Anda di halaman 1dari 39

BAB II

LANDASAN TEORI

A. BANK SYARIAH
1. Pengertian Bank Syariah
Peran bank sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Semua sektor usaha baik sektor industri, perdagangan,
pertanian, perkebunan, jasa, perumahan, dan lainnya sangat membutuhkan
bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya. Bank merupakan
lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan
pelayanan dalam bentuk jasa-jasa perbankan (Ismail, 2010: 12).

BANK

Penghimpunan Dana Penyaluran Dana Pelayanan Jasa


Gambar 2.1
Fungsi Utama Bank

Pengertian perbankan menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang nomor


7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 Undang-Undang nomor 7 tahun
1992 dalam buku (Harahap, dkk, 2010: 2) adalah:
a. Bank Umum, yaitu adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan hanya
dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan hal itu.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentu lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup orang banyak (Ismail, 2010: 12)
Dalam undang-undang nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 pengertian bank,
bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi (Harahap,
dkk. 2010: 2):
Bank badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
“berdasarkan prinsip usaha syariah” yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam skegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.

Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada


pasal 1 butir 13 undang-undang tersebut (Harahap, dkk. 2010: 3) sebagai
berikut:
Prinsip syariah dalam aturan perjanjian berdasrkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasrakn prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina atau IMBT).

Ketentuan syariah dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008


tentang Perbankan Syariah, pasal 1 angka 12 (Harahap, dkk, 2010: 4)
sebagai berikut:
Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Dalam Kerangka Dasar Akuntansi Syariah, yang disusun oleh Dewan


Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia), Dewan Syariah
Nasional (Majelis Ulama Indonesia), Bank Indonesia, Departement
Keuangan dan praktisi, menjelaskan:
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas
umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang
menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun
interaksi horisontal sesama mahluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengilat secara
hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan
transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-
nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut
menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harminis. (paragraf 14).
Baik dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 maupun dalam
undang-undang nomor 21 tahun 2008 dijelaskan bahwa “syariah adalah
aturan berdasarkan hukum Islam”. Ketentuan syariah didasarkan dari hukum
Islam yang dituangkan dalam suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia yang disebut “Fatwa Dewan Syariah Nasional”. Fatwa
inilah yang dipergunakan sebagai referensi atau rujukan dalam
melaksanakan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Entitas Syariah, termasuk
Bank Syariah.
Menurut batasan yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 2/8/PBI/2000 pasal 1, pengertian bank syariah adalah:
“Bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan
kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah. Adapun unit usaha syariah adalah unit kerja di kantor
pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang syariah.”

Perbankan syariah beroperasi atas dasar prinsip-prinsip syariah. Prinsip


syariah merupakan aturan dasar atau aturan pokok yang berdasarkan hukum
Islam. Prinsip ini menjadi landasan aturan muamalah yang mengatur
hubungan antara bank dengan pihak lain dalam rangka penghimpunan dan
penyaluran dana serta kegiatan perbankan syariah lainnya.
Menurut Yusuf dan Wiroso (2011), secara garis besar produk-produk
penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah dikelompokkan dalam: (1)
penghimpunan dana bank syariah terdiri dari penghimpunan dana prinsip
wadi’ah dan mudharabah; dan (2) penyaluran dana; pola penyalurkan dana
kepada nasabah, terdapat 3 (tiga) kelompok, meliputi: (a) penyaluran dana
dengan pola bagi hasil: pembiayaan mudharabah dan musyarakah, (b)
penyaluran dana dengan pola ujroh (sewa): pembiayaan ijarah atau ijarah
muntahiyyah bit tamlik, (c) penyaluran dana dengan pola jual beli:
pembiayaan murabahah, salam, dan istishna (BINUS BUSINESS REVIEW Vol.
3 No. 1 Mei 2012: 273-285).
Di Indonesia, regulasi mengenai bank syariah tertuang dalam UU No.
21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip-Prinsip Syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Pada tahun 2008, sebagai amanah
dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
dibentuk suatu komite dalam internal Bank Indonesia untuk menindaklanjuti
implementasi fatwa MUI yaitu, Pembentukan Komite Perbankan Syariah
(PBI No. 10/32/PBI/2008 tanggal 20 November 2008). Tugas Komite
Perbankan Syariah adalah membantu Bank Indonesia dalam menafsirkan
fatwa MUI yang terkait dengan pembentukan perbankan syariah,
memberikan masukan dalam rangka implementasi fatwa MUI kedalam PBI,
dan melakukan pengembangan industri perbankan syariah (Soemitra, 2009:
61)

2. Sumber Hukum Bank Syariah


Menurut (Sjahdeini, 2014, hal. 3-4) untuk menentukan keabsahan
suatu transaksi perbankan berdasarkan Prinsip Syariah (transaksi
muamalah), tolak ukur pengujiannya adalah terutama sumber-sumber hukum
sebagai berikut:
a. Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
b. Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-
Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
c. Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
d. Ketentuan perundang-undangan khususnya KUH Perdata tentang
Perikatan dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
e. peraturan-peraturan Bank Indonesia tentang Perbankan Syariah.
f. Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Fatwa
DSN-MUI) sebagaimana fatwa tersebut dikeluarkan berdasarkan Al-
Quran dan as-sunnah/al-hadits sebagai sumber hukum Islam.
g. Fatwa-fatwa berbagai mazhab tentang transaksi keuangan syariah
sepanjang belum ditentukan dalam fatwa DSN-MUI.
h. Putusan-putusan Pengadilan Agama Indonesia dan putusan-putusan
Badan Syariah Nasional (BASYARNAS) Majelis Ulama Indonesia.
i. Berbagai pandangan/doktrin dari para ilmuwan hukum mengenai aspek-
aspek hukum berbagai produk finansial syariah.

B. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
1. Pengertian Pembiayaan
Pengertian pembiayaan seperti dikutip undang-undang No.10 tahun
1998 pasal 1 angka 12, adalah:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Menurut Muhammad (2005) pengertian pembiayaan adalah:
“Pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan” (p. 17)
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian
fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan
defisit unit (Antonio, 2011, hal. 160).
Menurut Ilyas (2015, 186) pembiayaan atau financing ialah pendanaan
yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung
investasi yang direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan.
Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I Trust, saya percaya,
saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang berarti (trust) berarti
lembaga pembiayaan selaku shahib al-maal menaruh kepercayaan kepada
seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus
digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-
syarat yang jelas dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank syariah menyalurkan
pendanaan yang dihimpun dalam bentuk pembiayaan ke sektor riil dengan
tujuan produktif dengan menggunakan trade-based financing dan
investment-based financing. Trade-based financing dapat menggunakanpola
jual beli dan pola sewa. Investment-based financing dapat menggunakan
pola bagi hasil. Selain itu, bank syariah dapat memberikan dana talangan
dengan pola pinjaman. Adapun akad yang digunakan dalam pembiayaan
adalah sebagai berikut (Ismail, 2010: ).

Tabel 2.1
Akad yang digunakan dalam pembiayaan
Pembiayaan Jual Beli Sewa Bagi Hasil Pinjaman
Trade-based Murabahah; Ijarah;
Salam; IMBT
Istishna

Investmen- Mudharabah;
based Musyarakah

Talangan Qard

Keterangan:
a. Pembiayaan berpola jual beli merupakan tukar menukar harta antara dua
pihak atas dasar saling ridha (rela) atau memindahkan kepemilikan
dengan imbalan pada sesuatu yang diizinkan, dengan menggunakan
akad murabahah, salam atau istishna.
b. Pembiayaan berpola sewa merupakan transaksi sewa, jasa, atau imbalan
yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa, dengan
menggunakan akad ijarah atau ijarah muntanhiyyah bi tamlik.
c. Pembiayaan bagi hasil merupakan kemitraan dua pihak antara pemilik
modal dan pengelola usaha yang dapat menggunakan akad mudharabah
atau musyarakah.

2. Pengertian Musyarakah
Al-Musyarakah merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak
atau lebih dalam menjalankan usaha, dimana masing-masing pihak
menyertakan modalnya sesuai dengan kesepakatan, dan bagi hasil atas
usaha bersama diberikan sesuai dengan kontribusi dana atau sesuai dengan
kesepakatan bersama. Musyarakah disebut juga dengan syirkah, merupakan
aktivitas berserikat dalam melaksanakan usaha bersama antara pihak-pihak
yang terkait.
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih
pengusaha pemilik dana atau modal bekerja sama sebagai mitra usaha,
membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan (Ascarya, 2007:
49).
Syirkah (ٌ‫ ) ِشرْ َكة‬dalam arti bahasa adalah:
‫ض ِه َما‬ ُ ‫أح ِد ا ْل َما لَ ْي ِه بِا ألَ َخ ِر بِ َح ْي‬
ِ َ‫ث الً يَ ْعتَاز‬
ِ ‫ان عَهْ بَ ْع‬ ْ َ‫ا ِإل ْغتِالَ طُ أ‬
َ ُ‫ي َخ ْلظ‬
Bercampur yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang
lainnya, sehingga tidak dapat dibedakan antara keduanya.
Ibrahim Anis mengemukakan arti syirkah menurut bahasa sebagai
berikut:
ِ َ‫ َكانَ لِ ُك ٍّل ِم ْى ُه َما و‬: ً‫ش ْر َكة‬
‫ص ْي ًب ِم ْىه‬ ِ ْ‫ش ِر َكت‬
َ
Ia bersekutu dalam suatu persekutuan : masing-masing dari kedua peserta
itu memiliki bagian dari padanya (Muslich, 2013: 339).

Dalam konsep hukum islam diartikan sebagai :


Is a form of bussiness arrangements in which an number of parters pool
their financial resources to undertaken a commercial-industrial enterprise
and share in the financial capital of the enterprise. These profit-sharing
arrangements maybe applied either to the whole firm on may have project-
spesifie orientation.
Dalam musyarakah terdapat dua lebih mitra menyumbang untuk
memberikan modal guna membiayai suatu investasi. Mohsin S. Khan dan
Abbas Mirakhor menjelaskan bahwa dalam musyarakah : All paties invest
in varving proportions and the profits and losses are shared stricly in
relation to their respective capital contributions (Shomad, 2012: 130).
Dasar bagi akad ini dalam Al-Quran diantaranya “... Maka mereka
berserikat pada sepertiga... “ (an-Nissa‟:12). Adapun hadis adalah dari Abu
Hurairah, Rasulallah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wajalla
berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah
satunya tidak menghianati lainnya.” (HR. Abu Dawud).
3. Dasar Hukum Pembiayaan Musyarakah
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Al-quran,
sunnah, dan ijma‟. Dasar dari Al-quran antara lain:
a. Surah An-Nisa (4) ayat 12

          

Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu.

b. Surah Shad (38) ayat 24

           

    

Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat


itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh;
dan Amat sedikitlah mereka ini.

Dalam surah An-nisa (4) ayat 12, pengertian syuraka adalah bersekutu
dalam memiliki harta yang diperoleh dari warisan. Sedangkan dalam Surah
Shad (38) ayat 24, lafal al-khulatha diartikan syuraka, yakni orang-orang
yang mencampurkan harta mereka untuk dikelola bersama (Muslich, 2013:
342).

4. Syarat dan Rukun Musyarakah


Musyarakah memiliki rukun, yakni:
a. Shahibul maal (pemilik dana)
b. Maal (harta/uang)
c. Proyek/usaha
d. Musyarik (pelaksana proyek / usaha)
e. Shigat-ijab kabul
Adapun syaratnya antara lain:
a. Jenis usaha yang dilakukan harus jelas dan tidak melanggar syariah.
b. Modal diberikan tunai dan bisa berbentuk uang atau barang yang bernilai
ekonomis.
c. Transaksi bisa diwakilkan, artinya salah satu pihak dapat bertindak
hukum terhadap usaha tersebut asalkan diizinkan oleh pihak lain.
d. Pembagian keuntungan harus jelas dan diambil dari hasil laba usaha
(Shomad, 2012: 131).
5. Prosedure Akad Musyarakah Dalam Islam
Mengenai musyarakah ini diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yakni sebagai berikut:
Menimbang, mengingat, Memperhatikan: Memutuskan, menetapkan: Fatwa
Tentang Pembiayaan Musyarakah
Pertama: Beberapa Ketentuan
a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan para pihak untuk
menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan
tujuan kontrak (akad)
2) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akan dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern (Anshori,
2008: 36).
b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan
hal-hal berikut.
1) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan
yang disengaja.
5) Seorang mitra tak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri (Ali, 2010:
253).
c. Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian):
1) Modal
a) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari ast perdagangan, seperti
barang-barang, properti dan sebagainya. Jika modal bebrbentuk
aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati
oleh para mitra.
b) Para mitra tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan, atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuai atas dasar kesepakatan.
c) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan.
2) Kerja
a) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
b) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing
dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak
3) Keuntungan
a) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau penghentian musyarakah.
b) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara profesional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan
di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
c) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan
kepadanya.
d) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.
4) Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing-masing dalam modal.
d. Biaya operasional dan persengketaan
1) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
2) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyarakah (Mardiani, 2012: 231).
6. Jenis-Jenis Musyarakah
Menurut syariat Islam, syirkah atau musyarakah dibagi menjadi dua
jenis, yaitu syirkah al-Milk (sharikat al-Mulk) dan syirkah al-Uqud (sharikat
‘Aqad).
a. Syirkah Al-Milk
Syirkah al-Milk diartikan sebagai kepemilikan bersama antara
pihak yang berserikat dan keberadaannya muncul pada saat dua orang
atau lebih secara kebetulan memperoleh kepemilikan bersama atas suatu
kekayaan tanpa adanya perjanjian kemitraan yang resmi (Ismail, 2010:
177).
Syirkah al-Milk (kepemilikan) ialah dua orang atau lebih memiliki
harta secara bersama-sama tanpa akad syirkah. Dari sisi sifat, syirkah
kepemilikan terbagi dua:
1) Syirkah milik yang bersifat pilihan (ikhtiyariyat), seperti pemberian
(hibah) rumah dari seorang pengusaha kepada dua orang
karyawannya. Rumah tersebut menjadi milik kedua karyawan
secara bersama-sama.
2) Syirkah yang bersifat paksaan (jabariyat), seperti dua orang anak
menerima warisan dari orang tuanya . Dalam syirkah kepemilikan,
salah satu pihak pemilik tidak diperkenankan mengelola harta,
karena diantara mereka tidak terikat dengan akad syirkah, keduanya
seolah-olah orang asing yang tidak saling mengenal. Pengelolaan
oleh salah satu pihak bisa dilakukan apabila pihak pemilik lainnya
mengizinkan (Hakim, 2011: 247).
b. Syirkah Al-uqud (kontrak)
Yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau
lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra
dapat berkontibusi dengan modal/dana dan atau dengan bekerja, serta
berbagi keuntungan dan kerugian. Berbeda dengan syirkah al-milk,
dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil
dari pihak lainnya, syirkah Al uqud dapat dibagi menjadi sebagai
berikut.
1) Syirkah Abdan
Syirkah abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau
lebih dari kalangan pekerja / profesional dimana mereka sepakat
untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi
penghasilan yang diterima.
Para mitra mengontribusikan keahlian dan tenaganya untuk
mengelaola bisnis tanpa menyetorkan modal. Hasil atau upah dari
pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan kespakatan mereka.
Contoh: kerja sama antara para akuntan, dokter, ahli hukum, tukang
jahit, tukang bangunan dan lainnya.

2) Syirkah wujuh
Syirkah wujuh adalah kerja sama antara dua pihak dimana
masig-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka
menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
Masing-masing pihak menyumbangkan nama baik, reputasi, credit
worthiness, tanpa menyetor modal. Contohnya: dua orang atau lebih
membeli sesuatu barang tanpa modal atau dengan kredit, yang ada
hanyalah nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang
terhadap mereka, dan keuntungan yang diperoleh adalah untuk
mereka.
3) Syirkah „Inan
Syirkah ‘inan (negosiasi) adalah bentuk kerja sama dimana
posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah
tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Tanggung
jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. Setiap
mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi
bukan meruapakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Namun
demikian, kewajiban terhadap pihak ketiga adalah sendiri-sendiri,
tidak ditanggung secara bersama-sama.
4) Syirkah Mufawwadhah
Syirkah mufawwadhah adalah bentuk kerja sama dimana
posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus
sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan
maupun resiko kerugian. Masing-masing memiliki kewenangan
penuh untuk bertindak bagi dan nama pihak yang lain.
Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas
tindakan-tindakan hukum dan komitmen-komitmen dari para mitra
lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan ini
(Nurhayati dan Wasilah, 2013: 154).

Sedangkan berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan


(PSAK), musyarakah dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Musyarakah Permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap
hingga akhir masa akad (PSAK No.106 par. 04). Contohnya antara mitra
A dan mitra P yang melakukan akad musyarakah menanamkan modal
yang jumlah awal masing-masing Rp. 20.000.000, maka sampai akhir
masa akad syirkah modal mereka masing-masing tetap Rp. 20.000.000.
b) Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanasiqah
Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada
mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir
masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
musyarakah tersebut (PSAK No. 106 par 04). Contohnya antara Mitra A
dan Mitra P melakukan akad musyarakah, Mitra P menanamkan Rp.
10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp. 20.000.000. Seiring
berjalannya kerja sama akad musyarakah tersebut, modal mitra P Rp.
10.000.000 tersebut akan beralih kepada Mitra A secara bertahap yang
dilakukan oleh Mitra A (Nurhayati dan Wasilah, 2015: 154).

7. Prinsip Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah


Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau
syarikah) transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara
bersama-sama, semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih
dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber
daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifikasi bentuk kontribusi dana dari pihak yang bekerja sama
dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset), kewiraswastaan
(enterpreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (creditworthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
(1) (1)
Mitra 1 Akad Mitra 2
Musyarakah

(2) (2)
Proyek
Usaha
Laba Rugi Laba Rugi
Mitra 1 Mitra 2
(3)
(4) (4)

Hasil usaha:
Apabila untung akan dibagi sesuai
nisbah, apabilaGambar
rugi, akan2.2
ditanggung
sesuai porsiSkema
modal.Musyarakah

Gambar 2.2
Skema Musyarakah

Ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:


a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek dan tidak boleh
melakukan tindakan seperti:
1) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
2) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa pemilik
izin pemilik modal lainnya.
3) Memberi pinjaman kepada pihak lain.
b. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan
oleh pihak lain.
c. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
1) Menarik diri dari perserikatan
2) Meninggal dunia.
3) Menjadi tidak cakap hukum
d. Biaya yang timbul dalam pelaaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan
sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
e. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah
proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil
yang telah disepakati untuk bank (Karim, 2010: 102).

C. STANDAR AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH


1. Sistem Pengakuan, Pengukuran, Dan Pencatatan Transaksi Musyarakah
Berdasarkan PSAK.
Ketentuan Akuntansi Musyarakah menurut PSAK 106:
a. Aset atau investasi Musyarakah
1) Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang
sudah berjalan maupun yang baru (PSAK 106: Akuntansi
Musyarakah, paragraph 05)
2) Investasi Musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas,
atau aset non-kas (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah, paragraph
06).
3) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset
non- kas untuk usaha musyarakah (PSAK 106: Akuntansi
Musyarakah, paragraph 14)
4) Investasi musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
diserahkan dan investasi musyarakah dalam bentuk aset non-kas
dinilai sebesar nilai wajar, jika terdapat selisih antara nilai wajar
dan nilai buku aset non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai
selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian
aset musayarakah tersebut diamortasi selama masa akad
musyarakah (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah, paragraph 15)
5) Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau
penyerahan aset non-kas kepada mitra aktif (PSAK 106: Akuntansi
Musyarakah, paragraph 27).
6) Investasi musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
dibayarkan dan dalam bentuk aset non-kas dinilai sebesar nilai
wajar, jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset
non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan
tangguhan dan diamortasi selama masa akad atau kerugian pada
saat terjadinya (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah, paragraph 28).
7) Investasi musyarakah non-kas yang diukur dengan nilai wajar aset
yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan
pada aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortasi keuntungan
tangguhan (jika ada) (PSAK 106, Akuntansi Musyarakah,
paragraph 29).
b. Jaminan
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainya, maka
setiap mitra dapat meminta mitra lainya untuk menyediakan jaminan
atas kelalaian ayau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang
menunjukan adanya kesalahan yang disengaja adalah pelanggaran
terhadap akad, antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi
biaya dan oprasional atau pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah, paragraph 07).
c. Pengembalian dana musyarakah
1) Pengembalian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan
pengembalian dana mitra pasif diakhir akad dinilai sebesar jumlah
kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi dengan kerugian jika ada atau nilai wajar aset
musyarakah non-kas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah
setelah dikurangi penyusutan dan kerugian jika ada (PSAK 106:
Akuntansi Musyarakah, paragraph 20).
2) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan
pengambalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar
jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diserahkan untuk
usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana
syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif dan
dikurangi kerugian jika ada (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah,
paragraph 21).
3) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian
dana mitra pasif diakhir akad dinilai sebesar jumlah kas yang
dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi
dengan kerugian jika ada atau nilai wajar aset musyarakah non-kas
pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi
penyusutan dan kerugian jkia ada (PSAK 106, Akuntansi
Musyarakah, paragraph 31).
4) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan
pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar
jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian
jika ada (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah, paragraph 32).
d. Kewajiban, Piutang, Keuntungan dan Kerugian Musyarakah
1) Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum
dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban (PSAK
106: Akuntansi Musyarakah, paragraph 22).
2) Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum
dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang (PSAK 106:
Akuntansi Musyarakah, paragraph 33).
3) Keuntungan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara
proposional sesuai dengan dana yang disetorkan baik berupa kas
maupun aset non-kas atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para
mitra (PSAK 106: Akuntansi Musyarakah, paragraph 09).
4) Sedangkan kerugian secara proporsional sesuai dengan dana yang
disetorkan baik berupa kas maupun aset non-kas (PSAK 106:
Akuntansi Musyarakah, paragraph 09).
5) Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau niali lebih dari
mitra lainya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat
memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya (PSAK 106:
Akuntansi Musyarakah, paragraph 10).
e. Bagi Hasil
Porsi bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah
yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad,
bukan dari jumlah investasi yang disalurkan (PSAK 106: Akuntansi
Musyarakah, paragraph 11).
f. Jurnal Pencatatan Akuntansi Pembiaayan Musyarakah
1) Pada Saat Akad
a) Apabila pembiayaan dalam bentuk kas akan dinilai sebesar
jumlah yang diserahkan, maka jurnalnya :

Jurnal Debit Kredit


Pembiayaa Musyarakah- Xxx
Kas
Kas Xxx
b) Pembiayaan musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai
wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar
beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan
amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada) Jurnal :

Jurnal Debit Kredit


Pembiayaan Musyarakah-Aset Non Xxx
Kas
Akumulasi Penyusutan Xxx
Selisih Penilaian Aset Xxx
Musyarakah (sebagai bagian
ekuitas)
Aset Non-Kas Xxx

c) Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama


akad musyarakah menjadi keuntungan. Jurnal:

Jurnal Debit Kredit


Keuntungan Tangguhan Xxx
Keuntungan Xxx

d) Jika nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih kecil dari
nilai buku, maka selisihnya dicatat sebagai kerugian dan diakui
pada saat penyerahan aset non kas. Jurnal :

Jurnal Debit Kredit


Pembiayaan Musyarakah-Aset Non Xxx
Kas
Akumulasi Penyusutan Xxx
Kerugian Penurunan Nilai Xxx
Aset Non-Kas Xxx

e) Biaya pra-akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,


biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai pembiayaan
musyarakah, kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra. Jika
kedua pihak sepakat untuk dianggap sebagai bagian
pembiayaan musyarakah maka jurnalnya :

Jurnal Debit Kredit


Pembiayaan Musyarakah Xxx
Uang Muka Akad Xxx

2) Selama Akad
a) Apabila modal pembiayaan musyarakah yang diserahkan
berupa kas. Jika tidak ada kerugian maka jurnal :

Jurnal Debit Kredit


Kas Xxx
Pembiayaan Musyarakah Xxx

Jika ada kerugian, maka jurnalnya:

Jurnal Debit Kredit


Kas Xxx
Penyisihan Kerugian Xxx
Pembiayaan Musyarakah Xxx
b) Apabila modal pembiayaan berupa aset nonkas, dan
dikembalikan dalam bentuk aset nonkas yang sama pada akhir
akad.
(1) Jika tidak ada kerugian, maka jurnalnya :

Jurnal Debit Kredit


Aset Nonkas Xxx
Pembiayaan Musyarakah Xxx

(2) Jika ada kerugian, mitra yang menyerahkan aset nonkas


harus menyetorkan uang sebesar nilai kerugian, maka
jurnalnya :

Jurnal Debit Kredit


Penyisihan Kerugian Xxx
Kas Xxx
Aset Nonkas Xxx
Pembiayaan Musyarakah Xxx

c) Bagian mitra aktif untuk jenis akad musyarakah menurun


(dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) nilai
pembiayaan musyarakahnya sebesar jumlah kas atau nilai wajar
aset nonkas yang diserahkan pada awal akad ditambah jumlah
dana syirkah temporer yang telah dikembalikan pada mitra
pasif dikurangi rugi jika ada. Sedangkan bagian mitra pasif
nilai pembiayaan musyarakahnya sebesar kas atau nilai wajar
aset yang diserahkan opada awal akad dikurangi dengan
pengembalian dari mitra aktif jika ada, paragraf 32.

3) Akhir akad
a) Jika pembiayaan musyarakah mampu dikembalikan oleh mitra
aktif pada saat jatuh tempo. Jurnalnya adalah sebagai berikut.
Jurnal Debit Kredit
Kas / Rekening nasabah Xxx
Pembiayaan Musyarakah Xxx

b) Jika pembiayaan musyarakah belum dikembalikan oleh mitra


aktif saat jatuh tempo, pembiayaan musyarakah tersebut
selanjtunya diakui sebagai piutang.

Jurnal Debit Kredit


Piutang Pembiayaan Musyarakah Jatuh Xxx
Tempo
Pembiayaan Musyarakah Xxx

Pada saat akad diakahiri, pembiayaan musyarakah yang


belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang,
maka maka piutang musyarakah bertambah dan investasi
musyarakah berkurang, paragraf 33

Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang


pembiayaan musyarakah jatuh tempo, maka jurnalnya adalah
sebagai berikut.

Jurnal Debit Kredit


Kas / Rekening Nasabah Xxx
Piutang Pembiayaan Musyarakah Jatuh Xxx
Tempo

g. Penyajian
Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan
usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
1) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif yang diterima
dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
2) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai
unsur dana syirkah temporer untuk;
3) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur
ekuitas.
Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait
dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
1) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan
sebagai investasi musyarakah;
2) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang
diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra
account) dari investasi musyarakah.
h. Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah,
tetapi tidak terbatas, pada:
1) Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
2) Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
3) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

2. Contoh Kasus Pembiayaan Musyarakah


Untuk memberikan gambaran yang jelas atas transaksi modal
musyarakah tersebut dapat dijelaskan dalam contoh berikut (Harahap, dkk,
2010: 335-338).
Pada tanggal 01 Agustus Bank Syariah memberikan fasilitas
pembiayaan musyarakah kepada tuan Abdullah dalam usaha pabrik
pengelolaan kelapa sawit dan telah disepakati dengan data-data sebagai
berikut:
a. Tanggal 05 Agustus dibayar beban pra akad, seperti pembuatan studi
kelayakan proyek, penelitian kelayakan proyek sebesar Rp. 1.000.000,-
b. Modal syirkah keseluruhan sebesar Rp. 150.000.000,- dimana bank
syariah mendapatkan porsi modal sebesar Rp. 70.000.000 dan porsi
modal untuk Tuan Abdulah sebesar Rp. 80.000.000,- dengan nisbah
keuntungan 40:60, untuk bank 40 dan untuk Tuan Abdullah 60
c. Modal syirkah yang menjadi porsi bank syariah sebesar Rp.
70.000.000,- dibayar dengan tahapan sebagai berikut:
1) Tanggal 15 Agustus, dibayarkan modal syirkah dalam bentuk kas
sebesar Rp. 20.000.000,-
2) Tanggal 20 Agustus diserahkan modal non kas, berupa dua mesin
pabrik yang telah dimiliki oleh bank syariah, mesin pertama sebesar
Rp. 30.000.000,- yang dibeli dengan harga Rp. 32.500.000,- dan
mesin yang kedua sebesar Rp. 20.000.000 yang dibeli dengan harga
Rp. 15.000.000,-

Asas transaksi tersebut diatas dilakukan jurnal dan penjelasan sebagai


berikut:
1. Tanggal 01 Agustus pada saat pembiayaan musyarakah disetujui dan
disepakati oleh Tuan Abdullah, bank syariah mempunyai kewajiban
yang berupa komitmen atas pembiayaan musyarakah sekitar Rp.
70.000.000,-
Jurnal komitmen (rekening administratif)
Db. Kontra komitmen investasi musy Rp. 70.000.000
Cr. Komitmen Investasi Musyarakah Rp. 70.000.000
Dengan adanya persetujuan pembiayaan musyarakah tersebut,
buku besar komitmen (rekening administratif) bank syariah menunjukan
sebagai berikut:
BUKU BESAR (Adm)
Komitmen Investasi Musyarakah
Debet kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Tn Abdullah 70.000.000
Saldo 70.000.000
70.000.000 70.000.000

2. Tanggal 15 Agustus, bank syariah menyerahkan modal dalam bentuk


uang tunai kepada syirkah sebesar Rp. 20.000.000,-
Db. Investasi musyarakah Rp. 20.000.000
Cr. Kas/Rekening syirkah/Kliring Rp. 20.000.000
Db. Komitmen Invest Musy Rp. 20.000.000
Cr.Kontra Komitmen Invest Musy Rp. 20.000.000
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan
posisi buku besar san neraca sebagai berikut:
BUKU BESAR (Adm)
Komitmen Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan 20.000.000 01/08 Tn Abdullah 70.000.000
modal 50.000.000
Saldo 70.000.000 70.000.000

BUKU BESAR (Neraca)


Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Tn Abdullah 20.000.000
Saldo 20.000.000
20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 15 Agustus 2XXX
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah 20.000.000

3. Tanggal 20 Agustus pada saat bank menyerahkan aktiva non-kas kepada


syirkah
1) Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai
buku/harga perolehan. Mesin pertama diserahkan dengan harga
pasar/wajar sebesar Rp. 30.000.000,- mesin tersebut dibeli dengan
harga perolehan sebesar Rp.32. 500.000,-
Jurnal atas penyerahan modal non kas adalah:
Db. Investasi musyarakah Rp. 30.000.000
Db. Kerugian penyerahan aktiva Rp.2.500.000
Cr. Aktiva non-kas Rp. 32.500.000
Db. Komitmen Inves Musy Rp. 30.000.000
Cr.Kontra Komitmen Inves Musy Rp. 30.000.000
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan
perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai berikut:

BUKU BESAR (Adm)


Komitmen Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan modal 20.000.000 01/08 Tn Abdullah 70.000.000
20/08 Penyerahan mesin 30.000.000
Saldo 20.000.000
70.000.000 70.000.000

BUKU BESAR (Neraca)


Investasi Musyarakah
Debit kredit

Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah


15/08 Tn Abdullah 20.000.000
20/08 Tn Abdullah 30.000.000
Saldo 50.000.000
50.000.000 50.000.000

BUKU BESAR (L/R)


Kerugian Penyerahan Aset Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
20/08 Penyerahan mesin 2.500.000
Saldo 2.500.000

2.500.000 2.500.000

NERACA
Per 15 Agustus 2XXX
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah 50.000.000

2) Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai
buku/harga perolehan. Mesin kedua dibeli dengan harga
perolehannya sebesar Rp. 15.000.000,- dan diserahkan dengan
harga jual/wajar Rp.20.000.000,-
Db. Investasi Musyarakah Rp. 20.000.000
Cr. Aktiva non-kas Rp. 15.000.000
Cr. Keuntungan Tangguhan Aset Musy Rp. 5.000.000

Db.Komitmen Invest Musy Rp. 20.000.000


Cr.Kontra Komitmen Invest Musy Rp.20.000.000
Keuntungan tangguhan penyerahan aktiva dalam
musyarakah ini akan diamortisasi selama jangka waktu akad.
Misalnya dalam contoh diatas akad musyarakah untuk jangka
waktu 20 bulan maka keuntungna tangguhan penyerahan aktiva
musyarakah diamortisasi per bulannya sebagai berikut: Rp.
5.000.000 : 20 = Rp. 250.000., sehingga jurnal yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
BUKU BESAR (Adm)
Komitmen Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan modal 20.000.000 01/08 Tn Abdullah 70.000.000
20/08 Penyerahan mesin 30.000.000
20/08 Penyerahan mesin 20.000.000
Saldo 0

70.000.000 70.000.00

BUKU BESAR (Neraca)


Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Tuan Abdullah 20.000.000 01/08
20/08 Tuan Abdullah 30.000.000
20/08 Tuan Abdullah 20.000.000
Saldo 70.000.000
70.000.000 70.000.00

BUKU BESAR (L/R)


Kerugian Penyerahan Aset Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
20/08 Penyerahan mesin 2.500.000
Saldo 2.500.000

2.500.000 2.500.000

BUKU BESAR (L/R)


Keuntungan Tangguhan Aset Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
20/08 Penyerahan mesin 5.000.000
Saldo 5.000.000

5.000.000 5.000.000

NERACA
Per 20 Agustus 2XXX
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah 50.000.000

4. Tanggal 05 Agustus 2008 – pada saat pengeluaran biaya dalam rangka


akad musyarakah
Db. Uang muka akad musyarakah Rp. 10.000.000
Kr. Kas / Kliring Rp. 10.000.000

5. Pengakuan biaya akad musyarakah


1) Jika diakui sebagai beban
Db. Biaya akad Rp. 1.000.000
Kr. Uang muka akad musyarakah Rp. 1.000.000
2) Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan
Db. Investasi musyarakah Rp. 1.000.000
Kr. Uang muka akad musyarakah Rp. 1.000.000

6. Pengakuan Laba atau Rugi Musyarakah


Menurut (Harahap, dkk, 2010: 339-340) Standar pengukuran yang
diungkapkan berbeda antara transaksi pembiayaan musyarakah (tetap
atau menurun sampai kepemilikan) yang berakhir selama tahun buku,
dengan yang berlanjut untuk lebih dari suatu tahun buku. Dalam hal
pertama, keuntungan dan kerugian diakui setelah likuidasi dan hal ini
merupakan penerapan asas Syariah: tidak ada keuntungan yang
dianggap berlaku terkecuali setelah melindungi modal, yakni likuiditas
yang menunjukan suatu kelebihan dari modal (keuntungan) atau jika
kekurangan dari modal (kerugian). Kedua, jika transaksi pembiayaan
musyarakah berlanjut untuk lebih dari satu tahun buku, maka pengakuan
akan dibuat pada bagian masing-masing tahun buku dari keuntungan
atau kerugian dan sebanding dengan bagian terlikuidasi dari tahun buku
tersebut, berdasarkan atas konsep berjangka untuk tujuan membuat
laporan keuangan dengan cara untuk mencapai tujuan (menentukan hak
dan kewajiban dari semua pihak bersangkutan).
Pengakuan keuntungan dan kerugian pembiayaan musyarakah,
dijelaskan dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, sebagai
berikut:
34 Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebagai pendapatan
sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian
investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.
1) Perlakuan laba pembiayaan musyarakah:
a) Laba pembiayaan musyarakah dalam satu periode laporan
Berdasarkan laporan yang diterima atas pengelolaan
modal musyarakah, diperoleh bagi hasil sebesar Rp.
500.000.000,- dimana pembagian bagi hasil 60 untuk Tuan
Abdullah dan 40 untuk Bank Syariah.
Jadi porsi bagi hasil milik bank syariah adalah : 40/100 x Rp.
500.000.000,- = Rp. 200.000.000,-
(1) Apabila penerimaan pendapatan/ keuntungan musyarakah-
kas
Db Kas / Rekening syirkah Rp. 200.000.000,-
Kr pendapatan basil musy Rp. 200.000.000
Karena pendapatan tersebut diterima kas, maka pendapatan
tersebut merupakan unsur pendapatan dalam pembagian
hasil usaha.
(2) Apabila penerimaan pendapatan / keuntungan musyarakah
– akrual
Db Pendapatan yadit musy Rp. 200.000.000
Kr Pendapatan basil musy Rp. 200.000.000
Oleh karena pendapatan tersebut belum diterima secara
kas, hanya dalam pengakuan saja maka pendapatan
tersebut bukan sebagai unsur pendapatan dalam pembagian
hasil usaha (profit distribution) bank, dan akan menjadi
unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha setelah
pendapatan tersebut diterima secara kas. Pada saat diterima
kas jurnal yang dilakukan adalah:
Db Rekening mitra/kas Rp. 200.000.000
Cr. Pendapatan yadit musy Rp. 200.000.000
b) Perlakuan rugi pembiayaan musyarakah
(1) Rugi pembiayaan musyarakah dalam satu periode
pelaporan.
Pengakuan kerugian musyarakah
Db Kerugian musyarakah xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
(2) Kerugian pembiayaan musyarakah sebagai akibat kelalaian
mitra
Pengakuan kerugian yang lebih tinggi dari modal mitra
akibat kelalaian atau penyimpangan mitra musyarakah
Db Piutang mitra xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx

7. Pengakuan Bagian Bank atas Pembiayaan Musyarakah setelah Akad


Menurut Harahap dan Wiroso (2010) saham bank setelah
pengadaan akad akan diukur dengan biaya historisnya, karena aturan
syariah untuk musyarakah mensyaratkan penentuan modal dan
pemeliharaannya sampai batas waktu akhir sehingga dapat
menghasilkan keuntungan. Keuntungan ini didefinisikan sebagai
kelebihan dari modal musyarakah awal (initial). Hal ini juga sesuai
dengan ciri-ciri pengukuran akuntansi.
Pembiayaan musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah
yang dibayarkan. Pembiayaan musyarakah dalam bentuk valuta asing
dinilai sebesar kurs pada saat transaksi. Pembiayaan musyarakah yang
diberikan dalam bentuk non-kas dinilai sebesar nilai wajar aktiva non-
kas, sedangkan selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas
diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan.
Penilaian pembiayaan musyarakah pada akhir periode akuntansi:
1) Pembiayaan musyarakah permanen dinilai sebesar nilai perolehan
(jumlah kas yang dibayarkan atau nilai wajar aktiva pada saat akad)
setelah dikurangi dengan kerugian yang telah diakui
2) Pembiayaan musyarakah menurun disajikan sebesar harga
perolehannya dikurangi bagian yang telah dialihkan kepada mitra
musyarakah
Pengukuran bagian bank atas pembiayaan musyarakah setelah
akad, diatur dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, sebagai
berikut:
31 Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian
dana mitra di akhir akad dinilai sebesar:
(a) Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada
awal akad dikurangi dengan kerugian (apabila ada); atau
(b) Nilai wajar aset musyarakah non-kas pada saat penyerahan
untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan
kerugian (apabila ada).
32 Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan
pengembalian dana mitra secara bertahap) dinilai sebesar jumlah
kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian
(apabila ada).
8. Pengakhiran Akad
Pada saat akad berakhir, keuntungan yang belum diterima oleh
bank dari mitra musyarakah diakui sebagai piutang musyarakah.
Apabila terjadi kerugian dalam musyarakah akibat kelalaian atau
penyimpangan mitra mitra musyarakah, mitra yang melakukan kelalaian
tersebut menanggung beban kerugian itu. Kerugian bank yang
diakibatkan oleh kelalaian atau penyimpangan mitra tersebut diakui
sebagai piutang musyarakah.
Jurnal pengakuan kerugian akibat kelalaian atau penyimpangan
mitra musyarakah:
Db Piutang musyarakah xxxx
Kr Kerugian musyarakah xxxx
Pada saat akad berakhir, saldo pembiayaan musyarakah yang
belum diterima diakui sebagai piutang musyarakah
Db Piutang musyarakah xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
Jurnal penyelesaian musyarakah permanen
Db Kas / Piutang musyarakah xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
Jurnal penyelesaian musyarakah menurun
Db Kas / Piutang musyarakah xxxx
Db Kerugian penyelesaian Invest musy xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
Kr Keuntungan penyelesaian Invest musy xxxx
Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan
kepada mitra musyarakah lainnya
Db Kas / Rekening syirkah xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
Pengembalian modal musyarakah non-kas dengan nilai wajar
lebih rendah dari nilai historis
Db Aktiva non-kas xxxx
Db Kerugian penyelesaian invest musy xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
Pengembalian modal musyarakah non-kas dengan nilai wajar
lebih tinggi dari nilai historis
Db Aktiva non-kas xxxx
Kr Keuntungan penyelesaian invest musy xxxx
Kr Investasi musyarakah xxxx
Pembentukan penyisihan akibat kerugian piutang
Db Beban penyisihan kerugian piutang musy xxxx
Kr.Akumulasi peny kerugian piutang musy xxxx

Anda mungkin juga menyukai