(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Lembaga Keuangan
Syari’ah)
Disusun Oleh :
Indriyani
NIM :1913040073
HES. B
Dosen Pembimbing :
Ihsan Candra, SE.,MM
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah semiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan,
syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan
keuangan, dan sebagainya. Namun, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya.
Perbedaan itu menyangkut :
1. Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan
ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam
perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya,
harus memenuhi ketentuan akad, seperti :
a. Rukun : Penjual, Pembeli, Barang, Harga, akad ijab-qabul.
b. Syarat :
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram
menjadi batal demi hukum syariah.
Harga barang dan jasa harus jelas.
Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya
transportasi.
Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh
menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada
transaksi short sale dalam pasar modal.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya
dalam hal komisaris dan direksi. Unsur yang membedakan bank syariah dengan bank
konvensional adalah :
a. Keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS), tugasnya meliputi :
Mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-
garis syariah.
Membuat pernyataan secara berkala bahwa bank yang diawasi telah berjalan
sesuai ketentuan syariah.
Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
b. Dewan Syariah Nasional (DSN), dibentuk tahun 1997. Lembaga ini merupakan
lembaga otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia. Tugasnya meliputi :
Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat
Islam.
Meneliti dan membuat fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh
lembaga keuangan syariah.
Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan
Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
DSN dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang
bersangkutan menyimpang dari garis paduan yang telah ditetapkan.
Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis lembaga keuangan, yaitu
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Secara umum lembaga keuangan
syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Lembaga Keuangan Bank
Secara operasional Lembaga keuangan bank dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia,
sedangkan pembinaan dan pengawasan dari sisi pemenuhan prinsip syariah dilakuakan
oleh Dewan Syariah Nasional MUI. LEMBAGA Keunagna Bank terdiri dari :
a. Bank Umum Syariah
Bank umum dikenal dengan nama bank Komersial dan dikelompokkan dalam
2 jenis yaitu, bank umum devisa dan bank umum non-devisa. Bank umum bertugas
melayani seluruh jasa perbankan dan melayani segenap masyarakat, baik masyarakat
perorangan atau lembaga lainnya.
Pada tanggal 17 Juni 2008 telah disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah dalam rapat parnipura DPR, dimana bank syariah terdiri dari Bank
Umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS).
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi sebagai pelaksan sebagian fungsi
bank umum, tetapi ditingkat regional dengan berlandaskan pada prinsip syariah. Jenis
produk yang ditawarkan leih sedikit jika dibandingkan dengan bank umum seperti
pembukaan rekening giro dan ikut kliring.
2. Lembaga Keuangan Non-Bank
Lembaga keuangan non-bank secara operasional dibina oleh Bapepam LK. Lembaga
keuangan non-bank antara lain terdiri dari :
a. Pasar Modal (capital market)
b. Pasar Uang (money market)
c. Perusahaan Asuransi
d. Dana Pensiun
e. Perusahaan Modal Ventura
f. Lembaga Pembiayaan (Perusahaan sewa guna usaha/leasing, Perusahaan anak
piutang/factoring, Perusahaan kartu plastik, Pembiayaan konsumen/consumer
finance)
g. Perusahaan Penggadaian
h. Lembaga Keuangan Syariah Mikro (Lembaga pengelola zakat/BAZ dan LAZ,
Lembaga pengelola wakaf, BMT)
Kewenangan OJK dan BI dalam pengaturan dan Pengawasan Bank syariah meliputi
wewenang sebagai berikut :
1. Kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan (right to license) dan pendirian suatu
bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas
kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk menetapkan ketentuan (right to regulate) yang menyangkut aspek
usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna
memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi meliputi:
a. Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang
berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank
b. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat
pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil
pemeriksaan, dan informasi lainnya.
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan
untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank
apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung
unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
5. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate), yaitu kewenangan untuk
melakukan penyidikan di Sektor Jasa Keuangan (SJK), termasuk perbankan. Penyidikan
dilakukan oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (RI) dan pejabat Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan kepada Jaksa untuk
dilakukan penuntutan.
6. Kewenangan untuk melakukan perlindungan konsumen (right to protect), yaitu
kewenangan untuk melakukan perlindungan konsumen dalam bentuk pencegahan
kerugian Konsumen dan masyarakat, pelayanan pengaduan konsumen, dan pembelaan
hukum.
Referensi :
Amir Machmud, R. (2010). Bank Syariah (Teori, Kebijakan, dan studi Empiris Di
Indonesia). Jakarta: Erlangga.
Antonio, M. S. (1999). Bank Syari'ah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute.
Kasmir. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada.