agustus 1990 diadakan lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang
diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua, Bogor, Jawa
barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam dalam
Musyawarah Nasional IV MUI pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan
Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk
mendirikan Bank Islam di Indonesia kelompok kerja yang disebut Tim
Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan
semua pihak terkait.
Dalam menjalankan operasinya sebagai bank yang berdasarkan prinsip
syariah, Bank Muamalat Indonesia mengalami banyak hambatan. Selain
karena peraturan hukum tentang bank syariah belum spesifik mengatur dan
memberi ruang dalam pengembangan perbankan syariah, juga
ketidakmampuan BMI untuk bersaing dengan bank konvensional yang
telah memiliki jaringan yang kuat hingga ke pelosok-pelosok daerah.
Selain itu, untuk menjaga likuiditas bank dan mempertahankan
eksistensinya, yaitu melalui usaha-usaha mendapatkan keuntungan yang
sewajarnya melalui bagi hasil, maka BMI tidak bisa mengelak untuk tidak
menggarap kalangan menengah keatas sebagai nasabah dan debitur yang
paling potensial. Hal ini yang kemudian menyebabkan banyak umat Islam
masih belum merasakan kehadiran BMI memberikan sentuhan yang berarti
pada mereka sebagai bank yang mengusung nilai-nilai Islam.
Era reformasi kemudian juga memberikan perkembangan baru dalam
perbankan syariah di Indonesia. Para pelaku perbankan dan pemerintah
telah mendapatkan paradigma baru dalam memandang perbankan Islam di
Indonesia. Krisis moneter yang dialami sebelumnya ternyata memberikan
implikasi positif dalam sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia.
Bentuk perkembangan paling besar bank syariah pada masa itu ditandai
dengan disetujuinya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,
yang merupakan regulasi mengenai perbankanuntuk bangkit dari krisis
ekonomi yang melanda pada waktu itu.
Dalam Undang-undang tersebut memberi arahan bagi bank-bank
konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri
secara total menjadi bank syariah. Hal tersebut disambut antusias oleh
kalangan perbankan konvensional yang ingin mulai memasuki usaha bisnis
perbankan syariah, untuk itu Bank Indonesia mengadakan “Pelatihan
Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian,
terutama aparat yang berkaitan langsung dengan DPNP (Direktorat
Penelitian dan Pengembangan Perbankan), kredit , pengawasan, akuntansi,
riset dan moneter. Beberapa lembaga perbankan konvensional yang
membuka cabang syariah pada masa-masa awal reformasi adalah Bank IFI
cabang syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Divisi Syariah.1

1
Andri Soemitra. 2009. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta :
Kencana.
3. Dasar Hukum Bank Syari’ah
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah, bank syariah di wajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun
dan menyalurkan dana dari masyarakat. Di samping itu, bank syariah juga
dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga
dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf.
4. Karakteristik Bank Syari’ah
Karakteristik Bank Syariah diantaranya :
1.Berdasarkan prinsip syariah
2.Implementasi prinsip ekonomi Islam dg ciri:
 pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
 Tidak mengenal konsep “time-value of money”
 Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yg diperdagangkan.
3.Beroperasi atas dasar bagi hasil
4.Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5.Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
6.Azas utama => kemitraan, keadilan, transparansi dan universal
7.Tidak membedakan secara tegas sector moneter dan sector riil (dapat
melakukan transaksi 2 sektor riil.
5. Fungsi Bank Syari’ah
Bank syariah dalam skema non-riba memiliki empat fungsi sebagai
berikut :
1.Fungsi Manajer Investasi
Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana oleh bank
syariah, khususnya dana mudharabah. Bank syariah bertindak sebagai
manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana
tersebut harus dapat disalurkan pada penyalur yang produktif, sehingga
dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan
dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.
2.Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai investor
(pemilik dana). Penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus
dilakukan pada sektor – sektor yang produktif dengan risiko minim dan
tidak melanggar ketentuan syariah.
Produk investasi yang sesuai dengan syariah diantaranya akad jual
beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi (mudharabah dan
musyarakah), akad sewa menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik)
dan beberapa akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.
3.Fungsi Sosial
Fungsi ini merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah.
Ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan
fungsi sosialnya, yaitu instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf
(Ziswaf) dan instrumen qardhul hasan. Instrumen Ziswafberfungsi untuk
menghimpun ziswaf dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri
sebagai lembaga milik para investor. Instrumen qardhul hasan berfungsi
menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal
serta dana infak dan sadaqah yang tidak ditentukan peruntukannya secara
spesifik oleh yang memberi.

4.Fungsi jasa keuangan


Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah
berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring,
transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan
lain-lain.
Namun mekanisme untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi
tersebut, bank syariah tetap menggunakan skema yang sesuai dengan
prinsip syariah.

6. Prinsip Bank Syari’ah


Dalam melaksanakan fungsi jasa keuangan perbankan syariah
menggunakan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
a. Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat.
b. Prinsip Kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung (makfuul anhu ashil)
c. Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil)
kepada orang lain yang menanggungnya (munhal’ alaih)
d. Prinsip Sharf
Prinsip Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual
beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata
uang berlainan jenis.
e. Prinsip Ijarah
Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa,
apabila dikaitkan dengan penggunaan barang maka diistilahkan
dengan sewa – menyewa sedangkan apabila dikaitkan dengan
penggunaan jasa maka diistilahkan dengan upah – mengupah.

7. Kegiatan Usaha Bank Syari’ah


1. Penghimpun Dana
2. Penyaluran dana
3. Jasa pelayanan
4. Berkaitan dengan surat berharga
5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran
6. Berkaitan dengan pasar modal
7. Investasi
8. Dana pensiun
9. Sosial

8.Prinsip-Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syari’ah

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro,


tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan,
merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.
b. Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana
pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi
pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si
pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka
si pengelolalah yang bertanggung jawab.

9. Prinsip-Prisip Penyaluran Dana Bank Syari’ah


1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
2. Prinsip Investasi
3. Prinsip Sewa
4. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
5. Akad pelengkap
6. Pembiayaan dengan bagi hasil2
10. Keunggulan Dan Kelemahan Bank Syari’ah

1. Keunggulan Bank Syari’ah

2
Kautsar Riza Salman. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis
PSAK Syariah. Jakarta : Indeks.
 Bank syariah relatif lebih mudah merespons kebijaksanaan
pemerintah;
 Terhindar dari praktik money laundring;
 Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi
hasilnya;
 Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter;
 Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi,
keadilan dan kebersmaan.
2. Kekurangan Bank Syari’ah
 Jaringan kantor bank syariah belum luas;
 SDM bank syariah masih sedikit;
 Pemahaman masyarakat tentang bank syariah masih kurang;
 Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada bank
konvensional.

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah


lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional
murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan
yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah kesalahan,
maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.
Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh
menyimpang dari landasan dan prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena
timbulnya perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari sistem
sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada profitabilitas
tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan
moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah
kegiatan perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar,
Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi,
kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan
menghilangkan paradigma dzalim.

DAFTAR PUSTAKA

Andri Soemitra. 2009. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta :


Kencana.
Kautsar Riza Salman. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK
Syariah. Jakarta : Indeks.
Sumber lain :
http://www. Makalahegi.blogspot.com Diakses pada tanggal 01 Mei 2014
http://www. Eramoeslem.com”ekonomi syariah

Anda mungkin juga menyukai