Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PENDIRIAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Operasional Bank

Syariah

Dosen Pengampu:

Wahyi Busyro, S.E.I.,ME

Disusun Oleh:

Mutia Rahmadani (220801014)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS STUDI ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan

rahmat-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mandiri yang berjudul

“Sejarah Pendirian Bank Syariah di Indonesia”. Tugas mandiri ini dibuat guna

untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Manajemen Operasional Bank

Syariah.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan,

oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata semoga tugas ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Pekanbaru, 07 Maret 2023

Penulis
DAFTAR PUSTAKA
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH

A. PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa memerlukan pola pengaturan sumber

ekonomi yang tersedia terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Lembaga-lembaga perekonomian bahu-membahu

mengelola dan menggerakkan semua potensi ekonomi agar berdaya supaya lebih

berhasil guna secara optimal. Lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan

mempunyai peranan yang amat strategis dalam menggerakkan roda perekonomian

suatu negara. Bahkan dengan keputusan yang gemilang telah menjangkau diluar

batas negara melalui kegiatan perusahaan-perusahaan multinasional. Eksistensi

lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis

dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor riil dengan

pemilik dana (agent of economic devolopment).

Perbankan disebut sebagai lembaga perantara disebabkan oleh tersedianya

sumber dana untuk dunia usaha dan didukung oleh kemudahan investasi

mendorong ekspansi usaha khususnya oleh grup-grup berskala besar. Dampaknya,

permintaan kredit terus meningkat khususnya untuk sektor perindustrian,

perdagangan, dan jasa-jasa. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem

keuangan dari setiap negara. Bank merupakan agen pembangunan, karena semua

bank berfungsi sebagai intermediasi antara pihak yang memiliki modal untuk

berproduksi, sehingga dengan bantuan modal bagi para pengusaha, sektor riil

1)
perekenomian akan berkembang. Pembangunan sektor keuangan di Indonesia

diharapkan mampu membawa perubahan yang positif bagi perekonomian

nasional. Hal ini disebabkan karena perbankan memiliki peran yang sangat

penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada tugas pokok

lembaga keuangan yang diantaranya adalah pertama, bank bertugas menyalurkan

kredit kepada lembaga usaha atau perseorangan yang membutuhkan. Tujuan dari

penyaluran kredit/pembiayaan adalah untuk kegiatan yang bersifat produktif.

Kedua, bank memiliki tugas untuk mengumpulkan dana dengan menarik dana dari

masyarakat. Ketiga, bank menyalurkan jasa di bidang lalu lintas dan pembayaran

uang. Melihat pesatnya dunia usaha, maka peranan lembaga keuangan semakin

meningkat, karena melalui lembaga keuangan maka interaksi antar para pelaku

ekonomi akan semakin intens.

Sektor rumah tangga membutuhkan lembaga keuangan untuk mengalokasikan

pendapatannya dengan menyimpan di lembaga keuangan tersebut. Sektor

perusahaan membutuhkan lembaga untuk mendapatkan dana membiayai

investasinya/modal. Berkembangnya dunia perbankan di Indonesia ditandai

dengan salah satu diantaranya adalah berdirinya bank syariah. Dunia perbankan

Indonesia mulai menapak pada prinsip syariah, seiring dengan pembukaan bank

muamalat pada November Tahun 1991. Istilah syariah sendiri dalam Pasal 1

(angka 13) Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa : “Prinsip

syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dengan

pihak lain untuk


2)
menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan badan usaha, atau kegiatan lainya

yang sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil

(mudharabah), pembiayaan dengan prinsip penyertaan modal (musharakah),

prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah) atau pembiayaan

barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan

adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank

oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”. Dengan diundangkannya Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998, tidak hanya mengenal dual banking system, tetapi juga

lebih mempertegas bahwa keberadaan bank dengan prinsip syariah sejajar dengan

bank konvesional dengan sistem bunga. Hal ini disebutkan dalam pasal 1 ayat (2)

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menyebutkan bahwa: Bank Umum

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran. Sedangkan pasal 1 ayat (3), menyebutkan bahwa Bank

Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha konvensional

atau berdasarkan prinsip syarian yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. Dari ketentuan normatif ini tampak jelas

kesejajaran antara bank konvesional dengan sistem bunga dan bank syariah

dengan prinsip bagi hasil (profit sharing) dalam tata hukum perbankan nasional.
3)
B. PEMBAHASAN

1. Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia

Tercapainya pembangunan nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD NRI 1945 adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa.

Salah satu wujud peran serta masyarakat dalam menyukseskan pembangunan

nasional adalah mengembangkan sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai

Islam(syariah). Sistem ekonomi yang berdasarkan syariah memiliki prinsip yang

jelas dalam setiap aktifitas usahanya yaitu melarang praktik spekulatif (maisir),

ketidakjelasan (gharar) dan melipatgandakan keuntungan secara tidak halal (riba)

apapun bentuknya.

Perbankan syariah lahir sebagai tuntutan dari masyarakat Islam yang

menginginkan adanya sebuah sistem perbankan yang benar-benar menerapkan

ajaran Islam. Agama Islam melarang praktik-praktik muamalah yang mengandung

unsur-unsur maisir,gharar dan riba. Selanjutnya didirikanlah bank tanpa bunga

uang sesuai dengan prinsip dasar ajara Islam. Mayoritas ulama sepakat bahwa

bunga bank yang diterapkan pada bank konvensional termasuk riba yang

diharamkan dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi Muhammad SAW.

Ide untuk mendirikan bank syariah telah muncul pada tahun 1937 K.H. Mas

Mansur Ketua Pengurus Muhammadiyah telah mempunyai keinginan untuk

berdirinya Bank Islam. Namun gagal karena pada saat itu dikhawatirkan akan

mengganggu stabilitas nasional.


4)
Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Muktamar di Sidoarjo Jawa Timur

1968 memutuskan bunga bank yang diberikan oleh bank-bank negara kepada

nasabah demikian pula sebaliknya,hukumnya termasuk syubhat artinya belum

jelas. Oleh karena itu, sesuai dengan penunjuk hadist, kita harus berhati-hati

menghadapi masalah-masalah yang syubhat itu. Untuk menjaga prinsip kehati-

hatian yang menerapkan bunga tersebut, K.H. Azhar Basjir, Ketua Majelis Tarjih

Muhammadiyah waktu itu memberikan rambu-rambu bahwa untuk menentukan

hukumnya bunga bank harus dipertimbangkan besar kecilnya bunga atau

keuntungan siapa yang memperoleh dan untuk siapa keuntungan itu

dimanfaatkan.

Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar

ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut

adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M.

Amien Azis, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah

diwujudkan. Diantaranya adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat

tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk

koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.

Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank islam di

Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada

tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan

Perbankan di Cisarua, Bogor,Jawa Barat. Berdasarkan amanat Munas IV MUI,

dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.


5)
Keberadaan perbankan syariah sebagai bagian tak terpisahkan dari

perbankan nasional telah dikembangkan sejak tahun 1992, yang ditandai dengan

berlakunya Undang-undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Undang-

undang perbankan ini mengakomodir keberadaan bank syariah, namun belum

memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank

syariah. Undang-undang perbankan belum secara tegas mencantumkan “prinsip

syariah” dalam usaha kegiatan bank. Pengertian bank “bagi hasil” yang dimaksud

dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 belum mencakup secara tepat

pengertian bank syariah yang memiliki cakupan yang lebih luas.

Sejarah perbankan nasional mencatat bahwa bank Muamalat Indonesia

adalah bank islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Bank syariah ini

berdiri setelah akta pendiriannya ditandatangani dan disahkan pada 1 November

1991. Pada saat akte pendiriannya dibuat, terkumpul dana awal sekitar 84 milyar

rupiah.

Selanjutnya pada tanggal 3 November 1991 dalam sebuah acara

silaturrahmi dengan Presiden Soeharto di Istana Bogor, terkumpul dana awal

sebesar Rp.106.126.383.000 atau hampir mencapai 107 miliar rupiah. Dengan

terkumpulnya modal awal tersebut, Bank Muamalat Indonesia (BMI) resmi

beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992.

C. Prinsip Syariah
Bank syariah merupakan suatu jenis Bank yang menjalankan sistem perbankan

berdasarkan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam hukum islam. Prinsip bank

6)
syariah yang sesuai dengan hukum islam diantaranya tidak adanya unsur ria,

maisir, gharar, serta jual beli barang haram.

1) Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain

dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,

kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam

meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas

mengembangkan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena

berjalannya waktu (nasi’ah).

2) Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang

tidak pasti dan bersifat untung-untungan.

3) Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak

diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi

dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.

4) Jual beli barang haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam

syariah.

D. Bentuk-bentuk Kegiatan Operasional Bank Syariah

a. Kegiatan Pengumpulan Dana

1) Giro Wadiah
Giro adalah jenis simpanan yang dapat ditarik setiap saat dengan

menggunakan sarana penarikan berupa cek, bilyet giro, dan sarana penarikan

lainnya, maupun sarana pemindahbukuan. Menurut Undang-Undang Nomor 7

7)
Tahun 1992 tentang Perbankan dijelaskan bahwa giro adalah simpanan yang dapat

digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek. Sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara

pemindahbukuan. Sedangkan giro syariah adalah giro yang dijalankan

berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Adapun macam-macam giro syariah adalah:

a) Giro Wadi ‘ah adalah produk pendanaan Bank Syariah berupa simpanan

dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan dan

kemudahan pemakainya.Giro wadi’ah merupakan giro yang dijalankan

berdasarkan akad wadia’ah yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika

pemiliknya menghendaki.

b) Giro Mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad

mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk yakni mudharabah mutlaqah

dan mudharabah muqayyadah. Perbedaan utamanya adalah terletak pada ada atau

tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank untuk mengelola

hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun obyek investasinya.

2) Tabungan Syariah

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan atau lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan syariah

terdiri atas: a) Tabungan wadi’ah yaitu produk pendanaan bank syariah berupa

simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving account) untuk

keamanan

8)
pemakainya seperti giro wadi’ah, tetapi tidak sefleksibel giro wadi’ah, karena

nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.

b) Tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad

mudharabah, baik dengan akad mudharabah mutlaqah ataupun mudharabah

muqayyadah.

3) Deposito Syariah

Deposito adalah dana nasabah yang penarikannya sesuai dengan jangka

waktu tertentu, sehingga mudah diprediksi ketersediaan dana tersebut. Balas jasa

yang diberikan oleh bank untuk deposito lebih tinggi dibanding produk dana

lainnya. Adapun deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan

prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah

mengeluarkan fatwa bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang

berdasarkan prinsip mudharabah.

b. Kegiatan Penyaluran Dana

1) Akad Bagi Hasil


a) Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan

kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama.

b) Mudharabah, adalah akad antara pihak pemilik modal dengan pengelola untuk

memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan tersebut dibagi berdasarkan

9)
nisbah yang telah disepakati pada awal akad. Apabila usaha yang dibiayai

mengalami kerugian, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal,

kecuali apabila terjadi penyelewengan oleh pengelola.

2) Prinsip Jual Beli

a) Murabahah, adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan

dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam hal ini

bank selaku penjual dan nasabah selaku pembeli.

b) Salam, adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum

ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tanggung, sedangkan pembayaran

dilakukan tunai.

c) Istishna, Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna

pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Skim

istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur

dan konstruksi proyek pembangunan berdasarkan prinsip ba’i al-istishna.


d) Ijarah, adalah akad peminjaman hak guna atas barang dan jasa melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

(ownership) atas barang itu sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah

adalah lease contract dimana suatu bank menyewakan peralatan kepada salah satu

nasabahnya dengan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti

sebelumnya.

10)
c. Jasa-jasa

1) Wakalah, adalah akad pemberi kuasa dari pemberi kuasa kepada

penerima kuasa untuk melaksanakn tugas atas nama pemberi kuasa. Wakalah

dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank

untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan tertentu. Wakalah biasanya

diterapkan dalam penerbitan letter of credit (L/C).

2) Kafalah, adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak

ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam kata

lain, mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang

pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Secara teknis perbankan,

kafalah merupakan jasa penjamin nasabah, dimana bank bertindak sebagai

penjamin, sedangkan nasabah bertindak sebagai pihak yang dijamin.

3) Qard, adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih

kembali. Dalam teknis perbankan, qard adalah pemberian pinjaman dari bank
kepada nasabah yang digunakan untuk kebutuhan mendesak. Pengembalian

pinjaman ditentukan dalam jangka waktu sebesar pinjaman, tanpa ada tambahan

keuntungan dan pembayaran dilakukan secara angsuran.

4) Rahn, adalah menahan salah satu harta milik orang yang meminjam

sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dengan tujuan untuk

memberikan

jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

11)
5) Hiwalah, adalah memindahkan utang dari tanggungan orang yang

berutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar utang. Dalam

praktik perbankan, hiwalah membantu supplier mendapatkan modal agar dapat

melanjutkan usahanya. Bank mendapat ganti biaya atau jasa pemindahan utang.

6) Sharf, adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valutan lainnya.

Transaksi jual beli mata uang asing dapat dilakukan baik dengan sesama mata

uang yang sejenisnya maupun tidak sejenis.

E. Fungsi Bank Syariah

Adapun fungsi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah yaitu:

a. Menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

b. Menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana

sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelolaan zakat.


Yang dimaksud dengan “Dana sosial lainnya”, adalah penerimaan bank

yang berasal dari pengenaan sanksi terhadap nasabah (ta’zir).

c. Menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan

menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak

pemberi wakaf (wakif).

12)
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Mardani, 2015. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia,

Jakarta: Prenada Media.

Anda mungkin juga menyukai