Anda di halaman 1dari 7

ESSAY

LEMBAGA KEUANGAN BANK SYARI’AH

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Lembaga Keuangan
Syari’ah)

Disusun Oleh :
Indriyani
NIM :1913040073
HES. B

Dosen Pembimbing :
Ihsan Candra, SE.,MM

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL
PADANG
1442 H/2021 M
LEMBAGA KEUANGAN BANK SYARI’AH
Lembaga keuangan dapat dipahami sebagai perusahaan yang kegiatan usahanya
berkaitan dengan bidang keuangan. Kegiatannya dapat berupa menghimpun dana dengan
menawarkan berbagai skema, atau melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan
dana sekaligus dimana kegiatan usahanya diperuntukkan begi investasi perusahaan, kegiatan
konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa. Dalam operasionalnya lembaga keuangan
dapat berbentuk lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah.

Lembaga keuangan syariah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan


mengembangkan penerapan prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi
keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Prinsip syariah yang dianut oleh lembaga
keuangan syariah dilandasi dengan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan
keuniversalan (Rahmatan lil ‘alamin).
Lembaga-lembaga yang memfasilitator sistem keuangan syariah di Indonesia antara
lain :
1. Bank Indonesia
Tujuan utama Bank sentral Indonesia adalah mecapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Untuk mencapai tujuan itu, Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa serta
mengatur dan mengawasi bank.
Dual banking system di Indonesia, yaitu bank kenvensional dan bank syariah mulai
berjalan sejak dikeluarkannya UU No.7 Tahun 1992 yang disusul dengan Undang-
Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan mengenai landasan hukum, serta jenis-
jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-
undang tersebut juga memberikan kesempatan bagi bank-bank konvensional untuk
membuka cabang syariah yang khusus melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip
syariah.
2. Departemen Keuangan
Pasar modal dan lembaga keuangan non-bank syariah, lembaga yang membinanya
adalah Bapepam-LK yang merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) dan Direktorat endral Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Bapepam-
LK berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina,
mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknik di bidang lembaga keuangan.
3. Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah
DSN MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam. DSN MUI mempunyai fungsi
melaksanakan tugas-tugas MUI dalam memajukan Ekonomi umat, menangani masalah
yang berhubugan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah Dewan Syariah Nasional
(DSN).
4. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga yang menengahi
perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara hukum syariah. Dasar
hukum pembentukan lembaga BASYARNAS adalah Undang-undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. BASYARNAS didirikan
bersama Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia pada saat
didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan pada
tanggal 21 Oktober 1993, berbadan hukum yayasan.

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah semiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan,
syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan
keuangan, dan sebagainya. Namun, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya.
Perbedaan itu menyangkut :
1. Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam
perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya,
harus memenuhi ketentuan akad, seperti :
a. Rukun : Penjual, Pembeli, Barang, Harga, akad ijab-qabul.
b. Syarat :
 Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram
menjadi batal demi hukum syariah.
 Harga barang dan jasa harus jelas.
 Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya
transportasi.
 Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh
menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada
transaksi short sale dalam pasar modal.

2. Lembaga Penyelesai Sengketa


Berbeda dengan perbankan konvensional, pada perbankan syariah jika terdapat
perbedaan antara bank dengan nasabahnya, maka kedua belah pihak tidak
menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan
hukum materi syariah yang dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia
(BAMUI).

3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya
dalam hal komisaris dan direksi. Unsur yang membedakan bank syariah dengan bank
konvensional adalah :
a. Keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS), tugasnya meliputi :
 Mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-
garis syariah.
 Membuat pernyataan secara berkala bahwa bank yang diawasi telah berjalan
sesuai ketentuan syariah.
 Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
b. Dewan Syariah Nasional (DSN), dibentuk tahun 1997. Lembaga ini merupakan
lembaga otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia. Tugasnya meliputi :
 Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat
Islam.
 Meneliti dan membuat fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh
lembaga keuangan syariah.
 Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan
Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
 DSN dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang
bersangkutan menyimpang dari garis paduan yang telah ditetapkan.

4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai


Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan
syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung
di dalamnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan
beberapa hal pokok di antaranya :
a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?
d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada
pengembangan senjata pembunuh masal?
f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara lang- sung atau tidak
langsung.?

5. Lingkungan Kerja dan Corporate Culture


Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan
syariah, seperti :
a. Etika : Memiliki sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan
sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik.
b. Skillful dan profesional (fathonah) dan mampu melakukan tugas secara team-work di
mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh).
c. Dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan
syariah.
d. Cara berpakaian dan tingkah laku para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka
berkerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga
tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar.
e. Dalam menghadapi nasabah, akhlaq harus senantiasa terjaga. Nabi mengatakan bahwa
senyum adalah shadaqah.
6. Perbandingan antara Bank Syariah dan Konvensional
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel
berikut :
BANK ISLAM BANK KONENSIONAL
Melakukan investasi-investasi yang halal Investasi yang halal dan haram
saja
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, Memakai perangkat bunga
atau sewa
Profit dan falah oriented Profit oriented
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan hubungan debitur-debitur
Penghimpunan dan penyaluran dana Tidak terdapat dewan sejenis
harus sesuai dengan Fatwa Dewan
Pengawas Syariah

Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan, yaitu
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Secara umum lembaga keuangan
syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Lembaga Keuangan Bank
Secara operasional Lembaga keuangan bank dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia,
sedangkan pembinaan dan pengawasan dari sisi pemenuhan prinsip syariah dilakuakan
oleh Dewan Syariah Nasional MUI. LEMBAGA Keunagna Bank terdiri dari :
a. Bank Umum Syariah
Bank umum dikenal dengan nama bank Komersial dan dikelompokkan dalam
2 jenis yaitu, bank umum devisa dan bank umum non-devisa. Bank umum bertugas
melayani seluruh jasa perbankan dan melayani segenap masyarakat, baik masyarakat
perorangan atau lembaga lainnya.
Pada tanggal 17 Juni 2008 telah disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah dalam rapat parnipura DPR, dimana bank syariah terdiri dari Bank
Umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS).
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi sebagai pelaksan sebagian fungsi
bank umum, tetapi ditingkat regional dengan berlandaskan pada prinsip syariah. Jenis
produk yang ditawarkan leih sedikit jika dibandingkan dengan bank umum seperti
pembukaan rekening giro dan ikut kliring.
2. Lembaga Keuangan Non-Bank
Lembaga keuangan non-bank secara operasional dibina oleh Bapepam LK. Lembaga
keuangan non-bank antara lain terdiri dari :
a. Pasar Modal (capital market)
b. Pasar Uang (money market)
c. Perusahaan Asuransi
d. Dana Pensiun
e. Perusahaan Modal Ventura
f. Lembaga Pembiayaan (Perusahaan sewa guna usaha/leasing, Perusahaan anak
piutang/factoring, Perusahaan kartu plastik, Pembiayaan konsumen/consumer
finance)
g. Perusahaan Penggadaian
h. Lembaga Keuangan Syariah Mikro (Lembaga pengelola zakat/BAZ dan LAZ,
Lembaga pengelola wakaf, BMT)

Kewenangan OJK dan BI dalam pengaturan dan Pengawasan Bank syariah meliputi
wewenang sebagai berikut :
1. Kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan (right to license) dan pendirian suatu
bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk menetapkan ketentuan (right to regulate) yang menyangkut aspek
usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna
memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi meliputi:
a. Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang
berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank
b. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat
pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil
pemeriksaan, dan informasi lainnya.
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan
untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank
apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung
unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
5. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate), yaitu kewenangan untuk
melakukan penyidikan di Sektor Jasa Keuangan (SJK), termasuk perbankan. Penyidikan
dilakukan oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (RI) dan pejabat Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan kepada Jaksa untuk
dilakukan penuntutan.
6. Kewenangan untuk melakukan perlindungan konsumen (right to protect), yaitu
kewenangan untuk melakukan perlindungan konsumen dalam bentuk pencegahan
kerugian Konsumen dan masyarakat, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan
hukum.
Referensi :

Amir Machmud, R. (2010). Bank Syariah (Teori, Kebijakan, dan studi Empiris Di
Indonesia). Jakarta: Erlangga.

Antonio, M. S. (1999). Bank Syari'ah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute.

Kasmir. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada.

Soemitra, A. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai