Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga perbankan mempunyai peranan yang penting bagi

aktivitas perekonomian. Peran strategis bank tersebut sebagai wahana

yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara

efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Ketentuan

mengenai perbankan di Indonesia saat ini diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya akan

disebut Undang-Undang Perbankan).

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dijadikan tempat

untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan

keuangan, seperti tempat mengamankan uang, melakukan investasi,

pengiriman uang, melakukan pembayaran, atau melakukan

penagihan.
2

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai

strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga

tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai

kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang

kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds). Dengan demikian

perbankan akan bergerak dalam kegiatan perkreditan, dan berbagai

jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta

melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor

perekonomian.

Di Indonesia, lembaga keuangan bank memiliki misi dan fungsi

yang khusus. Bank memiliki fungsi yang diarahkan sebagai agen

pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang

bertujuan guna mendukung pelaksanaan pembangunan nasional

dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan

ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup

1
rakyat banyak.

Sistem perbankan di Indonesia berawal dari era sebelum dan

sesudah lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang

Pokok-Pokok Perbankan. Pada saat itu lembaga perbankan terdiri atas

bank umum, bank tabungan dan bank pembangunan, serta bank

1
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Cetakan Keempat, Bandung, 2003, hlm. 86
3

perkreditan rakyat. Kemudian dengan Undang-Undang Perbankan,

diadakan penyederhanaan jenis bank, hanya menjadi jenis bank

umum dan bank perkreditan rakyat. Kegiatan usaha dari bank umum

dan bank perkreditan rakyat tersebut dapat dilaksanakan secara

2
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah (bagi hasil).

Menarik untuk dicermati bahwa saat ini banyak sekali

pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi dan

konversi. Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami

dalam tiga dasawarsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas

moneter di berbagai negara harus pula memantau dan mengendalikan

perkembangan lembaga-lembaga keuangan baru ini. Untuk

melaksanakan fungsi pemantauan dan pengendalian itu, maka otoritas

moneter juga harus membangun seperangkat kebijakan dan instrumen

moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-

lembaga keuangan dan perbankan syariah. Sebagian negara muslim

melakukan konversi kegiatan perbankan yang ada ke dalam sistem

islami (syariah), seperti Iran dan Pakistan, dan sebagian negara

muslim lainnya, seperti Indonesia, mengakomodasikan perkembangan

2
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Cetakan Kedua, Jakarta, 2001, hlm. 33
4

tersebut melalui dual banking system, di mana perbankan syariah

3
dapat beroperasi berdampingan dengan perbankan konvensional.

Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia

dilakukan dalam kerangka dual banking system atau sistem perbankan

ganda untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin

lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem

perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis

mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk

meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor

perekonomian nasional.

Pemberlakuan Undang-Undang Perbankan telah memberikan

kesempatan yang luas untuk pengembangan jaringan perbankan

syariah. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia telah menugaskan kepada Bank Indonesia

mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang

yang mendukung operasional bank syariah. Kedua undang-undang

tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking system di

Indonesia. Dual banking system yang dimaksud adalah

terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan syariah)

3
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Azkia Publisher divisi penerbit
Kelompok Pustaka Alvabet Anggota IKAPI, Cetakan Ketujuh, Jakarta, 2009, hlm. vi
5

secara berdampingan yang pelaksanaannya diatur di dalam berbagai

4
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di tingkat mikro, setiap bank umum konvensional dapat

mengkonversikan dirinya secara total menjadi bank umum syariah

atau dapat pula melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu kegiatan

perbankan berbasis bunga dan kegiatan perbankan syariah. Bagi yang

mengkonversikan banknya menjadi bank syariah, maka seluruh

mekanisme kerjanya mengikuti prinsip-prinsip perbankan syariah

(single banking system), sedangkan bagi yang melakukan kedua-

duanya (dual banking system), maka mekanisme kerjanya diatur

sedemikian rupa.

Bank umum syariah adalah bank yang kegiatan usahanya

didasarkan pada prinsip syariah sebagaimana dimaksud di dalam

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Perbankan, yaitu bank yang

kegiatannya didasarkan atas perjanjian berdasarkan hukum Islam

antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau

pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan

sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip

bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal

(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh

keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan

4
Ibid, hlm. vi
6

prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan

pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank

oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Bank umum syariah di tanah air

mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sektor

perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan

keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen

(peniadaan bunga sekaligus).

Kesempatan tersebut belum memberikan kemanfaatan karena

tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini

berlangsung sampai tahun 1988 di mana pemerintah mengeluarkan

Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru.

Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah

disahkannya Undang-Undang Perbankan di mana bank diberikan

kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari

nasabahnya, baik bunga ataupun keuntungan bagi hasil.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang

Bank Bagi Hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa bank

bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak

berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga), sebaliknya pula bank yang

kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak

diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi

hasil, maka jalan bagi operasional perbankan syariah semakin luas.


7

Kini titik kulminasi telah tercapai dengan disahkannya Undang-

Undang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah yang membuka kesempatan bagi siapa

saja yang akan mendirikan bank umum syariah maupun yang ingin

5
mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem syariah. Maka

pada tanggal 29 April 2009 dikeluarkanlah Peraturan Bank Indonesia

No. 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Konvensional Menjadi Bank Syariah. Dengan dikeluarkannya

peraturan ini berarti memberikan peluang yang besar bagi para pelaku

perbankan, khususnya bagi bank umum konvensional untuk dapat

meningkatkan perkembangan bank berdasarkan prinsip syariah di

Indonesia. Fenomena yang terjadi saat ini adalah munculnya

kecenderungan pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme

akuisisi dan konversi bank umum konvensional menjadi bank umum

syariah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, akuisisi dikenal dengan

istilah pengambilalihan, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh

badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham

perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas

5 M. Syafi’i Antonio (et al), Bank Syari’ah : analisis kekuatan, peluang,


kelemahan, dan ancaman, Ekonisia, Cetakan Ketiga, Yogyakarta, 2004, hlm. 21
8

perseroan tersebut. Lebih lanjut Pasal 1 angka (4) Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan

Akuisisi Bank memberikan pengertian akuisisi sebagai

pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap bank.

Pemikiran akan mengemukanya kecenderungan baru

pembentukan bank umum syariah melalui akuisisi ini, mengingat

adanya faktor-faktor yang menguntungkan, baik bagi pihak yang

mengakuisisi maupun pihak yang diakuisisi. Pihak pengakuisisi akan

memperoleh keuntungan, antara lain berupa kepemilikan bank yang

sudah relatif besar tanpa harus terlebih dahulu membuat dan

membesarkannya, tidak perlu lagi mengurus perizinan pendirian bank

baru, dan langsung dapat mengambil sistem yang sudah berjalan

tanpa perlu pengadaan alat-alat perlengkapan baru, tenaga kerja baru,

dan sebagainya. Keuntungan yang akan diterima bank target akuisisi

berupa suntikan dana dan peningkatan image bank yang

6
bersangkutan di mata masyarakat.

Akuisisi merupakan hal yang populer dan penting bagi

perusahaan besar maupun kecil, namun banyak akuisisi yang tidak

menghasilkan keuntungan finansial seperti yang diharapkan atau

6 Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, dan LBO, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hlm. 205-206
9

diinginkan oleh perusahaan pengakuisisi. Satu penelitian menunjukkan

bahwa para pemegang saham perusahaan terakuisisi mendapatkan

keuntungan di atas rata-rata dari suatu akuisisi, tetapi para pemegang

saham perusahaan pengakuisisi mendapatkan keuntungan rata-rata

mendekati nol. Intinya ialah memang ada risiko yang bermain di dalam

7
akuisisi. Oleh karena itu, salah satu unsur yuridis terpenting dalam

suatu akuisisi adalah unsur fairness (adil). Jadi, akuisisi haruslah

dilaksanakan secara adil. Adil di sini adalah adil bagi semua pihak,

termasuk kepada stakeholders lainnya. Sehingga dalam pembentukan

bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi dan konversi harus

berdasarkan ketentuan dan peraturan hukum yang berlaku.

Ketentuan mengenai bank umum syariah sebagaimana termuat

di dalam peraturan-peraturan perbankan di Indonesia dan adanya

keinginan dari bank umum konvensional yang ingin mengembangkan

bisnisnya di bidang perbankan syariah dengan melakukan

pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi dan

konversi, menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana hukum di

Indonesia mengatur mengenai tata cara pelaksanaan pembentukan

bank umum syariah melalui mekanisme tersebut dan bagaimana

praktik pembentukan bank umum syariah melalui akuisisi dan konversi

7 Michael A. Hitt (et al), Merger dan Akuisisi, Terjemahan : Sugeng Hariyanto
(et al), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 3
10

di Indonesia. Meskipun di dalam undang-undang perseroan terbatas

memuat mengenai akuisisi atau pengambilalihan serta di dalam

undang-undang perbankan syariah yang memperbolehkan

dilakukannya konversi kegiatan usaha dari bank umum konvensional

menjadi bank umum syariah, namun sampai dengan saat ini belum

ada suatu pengaturan yang sistematis mengenai mekanisme

pembentukan bank umum syariah melalui akuisisi dan konversi. Oleh

karena itu, masih banyak pelaku usaha perbankan yang masih belum

mengerti mekanisme pembentukan bank umum syariah melalui

akuisisi dan konversi tersebut.

Permasalahan lain yang sering terjadi di dalam proses

pembentukan bank umum syariah melalui akuisisi dan konversi adalah

kurangnya pemahaman dan pengetahuan para pihak terhadap akibat

hukum yang terjadi atas mekanisme tersebut, misalnya saja

kepentingan nasabah, manajamen dan karyawan bank, serta

pemegang saham minoritas bank target akuisisi dan bank

pangakuisisi. Sehingga pengembangan bisnis perbankan syariah yang

direncanakan sebelumnya terhambat dengan kendala-kendala seperti

permasalahan penyelesaian hak pemegang saham minoritas,

penyelesaian hak-hak nasabah yang tidak setuju dilakukannya

konversi, dan penyelesaian hak-hak manajemen atau karyawan bank

yang mungkin terkena pemutusan hubungan kerja dikarenakan


11

adanya perubahan status kepemilikan bank dan perubahan struktur

organisasi bank.

Sepengetahuan Penulis, penelitian mengenai pembentukan

bank umum syariah pernah dilakukan oleh beberapa penulis, di

antaranya oleh Farida Holil dari Universitas Padjadjaran tahun 2004

melalui skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Perubahan

Kantor Cabang Bank Umum Konvensional Menjadi kantor Cabang

yang Melakukan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah

Menurut Undang-Undang Perbankan”, skripsi tersebut membahas

mengenai pengembangan sistem perbankan syariah di dalam Undang-

undang Nomor 10 Tahun 1998 jo Undang-undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan yang memberikan kesempatan bagi bank

umum konvensional untuk dapat membuka cabang yang melakukan

kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, salah satunya

dengan cara perubahan kantor cabang konvensional menjadi kantor

cabang syariah.

Selanjutnya penelitian mengenai pembentukan bank umum

syariah juga pernah dilakukan oleh Sonny Fernadi dari Universitas

Padjadjaran tahun 2009 melalui skripsi yang berjudul “Kajian Hukum

Pemisahan Unit Usaha Syariah Dari Bank Umum Berbadan

Hukum Perseroan Terbatas Dihubungkan Dengan Perkembangan

Perbankan Syariah di Indonesia”. Skripsi tersebut membahas


12

mengenai mekanisme pemisahan unit usaha syariah dari bank umum.

Namun, kedua penelitian tersebut tidak membahas mengenai

pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi dan

konversi, tidak menghubungkanya dengan undang-undang perseroan

terbatas, serta tidak membahas akibat hukumnya terhadap bank

umum syariah hasil akuisisi dan konversi tersebut.

Hal-hal tersebut yang melatarbelakangi Penulis untuk

menyusun penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam

penulisan tugas akhir ini Penulis terdorong untuk menganalisis secara

hukum mengenai pembentukan bank umum syariah melalui akuisisi

dan konversi beserta akibat hukumnya terhadap bank target dalam

skripsi yang berjudul : “Tinjauan Hukum Pembentukan Bank Umum

Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi Dihubungkan Dengan

Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan

Syariah di Indonesia.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,

maka dikemukakan beberapa pokok permasalahan, yaitu sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah praktik serta pengaturan mengenai

mekanisme pembentukan bank umum syariah melalui


13

akuisisi dan konversi ditunjau dari undang-undang

perseroan terbatas dan peraturan perbankan syariah di

Indonesia?

2. Bagaimanakah akibat hukum pembentukan bank umum

syariah melalui akuisisi dan konversi terhadap bank target

dan terhadap pengembangan perbankan syariah di

Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk memenuhi

syarat mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran Bandung. Namun berdasarkan permasalahan

yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk menentukan praktik serta pengaturan mengenai

mekanisme pembentukan bank umum syariah melalui

akuisisi dan konversi ditunjau dari undang-undang

perseroan terbatas dan peraturan perbankan syariah di

Indonesia.
14

2. Untuk menentukan akibat hukum pembentukan bank umum

syariah melalui akuisisi dan konversi terhadap bank target

dan terhadap pengembangan perbankan syariah di

Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritik

Secara teoritik, pembahasan terhadap masalah ini akan

menentukan lebih jelas praktik serta pengaturan mengenai

mekanisme konversi bank umum konvensional menjadi bank

umum syariah dengan segala akibat hukum yang terjadi atas hal

tersebut. Pembahasan terhadap masalah ini dapat juga dijadikan

bahan kajian terhadap perkembangan hukum ekonomi secara luas

dan perkembangan hukum perbankan, serta hukum perusahaan

secara khusus.

b. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan masalah ini akan memberikan

sumbangan pemikiran yuridis kepada Almamater Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran Bandung sebagai bahan masukan bagi

rekan-rekan mahasiswa mengenai hukum perusahaan dan hukum

perbankan, khususnya mengenai akuisisi, serta mengenai

mekanisme konversi bank umum konvensional menjadi bank


15

umum syariah dengan segala akibat hukum yang terjadi atas hal

tersebut. Pembahasan masalah ini juga diharapkan dapat menjadi

masukan bagi para pembaca, terutama bagi para pihak yang

terlibat dalam proses pembentukan bank umum syariah melalui

mekanisme akuisisi dan konversi.

E. Kerangka Pemikiran

Derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan

teknologi komunikasi dan informasi menjadi tantangan bangsa

Indonesia untuk dapat mempertahankan jati diri bangsa.

Pembangunan ekonomi sampai saat ini, meskipun telah menghasilkan

berbagai kemajuan, masih jauh dari cita-citanya untuk mewujudkan

perekonomian yang tangguh dan menyejahterakan seluruh lapisan

masyarakat.

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya yang

mutlak dilakukan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam

negara yang ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan

perkapita dalam jangka panjang. Untuk itu diperlukan serangkaian

upaya agar pembangunan tersebut berjalan dengan baik.

Penekanan akan perlunya pembangunan ekonomi untuk

mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat sudah muncul

sejak lama. Sistem perekonomian dicanangkan melalui Program


16

Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Berbagai kemajuan ekonomi

telah dicapai, perekonomian tumbuh baik dengan tingkat pertumbuhan

yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi dapat terjaga. Peningkatan

kesejahteraan masyarakat secara nyata dapat ditunjukkan antara lain

melalui peningkatan pendapatan perkapita, menurunnya secara drastis

jumlah penduduk miskin, serta tersedianya lapangan kerja yang

memadai bagi rakyat.

Salah satu kebijakan pemerintah untuk mempertahankan

pembangunan ekonomi nasional adalah dengan menetapkan sistem

perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU

SPPN) yang di dalamnya diatur perencanaan jangka panjang (20

8
tahun), jangka menengah (5 tahun), dan pembangunan tahunan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

misalnya, pemerintah mengembangkan sektor keuangan agar

senantiasa memiliki kemampuan di dalam menjaga stabilitas ekonomi

dan membiayai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta

mampu memiliki daya tahan terhadap kemungkinan gejolak krisis

melalui implementasi sistem jaring pengaman sektor keuangan

Indonesia, peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan bank dan

8
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
17

non-bank dalam pendanaan pembangunan terutama peningkatan

akses pendanaan bagi keluarga miskin, baik di perdesaan maupun di

perkotaan, serta peningkatan kualitas pertumbuhan perbankan

nasional. Dengan demikian, setiap jenis investasi, baik jangka pendek

maupun jangka panjang, akan memeroleh sumber pendanaan yang

sesuai dengan karakteristik jasa keuangan. Selain itu, semakin

beragamnya lembaga keuangan akan memberikan alternatif

pendanaan lebih banyak bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan

berbagai sarana dan prasarana perekonomian penting yang

dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Secara

bertahap, struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh

pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi lebih modern dengan

penggerak sektor industri, salah satunya industri perbankan.

Perbankan di Indonesia mempunyai fungsi yang khas.

Kekhasan ini banyak dipengaruhi oleh ideologi Pancasila dan tujuan

negara yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Kekhasan yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia, di

9
antaranya :

1. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan

9 Muhamad Djumhana, op.cit.,hlm. 3


18

prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah sebagai

penghimpun dan pengatur dana masyarakat dan bertujuan

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,

dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan

rakyat banyak.

2. Perbankan Indonesia sebagai sarana untuk memlihara

kesinambungan pembangunan nasional, juga guna

mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945,

pelaksanaan perbankan Indonesia harus banyak

memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

unsur-unsur Trilogi Pembangunan.

3. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi dan

tanggung jawabnya kepada masyarakat tetap harus

senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan-

tantangan yang semakin berat dan luas dalam

perkembanganperekonomiannasionalmaupun

internasional.

Perbankan yang didasarkan kepada demokrasi ekonomi,

mempunyai arti bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif

dalam kegiatan perbankan, sedangkan pemerintah bertindak


19

memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan dunia

perbankan sekaligus menciptakan iklim yang sehat bagi

10
perkembangannya.

Mengingat peranannya, maka dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan nasional, tidak berlebihan apabila perbankan kita

ditempatkan begitu strategis, sehingga tidak berlebihan apabila

terhadap lembaga perbankan tersebut pemerintah mengadakan

pembinaan dan pengawasan yang ketat. Semuanya itu didasari oleh

landasan pemikiran agar lembaga perbankan di Indonesia mampu

berfungsi secara efisien, sehat, wajar, serta mampu melindungi secara

baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu

menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang

produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Agar tercapai tujuan

pembangunan nasional dan dapat berperan aktif dalam persaingan

global yang sehat, diperlukan partisipasi dan kontribusi semua elemen

masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat

guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya

merealisasikan tujuan pembangunan nasional.

Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi

masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah

pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (syariah)

10
Ibid,hlm. 4
20

dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum

Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan,

kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin).

Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang

11
didasarkan pada prinsip syariah yang disebut perbankan syariah.

Perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi

hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling

menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek

keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan

nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan

menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.

Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan

yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif,

perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel

dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia

12
tanpa terkecuali. Visi perbankan syariah pada umumnya ialah

menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan

investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah.

Sedangkan yang menjadi misi perbankan syariah ialah memenuhi rasa

11 Penjelasan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


12 Bank Indonesia, “Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia”, http://www.bi.go.id/,
Diunduh 20 Oktober 2011, Pukul 21.00 WIB
21

keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi

13
masyarakat luas.

Dalam kegiatanya membantu pertumbuhan pembangunan

ekonomi nasional, bank umum syariah juga harus menerapkan prinsip

kehati-hatian (prudent banking principle). Prinsip kehati-hatian adalah

suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam

melaksanakan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati

(prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang

14
dipercayakan padanya.

Prinsip kehati-hatian oleh Undang-Undang Perbankan sama

sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam

penjelasannya. Undang-Undang Perbankan hanya menjelaskan ruang

lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan di dalam Pasal 29. Di dalam

Pasal 29 ayat 2 misalnya disebutkan bahwa bank wajib menjalankan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam pengertian, bank

wajib untuk tetap senantiasa memelihara tingkat kesehatan bank,

kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,

rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank,

misalnya saja pendirian bank baru.

13
Karnaen Perwataatmadja (et al), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Prenada
Media, Jakarta, 2005, hlm. 17-18
14 Rachmadi Usman, op.cit.,hlm. 18
22

Setiap pihak yang mendirikan kegiatan usaha di bidang

perbankan syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari

Pimpinan Bank Indonesia. Bank Indonesia dalam rangka persetujuan

ataupun penolakan atas permohonan izin usaha perbankan, selain

memperhatikan pemenuhan persyaratan oleh pemohon juga

memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antarbank, tingkat

kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, serta

15
pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Pembentukan atau pendirian bank umum syariah wajib terlebih

dahulu memperoleh izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia. Aturan

yang dijadikan pedoman untuk pendirian bank umum syariah yaitu

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR

tentang Bank Umum Syariah.

Pada pendirian bank umum syariah ditambah beberapa

ketentuan khusus yaitu kewajiban menyangkut penempatan serta

tugas Dewan Pengawas Syariah dan surat rekomendasi dari Dewan

Syariah Nasional untuk calon anggota Dewan Pengawas Syariah.

Selain hal tersebut untuk bank umum syariah dalam rancangan

anggaran dasar dan rencana kerjanya harus secara tegas

15 Muhamad Djumhana, op.cit.,hlm. 187


23

mencantumkan kegiatan usaha bank yang semata-mata berdasarkan


16
prinsip syariah.

Fenomena yang populer terjadi di Indonesia saat ini adalah

bank melakukan akuisisi guna mengembangkan perusahaannya di

bidang perbankan syariah. Muncul kecenderungan baru pembentukan

bank umum syariah, yaitu melalui mekanisme akuisisi dan konversi.

Implementasi praktisnya dapat dilakukan melalui beberapa cara

17
sebagai berikut ; Pertama, bank umum konvensional yang telah

memiliki Unit Usaha Syariah mengakuisisi bank yang relatif kecil,

kemudian mengkonversinya menjadi syariah dan melepaskan serta

menggabungkan Unit Usaha Syariahnya dengan bank yang baru

dikonversi. Kedua, bank umum konvensional yang belum memiliki Unit

Usaha Syariah, mengakuisisi bank yang relatif kecil dan

mengkonversinya menjadi syariah. Ketiga, dengan melakukan

pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah dari kantor pusat suatu bank

konvensional dan dijadikan bank umum syariah tersendiri.

Di dalam penulisan skripsi ini, akan dibahas mengenai

pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi dan

16
Ibid, hlm. 193
17 Adiwarman A. Karim, Perbankan Syariah 2008 : Evaluasi, Trend, dan
Proyeksi, Research & Project Management Division Head, KARIM Business Consulting,
Jakarta, 2008, hlm. 21
24

konversi oleh bank umum konvensional yang sebelumnya belum

memiliki Unit Usaha Syariah.

Peraturan pelaksana yang menjadi dasar pelaksanaan akuisisi

adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,

Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. Sedangkan konversi bank umum

konvensional menjadi bank umum syariah didasarkan pada Peraturan

Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan

Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah.

Selain harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam

pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi dan

konversi ini, perlu diperhatikan juga akibat hukum yang terjadi atas

proses tersebut. Misalnya saja bank umum syariah hasil akuisisi dan

konversi tersebut kepemilikannya akan berubah kepada pihak yang

mengakuisisi. Oleh karena itu, pihak yang mengakuisisi harus sesuai

dengan ketentuan tentang kepemilikan yang berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di bidang perbankan. Pengendali bank yang akan

beralih dari pengendali lama kepada pihak yang mengakuisisi sebagai

pengendali baru besar kemungkinan mengakibatkan berubahnya

struktur kepengurusan bank yang diakuisisi. Bank umum syariah

tersebut membutuhkan satu proses lain agar dapat segera atau paling

tidak mendekati pemenuhan unsur syariah di dalam setiap aktivitasnya


25

dengan mewajibkan membentuk Dewan Pengawas Syariah di dalam

struktur kepengurusan bank.

Pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme akuisisi

dan konversi sebagai sebuah corporate action dalam implementasinya

perlu memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Di samping itu juga harus tetap berpegang pada prinsip-

prinsip syariah. Dengan demikian pelaksanaannya diharapkan sah

secara hukum positif, maupun sah secara syariah, serta tetap

memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang

berkepentingan.

F. Metode Penelitian

Di dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian

sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah

deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan dan menganalisis fakta-fakta yang ada

secara sistematis, faktual, dan akurat dengan teori-teori

hukum positif yang menyangkut permasalahan yang


26

18
diteliti. Penelitian ini akan menggambarkan masalah

hukum, fakta dengan gejala lainnya yang berkaitan dengan

pembentukan bank umum syariah melalui mekanisme

akuisisi dan konversi, sehingga diperoleh suatu gambaran

yang utuh dan menyeluruh tentang permasalahan yang akan

diteliti.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini Peneliti menggunakan metode

pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang

menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga

berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di

19
dalam masyarakat. Penelitian ini menginventarisasi,

mengkaji, dan meneliti data sekunder yang berkaitan

dengan materi penelitian, yaitu pembentukan bank umum

syariah melalui mekanisme akuisisi dan konversi. Penelitian

ini meliputi penelitian terhadap peraturan perundang-

undangan di Indonesia.

18 Maris S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Fakultas


Hukum UGM, Yogyakarta, 1989, hlm. 6
19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 106
27

3. Tahap Penelitian

Penelitian yang dilakukan Peneliti meliputi tahap-

tahap sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan mengkaji data

sekunder yang terdiri dari :

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, yaitu berupa peraturan perundang-

undangan, misalnya :

a) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4;

b) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas;

c) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan jo Undang-undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

d) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah;

e) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia;
28

f) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998

tentang Penggabungan, Peleburan, dan

Pengambilalihan Perseroan Terbatas;

g) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999

tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank;

h) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009

tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Konvensional Menjadi Bank Syariah;

2) Bahan hukum sekunder, yaitu merupakan bahan-

bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum

primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer, yang meliputi : hasil

karya ilmiah atau buku-buku, hasil penelitian, artikel,

jurnal, media massa, dan internet.

3) Bahan hukum tersier, yaitu merupakan bahan-bahan

yang memberikan informasi tentang bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder, yang meliputi :

ensiklopedia, kamus.

b. Penelitian Lapangan
29

Penelitian lapangan adalah kegiatan

mengumpulkan, meneliti, dan merefleksikan data primer

yang diperoleh langsung dari lapangan untuk menunjang

data sekunder. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengisi

kekurangan data sekunder, oleh karena itu data primer

ini adalah penunjang data sekunder yang telah diperoleh.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dilaksanakan dengan

penelitian terhadap data sekunder yang berhubungan

dengan materi pembentukan bank umum syariah melalui

mekanisme akuisisi dan konversi, teori-teori hukum, dan

pendapat-pendapat para sarjana hukum terkemuka yang

kemudian diteliti untuk memperoleh penjelasan dari

masalah yang diteliti.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan, dalam hal ini penelitian dilakukan

dengan mempelajari dan menelaah data primer yaitu

melalui interview atau wawancara terhadap para ahli


30

atau pakar di bidang perbankan, hukum perbankan, dan

hukum perusahaan. Studi lapangan dilakukan terhadap

para pihak yang berkompeten dalam bidang hukum

perusahaan dan perbankan di kantor Bank Central Asia

(BCA) KCU Bandung dan Bank Indonesia Bandung.

5. Metode Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode

normatif kualitatif. Penelitian hukum normatif dapat berupa

inventarisasi hukum positif, usaha-usaha penemuan azas-

azas dasar falsafah (doktrin) hukum positif, usaha

penemuan hukum (in concreto) yang sesuai untuk

diterapkan guna penyelesaian perkara tertentu. Sedangkan

kualitatif yaitu analisis data yang bertitik tolak pada usaha-

usaha penemuan asas-asas dan informasi sehingga akan

diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh tentang

permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian terhadap

taraf sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal, maka

yang diteliti adalah sampai sejauh manakah hukum positif

tertulis yang ada serasi. Hal ini dapat ditinjau secara vertikal,

yakni apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku

bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling


31

bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirearki perundang-

undangan tersebut. Sedang apabila dilakukan penelitian

taraf sinkronisasi secara horizontal, maka yang ditinjau

adalah perundang-undangan yang sederajat yang mengatur

bidang yang sama. Metode ini juga menggunakan asas

kepastian hukum dan kebiasaan yang ada di dalam

20
masyarakat.

6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di :

a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,

Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung;

b. Pusat Sumber Daya Informasi Ilmiah dan Perpustakaan

Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur No. 46

Bandung;

c. Bank Central Asia (BCA) KCU Bandung, Jalan Asia

Afrika No. 122-124 Bandung;

d. Bank Indonesia, Jalan Braga No. 108 Bandung.

20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI)
Press, Jakarta, 1986, hlm. 51
32

G. Sistematika Penulisan

BAB IPENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas latar belakang masalah,

identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB IITINJAUAN UMUM PEMBENTUKAN BANK UMUM SYARIAH

MELALUI AKUISISI DAN KONVERSI Dalam bab ini akan

diuraikan hasil penelaahan kepustakaan yang

membahas tentang kedudukan bank umum syariah

dalam undang-undang perbankan syariah, dasar

pembentukan bank umum syariah, tata cara

pembentukan bank umum syariah, serta tinjauan umum

mengenai akuisisi dan konversi.

BAB IIIPRAKTIK PEMBENTUKAN BANK UMUM SYARIAH DI

INDONESIA MELALUI AKUISISI DAN KONVERSI

Dalam bab ini akan membahas gambaran singkat secara

deskriptif mengenai pelaksanaan pembentukan bank

umum syariah di Indonesia melalui mekanisme akuisisi

dan konversi; Kemudian akan dibahas mengenai latar

belakang pembentukan bank umum syariah oleh bank


33

pengakuisisi, dan akibat hukum pembentukan bank

umum syariah melalui akuisisi dan konversi terhadap

para pihak.

BAB IV PEMBENTUKAN BANK UMUM SYARIAH MELALUI

AKUISISI DAN KONVERSI DIHUBUNGKAN DENGAN

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS DAN

PERATURAN PERBANKAN SYARIAH

Dalam bab ini diuraikan mengenai analisis atau

pembahasan terhadap identifikasi masalah, yaitu praktik

serta pengaturan mengenai mekanisme pembentukan

bank umum syariah melalui akuisisi dan konversi ditunjau

dari undang-undang perseroan terbatas dan peraturan

perbankan syariah di Indonesia, serta akibat hukum

pembentukan bank umum syariah melalui akuisisi dan

konversi terhadap bank target dan terhadap

pengembangan perbankan syariah di Indonesia.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai simpulan yang

merupakan jawaban dari permasalahan yang


34

dikemukakan, serta saran-saran atas jawaban

permasalahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai