Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ANALISA LAPORAN KEUANGAN

PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

Disusun Oleh :

1. JEFRI MAULANA 15210557


2. GINANJAR JULIADI 15210967
3. TANJIRIAN 15210949
4. FATHOR ROSI 15211075
5. RIZKY DERMAWAN 15210996
6. WAHYU CHOIRUDDIN 15210983
7. ARUM ANTARI P 15211131
8. MOCH SEPTIAWAN 15211169
9. NURUL KHOLIFATUL ZANNAH 15211204
10.DEWI SANASTRI VIENADICI 17250116

KELOMPOK 1
REGULER MALAM – MANAJEMEN C
STIE MAHARDHIKA SURABAYA
2017
A.     Pengertian Perbankan

Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak, di indonesia ada 2 macam bank yaitu :
1. Bank Konvensional
Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam
rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau
sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu.
Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.
2. Bank Syariah
Dalam undang-undang no.21 tahun 2008 mengenai perbankan Syariah mengemukakan
pengertian bank syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
dengan di dasarkan pada prinsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS
(Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah).
Sistem perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 hingga saat ini masih menganut dual
banking system dimana Bank Konvensional atau biasa disebut dengan Bank Umum dan Bank
Syariah atau Bank Islam bisa berdampingan dalam menjalankan operasi usahanya. berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, bank umum diperbolehkan beroperasi secara konvensional
dan syariah sekaligus, sepanjang penataan dan pengelolaannya dilakukan secara
terpisah. Dengan kata lain Bank Konvensional diperbolehkan untuk membuka kantor cabang
yang khusus melakukan kegiatan usaha syariah dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
syariah.
Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Bank Konvensional adalah lembaga
keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dalam menghimpun dan menyalurkan dana
dengan menggunakan cara dan proses yang konvensional seperti pemberian dan pengenaan
imbalan berupa bunga. Sedangkan Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang
menjalankan unit usaha menghimpun dan menyalurkan dana dengan cara dan proses yang
berdasarkan nilai islam (syariah). Dengan kata lain bank syariah merupakan suatu lembaga
keuangan yang tidak mengandung bunga (riba), serta unsur-unsur ketidakjelasan atau
ketidakpastian dalam operasionalnya.

B.     Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional


Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan,
syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan keuangan,
dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya.
Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi,
lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip
operasional.
Secara khusus perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat dilihat dari
beberapa segi, yaitu :
1. Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum Islam. Dalam Bank
Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus dilindungi dan dijamin dalam wadah
undang-undang perbankan syariah, diantaranya :
a. Asas Ridha’iyyah ( rela sama rela )
b. Asas manfaat
c. Asas keadilan
d. Asas saling menguntungkan
Selain asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam suatu
akad yaitu :
a. Akad yang dilakukan pihak (nasabah dan bank) bersifat mengikat (Mulzim).
b. Para pihak yang melakukan akad harus mempunyai itikad baik (husnuniyah).
c. Memperhatikan ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat selama
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam
dan tidak berlawanan dengan Konsep Hukum Perikatan Islam.
Para pihak memiliki kebebasan untuk menerapkan syarat-syarat yang ditetapkan
dalam akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan
ketentuan umum yang berlaku.

2. Lembaga Penyelesaian Sengketa


Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat
perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak
menyelesaikannya di peradilah negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum
materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di
Indonesia dikenal dengan nama Badan arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). BASYARNAS
adalah lembaga yang menengahi perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata
cara hukum syariah. BASYARNAS didirikan bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia
dan majelis Ulama Indonesia pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI).
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank konvensional, mislanya
dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah
dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas
mengawasi operaional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris
pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh
Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah
dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas
Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
a. Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’,
serta ahli dan praktisi ekonomi) DSN MUI mempunyai fungsi melakukan tugas-tugas MUI
dalam memajukan ekonomi umat, mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan
aktivitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji,
menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah) dalam bentuk
fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah.
b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan dibentuklah
Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan jalannya operasional
bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yang di fatwakan
oleh DSN. Sedangkan fungsi utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi saran
kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah
mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara LKS
dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari
LKS yang memerlukan fatwa dari DSN. DPS ini secara organisasi bertanggung jawab
kepada DSN MUI pusat, kredibilitasnya kepada masyarakat, dan secara moral kepada
Allah SWT.

4. Bisnis dan Usaha yang di biayai


Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan
syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di
dalamnya hal-hal yang di haramkan, dengan demikian, terdapat batasan-batasan yang
membatasi proyek atau obyek pembiayaan yang dapat di danai melalui dana bank syariah.
Selain itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan. Jadi antara
bank dengan nasabah hubungannya sejajar atau sama rata sama rasa.
5. Lingkungan dan Budaya kerja.
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan
syariah. Dalam hal ini menyangkut etika kerja yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW
dalam berperilaku seperti Shiddiq, Amanah, al-hurriyah wal-masuliyah, dan Tabligh yang
kemudian di aplikasikan dalam nilai-nilai syariah.
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan
bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam.
Sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam
menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi Muhammad SAW, mengatakan
bahwa senyum adalah sedekah.

6. Paradigma Penghimpunan Dana.


Dalam penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional dan Bank Syariah
memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu :
a. Tujuan masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum Konvensional
dimaksdukan untuk menabung dan mengamankan dananya dari kemungkinan hal-hal
yang tidak di harapkan disamping menharapkan bunga dari dana yang disimpan
tersebut.
b. Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk diinvestasikan
dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan dibagi sesuai nisbah bagi
hasil, dan apabila menderita kerugian maka nasabah juga ikut menanggung kerugian.

7. Kegiatan Operasional dan Pengelolaan Resiko


Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dalam dasar
dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (Profit and loss sharing
principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga bertransaksi langsung pada
sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan perbankan konvensional hanya dapat
bertransaksi pada sektor finansial.

8. Karakteristik
Dalam menjalankan aktivitasnya bank syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Prinsip Keadilan
Dengan sistem operasional yang berdasarkan “profit and loss sharing system”, bank
syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem konvensional. Bank
konvensional dengan sistem bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan
yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian
pada proyek yang didanai maka peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal
(bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha atau proyek yang akan didanai
itu menjadi jaminannya apakah untung atau rugi, sehingga keuntungan dan kerugiannya
menjadi tanggungan bersama.

b. Prinsip Kesederajatan
Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun
Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini dapat dilihat dalam hak,
kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana,
nasabah pengguna dana maupun Bank.
c.  Prinsip ketentraman
Menurut falsafah al-Qur’an, semua aktifitas yang dilakukan oleh manusia patut
dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan).

C.  Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional disajikan dalam tabel berikut.

KETERANGAN BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL

Tidak berdasarkan: Berdasarkan Bunga


Falsafah 1. Bunga
2. Spekulasi
3. Ketidakjelasan

Dana diakui sebagai : Dana diakui sebagai :


1. Titipan Simpanan
2. Investasi harus dibayar bunga
Operasional
Penyaluran untuk usaha yang penyaluran untuk
halal dan menguntungkan sektor yang
menguntungkan

Akad dan Aspek legalitas Hukum Islam dan Hukum Hukum Positif
Positif

Lembaga 1. Pengadilan 1. Pengadilan


Penyelesaian Sengketa 2. BASYARNAS 2. BANI

Dewan Komisaris, Dewan Dewan Komisaris


Struktur Organisasi Syariah Nasional (DSN) dan
Dewan Pengawas Syariah
(DPS)

Hubungan Nasabah Kemitraan Debitor dan kreditor


Tujuan Profit dan Falah oriented Profit oriented

Prinsip Operasional Bagi Hasil, Jual beli, Sewa Perangkat Bunga

D.   KESIMPULAN

Sejak 1992 bank di indonesia sudah menggunakan dual bank system, yaitu perbankan


syariah atau biasa disebut Bank Islam dan Bank Konvensional atau juga sering disebut Bank
Umum.
Keduanya memiliki kesamaan  terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan
seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat
banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah,
operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa,
usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional.

Anda mungkin juga menyukai