Disusun Oleh :
KELAS G
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirahmanirrahim
Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT dengan berkat karunia dan
hidayahnya kami masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat beserta salam tak lupa pula kami sampaikan kepada junjungan alam
Nabi Muhammad SAW, dengan mengucap ‘ allahumashalialasayidinamuhammad waallaali
sayidina muhammad ‘, semoga kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir nanti. Kami
Ucapkan Terimakasih pula kepada dosen pengampu Bapak Irfan Ridha, S.H., M.H. selaku
dosen pada mata kuliah Perbankan Syariah.
Berikut ini kelompok tujuh persembahkan sebuah makalah dengan judul “ Kedudukan
Perbankan Syariah dalam Perundang-Undangan Bank Di Indosesia“. Dengan makalah ini kami
selaku penulis makalah berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajari dan memahami segala bentuk dari berbagai perkembangan
mengenai Hukum Kewarisan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.
Wassalammualaikum wr. Wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I .............................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 6
PENUTUP...................................................................................................................... 22
KESIMPULAN .............................................................................................................. 22
SARAN .......................................................................................................................... 22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan bank Islam sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam di Indo-
nesia dapat dikatakan terlambat dibandingkan negara-negara lain yang mayo- ritas
penduduknya muslim. Namun secara yuridis formal kedudukan hukum perbankan
syari’ah adalah kuat dan sejajar dengan perbankan konvesional lainnya. Jika terjadi
permasalahan penyelesaian sengketa bank syariah menurut Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 dapat menggunakan 2 (dua) jalur yaitu litigasi dan
non litigasi. Jalur litigasi penyelesaian sengketa bank syariah menjadi kewenangan
absolut peradilan agama, sedangkan jalur non-litigasi para pihak dapat melakukan
pilihan tidak sekedar sebagaimana ditentukan dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah tetapi dapat juga
menempuh alternatif lain sesuai dengan akad yang tekah disepakati. Pengawasan
terhadap penyelenggaraan Perbankan Syari’ah, selain dilakukan secara internal juga
dilakukan oleh lembaga pengawas independen yaitu Dewan Pengawas Syari’ah (DPS)
dan Dewan Syari’ah Nasional (DSN) yang memiliki tugas menjaga perbankan syari’ah
untuk menuju situasi yang ideal dan menjaga kaum musli- min. Selain itu sebagai wujud
partispasi publik, semua umat Islam mempunyai kewajiban untuk melakukan
pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai wahana amar ma’ruf
nahi munkar terhadap penyelenggaraan perbankan syari’ah sebagai urat nadi
perekonomian Islam.Ketidakberdayaan sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan berbagai
jenis sistem lainnya telah memberikan peluang bagi perkembangan ekonomi yang
bernuansa Islam. Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri,
bukan diadopsi dari ekonomi liberal, komunis, kapitalis dan sebagainya. Sistem
ekonomi Islam sebagai keijaksanaan alternatif dalam mencari jalan keluar dari kemelut
ekonomi dewasa ini Di Indonesia, perbankan Islam dapat dikatakan terlambat
dibanding- kan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya muslim. Setelah
munculnya bank-bank syari’ah di negara-negara lain, pada awal tahun 1980 diskusi
mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Konkritnya pada
4
tahun 1991 dibentuk suatu Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia sebagai hasil
musyawarah nasional Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1990 yang menginginkan
adanya pendirian bank Islam di Indonesia.
Bank Syari’ah di Indonesia secara resmi yuridis diperkenalkan pada tahun 1992
sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Lahirnya undang-undang ini menandakan adanya kesepa- katan rakyat dan
bangsa Indonesia untuk menerapkan dual banking sistem atau sistem perbankan ganda
di Indonesia. Tahapan ini merupakan tahap perkenalan introduction terhadap
perbankan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak secara eksplisit
menyebutkan adanya apa yang disebut bank syari’ah. Hanya ada dua pasal yang dapat
dijadikan dasar yaitu Pasal 6 huruf (m) yang berkenaan dengan lingkup perbankan
umum dan Pasal 13 huruf c berkenaan dengan salah satu lingkup kegiatan Bank
Perkreditan Rakyat dengan isi yang sama menyebutkan bahwa menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai ketentuan yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Periode UU No.14 tahun 1967?
2. Apa saja tujuan dari deregulasi perbankan?
3. Apa saja isi paket kebijakan 27 oktober 1988?
4. Apa isi UU nomor 7 tahun 1992 ?
5. Tujuan dikembangkan periode UU No.10 tahun 1998
6. Upaya memberikan landasan periode UU No.21 tahun 2008
C. TUJUAN
1. Agar memahami tentang periode UU No.14 tahun 1967
2. Untuk mengetahui tujan deregulasi perbankan
3. Untuk mengetahui isi paket kebijakan 27 oktober 1988
4. Untuk mengetahui UU No.7 tahun 1992
5. Agar memahami tujuan dikembangkannya periode No.10 tahun 1998
6. Untuk mengetahui upaya landasan periode UU No.21 tahun 2008
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
A. PERIODE UU NO. 14 TAHUN 1967
Pengaturan tentang perbankan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman
penjajahan Belanda. Untuk menertibkan praktik lembaga ne lepas uang yang banyak
terjadi waktu itu dikeluarkanlah peraturan baik dalam bentuk undnag- undang (wet)
maupun berupa surat-surat keputusan resmi dari pihak pemerintah. Di antara lembaga
keuangan yang telah berdiri sejak zaman penjajahan tersebut, yaitu De Javashe Bank
N. V, tanggal 10 Oktobber 1827 yang kemudian dikeluarkan undang-undang De
Javashe Bank Wet 1922.2 Bank inilah mudian menjadi Bank Indonesia, setelah melalui
proses nasionalisasi pada tahun 1951, dengan dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 1951
yang mulai berlaku tanggal 6 Desember 1951.
Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967
dengan dikeluarkannya UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok- Pokok Perbankan.
Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku
pada masa itu.
Yang akan berhubungan dengan kedudukan perbankan syariah pada masa
berlakunya undang-undang ini adalah adanya pengaturan mengenai pengertian
“kredit” yang terdapat di dalamnya. Bab I, Pasal 13 huruf c menyebutkan: Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yane dapat disamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal mana
pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bungan yang telah ditetapkan.
Dari bunyi pasal di atas tampak pengertian, bahwa dalam usaha bank yang ada
pada masa ini (perbankan konvensional) yang dalam operasinya menggunakan sistem
kredit, tidak mungkin melaksanakan kredit tanpa mengambil bunga. Hal ini
dikarenakan, konsep bunga ini melekat dalam pengertian (defenisi) kredit itu sendiri.
Sehingga, tidak dimungkinkan pula untuk didirikan sistem perbankan syariah, sebab
pemahaman kegiatan usaha bank pada masa itu haruslah dengan perangkat bunga.
Bahkan, perbankan pada masa itu ditentukan tingkat bunganya oleh pemerintah secara
seragam, agar tidak terjadi penen- tuan bunga yang sewenang-wenang oleh masing-
masing bank dan menjaga stabilitas keuangan negara.
7
B. PERIODE DEREGULASI 1 JUNI 1983
Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI
memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga.
Pada periode 1973-1982 rata-rata kredit Terjadi peningkatan sebesar 177,26 persen
investasi sebesar 30,1 persen. 47,03 % pada kredit investasi pada akhir tahun
(1981) dan 50,4% (1982) 1983.
Kebijakan deregulasi perbankan yang memiliki tujuan mulia ini kemudian terdistorsi
akibat maraknya praktek para pemburu rente (Rent-seekers) saat itu. Sebelum menganalisis
pola rent seekingyang terjadi, penulis akan mencoba mencari definisi dan apa saja yang lazim
terjadi dalam praktek rent-seeking. Berdasarkan definisi di atas maka praktek rent-seeking itu
memiliki beberapa ciri:
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di
antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga
deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit.
Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat
Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di
9
bidang perbankan Indonesia di masa mendatang Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27
Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu.
Sejak deregulasi 1 Juni 1983, peranan perbankan (bank pemerintah) semakin menonjol
dalam mobilisasi dana dan alokasi perkreditan. Namun bank pemerintah sebagai ujung tombak
pelaksanaan kebijakan tersebut masih memiliki keterbatasan dalam melaksanakan kebijakan
tersebut, yaitu terbatasnya kemampuan bank pemerintah dalam memobilisasi dana masyarakat
hal ini jelas karena terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan kantor-kantor bank milik
pemerintah di seluruh wilayah Indonesia. Disamping itu resesi ekonomi dan jatuhnya harga
minyak bumi kembali terjadi. Dengan terjadinya peristiwa tersebut telah memberikan dampak
kepada berkurangnya dana yang tersedia untuk melanjutkan pembangunan. Berdasarkan
keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa peran dana yang dihimpun masyarakat sangatlah
penting, apalagi disituasi perekonomian yang sedang tidak menentu. Oleh sebab itu pemerintah
juga menginginkan peranan lembaga keuangan nasional khususnya bank swasta nasional untuk
semakin aktif dalam membantu proses restrukturalisasi ekonomi nasional. Namun dalam paket
deregulasi sebelumnya ditahun 1983 pemerintah tidak melibatkan peran bank swasta. Untuk
dapat mewujudkan keinginan tersebut sekaligus untuk memenuhi kebutuhan dana
pembangunan dalam rangka Pelita V pada 27 Oktober 1988 Pemerintah Indonesia memutuskan
untuk mengeluarkan paket kebijakan deregulasi baru dalam bidang perbankan. Dalam rangka
meningkatkan penghimpunan dana yang juga harus didukung oleh ketersediaan jumlah bank
maka Paket 27 Oktober 1988 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia telah berhasil
meningkatkan jumlah bank yang ada di Indonesia secara signifikan.
Kebijakan Deregulasi yang berarti pengurangan suatu aturan atau kendala sangat
diperlukan mengingat keadaan ekonomi Indonesia yang terancam jatuh di tahun 1982 pasca
jatuhnya harga minyak bumi. Aturan yang rumit dan kaku hanya akan menghambat suatu
perkembangan dalam hal ini perkembangan ekonomi. Dengan dikeluarkannya kebijakan
deregulasi pertama yaitu dalam bidang perbankan maka Pemerintah Indonesia berusaha
menyelamatkan ekonomi Indonesia dengan kekuatan sendiri. Dana-dana yang berhasil
dihimpun berdasarkan ketentuan dalam Paket 1 Juni 1983 dan 27 Oktober 1988 berhasil
menutup kekurangan dana pembangunan sebagai akibat dari jatuhnya harga minyak. Setelah
dana yang luar biasa besar dapat dihimpun maka dikeluarkan kebijakan deregulasi lanjutan
seperti Paket 29 Januari 1990, 28 Februari 1991 dan 29 Mei 1993 (kebijakan deregulasi dalam
bidang lain) yang mengatur penyaluran dana (kredit) serta penekanan profesionalitas
perbankan. Untuk tetap menjaga perekonomian Indonesia agar tetap stabil deregulasi atau
10
perubahan, pengurangan suatu aturan tetap diperlukan dimasa-masa selanjutnya mengingat
keadaan ekonomi yang selalu dinamis.
Awalnya, tak banyak yang tahu kebijakan ini karena proses keluarnya paket
ini dalam suasana rahasia dan mendesak. Perbankan tak diajak 'ngobrol' atau diskusi
oleh pemerintah sebelum membuat Pakjun 83. Akan tetapi, perbankan senang
dengan kebijakan ini karena sebelumnya pemerintah sangat membatasi penyaluran
kredit perbankan nasional. Namun, Pakjun 83 ` tidak mampu mendongkrak kinerja
kredit perbankan secara maksimal. Bank Indonesia mencatat, total penyaluran
kredit perbankan tahun 1981/1982 Rp 8,05 triliun, kemudian naik menjadi Rp 11,27
triliun pada tahun buku 1982/1983.
11
habis aturan yang menyulitkan pendirian bank. "Pakto angin segar bagi industri
perbankan di Tanah Air dan menjadi titik balik industri perbankan nasional," ujar
Pengamat Ekonomi dan Direktur Institute for Development Economic and Finance
(INDEF) Enny Sri Hartati.
12
o Bank boleh melakukan diferensiasi produk dalam bentuk tabungan
dan deposito, sebelumnya hanya ada Tabanas dan Taska.
o Kemudahan bagi bank swasta mendapatkan izin perdagangan valuta
asing.
1"Bank Dikuasai Asing, Pemerintah Harus Belajar dari Krisis 1998". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2017-10-
29.
13
ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional. 2
o Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
o Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2387);
14
o Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
o Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (Lembaran
Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2865);
o Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang
Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor
16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2904);
15
E. PERIODE UU NO. 10 TAHUN 1998
Pada tahun 1998, dikeluarkan Undang-undang No.10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Pada undang-undang ini terdapat beberapa perubahan yang memberikan
peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Dari UU tersebut dapat disimpulkan, bahwa sistem perbankan syariah
dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:
1) Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem perbankan
syariah yang berdampingan dengan sistem per bankan konvensional
(dual banking system), mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan
secara lebih luas, terutama dari segmen yang selama ini belum dapat
tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem
bunga.
2) Membuka peluang pembiayaan bagi pengembanganusaha berdasarkan
prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterankan adalah
hubungan antar-investor yang harmonis (mutual investor relationship).
Sementara dalam bank kon vensional konsep yang diterapkan adalah
hubungan debitor kreditor (debitor to creditor relationship).
3) Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki
beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga
yang berkesinambungan (perpetual inte rests ffect), membatasi kegiatan
spekulasi yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-
usaha yang lebih me merhatikan unsur moral.
16
hukum positif. Pasal 1 Ayat (13) ini menyebutkan sebagai berikut:14
18
1) Pembentukan Unit Usaha Syariah (UUS)
2) Memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditempatkan oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN)
3) Menyediakan modal kerja yang disisikan oleh bank dalam suatu
rekening tersendiri atas nama UUS yang dapat digunakan untuk
membayar biaya kantor dan izin-zin berkaitan dengan kegiatan
operasional maupun non operasional Kantor Cabang Syariah (KCS).
Pada periode ini juga diatur mengenai ketentuan kliring instrumen
moneter dan pasar uang antarbank. Di dalam penjelasan Undang undang No. 23
Tahun 1990 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia telah
diamanatkan, bahwa untuk meng antisipasi perkembangan prinsip syariah,
maka menjadi tugas dan fungsi BI untuk mengakomodasi prinsip tersebut.
Untuk mengatur kelancaran lau lintas pembayaran anatarbank serta pelaksanaan
Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), telah dikeluarkan
peraturan tersendiri sehubungan dengan sifat khusus dari sistem perbankan
syariah. Di antara peraturan tersebut anatara lain, peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 2/4/PBI/2000 tentang kliring bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah Umum Konvensional, PBI No. 2/7/PBI/2000 Tanggal 23
Februari 2000 tentang Giro Wajib Minimum (GWM), yang kemudian khusus
tentang perbankan syariah diatur lebih lanjut oleh PBI No. 6/21/PBI/2004
tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank
Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan
PBI No. 2/8/PBI/2000 Tanggal 23 Februari 2000 tentang Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah jo PBI No. 7/26/PBI/2005 tanggal 8 Agustus 2005
tentang Perubahan Atas PBI No. 2/8/2000 tentang PUAS.
Demikian pula untuk mengatur tentang pengelolaan likuiditas bank
Islam, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 2/9/PBI/ 2000 tanggal 23
Februari 2000 tenntang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) jo PBI No.
6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang perubahan atas PBI No.
2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan ketentuan tentang
Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Islam (FPJPS) pada PBI No.
5/3/PBI/ 2003 yang dikeluarkan pada tanggal 4 Februari 2003 jo PBI No. 7/
23/PBI/2005 tanggal 3 Agustus 2005 tentang Perubahan Atas PBI No.
19
5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah.
Selain itu, agar profitabilitas pengelolaan dan bank bank Islam dapat
ditingkatkan, Bank Indonesia telah melakukan koordinasi dengan instansi
pemerintah yang terkait, yaitu Departemen Keuangan Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan Nonbank, Direk torat Jenderal Asuransi, Bapepam, dan
sebagainya.
Namun demikian, pada periode Undang-undang No. 10 Tahun 1998 ini
juga dapat dilihat adanya beberapa permasalahan hukum yang masih harus
diatur lebih lanjut dan pengaturan tersendiri yang perlu dipertimbangkan dalam
regulasi perbankan nasional yang akan datang. Masalah-masalah tersebut antara
lain sebagai berikut:
1. Bank Islam tunduk pada dua sistem hukum yang berbeda.
2. Eksistensi Dewan Pengawas Syariah.
3. Pengawasan Bank Islam masih berdasarkan pendekatan konvensional.
4. Bank Sentral memakai standar interest.
5. Belum memadainya peraturan pelaksanaan bank Islam.
6. Hukum Perdata tetap menjadi acuan dalam dokumentasi dan legitimasi.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan bank Islam sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam di Indo-
nesia dapat dikatakan terlambat dibandingkan negara-negara lain yang mayo- ritas
penduduknya muslim. Namun secara yuridis formal kedudukan hukum perbankan
syari’ah adalah kuat dan sejajar dengan perbankan konvesional lainnya.
Deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983. Pada tahun tersebut, BI
memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah
berharap dengan kebijakan deregulasi perbankan maka akan tercipta kondisi dunia
perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.Kebijakan
Deregulasi perbankan ini kemudian terus terjadi dengan rangkaian kebijakan-kebijakan
lainnya. Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi
Perbankan 1988 (Pakto 88). Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket
Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati
dalam pengelolaannya.
B. Saran
Penulis juga sebenarnya menginginkan penyusunan makalah yang sempurna
dan mudah dipahami. Namun masih banyak kekurangan dalam makalah ini yang perlu
diperbaiki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
mendukung dan membangun penulisan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi dan
sebagai bahan evaluasi selanjutnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
"Bank Dikuasai Asing, Pemerintah Harus Belajar dari Krisis 1998". SINDOnews.com. Diakses tanggal
2017-10-29.
https://drive.google.com/file/d/1kMB7AgjCTqv6eTb_6BvJCpby_hKtJHvo/view?usp=drivesdk
23