Disusun oleh:
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat,
taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga sampai saat ini kita semua
diberikan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga dapat merasakan mencari ilmu
untuk bekal kebahagiaan dunia dan akhirat. Sholawat serta salam kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang senantiasa kita nantikan
syafaatnya kelak di yaumul qiyamah.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN............................................................................................... 1
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Titik Triwulan Tutik, “Kedudukan Hukum Perbankan Syariah dalam Sistem Perbankan
Nasional,” Jurnal Muqtasid 7 no. 1 (2016): 2.
4
yang mengarahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke
masyarakat yang membutuhkan, dalam bentuk fasilitas pendanaan.
Adanya sistem bagi hasil yang sesuai dengan hukum Islam serta
kepercayaan yang merupakan unsur terpenting dalam transaksi sebagian besar
masyarakat yang tahu akan keberadaan lembaga keuangan berlandaskan
prinsip- prinsip ekonomi Islam. Produk-produk pembiayaan bank syariah
khusunya pada bentuk pembiayaan, ditujukan untuk menyalurkan investasi dan
simpanan masyarakat ke sektor rill dengan tujuan produktif dalam bentuk
investasi bersama (investement financing) yang dilakukan bersama mitra usaha
(kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan
dalam bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan
pembiayaan menggunakan pola jual beli (murabahah, salam, dan istishna), dan
pola sewa (ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik), pola pinjaman, digunakan
untuk dana talangan menggunakan pola (qardh).2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan
penulisan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui Pendirian dan Perizinan Perbankan Syariah
2. Mengetahui Bentuk Badan Hukum Perbankan Syariah
3. Mengetahui Kepemilikan dan Permodalan Perbankan Syariah
2
Titik Triwulan Tutik, “Kedudukan Hukum Perbankan Syariah,”: 3.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti yang diketahui bahwa produk perbankan Syariah itu ada tiga,
yaitu Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Untuk pendirian perbankan Syariah ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi yang terdiri dari syarat permodalan, kepemilikan dan perizinan.
3
Undang-Undang RI, “21 Tahun 2008, Perbankan Syariah,” (16 Juli 2008).
4
POJK RI, “16/POJK.03 Tahun 2022,” Bank Umum Syariah, (30 Agustus 2022).
6
Pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa persyaratan dan mekanisme
pendirian Bank terdiri atas;
a. Modal disetor
b. Kepemilikan
c. Perizinan.
a. Persetujuan prinsip
b. Izin usaha
7
2. Usaha Unit Syariah
Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
Syariah dengan terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan
Syariah secara berdampingan). Operasi bank Syariah tidak berdiri sendiri
melainkan masih menginduk pada bank konvensional. Model seperti inilah
yang disebut dengan Unit Usaha Syariah.
Menurut POJK RI Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah,
pengerian Unit Usaha Syariah yang kemudian disingkat UUS adalah unit
kerja dari kantor pusat BUK (Bank Umum Konvensional) yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor unit atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip Syariah. BUK yang akan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip Syariah wajib membuka UUS.5
Terkait permodalan tertuang pada pasal 3 yaitu dana usaha pembukaan
UUS ditetapkan dan dipelihara paling sedikit Rp 1.000.000.000.000,00
(satu triliun rupiah)
5
POJK RI, “12 Tahun 2023, Unit Usaha Syariah,” (12 Juli 2023).
8
pembayaran. Syarat dan ketentuan mengenai pendirian BPRS tertuang pada
POJK RI No. 26 tahun 2022 tentang BPRS, antara lain;6
Sesuia ketentuan pasal 2 menyatakan bahwa BPRS harus berbadan
perseroan terbatas. Sedangkan pasal 4 menjelaskan bahwa;
1. BPRS didirikan dan/atau dimiliki oleh;
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang
seluruh pemiliknya warga negara Indonesia.
b. Pemerintah daerah
c. Ataupun dari keduanya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b.
Sedangkan pada pasal 6 menjelaskan tentang permodalan;
1. Modal disetor pendirian BPRS ditetapkan paling sedikit
a. Rp 75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah)
b. Rp 35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah)
c. Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
2. Namun OJK dapat mempertimbangkan dalam penetapan jumlah
modal disetor BPRS yang lebih tinggi daripada jumlah modal disetor
sebagaimana yang disebutkan pada ayat (1).
Peraturan tentang perizinan tertuang pada pasal 9 terdapat dua tahap, yaitu;
a. Persetujuan prinsip
b. Izin usaha
6
POJK RI, “26 Tahun 2022, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,” (26 Desember 2022).
9
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 UU Perbankan Syariah tersebut.
Pentingnya ketegasan mengenai bentuk badan hukum suatu usaha bank, antara
lain agar terdapat kejelasan mengenai kekayaan yang terpisah, mengenai
pengesahan pendiriannya serta pengurus yang berwenang mewakili bank
bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 UU Perbankan Syariah bentuk
badan Bank Syariah hanya satu, yaitu Perseroan Terbatas.7
7
Cik Basir, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syariah,” (Jakarta: Kencana, 2009), 58.
8
Yuhelson, “Buku Ajar Hukum Perbankan Syariah”, (Yogyakarta: Zahir Publishing,
2018), 28.
9
Dedi Sunardi, “Hukum Perbankan dan Perbankan Syariah”, (Serang: A-Empat, 2021),
48.
10
yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian sesuai
dengan ketentuan UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT)10
(1) Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
c. pemerintah daerah.
a. berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun
dari Bank dan/atau pihak lain di Indonesia; dan
b. berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
10
Cik Basir, “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah,” 59.
11
penyetoran modal untuk pendirian Bank atau pada saat badan hukum
yang bersangkutan melakukan penambahan modal disetor Bank.
Pasal 35 menjelaskan:
(1) Pihak yang menjadi pemilik Bank paling sedikit harus memenuhi
persyaratan:
a. memiliki akhlak dan moral yang baik;
b. memiliki komitmen untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. memiliki komitmen terhadap pengembangan Bank yang sehat; dan
d. tidak termasuk sebagai pihak yang dilarang menjadi pihak utama
lembaga jasa keuangan.
(2) Dalam hal pihak yang memiliki saham Bank berbentuk badan hukum,
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi pemilik
maupun pengurus dari badan hukum tersebut
11
Nur Syamsu, “Struktur Modal Pada Perbankan Syariah,” Bilancia 10 no. 1 (2016): 75.
12
Sumber utama modal bank syariah adalah modal inti (core capital)
dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik
bank, yang terdiri dari:
(1) Modal yang disetor oleh para pemilik saham, yaitu dana yang disertakan
oleh pemilik dengan cara membeli saham perusahaan tersebut.
(2) Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak bagi disisihkan untuk
menutup timbulnya risiko kerugian di masa mendatang.
(3) Laba ditahan, yaitu modal berasal dari laba yang seharusnya dibagikan
kepada pemegang saham, namun ditahan untuk menambah modal.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang diketahui bahwa produk perbankan Syariah itu ada tiga, yaitu Bank
Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Untuk
pendirian perbankan Syariah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yang terdiri
dari syarat permodalan, kepemilikan dan perizinan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15