Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengertian dan Peranan Zakat Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan
bertambah). Kadang-kadang dipakaikan dengan makna ath-thaharah (suci). al-barakah (berkah).' Zakat,
dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa, dan harta. Seseorang yang mengeluarkan zakat
berarti dia telah membersihkan diri dan jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari hak
orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian berkah adalah sisa harta yang sudah dikeluarkan
zakatnya secara kualitatif akan mendapat berkah dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif
jumlahnya berkurang. Dalam Al-Qur'an dijelaskan

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkon dan mensucikan
mereka. (QS At-Taubah (9]: 103) Zakat merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertenru
yang telah sampai nisabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya Pada definisi lain, zakat juga
berarti pemindahan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menerimanya dengan syarat-
syarat tertentu. Zakat sebagai rukun Islam ketiga. Setelah shalat, dipandang sebagai bentuk kewajiban
agama terpenting yang dibebankan kepada umat Islam. Zakat adalah ibadah yang tidak dapat diganti
dengan model apa pun. Karena itulah Abu bakar Shidig, khalifah pertama setelah Nabi Muhammad
wafat, memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Selain suatu kewajiban bagi umat Islam,
melalui zakat, Al-Qur'an menjadikan suatu tanggung jawab bagi umat Islam untuk tolong-menolong
antar sesama. Dalam kewajiban zakat, terkandung unsur moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang
moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan orang kaya, menyucikan jiwa orang yang
menunaikannya dari sifat kikir, menyucikan dan mengembangkan harta miliknya. Walaupun secara
zhahir harta muzakki berkurang jumlahnya. Namun, secara hakikatnya harta tersebut berkembang dan
akan bertambah keberkahannya. Zakat merupakan manifestasi rasa syukur atas nikmat Allah. Allah
dalam firman telah menjanjikan akan melipatgandakan nikmatnya bagi siapa saja yang menyerahkan
sebagian hartanya kepada orang lain dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Dalam ajaran zakat juga
terkandung pendidikan kepada manusia untuk selalu mempunyai rasa ingin memberi, berinfak, dan
menyerahkan sebagian harta miliknya sebagai bukti kasih sayang kepada sesama manusia. Islam tidak
membiarkan umatnya lemah, dan tidak membiarkan mereka terhimpit oleh kemiskinan. Allah telah
menentukan hak orang miskin dalam harta orang-orang kaya secara tegas. Zakat diambil dari orang kaya
dan diberikan kepada orang miskin yang dengan zakat itu mereka dapat memenuhi kebutuhan
materinya seperti makan, kebutuhan batin, seperti menuntut ilmu dan kebutuhan lainnya.

Dalam bidang sosial, dengan zakat, orang fakir dan miskin dapat berperan dalam kehidupannya,
melaksanakan kewajibannya kepada Alan Dengan zakat pula orang fakir dan miskin merasakan bahwa
mereka bagian dari anggota masyarakat, bukan kaum yang disia-siakan dan diremehkan. Namun,
mereka dibantu dan dihargai. Lebih dari itu, zakat dapat menghilangkan sifat dengki dan benci kaum
fakir dan miskin terhadap masyarakat sekitarnya, karena kefakiran itu melelahkan dan membutakan
mata hati. Kehidupan masyarakat tidak akan tenang bila seorang sauuara kelaparan manakala saudara
yang lain makan dengan kenyang, seorang saudara tidur dengan nyenyak di rumah mewah manakala
saudaranya tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit. Probelamatika ketimpangan yang sangat
tajam inilah kadang memicu perbuatan kriminal. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah terjadinya
penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja dan mewajibkan orang kaya untuk mendisrtibusikan
harta kekayaannya pada orang miskin. Zakat merupakan sumber dana yang potensial untuk
mengentaskan kemiskinan. Zakat dapat berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin untuk dapat
membuka lapangan pekerjaan, sehingga ia bisa berpenghasilan dan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kemudian, sebagai tambahan modal bagi seseorang yang kekurangan modal sehingga
usahanya berjalan lancar, penghasilannya bertambah, dan kebutuhan hidupnya tercukupi. Dengan
demikian, beban negara dalam masalah pengangguran dan kemiskinan melalui zakat bisa terkurangi. Di
samping itu, secara ekonomi moneter, zakat dapat pula mengekang laju inflasi yang disebabkan, karena
peredaran mata uang yang tidak seimbang, disribusi kekayaan yang tidak merata di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, dengan pengelolaan zakat yang tepat dan produktif secara bertahap dapat menciptakan
stabilitas ekonomi. Tujuan aturan zakat adalah menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih
merata. Selain untuk tujuan distribusi, analisis kebijakan fiskal dan sistem ekonomi dilakukan untuk
stabilitas kegiatan ekonomi. Islam menjadikan instrumen zakat untuk memastikan keseimbangan
pendapatan di masyarakat. Hal ini mengingat tidak semua orang mampu bergelut dalam kancah
ekonomi. Dengan kata lain, sudah menjadi sunatullah jika di dunia ini ada yang kaya dan ada yang
miskin. Pengeluaran dari zakat lebih merata. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian yang berkaitan
dengan dampak alokasi distribusi serta stabilisasi kegiatan zakat sebagai salah satu adalah pengeluaran
minimal untuk membuat distribusi pendapatan menjadi

unsur kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi Islam. Penelitian mengacu pada rasionalisasi distribusi
pendapatan melalui instrumen zakat. B. Syarat-syarat Zakat Syarat-syarat yang harus dipenuhi meliputi
dua aspek, yaitu syarat muzakki dan syarat harta yang akan dizakatkan: 1. Syarat-syarat Muzakki (Orang
yang Wajib Zakat) Adapun syarat-syarat seseorang wajib melaksanakan zakat adalah Merdeka Menurut
kesepakatan para ulama, zakat tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak
memiliki hak milik. Hal senada diungkapkan oleh para ulama Maliki bahwa hamba sahaya tidak ada
kewajiban zakat terhadap hak miliknya baik harta itu atas namanya sendiri atau atas nama tuannya,
karena hak milik hamba sahaya bersifat tidak sempurna (naqish). b. Islam Zakat merupakan ibadah yang
diwajibkan bagi setiap Muslim. la merupakan salah satu pilar agama Islam. Dengan demikian, zakat tidak
diwajibkan atas orang non-Muslim ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci. Begitu juga
dengan orang yang murtad tidak diwajibkan zakat. Karena menurut Abu Hanifah, riddah menggugurkan
kewajiban zakat karena orang murtad sama dengan orang kafir. Baligh Berakal Mengenai persyaratan
baligh berakal ini berbeda pendapat ulama. Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib
zakat adalah orang yang telah baligh dan berakal sehingga harta anak kecil dan orang gila tidak wajib
dikeluarkan zakatnya. Mereka beralasan bahwa kewajiban zakat adalah ibadah mahdah seperti halnya
shalat. Bila anak kecil dan orang gila tidak wajib shalat, tentulah zakat tidak juga wajib atas mereka.
Mereka beralasan pada hadis Nabi Saw.:
Menurut pendapat jumhur ulama, baligh berakal bukan merupaka syarat wajib mengeluarkan zakat.
Nash vang memerintahkan untuk mengeluarkan zakat adalah terhadap orang kaya bersifat umum tidak
terkecuali apakah ia anak-anak ataupun orang gila. Karena Itu, wan wajib mengeluarkan zakat anak kecil
ataupun orang gila yang berada di bawah perwaliannya. Selain syarat-syarat tersebut, ulama figh juga
mengemukakan syarat lain dalam pelaksanaan zakat, yaitu Zakat merupakan ibadah mahdah yang
bertujuan mencapai pahala dan keridhaan Allah yang sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk
kesempurnaan pelaksanaanya seseorang harus memulainya dengan niat. Bersifat pemilikan Sesuai
dengan pengertian zakat yang dikemukakan para fuqaha di atas, bahwa zakat merupakan pemilikan
harta tertentu untuk yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu, maka yang diberikan
kepada para mustahik zakat harus bersifat pemilikan. Artinya, zakar yang diberikan tersebut menjadi
milik dan dapat dimiliki secara penuh oleh mustahik yang bersangkutan. Oleh karena itu, bila harta
tersebut diberikan dalam bentuk pembolehan pemanfaatannya saja ataupun bersifat pinjaman yang
harus dikembalikan tidak dipandang zakat secara hukum dan zakatya tidak sah. Sureao 2. Syarat-syarat
Harta Syarat-syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah:

Milik sempurna Harta yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempurna, yakni berada
di bawah kekuasaan dan di bawah kontrol orang yang berzakat. Oleh karena seorang pedagang tidak
wajib mengeluarkan zakat terhadap keuntungan dagang yang belum sampai ke tangannya. Milik
sempurna juga dimaksudkan, secara hukum muzakki bebas melakukan tasharuf (tindakan hukum)
terhadap harta tersebut, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dan tidak ada halangan syara bagi
muzakki untuk melakukannya. Di samping itu, harta tersebut adalah harta yang diperoleh dari usaha dan
dengan cara yang halal. Karena harta yang diperoleh dengan cara yang batil secara hukum tidak diakui
sebagai milik sempurna sehingga tidak sah untuk dizakatkan. Sesuai dengan hadis Nabi: Tidak diterima
sedekah dari kekayaan hasil perbuatan khianat b. Cukup senisab Nisab merupakan batas minimal jumlah
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara. Ketentuan nisab ini menunjukkan
bahwa zakat hanya dibebankan kepada orang kaya yang mempunyai harta yang melebihi kebutuhan
pokok minimal (standar). Oleh karena itu, zakat tidak dibebankan kepada orang yang berpenghasilan
sedikit yang hanya dapat memenuhi kebutuhan makan saja ataupun tidak punya penghasilan sedikitpun.
Melebihi kebutuhan pokok. Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia itu banyak (tidak terbatas) dan
beragam, selalu berubah sesuai dengan perubahan ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, dan
peradabannya. Kebutuhan hidup manusia itu selalu berbeda satu sama lainnya. Karena beragamnya
kebutuhan hidup manusia, tentu harus ditentukan mana yang kebutuhan pokok (primer), sekunder, dan
tersier agar bisa dibedakan seseorang sudah terkena wajib zakat atau tidak. Zakat hanya diwajibkan
terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok minimal. Ketentuan ini berdasarkan
pada QS Al-Baqarah (2]: 219.
Dan mereka bertanya kepada engkau (Muhammad) apa yang katakanlah yang lebih dari kepertuan. Kata
al-afwa pada ayat di atas menurut Yusuf al-Qardawi adalah melebihi kebutuhan pokok. Kebutuhan
pokok yang dimaksudkan adalah kebutuhan rutin yang tidak bisa tidak harus dipenuhi seseorang
bersama keluarganya, di antarnya kebutuhan akan makanan, pakaiian, perumahan, pendidikan, dan
prasarana yang dibutuhkan seseorang sudah dapat memenuhi kebutuhan akan makan, pakaian, dan
sudah memiliki rumah yang layak dan sehat, serta pendidikan keluarga, maka ia wajib mengeluarkan
zakat hartanya bila kelebihan dari kebutuhan pokok tersebut sampai senisab. dizakathan. Bebas dari
utang Bebas dari utang yang dimaksudkan adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak akan
mengurangi nisab yang ditentukan. Bila pemilik harta mempunyai utang yang jika dilunasi utangnya
akan mengurangi nisab hartanya, maka ia tidak wajib zakat. Haul (melewati satu tahun) Haul merupakan
ketentuan batas waktu kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang wajib dizakatkan adalah harta
yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau haul. Ketentuan ini didasarkan pada hadis Nabi
Saw. yang diriwayatkan dari ibn Umar: Tidak ada kewajiban zakat terhadap harta seseorang sehingga
cukup sampai Ketentuan haul satu tahun (12 bulan qamariah) berlaku untuk harta perniagaan, emas dan
perak, binatang ternak. Sedangkan untuk harta hasil pertanian ketentuan batas waktu (haul) nya adalah
waktu panen. begitu juga dengan barang tambang dan harta rikaz ketentuannya adalah saat harta itu
diperoleh. Ketentuan haul dalam persyaratan zakat menurut ibn Qudamah seperti yang dikutip Yusuf al-
Qaradhawi adalah harta yang sudah unypi nips

sampai setahun mempunyal potensi untuk berkembang. Misalya hewan ternak kalau sudah 1 tahun
biasanya sudah mempunyai anak, barang perdagangan sudah menghasilkan keuntungan, karena zakat
itu dikenakan bagi keuntungan atau kelebihan dari kebutuhan pokok. Harta itu berkembang Maksudnya,
kekayaan itu dengan sengaja atau memiliki potensi untuk berkembang, Berkembang dalam pengertian
menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan produktif. Misalnya, ternak
menghasilkan anak, rumah, atau bangunan yang disewakan menghasilkan uang sewa. C. Harta-harta
yang Wajib Dizakatkan Secara umum harta-harta yang wajib dizakatkan adalah: 1. Emas, Perak dan Uang
Emas dan perak wajib dizakatkan berdasarkan pada QS At-Taubah (9): 34 .Dan orang-orang yang
meyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada
mereka akan mendapat siksa yang pedih. Adapun nisab dan kadar zakat emas dan perak seperti yang
diisyaratkan hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan dari Ali ibn Thalib adalah nisab perak 200 dirham (lebih
kurang sama dengan 642 gram perak'), kadarnya 2,5% ner tahun, sedangkan emas nisabnya 20 dinar
(lebih kurang sama dengan 01,92 gram emas' atau 37 emas" atau diukur dengan uang rupiah lebih
kurang sebesar 37x Rp1.350.000.00,- = Rp49.950.000.00,-), kadarnya 2,5% per tahun. Untuk zakat uang,
ketentuannya disamakan dengan ketentuan

zakat emas dan perak ini. Uang senilai 91,92 gram emas atau 37 emas atao Rp49.950.000.00,- wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% per tahun. 2. Harta Perniagaan Dasar hukum kewajiban zakat
terhadap harta perniagaan adalah [2): 267 dan hadis Nabi Saw.: Dari Samurah ibn Jundub dia berkata:
Rasul Saw, memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat harta yang kami persiapkan untuk dijual.
Nisab dan kadar zakat harta perniagaan disandarkan pada nisab dan kadar emas dan perak. 3. Hasil
Pertanian Kewajiban untuk menzakatkan hasil pertanian didasarkan pada QS Al An'am (6): 141. Dan
Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, dan
tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dikelurkan zakamya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Dalam hadis Nabi Saw.
diceritakan ketika Rasulullah Saw, mengutus Muaz ibn Jabal ke Yaman mengajar manusia tentang
agama:

Janganlah engkau ambil zakat kecuali dari empat golongan ini gandum basah dan gandum kering,
anggur, dan kurma (HR Tabrani dan Hakim). Mengenai zakat hasil pertanian ini timbul perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Abu Hanifah menyatakan bahwa tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya
mencakup semua jenis tanaman yang tumbuh dari bumi, baik dalam jumlah yang sedikit maupun
banyak. Sementara itu, as-Shaibani dan mayoritas fugaha menyatakan bahwa tanaman yang wajib
dizakatkan adalah tanaman yang bersifat mengenyangkan dan dapat disimpan." Adapun nisab dan kadar
zakat hasil pertanian adalah lima wasaq berdasarkan pada hadis Nabi Saw. riwayat Bukhari yang
dinukilkan dari Jabir. Lima wasaq adalah lebih kurang sama dengan 815 kg. Sedangkan kadar zakat hasil
pertanian terjadi perbedaan sesuai dengan perbedaan cara pengairan lahan pertanian yang
bersangkutan. Apabila tanaman diairi dengan pengairan alami, seperti sungai yang tidak membutuhkan
biaya maka kadar zakatnya 10% Terhadap pertanian yang diairi dengan bantuan tenaga hewan atau
membutuhkan biaya pengairan, maka kadar zakatnya sebanyak 5%.

Hasil pertanian dan perkebunan yang dipersiapkan untuk diperdagangkan eperti cabe, bawang, kol,
jeruk, rambutan, dan lain sebagainya digolongkan epada harta perniagaan. Zakat jenis hasil tanaman ini
diatur menurut ketentuan zakat harta perniagaan, nisabnya 96 gram emas dan kadarnya 2,5% per
tahun. 4. Binatang Ternak Binatang ternak kambing dan biri-biri dengan syarat sampai senisab, telah
mancapai haul. digembalakan, dan tidak dipekerjakan. Untuk hewan ternak yang akan dikelurakan
zakatnya, maka hewan itu harus 1) Sehat dalam arti tidak luka, cacat, pincang, dan kekurangan lain yang
mengurangi manfaat dan harganya. 2) Betina dan cukup umur berdasarkan ketentuan nash. Dasar
hukum kewajiban zakat binatang ternak adalah: yang wajib dizakatkan adalah unta, sapi dan kerbau,
Demi Zat yang tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia, tidaklah seseorang memiliki unta, atau
lembu atau kambing. Namun, ia tidak mengeluarkan zakatnya. Kecuali, hewan itu akan didatangkan
pada mereka pada hari kiamat dalam keadaan lebih besar dan gemuk. Kemudian, menginjak-injaknya
dengan telapak kakinya dan menanduknya dengan tanduknya. Setiap kali hewan itu selesai berbuat
demikian diulanginya lagi hingga ia diadili di antara manusia. Nisab dan kadar zakat hewan berbeda
untuk setiap jenis hewannya. Berikut ini akan dijelaskan nisab dan kadar hewan menurut jenis hewan
yang wajib dizakatkan berdasarkan ketentuan hadis nabi: 2 Nisab dan kadar zakat unta Berdasarkan
hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari yang dinukilkan dari Anas ibn Malik ketika Abu Bakar
mengirimkan surat kepadanya tentang telah diwajibkan oleh Nabi kepada kaum muslimin. Di

h. Nisab dan kadar zakat sapi dan kerbau Nisab dan kadar zakat sapi dan kerbau adalah berdasarkan
hadis yang diriwayatkan dari Muaz ibn Jabal,"yaitu tiap-tiap 30 ekor sapi sebesar 1 ekor anak sapi umur
1 tahun lebih yang jantan atau betina, zakat dari tiap 40 ekor sapi sebanyak 1 ekor sapi betina umur 2
tahun lebih, setiap yang sudah baligh 1 dinar atau yang seharga dengan itu dari kabilah Mu'afir. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini. c. Zakat kambing atau biri-biri Dalam hadis Nabi
riwayat Bukhari yang diterima dari Anas ibn Malik" diungkapkan bahwa nisab dan kadar zakat kambing
adalah bila mencapai 40-120 ekor zakatnya 1 ekor kambing. Apabila lebih dari 120-200 ekor maka
zakatnya 2 ekor kambing Apabila lebih dari 200-300 ekor zakatnya 3 ekor kambing. Apabila lebih dari
300 ekor maka setiap 100 ekor zakatnya 1 ekor kambing. Apabila kambing itu kurang dari 40 ekor, maka
tidak ada kewajiban zakatnya, kecuali dikehendaki pemiliknya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut
ini. Terhadap usaha peternakan yang dipersiapkan untuk diperdagangkan leperti ayam beras ataupun
ayam kampung baIk ayam petelur maupun ayam potong, itik/bebek, ikan keramba, tambak ikan dan lain
sebagainya zakat menurut ketentuan zakat harta perniagaan. Nisab zakat untuk harta khis ini adalah 96
gram emas, kadarnya 2,5% per tahun.

5. Rikaz (Harta Terpendam) Yang dimaksud dengan rikaz adalah harta yang terpendam sejak zaman
purbakala dan ditemukan pada sebidang tanah yang tidak dimiliki oleh seseorang seperti emas, perak,
besi, timah, bejana dan lain sebagainya. Terhadap barang terpendam ini wajib dikeluarkan zakatnya 1/5.
Dasar hukum diwajibkannya zakat terhadap harta ini adalah: Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya
Rasulullah Saw. berkata: pada harta terpendam zakatnya seperlima (mutafaq 'alaih) Mengenai nisab dan
haul dari harta rikaz ini menurut pendapat Abu Hanifah, Ahmad dan Malik tidak disyaratkan
terpenuhinya nisab dan haul. Menurut pendapat Syafi'i dalam qaul jadidnya nisab harta terpendam
harus diperhitungkan. 6. Barang Tambang Dasar hukum kewajiban zakat barang tambang berdasarkan
pada hadis Nabi: Dari Bilal ibn Harist ra. sesungguhnya Rasulullah saw, telah mengambil zakat dari harta
tambang Mengenai jenis barang tambang yang wajib dizakatkan terjadi perbedaan pendapat ulama.
Menurut pendapat Ahmad, barang tambang yang wajib dizakatkan adalah segala hasil bumi yang
berharga, seperti emas, perak, besi, tembaga, timah, permata, intan, berlian, batu bara, belerang,
minyak bumi, dan lain sebagainya. Adapun nisab barang-barang tambang ini bisa diukur dari jumlah
barang itu sendiri maupun dari harganya. Menurut Abu Hanifah, zakat barang tambang yang wajib
dizakatkan adalah semua

barang yang bisa dilebur dan dapat dicetak dengan api, seperti emas, perak. besi dan tembaga.
Pendapat ini tidak mensyaratkan adanya nisab dan haul. kadar zakat yang dikeluarkan adalah sebesar
1/5 bagian (20%) dari jumlan barang tambang yang ditemukan. Lain halnya dengan pendapat Imam
Malik dan Imam Syafi'i yang membatasi barang tambang yang wajib dizakatkan berupa emas dan perak
saja dengan syarat sampai senisab namun tidak disyaratkan haul. Kedua golongan ini menyamakan nisab
dan kadar zakat barang tambang dengan nisab dan kadar zakat emas dan perak. 7. Zakat Profesi
Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam: Pertama, pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa
tergantung pada orang lain, seperti dokter, insinyur, advokat, tukang jahit, tukang kayu dan lain
sebagainya yang merupakan hasil kecekatan otak ataupun tangan. Kedua, pekerjaan yang tergantung
pada orang lain baik pemerintah, perusahaan maupun perorangan dengan memperoleh gaji atau upah,
misalnya pegawai negeri ataupun karyawan swasta." Yusuf al-Qardawi mengkategorikan kedua jenis
penghasilan ini sebagai mal mustafad (harta penghasilan), yakni harta yang diperoleh melalui cara yang
dibolehkan dalam Islam. Menurut guru besar Universitas al-Azhar ini, penghasilan dari profesi wajib
dikelurkan zakatnya bila sudah sampai setahun dan cukup nisab. Dasar hukum tentang kewajiban zakat
profesi adalah QS Al-Baqarah (2): 267 Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian hasil
usahamu vane huik-baik dan sebagian hasil bumi yang Kami keluarkan untukmu. dengan zakat uang,
dikeluarkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya hidup (kebutuhan pokok). biaya-biaya lain
yang terkait dengan Pekerjaan, dan utang- Ketentuan nisab dan kadar zakat untuk zakat profesi adalah
disamakan

D. Mustahiq Zakat Dalam QS At-Taubah (9): 60, dijelaskan bahwa yang menjadi mustahio zakat adalah
fakir, miskin, amil, para muallaf, riqab (hamba sahaya), gharimin (orang-orang yang berutang), fi
sabilillah, ibn sabil (para musafir) Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin,
pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan ) budak, orang-
orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Berikut ini akan
diuraikan bagaimana batasan dari masing-masing mustahik zakat tersebut, dan bagaimana
pendistribusian zakat kepada rsn Sujseu-Sursru 1. Fakir Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan
tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga
berupa pangan, pakaian, dan perumahan. 2. Miskin Miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan atau
usaha tapi penghasilannya hanya mampu menutupi sebagian kebutuhan hidup diri maupun
keluarganya." Menurut Jumhur ulama, kedua golongan ini sebetulnya sama, yakni mereka yang
kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya 3. Amil Amil adalah orang-orang lembaga yang
melaksanakan segala kegiatan yang urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, mencatat, dan

mendistribusiakannya. Untuk dapat melaksanakan tugas sebagai amil, seseorang harus memenuhi
persyaratan, seperti Muslim, Mukalaf, adil, jujur. memahami hukum-hukum zakat seperti
perhitungannya, pembagiannya, dan mustahiknya dan mempunyai kemampuan untuk memelihara
harta zakat. Jumlah bagian zakat yang berhak diterima oleh amil menurut pendapat syafi' adalah
seperdelapan dari jumlah harta zakat. Sementara itu, menurut lmam Abu Hanifah, diberikan sesuai
dangan pekerjaannya dan dicukapkan kebutuhannya secara ma'ruf. Para amil ini mendapat zakat adalah
karena pekerjaanya sebagai orang yang menurus zakat walapun tergolong orang yang mampu4 4.
Golongan Muallaf Muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya
dapat bertambah terhadap Islam, terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan
akan adanya manfaat mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh." Golongan
Muallaf ini terbagi pada beberapa golongan, baik Muslim maupun non- Muslim, yaitu: 1) Golongan yang
diharapkan keislamannya, baik kelompok maupun keluarganya. 2) Golongan yang dikuatirkan kelakuan
jahatnya. Mereka diberi zakat dengan harapan dapat mencegah kejahatannya. 3) Golongan yang baru
masuk Islam. Mereka diberi zakat agar bertambah mantap keyakinannya terhadap Islam. 4) Pemimpin
dan tokoh masyarakat yang baru masuk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat orang kafir. Dengan
zakat diharapkan dapat menarik simpati mereka untuk memeluk Islam. 5) Pemimpin atau tokon Muslim
yang berpengaruh di kalangan kaumnya tetapi imannya masih lemah. Mereka diberi zakat dengan
harapan iman mereka tetap dan menjadi kuat. 6) Kaum muslimin yang tinggal di benteng-benteng
perbatasan musuh. Mereka diberi zakat dengan harapan dapat mempertahankan diri dan membela
kaum muslimin lainnya dari ferangan musuh. 7) Kaum muslimin mengurus zakat para mani' zakat
(enggan membayar zakat kecuali dengan paksaan). Mereka diberi zakat St untuk memperlunak hati
mereka.

5. Riqab Rikab adalah hamba mukatab (hamba yang dijanjikan akan dimerdekakan tuannya dengan
membayar sejumlah uang) yang Muslim tidak mempunyai uang untuk menebus kemerdekaanya." Pada
dasarnya ekspolitasi yang hukum yang terkandung dari makna al-rigab adalah unsur kolektif. Oleh
karena itu, termasuk dalam pengertian al-riqab adalah tawanan perang dari kalangan orang-orang
Muslim." Atas dasar ini, zakat Islam Suek dilakukan manusia terhadap manusia lain, baik secara individu
maupun ditawan oleh musuh, seperti tawanan perang Irak yang ditawan tentara kafir Amerika. Kedua,
diberikan untuk membantu negara Islam atau negara mayoritas Islam yang berusaha melepaskan diri
dari belenggu penjajahan modern, seperti negara Palestina yang dikepung oleh kaum kafir Israil. dapat
diberikan kepada: Pertama, untuk menebus orang-orang 6. Gharimin Gharimin adalah orang yang
berutang dan tidak mampu untuk melunasinya." Menurut Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad, gharim
terdiri dari dua; Pertana, orang yang berutang untuk kepentingan pribadi. Kedua, berutang untuk
kepentingan masyarakat. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan, dalam konteks ini zakat juga dapat diberikan
untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana dan kehancuran. 7. Fi sabilillah Secara bahasa fi
sabilillah berarti di jalan Allah. Lantas apa yang dimaksud dengan sasaran ini? Siapa yang termasuk
dalam kelompok ini? Abu Yusuf menyatakan makna sabilillah di sipi adalah sukarelawaan yang terputus
bekalnya karena kefakiran mereka, membuat mereka tidak mampu bergabung dengan tentara Islam. Ibn
Arabi dalam Ahkam Al-Qur'an menjelaskan makna sabilillah adalah tentara yang berperang. Imam
Nawawi manyatakan makna sabilillah adalah para sukarelawan yang tidak mendapat tunjangan tetap
dari pemerintah. Ada tiga sasaran yang disepakati para ulama dalam masalah ini yaitu; 1) Termasuk
dalam ruang lingkup makna sabilillah itu adalah jihad. 2) Disyaratkan menyerahkan zakat kepada pribadi
mujahid. 3) Tidak diperbolehkan menyerahkan zakat demi kepentingan kebaikan dan kemaslahatan
bersama, seperti mendirikan jembatan, masjid. sekolah, dan sebagaianya. S. Ibn Sabil Ibn sabil adalah
orang yang menempuh perjalanan jauh yang sddan tidak punya harta lagi. Perjalanan yang dimaksdkan
adalah perjalanan dalam rangka ketaatan kepada Allah bukan untuk maksiat. Termasuk dalam kategori
ibn sabil di antaranya adalah orang yang diusir dari negaranya dipisahkan dari harta miliknya secara
paksa dan minta suaka politik. E. Manajemen Zakat Institusi zakat mengandung potensi yang luar biasa
mengurangi penderitaan orang-orang miskin. Untuk itu, negara-negara Islam harus mengerahkan
sumber daya domestik mereka melalui zakat untuk membiayai berbagai program pembangunan,
misalnya di sektor pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan kesejahteraan sosial 1. Pengelolaan Zakat di
Indonesia Potensi zakat di Indoensia sebetulnya sangat besar. Dalam perhitungan kasar, berdasarkan
jumlah penduduk Muslim Indonesia 166 juta jiwa (83% dari jumlah penduduk Indoensia sebesar 204,8
juta jiwa), diasumsikan yang berkedudukan sebagai muzakki adalah 18%, potensi zakat di Indonesia
sebesar 19,3 triliun per tahun. Potensi yang besar itu sekarang berhasil dikumpulkan sebanyak 300-350
miliar oleh lembaga amil zakat yang ada Zakat dinilai sangat potensial dalam mengatasi problem
kemiskinan, namun sampai sekarang angka kemiskinan masih tinggi." Untuk mengatasi keadaan

ini yang harus dilakukan adalah pengelolaan dana zakat dengan sistem manajemen zakat yang efektif. Di
beberapa lembaga amil zakat, seperti BAZIS DKI, dapat kita lihat beberapa kebijakan yang telah
dilakukan dalam pendayagunaan zakat, yaitu dalam pendayagunaan zakat Lembaga amil ini telah
melakukan kebijakan dengan mempertimbangkan keadaan sosial ekonomi mustahik. Ada tiga sasaran
pendayagunaan zakat, yaitu Pertama, fakir miskin dalam bentuk produktif (bantuan modal kerja,
beasiswa, dan layanan kesehatan) dan bantuan konsumtif (75%). Kedua Sabilillah dalan bentuk bantuan
sarana, prasarana dan pembinaan kegiatan keislaman (22%). Ketiga, Muallaf, gharimin, dan ibn sabil
(1%) Pendistribusian zakat di Dompet Dhuafa, diprioritaskan pada tiga sektor, yakni pemberdayaaan
ekonomi, pendidikan dhuafa, dan karitas. Alokasi dana untuk pemberdayaan ekonomi produktif 50%,
untuk pendidikan dan beasiswa 25%, sedangkan hibah sosial untuk korban bencana 25%." Program
pemberdayaan ekonomi pada Dompet Dhuafa diarahkan untuk pemberdayaan aset produktif bagi
kepentingan bisnis yang dikelola secara profesional. Investasi ini diarahkan untuk memobilisasi potensi
usaha musthik dan memberi kesempatan kepada mereka agar ikut serta memiliki aset potensial dan
pendapatan yang lebih berkelanjutan. Zakat dinilai sangat potensial mengatasi problem kemiskinan.
Namun, sampai sekarang angka kemiskinan masih tinggi. Untuk mengatasi keadaan ini, yang harus
dilakukan adalah pengelolaan dana zakat dengan sistem manajemen zakat yang efektif. Model
manajemen zakat yang dapat digunakan adalah dalam bentuk.

2. Optimalisasi Fungsi Masjid Selama ini masjid hanya difungsikan sebagai sentral ibadah dan dakwah
semata, pengelolaannya tidak lebih dalam bentuk penentuan guru TPA MDA, guru pengajian rutin,
muazin, imam, khatib dan perayaan hari-hari besar Islam. Aktivitas penggalangan dana pun melalui
kotak amal infaq dan sadaqah, ataupun membentuk badan amil zakat fitrah pada bulan Ramadhan yang
dibagikan kepada fakir miskin menjelang hari raya Idul Fitri. Pola pengelolaan masjid seperti ini harus
disempurnakan ke arah yang lebih produktif. Zakat sebagai salah satu pilarnya diyakini menjadi salah
satu inti penggerak pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Masjid dapat difungsikan kembali
sebagai pusat kegiatan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat Muslim yang bertaqwa, cerdas,
sehat, dan mandiri dengan program. Pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasiskan masjid. Masjid
adalah tampat yang selalu ada di setiap pelosok di Indonesia. Tempat yang paling dekat dengan
komunitas Muslim, baik di kantong-kantong kemiskinan maupun di pusat-pusat kesejahteraan
masyarakat. Karena itu, institusi masjid membuat database tentang jumlah penduduk muzakki dan
jumlah penduduk mustahik. Kemudian, membuat kalender pelaksanaan zakat mal terpadu untuk
mengingatkan masyarakat muzakki akan waktu 3. Masjid to Masjid Network Management Antara satu
masjid dengan masjid lainnya dalam daerah arsiran pengumpulan dana zakat melakukan kerja sama
dalam membuatan data base muzakki dan mustahik. Karena dalam suatu daerah, biasa ditemukan dua
atau tiga masjid. Koordinasi antar masjid ini akan lebih efektif dengan menunjuk salah satu masjid induk
yang bertugas mengoordinasi masjid- masjid lainnya dan akan mempermudah sistem akutansi distribusi
dana zakat. 4. Kerja Sama BAZ/LAZ dengan Masjid Lembaga amil zakat dapat melaKukan kerja sama
dengan institusi masjid karena wilayah kerja BA2 blasanya teroatas. Kalau Baz melakukan sama dengan
masjid dalam pengerahan dana zakat umat, tentulah dana zakat akan banyak terhimpun.

5. Optimalisasi Sistem Distribusi Bentuk inovasi distribusi dikategorikan dalam empat bentuk; a)
Distribusi bersifat konsumtif tradisional, yaitu zakat diberikan untuk dimanfaatkan secara langsung agar
memenuhi kebutuhan sehari-hari, b) Distribusi bersifat konsumtif kreatif, yaitu zakat yang diberikan
dalam bentuk peralatan sekolah. c) Distribusi bersifat produktif tradisional. Zakat diberikan dalam
bentuk barang-barang produktif yang bisa menciptakan lapangan kerja bagi fakir miskin seperti hewan
ternak. d) Distribusi dalam bentuk produktif kreatif, yaitu zakat dalam bentuk modal kerja bagi pedagang
atau usaha kecil." Dari kedelapan golongan mustahik zakat yang ditentukan Allah Swt. dalam surat at-
Taubah ayat 10 dapat diklasifikasikan pada dua golongan yaitu: 1) Kelompok permanen, yaitu golongan
yang diasumsikan selalu ada dalam jangka waktu yang panjang, seperti fakir, miskin, dan amilin. Dalam
penyaluran zakat, kelompok ini adalah golongan yang mendapat prioritas utama dari delapan golongan
dengan cara urut-urutan seperti yang diurutkan Allah dalam surat at-Taubah. 2) Kelompok temporer,
yaitu golongan mustahik yang diasumsikan tidak selalu ada secara terus-menerus, seperti kelompok
muallaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibn sabil. Berdasarkan tingkat kebutuhan para mustahik zakat,
maka dalam memanfaatan dan pendayagunaan zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas mustahik.
Dalam pengelolaan zakat, para amil zakat, dengan keterbatasan sumber dana yang ada, harus
memerhatikan tingkat kebutuhan rill mustahik. Apakah ia seorang fakir yang tidak mempunyai pekerjaan
dan penghasilan, maka yang diberikan adalah zakat dalam bentuk komsumtif dalam bentuk bahan
makanan ataupun uang. Terhadap kelompok ini perlu dilakukan pembinaan mental dan spiritual agar
bisa berubah menjadi manusia yang produktif. Namun, jika mustahik zakat itu adalah seorang yang
mempunyai keahlian di bidang tertentu, ia kesulitan untuk mendapatkan dana untuk modal kerjanya
maka dalam keadaan seperti ini zakat dapat disalurkan dalam bentuk modal kerja. Lembaga amil zakat
dapat melakukan pembinaan dalam bentuk manajerial dan skill sehingga dengan bantuan tersebut
diharapkan nantinya dalam jangka panjang mustahik tersebut bisa berubah menjadi muzakki.
Tujuan jangka panjang dalam upaya perberdayaan ekonomi mustahik maka zakat dapai dimantaatkan
untuk usaha produkrif. Ada beberapa manfaat vang dapar dipetik dari pendavagunaan zakar sebagal
institusi ekonomi dalam pemberdavaan ekonomi umat vakni Pertama dana yang disalurkan tidak akan
habis sesaat terapi akan terus mengalir un bergulir sehingga mempunyai dampak rambat vang luas
(multiplier effect terhadap kehidupan ekonomi umat Kedua banvak pengusaha leman vang tergolong
ekonomi rakvat terbantu sehingga lambat laun harkat kehidupannya akan meningkar dan beban sosial
masyarakat akan berkurang Ketiga dengan mantaat besar yang dirasakan maka umat akan berlomba
dalam mengeluarkan zakat. Kempat lewar institusi zakat harta kekayaan didistribusikan secara adil dan
meluas kepada kelompok masyarakat vang membutuhkan bantuan secara ekonomis Pengelolaan zakar
di Malaysia Malaysia adalah salah satu negara yang memiliki peraturan dan perundang-undangan yang
mengatur tentang kehidupan masyarakai Islam termasuk masalah ekonomi. Malaysia adalah salah satu
negara vang mengatur tentang masalah zakar meskipun itu ditentukan oleh kekuasaan negeri masing-
masing Dalam sejarahnya pembayaran zakat pada prapenjajah di Malaysia tidak diatur oleh
perundangan-undangan kerajaan secara resmi Aturan vang berlaku adalah tradisi tradisi kampung di
mana zakat diberikan secara perseorangan dalam bentuk barang pada guru-guru agama yang nantinya
dıdistribusikan kepada asnaf yang ada. Di Malaysia pengaturan zakat dilaksanakan oleh badan yang
dikenal dengan Majlis Agama (slam dan Adar Istiadat Melayu MALIAIM Di bawah badan ini, pengelolaan
dana zakat diserahkan pada imam kampung. Sebagian penerimaan zakat diserahkan kepada kerajaan
negen sebagai salah rep saru sumber pembiayaan negeri Pengelolaan zakat berada di bawah badan
lembaga zakat yang dikenal dengan jawatan kuasa zakat Potensi zakar masih terpisah dari prespektif
dasar sosio ckonomi kenegaraan dan lebih dilihat sebagai ibadah Sampai sekarang belum ada peraturan
zakat yang Saru bentuk dari dasar-dasar kebijakan fiskal di Malaysia mengurus zakat dalam skala
kebangsaan dan menjadikannya sebagai salah

E Zakat dalam Perekonomian Sistem ekonomi Islam menjadikan instrumen zakat untuk memastikan
keseimbangan pendapatan di masyarakat. Hal ini mengingat tidak semua orang mampu bergelut dalam
kancah ekonomi. Atau dengan kata lain, sudah menjadi sunatullah jika di dunia ini ada yang kaya dan
ada yang miskin. Pengeluaran dari zakat adalah pengeluaran minimal untuk membuat distribusi
pendapatan menjadi lebih merata. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan dampak
alokasi distribusi serta stabilisasi kegiatan zakat sebagai salah satu unsur kebijakan fiskal dalam sistem
ekonomi Islam. Penelitian yang mengacu pada rasionalisasi distribusi pendapatan melalui instrumen
zakat. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah terjadinya penumpukan kekayaan pada segelintir orang
saja dan mewajibkan orang kaya untuk mendisrtibusikan harta kekayaannya pada orang miskin. Zakat
merupakan sumber potensial untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat dapat berfungsi sebagai modal
kerja bagi orang miskin agar dapat membuka lapangan pekerjaan. Dia bisa berpenghasilan dan dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Atau sebagai tambahan modal bagi seseorang yang kekurangan modal
sehingga usahanya dapat berjalan lancar, penghasilannya pun bertambah, dan dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, beban negara dalam masalah pengangguran dan kemiskinan
bisa terkurangi. Di samping itu, secara ekonomi moneter, zakat dapat pula mengekang laju inflasi yang
disebabkan oleh peredaran mata uang yang tidak seimbang dan disribusi kekayaan yang tidak merata di
tengah masyarakat. Oleh karena itu, dengan pengelolaan zakat yang tepat dan produktif secara
bertahap dapat menciptakan stabilitas ekonomi. Tujuan aturan zakat adalah menciptakan distribusi
pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan distribusi, analisis kebijakan fiskal dan sistem
ekonomi dilakukan untuk stabilitas kegiatan ekonomi. Jika dikaji lebih jauh, zakat dapat digunakan
sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk ketika kemampuan konsumsi mengalami
stagnasi. Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat minimum akibat penjaminan
konsumsi dasar oleh negara. Metwally mengungkapkan bahwa zakat berpengaruh cukup positif pada
ekonomi karena instrumen zakat akan mendorong investasi dan menekan penimbunan uang sehingga
2akat memiliki andil dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi secara makro. Pengaruh zakat terhadap perkonomian ini dapat dijelaskan
dengan menggunakan pendekatan moneter: MV-PT. Zakat dapat memengaruhi perekonomian melalui
penjagaan tingkat perpindahan uang (velocity of money). Apalagi tingkat percepatan perpindahan uang
dapat terus didorong dengan keberadaan sektor sosial dalam perekonomian Islam. Jadi, zakat sangat
signifikan perannya dalam ekonomi dalam tingkat velocity dalam perekonomian. Secara zhahir, zakat
terkesan memiliki tingkat korelasi negatif terhadap konsumsi. Hal ini terjadi, karena fokus zakat pada
golongan muzakki. Padahal golongan yang sangat dominan dalam zakat adalah golongan mustahik. Di
mana angka konsumsi mereka sangat bergantung pada distribusi zakat. Ini berarti zakat memiliki
korelasi positif pada angka konsumsi. Bertitik tolak dari model konsumsi C=Co+bY, di mana: C = total
konsumsi Co = konsumsi pokok = persentase income yang dikonsumsi pendapatan %3D Jika dianalisis
lebih spesifik pada sisi mustahik, secara jelas zakat akan meningkatkan agregat konsumsi dasar (Co). Hal
ini terjadi, akibat akomodasi sistem pelaku pasar terhadap mereka yang tidak memiliki kemampuan daya
beli. Bila dilihat dari sisi muzakki, terkesan bahwa penggenaan zakat akan menekan jumlah konsumsi
agregat, karena zakat menurunkan jumlah pendapatan yang dapat dikonsumsi. Pembahasan zakat dan
kaitannya dengan makro ekonomi tidak dapat dipisahkan dari fungsi utama zakat sebagai variabel utama
peningkatan sisi permintaan (demand) dalam sistem ekonomi. Peningkatan angka konsumsi selanjutnya
secara keseluruhan mendorong peningkatan kinerja perekonomian yang otomatis mendukung
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Secara teori, eksistensi zakat akan meningkatkan kurva
permintaan mustahik melalui agregat demand yang meningkat, akibat daya beli mustahik menguat yang
didorong oleh distribusi zakat. Tentu saja hal ini secara jangka pendek akan meningkatkan harga.
Namun, peningkatan harga itu otomatis akan meningkatkan revenue produsen. Jika asumsi banwa
formasi peningkatan harga diketahui semua pelaku pasar, maka tentu kan mengundang pelaku baru
untuk masuk ke pasar. Dengan kata lam.

respons tersebut akan meningkatkan penawaran. Selanjutnya, harg terkoreksi. Di sinilah zakat itu dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti tergambar pada kurva di bawah ini: Ini berarti zakat sebagai
pendapatan bagi golongan mustahik memiliki efek yang lebih besar bagi perekonomian daripada zakar
tersebut masih berada di tangan muzakki. Kurva ini menjelaskan, bagaimana penambahan pendapatan
bagi muzakki dan mustahik dalam meningkatkan permintaananya. Namun, jika dibandingkan
peningkatan permintaan mustahik, akan lebih besar daripada permintaan muzakki. Hal ini disebabkan
oleh besarnya sensitivitas konsumsi (permintaan) mustahik terhadap perubahan pendapatan mereka.
Pada sisi produksi, mekanisme zakat menjaga transaksi di barang hasil produksi terus dapat diserap oleh
pasar. Para produsen yang berperan sebagai muzakki dalam mekanisme zakat akan memastikan dirinya
akan selalu memberikan hak kaum miskin berupa zakat. Monzer Kahf seperti yang dikutip Ali Sakti
mengungkapkan banwa zakat memiliki pengaruh posistif pada tingkat tabungan dan investasi.
Peningkatkan tingkat tabungan te resed akibat peningkatan pendapatan akan menyebabkan tingkat
investasi juga meningkat. Secara riil zakat juga menekan tingkat pengangguran. Hal ini dapat dilihat pada
dua keadaan. Pertama, implementasi zakat membutuhkan tenaga kerja dalam pengelolaanya. Kedua,
perubahan mustahik yang awainya

tidak memiliki akses pada ekonomi menjadi golongan yang lebih baik secara ekonomi, tentu saja
meningkatkan angka partisipasi tenaga kerja." Terhadap biaya produksi, zakat mempunyai pengaruh
yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pertama, pengaruh kewajiban membayar zakat
terhadap perilaku penawaran. Zakat yang dikenakan kepada hasil produksi adalah zakat perniagaan
yang akan dikenakan bila hasil produksi dijual dan hasil penjualan telah mencapai nisab dan haul. Bila
nisab dan haul telah dipenuhi, maka dikenakan zakat sebanyak 2,5%. Pengenaan zakat terhadap barang
perniagaan tidak berpengaruh terhadap biaya produksi, karena zakat dikelurkan terhadap keuntungan
sehingga produsen tidak membebankannya kepada biaya produksi. Berbeda halnya dengan pajak yang
dikenakan terhadap barang produksi (pajak pertambahan nilai) yang mengakibatkan komponen biaya
meningkat. Pengenaan zakat terhadap barang perniagaan justru secara imani akan menambah spirit
kepada produsen untuk meningkatkan produktivitasnya sehingga terdorong untuk memaksimalkan
keuntungan. Pada saat yang bersamaan dia juga terdorong untuk memaksimalkan zakat. Sebetulnya
keadaan ini telah dijanjikan Allah: Barang siapa yang bersyukur niscaya akan Kutambah nikmat-Ku dan
barang siapa yang kufur sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS Ibrahim (14]: 7) Kedua, pengaruh
zakat produktif. Terhadap perilaku mustahik, jika zakat dialokasikan untuk kegiatan produktif akan
membuka peluang kepada mustahik untuk dapat melakukan kegiatan produksi. Mustahik yang produktif
dengan dana zakat yang ada dapat menawarkan barang dan jasa yang lebih kompetitif sehingga akan
meningkatkan penawaran, dan kurva penawaran akan bergeser ke bawah akibat dukungan dana zakat
produktif. G. Sejarah dan Perkembangan Zakat Sebelum Islam datang, dalam kitab agama samawi sudah
ada perintah kepada umatnya untuk memerhatikan orang miskin dengan memberikan sebagian harta
berupa sedekah. Dalam Islam, perintah untuk melaksanakan zakat sebetulnya sudah ada sejak
permulaan Islam, seiring dengan perintah untuk melaksanakan shalat. Cuma ketika itu, ayat-ayat yang
turun berkaitan
dengan zakat tidak dalam bentuk amar yang menunjukkan hukumnya wa tetapi dalam bentuk kalimat
biasa yang menyatakan, bahwa zakat dipandang sebagai ciri orang yang beriman dan bertagwa, Kadar
dan ketentuan yang berkaitan dengan zakat pada waktu itu belum diatur secara sistematis. Ta hanya
diserahkan kepada rasa keimanan dan kepatuhan kaum muslimin saja Kondisi ini terus berlanjut sampai
tahun ke-2 Hijriyah atau 623 Masehi. Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang
wajiD dizakatkan, nisab, dan kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke Hijriyah. Kemudian, tahun
ke-9 Hijriyah Allah menurunkan surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat
(orang-orang yang berhak menerima zakat), ketentuan, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah,
pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri. Kadang kala Beliau menunjuk
amil (petugas) zakat. Misalnya, Umar ibn Khatab diutus untuk memungut zakat ke negeri Yaman. Khalid
ibn walid diutus ke Shan'a, al-Muhajir ibn Umayyah ke Kindah Zaid ibn Said ke Hadralmaut Muaz ibn
jabal ke Yaman dan lain sebagianya. Dalam mendistribusikan zakat, pada masa Nabi menganut sistem
desentralisasi. Zakat yang sudah dikumpulkan didistribusikan lagi kepada para mustahik yang berada di
daerah atau desa yang berada dekat tempat pemungutan zakat tersebut. Setelah Nabi Muhammad
wafat, pada masa Abu Bakar Shidiq, sebagian suku bangsa Arab melakukan pembangkangan terutama di
daerah Yaman untuk membayar zakat, Abu Bakar dengan sikap tegas memerangi mereka. Apa yang
telah dilaksanakan oleh Rasulullah dan Abu Bakar dalam pengelolaan zakat dilanjutkan oleh Umar ibn
Khatab. Pada masanya wilayah dan kekuasaan Islam semakin meluas. Dalam pemungutan dan
pendisrtibuasian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk satiap daerah. Fakta sejarah ini
menunjukkan, bahwa pengelolalaan zakat sejak kedatangan Islam dikelola oleh negara. Pemerintah
melalui amil zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk memungut dan mendistribusikan zakat. Di
Indonesia, sejak Islam datang ke Nusantara, zakat telah meniadi salah satu sumber dana untuk
kepentingan pengembangan agama Islam Zakat pun pada masa koloniai danulunya menjadi salah satu
sumber pendanaan melawan penjajah yang diambil dari bagian fi sabilillah. Ketika Belanda menjajah
tanah air, pemerintah kolonial itu mengeluarkan Bijblad

Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 tentang zakat. Peraturan ini mengatur agar jangan terjadi
penyelewengan zakat oleh para pengulu atau naib yang mengelola zakat. Namun, tahun 1905
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Bijblad No. 6200 tanggal 28 Februari 1905 yang melarang
semua pegawai pemerintah dan priyayi prubumi melaksanakan zakat." Misi deislamisasi kolonial
Belanda ini tidak lain bertujuan untuk melemahkan kekuatan rakyat yang selama ini bersumber dari
zakat. Di zaman kemerdekaan, keinginan umat Islam Indonesia agar pengelolaan zakat dilakukan seperti
yang terjadi pada masa awal Islam, yaitu bagaimana zakat ini dikelola oleh negara, sebenarnya sudah
ada sejak tahun 1950. Seperti yang dikutip Muhammad Daud Ali dari tulisan Mr Jusuf Wibisono dalam
Majalah Hikmah tahun 1950, bahwa zakat perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen sistem
perekonomian keuangan Indonesia. Pada waktu itu, di kalangan anggota DPRS juga menginginkan agar
zakat diatur dengan peraturan perundang-undangan dan diurus langsung oleh negara." Tahun 1967
Kementrian Agama menyusun RUU (Rancangan Undang-undang) zakat yang diajukan ke DPRGR (Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong). Hasilnya diputuskan, bahwa zakat tidak perlu dalam bentuk undang-
undang, cukup dalam bentuk peraturan pemerintah saja. Atas desakan tokoh-tokoh Islam seperti Buya
Hamka, KH. Soleh Suadi, KH Abdul Malik Abdul Kadir dan lain-lain yang kesemuanya beranggotakan
sebelas orang mengemukakan keinginan kepada Presiden RI Soeharto agar zakat dikelola secara
nasional dalam bentuk undang-undang. Namun, Presiden Soeharto menanggapi dengan
kalimat,"kewajiban zakat seiring dengan kewajiban shalat, masa shalat juga mau diundangkan" Pada
tahun 1968 dibentuklah BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) DKI. Kemudian, pada acara
peringatan Israk Mi'raj Nabi Besar Muhammad Saw. di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968, Presiden
memberikan himbauan kepada instansi terkait agar menyebarluaskan dan membantu terlaksananya
pengumpulan zakat secara nasional. Walaupun zakat tidak berhasil diundangkan pada tahun itu, tetapi
kebutuhan masyarakat tetap tinggi terhadap lembaga pegelola zakat. Mulailah BAZIS dibentuk dari
tingkat nasional sampai ke kotamadya dan kabupaten. Bahkan.

perusahaan swasta dan pemerintah pun membentuk BAZIS ini. Pada era reformasi, tahun 1999, Menteri
Agama Malik Fajar atas persetujuan Presiden BJ Habibie mengajukan RUU tentang Pengelolaan Zakat ke
DPR. Pada tanggal 14 September 1999 RUU tentang pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No. 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran negara tanggal 23 September
1999.

Anda mungkin juga menyukai