Anda di halaman 1dari 19

Bank Syariah, Bank Konvensional, Dewan Pengawas

Syariah dan Dewan Pengawas Syariah Nasional


Agama Islam IV

Rochmad Afandi, M.Pd.I

Madha Fadilah Sandi (16310730063)

|
Universitas Islam Kadiri

Teknik Elektro

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya mampu menyelesaikan
tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, guna memenuhi tugas
mata kuliah Agama Islam Islam.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik dan saran, guna pembuatan makalah yang lebih baik
lagi ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Kediri, 21 Maret 2018

Penyusun
(Madha Fadilah Sandi)
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, sejak


1992 indonesia menganut dual bank system yaitu sistem perbankan syariah dan
konvensional, perkembangan perbankan syariah di Indonesia agak terlambat di
banding dengan negara-negara muslim lainnya.1

Belakangan ini Indonesia diharapkan menjadi atau berpeluang


mengembangkan ekonomi syariah. Indonesia memiliki dua faktor utama
penggerak ekonomi syariah. Pertama, mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam, meskipun ekonomi syariah tidak di khususkan bagi umat
muslim tetapi menjadi pasar utama bisnis dan keuangan syariah. Kedua, terkait
bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi menghasilkan masyarakat
kelas menengah. Peningkatan kelompok ini di dominasi oleh umat muslim
yang kreatif yang menjadikan bisnis dan keuangan syariah.

Dan juga berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di


tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada
setiap lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah
Nasional yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang
memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari
masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan
syariah. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah
efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang
berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Dewan Syariah
Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran
Islam dalam kehidupan ekonomi.

II. Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian perbankan.
2. Untuk mengetahui perbedaan perbankan syariah dan konvensional.
3. Untuk mengetahui tentang dewan pengawas syariah dan dewan
pengawas syariah nasional

1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2016), 25.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian perbankan

Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang


perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.

Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang


perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan,
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak, di indonesia ada 2 macam bank yaitu :

1. Bank Konvensional

Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik


penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya,
memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah
imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode
tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.2

2. Bank Syariah

Dalam undang-undang no.21 tahun 2008 mengenai perbankan


Syariah mengemukakan pengertian bank syariah, bank syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan di dasarkan pada
prinsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS
(Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah).3

Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Bank Konvensional


adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dalam

2 Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba
Empat, 2006), 153.
3 www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-sejarah-bank-syariah.html, di akses
pada tanggal 10 Oktober 2016, jam 16:08.
menghimpun dan menyalurkan dana dengan menggunakan cara dan proses
yang konvensional seperti pemberian dan pengenaan imbalan berupa bunga.
Sedangkan Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang menjalankan
unit usaha menghimpun dan menyalurkan dana dengan cara dan proses yang
berdasarkan nilai islam (syariah). Dengan kata lain bank syariah merupakan
suatu lembaga keuangan yang tidak mengandung bunga (riba), serta unsur-
unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam operasionalnya.

B. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki


persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan
keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan
mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah,
operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga
penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan
prinsip operasional.

Secara khusus perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat


dilihat dari beberapa segi, yaitu :

1. Akad dan Aspek Legalitas4

Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum


Islam. Dalam Bank Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus
dilindungi dan dijamin dalam wadah undang-undang perbankan syariah,
diantaranya :

a. Asas Ridha’iyyah ( rela sama rela )

b. Asas manfaat

c. Asas keadilan

d. Asas saling menguntungkan

4Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006), 100.
Selain asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan
dalam suatu akad yaitu :

a. Akad yang dilakukan pihak (nasabah dan bank) bersifat mengikat


(Mulzim).

b. Para pihak yang melakukan akad harus mempunyai itikad baik


(husnuniyah).

c. Memperhatikan ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam


masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan dengan
Konsep Hukum Perikatan Islam.

Para pihak memiliki kebebasan untuk menerapkan syarat-syarat yang


ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan
dengan Hukum Islam dan ketentuan umum yang berlaku.

2. Lembaga Penyelesaian Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah


terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua
belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilah negeri, tetapi
menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.

Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip


syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS). BASYARNAS adalah lembaga yang menengahi
perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara hukum
syariah. BASYARNAS didirikan bersama oleh Kejaksaan Agung Republik
Indonesia dan majelis Ulama Indonesia pada saat didirikan bernama Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).5

3. Struktur Organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank


konvensional, mislanya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang
amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi

5Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009),
44.
operaional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis
syariah.

Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat


Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari
setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu,
biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah
itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.6

a. Dewan Syariah Nasional (DSN)

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh


Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para
ahli hukum Islam (fuqaha’, serta ahli dan praktisi ekonomi) DSN MUI
mempunyai fungsi melakukan tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi
umat, mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas
lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji,
menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah)
dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di
lembaga keuangan syariah.7

b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan


dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi
kegiatan jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan syariah yang di fatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi
utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi,
pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai
hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara LKS
dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk
dan jasa dari LKS yang memerlukan fatwa dari DSN. DPS ini secara
organisasi bertanggung jawab kepada DSN MUI pusat, kredibilitasnya
kepada masyarakat, dan secara moral kepada Allah SWT.

4. Bisnis dan Usaha yang di biayai

6 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
30-31.
7 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009),

42-43.
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas
dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang di haramkan,
dengan demikian, terdapat batasan-batasan yang membatasi proyek atau
obyek pembiayaan yang dapat di danai melalui dana bank syariah.

Selain itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan.
Jadi antara bank dengan nasabah hubungannya sejajar atau sama rata sama
rasa.

5. Lingkungan dan Budaya kerja.

Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan


dengan syariah. Dalam hal ini menyangkut etika kerja yang mengikuti
keteladanan Rasulullah SAW dalam berperilaku seperti Shiddiq, Amanah,
al-hurriyah wal-masuliyah, dan Tabligh yang kemudian di aplikasikan
dalam nilai-nilai syariah.

Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan
merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga
keuangan yang membawa nama besar Islam. Sehingga tidak ada aurat yang
terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi
nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi Muhammad SAW,
mengatakan bahwa senyum adalah sedekah.8

6. Paradigma Penghimpunan Dana.

Dalam penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional


dan Bank Syariah memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu :

a. Tujuan masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum


Konvensional dimaksdukan untuk menabung dan mengamankan
dananya dari kemungkinan hal-hal yang tidak di harapkan disamping
menharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut.

b. Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk


diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba
akan dibagi sesuai nisbah bagi hasil, dan apabila menderita kerugian
maka nasabah juga ikut menanggung kerugian.

8Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
34.
7. Kegiatan Operasional dan Pengelolaan Resiko

Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan
dalam dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi
(Profit and loss sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga
dan juga bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial.
Sedangkan perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor
finansial.

8. Karakteristik9

Dalam menjalankan aktivitasnya bank syariah menganut prinsip-prinsip


sebagai berikut.

a. Prinsip Keadilan

Dengan sistem operasional yang berdasarkan “profit and loss sharing


system”, bank syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari
sistem konvensional. Bank konvensional dengan sistem bunga
memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki
peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian
pada proyek yang didanai maka peminjam modal akan disita menjadi hak
milik pemodal (bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha
atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya apakah untung
atau rugi, sehingga keuntungan dan kerugiannya menjadi tanggungan
bersama.

b. Prinsip Kesederajatan

Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah


pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat.
Hal ini dapat dilihat dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang
berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana
maupun Bank.

c. Prinsip ketentraman

Menurut falsafah al-Qur’an, semua aktifitas yang dilakukan oleh


manusia patut dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman,
kesejahteraan, dan kebahagiaan).

9Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta:


Graha Ilmu, 2005), 78.
Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional disajikan
dalam tabel berikut.

BANK
KETERANGAN BANK SYARIAH
KONVENSIONAL
Falsafah Tidak berdasarkan: Berdasarkan Bunga
1. 1. Bunga
2. 2. Spekulasi
3. 3 . Ketidakjelasan
Operasional Dana diakui sebagai : Dana diakui sebagai
:
1. 1. Titipan
Simpanan
2. 2. Investasi
harus dibayar bunga

Penyaluran untuk usaha


yang halal dan penyaluran untuk
menguntungkan sektor yang
menguntungkan
Akad dan Aspek Hukum Islam dan Hukum Positif
legalitas Hukum Positif
Lembaga 1. 1. Pengadilan 1. 1. Pengadilan
Penyelesaian 2. 2. BASYARNAS 2. 2. BANI
Sengketa
Struktur Dewan Komisaris, Dewan Komisaris
Organisasi Dewan Syariah Nasional
(DSN) dan Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Hubungan Kemitraan Debitor dan kreditor
Nasabah
Tujuan Profit dan Falah oriented Profit oriented
Prinsip Bagi Hasil, Jual beli, Perangkat Bunga
Operasional Sewa
C. Dewan Pengawas Syariah

a. Pengertian, Fungsi dan Struktur

1. Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada dilembaga keuangan


syariah tersebut.

2. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga


Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari
DSN.10

b. Fungsi Dewan Pengawas Syariah

1. DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan


syariah yang berada di bawah pengawasannya.

2. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga


keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan
kepada DSN.

3. DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga


keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua
kali dalam satu tahun anggaran.

4. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan


pembahasan-pembahasan DSN.

c. Struktur Dewan Pengawas Syariah

1. DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi


komisaris sebagai pengawas Direksi.

2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja


manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen,
dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap
sesuai dengan syariah Islam.

3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan


berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan
setiap tahunnya.

10 Ibid, h. 541-542
4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan
perusahaan tersebut.

5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang


dilaksanakan oleh Biro Syariah.11

d. Tugas dan tanggung jawab DPS dalam Bank Syariah Mandiri adalah

1. Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi


kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah

2. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman


operasional dan produk yang dikeluarkan Bank

3. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank

4. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru


Bank yang belum ada fatwanya

5. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah


terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank

6. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

e. Tugas, Wewenang Dan Tanggung jawab DPS

1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank


terhadap fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI.

2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional. Dan produk


yang dikeluarkan Bank.

3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan


operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.

4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk
dimintakan fatwa kepada DSN-MUI.

5. Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya


setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank
Indonesia.

11 Ibid.
Adapun Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam
Bank Syariah Mandiri adalah:

1. Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi


kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah

2. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman


operasional dan produk yang dikeluarkan Bank

3. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank

4. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru


Bank yang belum ada fatwanya

5. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah


terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank

6. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

f. Kewajiban Bank Syariah Terhadap DPS

Bank Syariah wajib memberikan fasilitas kepada DPS guna mendukung


kinerja pengawasan syariah untuk melaksanakan tugas serta wewenang
dan tanggungjawab selaku DPS, antara lain:

1. Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait dengan


pelaksanaan tugasnya serta mengklarifikasikannya kepada manajemen
Bank.

2. Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi syariah


kepada manajemen Bank.

3. Memperoleh fasilitas yang memadai untuk melaksanakan tugas secara


efektif.

4. Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.12

e. Jumlah Anggota dan Perangkapan Keanggotaan DPS

DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dalam rangka penerapan


prinsip Good Corporate Governance dan sesuai dengan ketentuan yang

12Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip
Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 236-238
berlaku, maka DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dengan
ketentuan sebagai berikut:

1. Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk Bank


Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk BPRS anggota
DPS sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.

2. Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS lain


sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.

Sedangkan dalam referensi lain Jumlah anggota DPS tersebut telah


memenuhi ketentuan apabila sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 yang menetapkan bahwa anggota
DPS sekurang-sekurangnya sebanyak 2 (dua) orang dan maksimal
sebanyak 50% dari jumlah Direksi, atau bagi Bank Muamalat sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) orang.

Anggota DPS dapat merangkap jabatannya sebagai anggota DSN-MUI


sebanyak 2 orang dari lembaga keuangan Syariah.

Dasar hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu;

1. Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah sebelum


dikeluarkannya PBI No.6/24/PBI/2004 yang telah diubah dengan PBI
No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 harus disesuaikan
selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007.

2. Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004 harus


disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.

D. Dewan Syariah Nasional


a. Pengertian Dewan syariah Nasional
DSN-MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI yang secara
struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah
yang berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan langsung
dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya,
pendirian DSN-MUI dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan
koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan
masalah ekonomi dan keuangan, selain itu DSN-MUI juga diharapkan dapat
berperan sebagai pengawas, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai
prinsip ajaran islam dalam kehidupan ekonomi.
b. Tugas dan Fungsi Dewan Syariah Nasioanal

1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan


perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya,
termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana.

2. Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadikan


pedoman bagi praktisi dan regulator.
3. Menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi
lembaga keuangan dan bisnis syariah.
4. Melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga
keuangan/bisnis syariah melalui Dewan Pengawas Syariah.

c. Wewenang Dewan Syariah Nasioanal

1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing


lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak
terkait.

2 . Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan


yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen
Keuangan dan BI.

3 . Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-


nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan
syariah.

4 . Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang


diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas
moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.

5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk


menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh
DSN.

6 . Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil


tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

e. Mekanisme Kerja

1. Dewan Syariah Nasional

a) DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan,
atau bilamana diperlukan.
b) Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam
laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang
bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai
dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

2. Badan Pelaksana Harian

a) Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum


mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun
pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian.

b) Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari


kerja setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan
permasalahan kepada Ketua.

c) Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli


selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus
yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan.

d) Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil


pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk
mendapat pengesahan.

e) Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional ditandatangani


oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional.

3. Dewan Pengawas Syariah

a) Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik


pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.

b) Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usul-usul


pengembangan lembaga keuangan syraiah kepada pimpinan lembaga
yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional.

c) Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan


operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan
Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun
anggaran.

d) Dewan Pengawas Syariah merumuskan permasalahan-permasalahan


yang memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional.
f. Pembiayaan Dewan Syariah Nasional
1. Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan
Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat.
2. Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap
lembaga keuangan syariah yang ada.
3. Dewan Syariah Nasional mempertanggung jawabkan keuangan atau
sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia.13

13 Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya Wisnu Pribadi,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 590-591
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara


konvensional dan yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Konvensional pun memiliki berbagai keunggulan dan
kelemahan.

Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai
dengan hukum-hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan
manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim.

Dewan Pengawas Syariah merupakan Dewan yang mengawasi, mengarahkan


serta yang lainnya yang berkaitan dengan kesyariahan perusahaan. sehingga
perusahaan tersebut tidak hanya mendapatkan keuntungan tetapi mendapatkan
berkah dari Allah Swt sehingga mencapai titik falah.

Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI yang secara
struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang
berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan langsung dengan
lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Yang mekanisme kerjanya
bekerjasama dengan Badan pengawas harian dan Dewan Pengawas Syariah yang
masing-masing mempunyai tugas dan wewenang, pembiayan diperoleh dari
bantuan pemerintah, bank Indonesia, masyarakat serta iuran dari lembaga
keuangan syariah.

B. Saran-saran

Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya


hukum keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu
bank syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2016), 25.

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia


Group, 2009), 44.

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia


Group, 2009), 42-43.

Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan


Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 236-238

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah,


(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 100.

Ibid

Ibid, h. 541-542

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya


Wisnu Pribadi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 590-591

Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek perkembangan di


Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 78.

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), 30-31.

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), 34.

Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank dan Lembaga Keuangan
Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 153.

www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-sejarah-bank-
syariah.html, di akses pada tanggal 10 Oktober 2016, jam 16:08.

Anda mungkin juga menyukai