PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini ialah
untuk menganalisis sistem hukum perbankan dan kebanksentralan di Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perbankan
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank
adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan
usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintah
menyimpan dana-dana yang dimilikinya di lembaga perbankan. Melalui kegiatan
perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan
serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.1
Mengenai bagaimana sistem perbankan Indonesia, tentu segala sesuatunya dapat
dicermati dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Berikut ialah definisi atau pengertian
dari beberapa istilah penting yang terkait dengan hukum perbankan berdasarkan
Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perbankan Syariah tersebut:2
1
Hermansyah, S.H., S.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan ke-6 (Jakarta:
Kencana, 2011), hlm. 7
2
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan.
B. Dasar Hukum
Sebagaimana yang diuangkapkan pemakalah dalam latar belakang di atas bahwa agar
sektor perbankan dapat berkembang dan bertumbuh dengan baik, maka diperlukan
aturan hukum yang mengikat dan mengatur perbankan, sehingga dengan hukum
tersebut, perbankan dapat menjalankan fungsinya secara sehat dan maju. Berikut ialah
dasar hukum perbankan di Indonesia:
3
Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2016, diakses tanggal 20 April 2017
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-statistik/booklet-perbankan indonesia/Pages/Booklet-
Perbankan-Indonesia-2016.aspx, hlm. 13
4
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
5
Ibid.
6
Ibid.
Untuk terciptanya sistem perbankan Indonesia yang sehat dalam kegiatan perbankan,
maka berikut akan diuraikan asas hukum perbankan:7
7
Dr. Abdul Hakim Siagian, S.H., M.H., Hukum Perbankan, https://abdul-hakim-
siagian.com/tag/hukum-perbankan/ diakses pada hari Jumat tanggal 21 April 2017.
Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan
hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui
Pendirian Perbankan
Pertama perlu dicatat bahwa bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha
dengan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga setiap perbankan harus izin
terlebih dahulu ke OJK sebelum perbankan tersebut berdiri dan menjalankan kegiatan
usaha. Sebelum OJK didirikan, perbankan mesti memperoleh izin pendirian dari Bank
Indonesia. Mengenai tata cara perizinan perbankan, diatur lebih lanjut oleh Peraturan
Pemerintah. Beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan untuk memperoleh izin ialah
sebagai berikut:9
8
Brian A Prastyo, SH., MLI, Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Bank Syariah, Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 3, Nomor 1, April 2005, hlm. 45.
9
Hermansyah, S.H., S.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan ke-6 (Jakarta:
Kencana, 2011), hlm. 26
Modal disetor paling kurang sebesar Rp 3 triliun, dan hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat dari OJK,
maka berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Perbankan, Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:
Selanjutnya menurut Pasal 9 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33
KEP/DIR tentang Bank Umum, ditentukan bahwa permohonan untuk memperoleh izin
usaha wajib memenuhi persyaratan tertentu, serta melampirkan hal-hal berikut:
a. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang
telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
b. Data kepemilikan berupa: daftar calon pemegang saham berikut rincian
besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk
hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, dan daftar calon anggota
berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, sera daftar
hibah bagi bank yang berbentuk hukum koperasi.
10
Di antaranya ialah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tentang
Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang Bank
Perkreditan Rakyat.
Surat pernyataan dari anggota Direksi berisi bahwa yang bersangkutan baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak mempunyai saham melebihi 25% dari
modal disetor pada perusahaan lain.
Modal disetor paling kurang sebesar Rp 1 triliun, dan hanya dapat didirikan dan/atau
dimiliki oleh:
a. WNI;
b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;
c. Pemerintah Daerah; atau
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka 1), 2) dan 3).
a. Rp 2 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta Raya dan
Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi;
b. Rp 1 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di luar
wilayah sebagaimana disebut dalam angka 1);
c. Rp 500 juta untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah angka 1) dan 2).
1. Badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank
sebesar 40% dari modal bank;
Usaha Bank Umum yang dijabarkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang- Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan ialah sebagai berikut:
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum
dapat pula melakukan kegiatan usaha berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Perbankan
berikut ini:
Kegiatan di bawah ini hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum Syariah:
a. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah;
Usaha Bank Perkreditan Rakyat dijabarkan dalam Pasal 13 Undang- Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu:
Kegiatan Pendukung usaha adalah kegiatan lain yang dilakukan bank di luar kegiatan
usaha bank. Kegiatan pendukung usaha tersebut antara lain terkait dengan sumber daya
manusia (SDM), manajemen risiko, kepatuhan, internal audit, akunting dan keuangan,
Teknologi Informasi (TI), logistik dan pengamanan.
Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai
dengan nilai-nilai syariah, maka diperlukan suatu badan independen yang terdiri dari
para pakar syariah muamalah yang juga memilki pengetahuan umum di bidang
perbankan. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu fungsi dalam organisasi bank
syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan secara eksternal
dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Menurut Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 anggota DPS
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Integritas, yaitu:
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik.
b. Memiliki komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank
yang sehat.
d. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh bank Indonesia.
2. Kompetensi, yaitu memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah
muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara
umum.
3. Reputasi keuangan, yaitu pihak-pihak yang:
a. Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.
b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam
waktu 5 (lima) tahun terakhir dicalonkan.
Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) sekurang-kurangnya dua orang dan
sebanyak-banyaknya lima orang. Sedangkan di BPRS berjumlah sekurang-kurangnya
Pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
DPS, yaitu antara lain meliputi:
Pasal 31, 32, 33, PBI, No. 6/24/PBI/2004 mengatur mengenai tata cara penetapan DPS.
Bank wajib mengajukan calon anggota DPS untuk memperoleh persetujuan Bank
Indonesia dan penetapan DSN sebelum diangkat dan menduduki jabatannya.
Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh Bank kepada
Gubernur Bank Indonesia, dan wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang diminta.
Persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota DPS diberikan selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut, OJK
melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen, dan wawancara
terhadap calon anggota DPS.
Penetapan calon anggota Dewan Pengawas Syariah oleh Dewan Syariah Nasional
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Permohonan untuk
memperoleh penetapan tersebut wajib disampaikan oleh bank kepada Dewan Syariah
Menurut keputusan DSN No. 3 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan
Anggaran DPS dan Lembaga Keuangan Syariah, tugas utama DPS adalah mengawasi
kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip
syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Adapun fungsi utama DPS adalah:
1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal ynag terkait
dengan aspek syariah.
2. Sebagai mediator antara Lembaga Keuangan Syariah dengan DSN dalam
mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari
Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
Untuk mencapai keberhasilan tugas DPS, maka diperlukan langkah pemberdayaan, baik
dari sisi kopetensi, integritas maupun independensi. Langkah pemberdayaan yang harus
dilakukan memerlukan perencanaan dan pengembangan secara bertahap dengan
memerhatikan kondisi kesiapan bank dan sumber daya insani DPS.
Pelaksanaan produk perbankan Islam dituangkan dalam bentuk akad. Semua akad harus
diperiksa oleh DPS terlebih dahulu, agar tidak menyimpang dari ketentuan syariah.
Apabila ada akad yang belum difatwakan, DPS harus meminta fatwa terlebih dahulu
kepada DSN. Sebelum ada persetujuan darai DSN, akad tersebut belum dapat
dikeluarkan. Oleh karena itu harus ada batasan waktu bagi DSN untuk memutuskan
produk tersebut sesuai atau tidak menurut syariah demi kelancaran dan perbankan islam
yang pesan.
Fungsi pengawasan DPS berlangsung sejak produk tersebut akan berjalan hingga akad
tersebut selesai. Ini berguna untuk menghindari penyimpangan yang sering terjadi pada
saat akad tersebut dibuat, baik dari pihak maupun dari pelaksanaan isi akad.
1. Setiap pelaporan bank islam harus mencantumkan pendapat DPS bank yang
menjelasakn kegiatan usaha bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (opini
syariah).
2. Adanya proses pengawasan dan audit yang aktif dari pihak DPS terhadap suatu
kegiatan usaha bank.
Posisi DPS adalah sejajar dengan dewan komisaris, karena harus mendapat persetujuan
RUPS dan mewakili kepentingan RUPS dari segi pengawasan kesyariahan. Jadi kedua
sama-sama bertanggungjawab kepada RUPS. Selian itu perlu dipertimnbangkan
honorarium para anggota DPS bila dianggap sejajar dengan anggota dewan komisaris,
berarti imbalan yang diberikan seharusnya juga sama.
DSN tidak dapat membubarkan DPS tapi hanya mengajukan kepada RUPS untuk
membubarkan DPS karena tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila ada
penyimpangan di DPS, BI-dalam hal ini direktur keptuhan-melaporkan kepada DSN
dan kemudian DSN akan merekomendasikan kepada RUPS agar memberhentikan DPS.
Berarti, direktur keptuhan juga harus menguasai prinsip-prinsip syariah dlam
perbankan. BI dengan mekanisme pemeriksaannya secara periodik pasti dapat
menemukan adanya penyimpangan syariah. Selain itu RUPS juga bisa memutusklan
tanpa melalui sidang, yang penting ada tanda tangan dari pemegang saham utama,
terutama terhadap bank-bank pemerintah.
Bagi bank Islam maupun BPRS yang berada di pelosok daerah dan DSN kurang
mempunyai informasi calon anggota DPS, maka DSN harus meminta rekomendasi dari
MUI setempat dan bisa menerima masukan dari Majelis Ulama Provinsi, Majelis Ulama
Kabupaten/Kota, bank Islam atau BPR syariah yang bersangkutan. Ada baiknya
mengambil ulama setempat sebagai anggota DSN, karena ulama tersebut. Selain itu,
keberadaan bank Islam di wilayah tersebut di mata masyarakat. Adapun mekanisme
pemilihannya tetap mengikuti peraturan yang berlaku.
Kemudian pada tahun 1968 Bank Indonesia mengalami perubahan legi dengan
mengeluarkan Undang-undang Bank Sentral yang berfungsi mengatur semua bank di
Indonesia, melayani semua masyarakat dan memperlancar produksi.
Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas
harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini
dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya
suatu nilai uang.
a. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yag dapat diukur dengan
atau tercermin dari perkembangan laju inflasi.
b. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini dapat diukur
dengan perkembangan nulai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia di atas, maka Bank Indonesia didukung
oleh tiga pilar yang merupakan 3 bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu:11
Dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia diberikan
wewenang untuk memberikan perizinan dan persetujuan atas penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
11
Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Undang-
undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
12
Bab V Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Undang-undang Nomor
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
13
Bab VI Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
Hubungan utama antara pemerintah dan Bank Indonesia adalah Bank Indonesia
berperan atau bertindak sebagai kas pemerintah. Di samping itu, Bank Indonesia untuk
Bank Indonesia dipimpin oleh seorang Dewan Gubernur, seorang Deputi Gubernur
Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak-banyaknya 7 orang Deputi
Gubernur. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden
dengan persetujuan DPR. Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Rapat Dewan Gubernur merupakan forum
pengambilan keputusan tertinggi.14
Menurut Undang-undang Bank Indonesia Pasal 58, akuntabilitas dan anggaran Bank
Indonesia adalah sebagai berikut:
14
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/Contents/Default.aspx diakses pada hari
Jumat, tanggal 21 April 2017
Seperti halnya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga merupakan lembaga
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK mempunyai fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2011 tentang OJK.
Bank Indonesia yang sebelumnya diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Bank Indonesia
berfungsi untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur
dan mengawasi Bank, kini Bank Indonesia hanya memiliki fungsi menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter. Fungsi mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, serta mengatur dan mengawasi Bank kini beralih ke Otoritas Jasa
Keuangan.
Meski terdapat pembagian tugas dan fungsi antara Bank Indonesia dan OJK tersebut,
namun kedua Lembaga Negara ini dituntut untuk selalu melakukan kordinasi dan
kerjasama. Guna memperlancar dan mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dalam
rangka pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dan OJK tersebut,
maka telah dibentuk beberapa hal sebagai acuan koordinasi yaitu Keputusan Bersama
BI dan OJK, Forum Koordinasi Makroprudensial dan Mikroprudensial (FKMM),
Petunjuk Pelaksanaan Bersama Mekanisme Kerjasama dan Koordinasi BI dan OJK
(Juklak Mekor), dan Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan
(FKPISP).
Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan
dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka
Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan Arsitektur Perbankan
Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan
Periode
No Kegiatan (Pilar I)
Pelaksanaan
16
http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/Contents/Default.aspx Diakses pada hari Selasa
tanggal 11 April 2017.
17
Ibid.
18
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/arsitektur-perbankan-indonesia/Pages/Struktur-
Perbankan.aspx diakses pada hari Selasa tanggal 11 April 2017.
Informasi mengenai API antara lain dapat diakses selengkapnya di buku Hukum
Perbankan Nasional Indonesia yang dibuat oleh Hermansyah (2011) dan di website
Otoritas Jasa Keuangan.
BAB III
PENUTUP
Perbankan, baik bank umum, bank umum syariah, bank perkreditan rakyat, maupun
bank pembiayaan rakyat syariah, diatur dalam dasar hukum di bawah ini:
Aturan mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti definisi perbankan, bentuk badan
hukum perbankan, kegiatan perbankan, asas-asas perbankan, dan aturan yang sifatnya
umum diatur dalam Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perbankan Syariah.
Sementara aturan yang sifatnya teknis, seperti aturan teknis pendirian bank, diatur
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33 KEP/DIR tentang Bank
Umum, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang
Bank Perkreditan Rakyat, aturan tentang bank perkreditan rakyat dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 16/SEOJK.03/2015 tentang Bank Perkreditan
Rakyat dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20/POJK.03/2014 tentang
Bank Perkreditan Rakyat, aturan mengenai teknis pengangkatan Dewan Pengawas
Syariah di perbankan syariah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah, dan lain sebagainya.
Fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan yang dulunya dijalankan oleh Bank
Indonesia, kini berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-undang
Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia sekarang ini hanya bertugas mengontrol dan
menjaga stabilitas moneter Indonesia. Meski demikian, kedua Lembaga Negara tersebut
tetap menjalankan koordinasi dan kerjasama.
Daftar Pustaka
Wirdianingsih, et al. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Prastyo, Brian A, “Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Bank Syariah”, Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 3, Nomor 1, April 2005.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33 KEP/DIR tentang Bank Umum.
http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/arsitektur-perbankan indonesia/Pages/Struktur-
Perbankan.aspx diakses pada hari Selasa tanggal 11 April 2017.