Anda di halaman 1dari 19

IMPLEMENTASI PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLES

(PRINSIP KEHATI-HATIAN) DALAM


PERBANKAN SYARIAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah


Aspek Hukum Bank Islam
Dosen Pengampu Choiril Anam, S.EI, M.EI.

Disusun oleh:
KELOMPOK I

1. Nur Azizah (931304314)


2. Ali Zafi (931300616)
3. Rany Silvia Pebrian (931307116)
4. Adelita Cikita (931318016)
5. Putri Argo Kinasih (931320316)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Aspek Hukum Bank Islam dengan
judul Implementasi Prudential Banking Principles (Prinsip Kehati-hatian)
Dalam Bank Syariah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu, kami sepenuhnya sadar bahwa masih banyak kekurangan
baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah kami ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Implementasi
Prudential Banking Principles (Prinsip Kehati-hatian) Dalam Bank Syariah
ini dapat memberikan manfaat maupun menambah wawasan pengetahuan
terhadap pembaca.

Kediri, September 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Bank Syariah dan Prinsip Pengelolaan Bank Syariah .................. 3
B. Pengaturan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking
Principles) Bank Syariah .............................................................. 5
C. Implementasi Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking
Principles) Pada Kegiatan Operasional Bank Syariah .................. 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank adalah suatu yang dianggap penting oleh masyarakat, karena mereka
dipercaya mampu menjaga dan memberikan keuntungan bagi masyarakat.
Demikian tersebut menjadikan bank merasa memiliki nilai positif baik dari
kalangan masyarakat kelas atas maupun kelas bawah. Bank harus bisa menjaga
kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan prinsip
kehati-hatian, semua itu telah termaktub dalam aspek UU Pasal 2 No. Tahun
19981 sebagai sarana perlindungan pada nasabah. Bank mempunyai tanggung
jawab besar dalam menghimpun dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana
pada masyarakat dalam bentuk kredit. Beberapa dana masyarakat disimpan di
bank dalam bentuk giro2, deposito3, tabungan4, dan masih banyak lagi.
Prakteknya penyaluran dana perbankan sebagai contohpemberian kredit
memiliki resiko tinggi, apabila terdapat kelalaian dalam pengelolaannya akan
memberikan dampak negatif bagi bank itu serta dampak berkelanjutan bidang
lain.Hal tersebut menjadikan pelaku bisnis perbankan untukmeningkatkan
komitmen dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian. Saat dilandanya krisis
moneter pada tahun pertengahan 1997 Bank-bank yang ada itu antara lain 5: De
javasce naamloze Vennotschap; De post poar Bank; Hulp en Spaar Bank; De
Algemenevolks Crediet Bank; Nederland Handles Maatscappi (NHM); Nationale
1
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasakan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. (UU Pasal 2 Bab II No. 7 Tahun 1992).
2
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
(UU Pasal 1 Bab I No. 7 Tahun 1992).
3
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank. (UU Pasal 1 Bab I No. 7 Tahun
1992).
4
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu. (UU Pasal 1 Bab I No. 7 Tahun 1992)
5
Zainal Asikin, 2016, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Kencana), Hlm.5.

1
2

Handles Bank (NHB); dsb. Disamping itu, terdapat pula bank-bank milik orang
lndonesia dan orang-orang asing seperti dari tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-
bank tersebut antara lain :NV. Nederlandsche Indische Spaar En Deposito Bank;
Bank National Indonesia; NV Bank Boemi; The Chartered Bank of India,
Australia and China; Hongkong & Shanghai Banking Corporation; The
Yokohama Species Bank; The matsui Bank; The Bank of China; Batavia Bank;
dsb. Hal megerutkan dahi para pelaku bisnis bank yang ditinggalkan oleh para
nasabahnya karena lemahnya komitmen dalam melaksanakan prinsip kehati-
hatian. Setelah kejadian tersebut, dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 dengan
mengakomodasi perbankan syariah dengan ketentuan sesuai syariah Islam dengan
akad-akad syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Lalu bagaimana
implementasi prinsip kehati-hatian dalam perbankan syariah?
Berdasarkan uraian diatas, pemakalah akan berusaha menyajikan bagaimana
penerapan prinsip kehati-hatian dalam Bank Syariah. Untuk kemudian diharapkan
makalah ini dapat menjadi referensi atau sebagai bahan analisis lanjutan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bank Syariah dan apa saja prinsip pengelolaan Bank Syariah?
2. Bagaimana Pengaturan Prudential Banking Principles pada Bank Syariah?
3. Bagaimana implementasi Prudential Banking Principles dalam sistem
perbankan syariah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Bank Syariah dan produk dari Bank Syariah.
2. Agar mengetahui bagaimana Pengaturan Prudential Banking Principles pada
Bank Syariah.
3. Diharapkan dapat mengetahui bagaimana implementasi Prudential Banking
Principles dalam sistem perbankan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bank Syariah Dan Prinsip Pengelolaan Bank Syariah


Sejarah perbankan di Indonesia dalam meraih keuntungan melalui bunga
dari para nasabahnya, hal tersebut berlaku pada bank konvensional. Pada UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut mengadopsi prinsip syariah dalam
menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia6 dalam
bentuk perbaikan UU No. 7 Tahun 1992. Hal tersebut tidak menutup
kemungkinan untuk beredarnya perbankan syariah di Indonesia.
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya7 yang menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah8 dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah9.
Menyangkut hal tersebut Bank Umum atau Bank Konvensional juga tidak kalah
untuk mempertahankan eksistensinya dengan memiliki Unit Usaha Syariah yang
berfungsi sebagai unit kerja yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
Adapun kegiatan menghimpun dana dalam bentuk tabungan, giro, dan
deposito sama seperti kegiatan dari bank konvensional. Bank Syariah dalam
menghimpun dana seperti tabungan dan deposito menggunakan akad
mudharabah, namun untuk giro dalam Bank Syariah menggunakan akad wadi’ah.
Kemudian mengenai kegiatan pelayanan jasa antara lain melakukan
pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah dan masih banyak lagi kegiatan
pelayanan jasa dalam Bank Syariah. Ada lagi pembiayaan dalam kegiatan Bank

6
UU Pasal 6 Butir M No. 10 Tahun 1998 Bagian Kedua (Usaha Bank Umum)
7
UU 21 Tahun 2008
8
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. (UU Pasal 1 No. 21 Tahun 2008)
9
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (UU Pasal 1 No. 21 Tahun 2008)

3
4

Syariah seperti pembiayaan dengan bagi hasil (akad mudharabah, akad


musyarakah), pembiayaan penyewaan barang (akad ijarah), dan pembiayaan
untuk jual beli barang (akad salam, akad istishna’).10 Adanya keterkaitan yang
erat antara asas kehati-hatian, kepercayaan dan kesehatan bank tersebut, hal ini
tentunya memiliki hubungan secara khusus terhadap kerangka perlindungan
terhadap dana masyarakat, dalam hal nasabah penyimpan dana yang telah
menyimpan uangnya pada bank tersebut.11
Prinsip pengelolaan Bank Syariah:
1. Prinsip kepercayaan (Fiduciary Principle)
Kepercayaan merupakan kunci untuk memelihara stabilitas industri
perbankan. Untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat perlu adanya
kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan
simpanan nasabah bank yang telah ditetapkan pada UU No. 24 Tahun 2004.
2. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)
Sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2008 dalam Pasal 35 ayat (1) menyebutkan
bahwa Bank Syariah dan UUS (Unit Usaha Syariah) dalam melakukan
kegiatan usahanya wajib melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam
mengendalikan risiko serta memiliki sistem pengawasan yang optimal
mampu melaksanakan tugasnya.
3. Prinsip Kerahasiaan (Confidential Principle)
UU No. 10 Tahun 1998 menambahkan poin tentang perbankan syariah yang
menyebutkan bahwa bank dan pihak terafiliasi bukan saja bertanggung jawab
untuk tidak mengungkapkan rahasia bank kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang, melainkan juga bertanggung jawab untuk memberikan
keterangan mengenai rahasia bank bilamana telah terpenuhi syarat-syarat dan
prosedur pengecualian.

10
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis),
Hlm.139
11
Toto Octaviano Dendhana, 2013, Penerapan Prudental Banking Principles Dalam
Upaya Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana, Penerapan et Societatis Vol.
I/No.I/Jan-Mrt/2013 (Jurnal Online)
5

4. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle)


Sebuah prinsip yang diterapkan di setiap bank yang ada di Indonesia yang
bertujuan untuk mengetahui profil keuangan nasabah dan agar dapat
dipertanggungjwabkan asal uang tersebut serta tujuan penggunaannya.
5. Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah
Hubungan antar bank dan nasabah didasarkan pada suatu hukum perjanjian
seperti mengajarkan bahwa janji itu sifatnya mengikat, hukum perjanjian
bebas kepada masyarakat asalkan tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan,
serta memberikan hukum perjanjian bilamana perjanjian akan tercipta adanya
kesepakatan, dan masih banyak lagi.12

B. Pengaturan Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking Principles) Pada


Bank Syariah
Bank Indonesia menerjemahkan prudential banking ke dalam Bahasa
Indonesia sebagai prinsip kehati-hatian. Hal ini dicantumkan di dalam peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bila dilihat pada Pasal-Pasal
dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan perubahannya dalam UU No. 10 Tahun 1998
ditemukan istilah prinsip kehati-hatian seperti tersebut dalam Pasal 2, Pasal 29
ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berikut perubahannya dalam
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, penjelasan asas tersebut tidak
ditemukan baik didalam UU No. 7 Tahun 1992, maupun peraturan-peraturan
perbankan lainnya. Sebab itu, banyak referensi yang mengkaitkan masalah asas
kehati-hatian berdasarkan kegiatan operasional tugas bank, karena dalam
mengelola dan menjalankan tugasnya bank bekerja dengan penuh ketelitian,
melakukan pertimbangan secara matang, menghindari adanya kecurangan, serta
tidak mengambil langkah yang bertentangan dengan kepatuhan dan keputusan
Bank Indonesia. Sehingga adanya dan diterapkannya prinsip tersebut diharapkan
dapat tercipta keadaan bank yang sehat dan berfungsi dengan baik.13

12
Abdul Ghofur Anshori, 2010, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah (Analisis
Konsep UU No. 21 Tahun 2008), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Hlm.18.
13
Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan di Bidang
Yuridis), Jakarta: PT Rineka Cipta, Hlm.46.
6

Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 mengenai asas, tujuan, fungsi
perbankan sayariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasakan prinsip
syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian ditegaskan lagi pada Pasal
35 bab Tata kelola, prinsip kehati-hatian, dan pengelolaan risiko bank.14
Pasal 35
(1) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian.
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia
laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi
tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi
syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu
dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik.
(4) Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
(5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada
publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Hubungan bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kontraktual
antara debitur dan kreditur yang dilandasi prinsip kehati-hatian.15 Pengertian
mengenai prinsip kehati-hatian ini, yang dapat kita ketemui dalam Black Law
Dictionary, yaitu:
Prudence is carefulness, precaution attentiveness and good judgement as
applied to action or conduct, that degree of care required by the exigencies
or circumstances under which it is to be exercised.
Terdapat analisis mengenai kelayakan suatu pembiayaan antara lain
menggunakan The 5’C principles, yang terdiri dari character, capacity, capital,
condition of economy, dan collateral. Adanya prinsip 5 C yang akan diberikan
kepada nasabah, maka bank secara otomatis telah melaksanakan prinsip kehati-
hatian. Penjelasan mengenai prinsip 5 C, yaitu:

14
UU No. 21 Tahun 2008
15
Toto Octaviano Dendhana, 2013, Penerapan Prudental Banking Principles Dalam
Upaya perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana
7

1. Character atau watak (calon) nasabah


Karakter salon nasabah dari kejujurannya melalui investigasi ang dilakukan
oleh maker (analisis kredit) serta adanya unsur kemauan dari (calon) nasabah
dalam melunasi pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah
yang bersangkutan.
2. Capital atau modal (calon) nasabah
Didalam modal dapat dilihat berapa jumlah dana yang dimiliki nasabah untuk
membeli barang yang diperlukannya atau menjalankan kegiatan usahanya.
Dalam mengajukan permohonan pembiayaan pun harus memiliki setidaknya
uang muka untuk membuka rekening.
3. Capacity atau kemampuan (calon) nasabah
Kemampuan nasabah dalam melunasi pembiayaan yang diberikan Bank
Syariah, dilihat dari usaha (calon) nasabah yang menjadi sumber pelunasan
pembiayaan yang dimaksud.
4. Condition of Economic atau kondisi ekonomi (calon) nasabah
Melihat faktor-faktor luar (ekonomi makro) yang mungkin terjadi dan dapat
mempengaruhi kegiatan usaha (calon) nasabah yang menjadi sumber
pelunasan dan pembiayaan Bank/LKS yang diberikan kepadanya.
5. Colateral atau agunan (calon) nasabah
Bank Muamalat Indonesia juga menerapkan untuk adanya agunan seperti
bank konvensional, namun agunan ini berlaku pada prinsip semua bentuk
pembiayaan mudharabah. Dalam praktek mudharabah yang dijadikan agunan
adalah objek dari pembiayaan mudharabah itu sendiri.16
Dari produk-produk pendanaan dan pembiayaan yang telah dipaparkan
diatas menjadikan produk-produk Bank Syariah merupakan produk yang dibuat
dan disusun secara prinsip hati-hati karena prinsip berfungsi untuk melindungi
nasabahnya. Bukan hanya itu, bahkan dalam sejarah produk-produk Bank Syariah
telah dipraktekkan pada masa Rasulullah dan sahabat-sahabatnya.
Perkembangan Bank Syariah telah dibentuk Dewan Pengawas Syariah atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas memberikan nasehat
16
Abdul Ghofur Anshori, 2010, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Hlm. 21-24
8

dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agarsesuai dengan
prinsip syariah dalam Bank Indonesia.17
Pada dasarnya prinsip kehati-hatian sudah termuat dalam hukum Islam.
Dalam al-Quran, dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam, sebagai hukum
absolut yang tidak dapat di tawar. Sebagaimana penjelasan dari QS. al-Maidaah
ayat 49, yang berbunyi:

ِ ‫وك َع ْن بَ ْع‬
‫ض َما أَنْ َزَل‬ َ ُ‫اح َذ ْرُه ْم أَ ْن يَ ْفتِن‬ ‫اح ُك ْم بَْي نَ ُه ْم ِِبَا أَنْ َزَل ه‬
ْ ‫اَّللُ َوال تَتهبِ ْع أ َْه َواءَ ُه ْم َو‬ ْ ‫َوأَن‬
ِ
ِ ‫ض ذُنُوِبِِ ْم َوإِ هن َكثِ ًريا ِم َن الن‬
‫هاس‬ ِ ‫اَّلل أَ ْن ي‬
ِ ‫صيبَ ُه ْم بِبَ ْع‬ ُ ُ‫يد ه‬ ْ َ‫ك فَِإ ْن تَ َولهْوا ف‬
ُ ‫اعلَ ْم أَهَّنَا يُِر‬ َ ‫اَّللُ إِلَْي‬
‫ه‬
)٩٤ :‫اس ُقو َن (املائدة‬ ِ ‫لََف‬
Artinya: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah),
Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan
Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-
Maidaah: 49).18
Atas dasar dalil diatas, maka prinsip kehati-hatian dalam Bank Syariah tidak akan
memiliki resiko yang sifatnya merugikan. Karena kebenaran dari dalil al-Quran,
Hadist, Ijma’ (ijtihad), Fatwa sahabat Rasul, Qiyas, Istihsan, Urf (tradisi) sangat
mendukung adanya Perbankan Syariah di Indonesia untuk mendapatkan
kepercayaan masyarakat yang kuat sebagai Lembaga Penghimpun Simpanan atau
pembiayaan-pembiayaan yang beretika Islam atau berprinsip syariah dengan
kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Riba; penambahan pendapat secara tidak sah (batil) antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan
waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratakan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang
diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalan waktu (nasi’ah)

17
Mulhadi, 2005, Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka
UU Perbankan di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, USU Repository 2006.
18
Al-Quran, QS. Al-Maidaah ayat 49
9

2. Maisir; transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak pasti dan
bersifat untung-untungnya.
3. Ghafar; transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan,
kecuali diatur lain dalam syariah.
4. Haram; transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah
5. Zalim; transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.19

C. Implementasi Prinsip Kehati-Hatian (Prudential Banking Principles)


Pada Kegiatan Operasional Bank Syariah
Tujuan adanya prinsip kehati-hatian hakikatnya adalah sebagai upaya agar
bank selalu dalam keadaan sehat atau likuid, dengan selalu tetap menjaga
kesehatannya berdasarkan rambu-rambu kesehatan bank yang telah ditetapkan.
dan semua itu tidak terlepas dari peran kita (manusia) sendiri untuk selalu
berporos terhadap peraturan Agama (Islam), Bangsa, maupun Negara yang telah
ditetapkan, agar tercapainya keharmonisan antara hukum yang berlaku dengan
para pelaku hukum.
Apabila mengabaikan rambu-rambu kesehatan bank oleh bank-bank yang
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah memberikan dampak kerugian
yang jauh lebih besar daripada dilakukan oleh bank konvensioanal. Adapun alasan
dampak dari tersebut adalah20 :
1. Karena risiko yang dihadapi oleh bank syariah, dalam hal pembiayaan
diberikan berdasar akad mudharabah kepada nasabahnya, jauh lebih besar
daripada risiko yang dihadapi oleh bank konvensional yang memberikan
kredit dengan jaminan.
2. Apabila terjadi kegagalan pada pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah,
antara lain dalam bentuk mudharabah dan musyarakaih, nasabah tidak
berkewajiban untuk mengembalikan dana bank tersebut.

19
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Hlm. 135
20
Rachmadi Usman, 2014, Aspek Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika,
Hlm. 145
10

a. Larangan Dalam Pemberian Kredit


Dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/70/KEP/DIR
dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/3/UKU masing-masing tanggal 28
Februari 1991, Bank Indonesia mengatur pembatasan pemberian kredit untuk
pembelian dan pemilikan saham oleh bank. Disebutkan, bahwa bank tidak
diperkenankan atau dilarang :
1) Memberikan kredit untuk membiayai pembelian saham/modal kerja dalam
rangka kegiatan jual beli saham, kecuali untuk memberikan kredit investasi
untuk pembiayaan barang modal (aktifa tetap/bergerak) yang diperlukan oleh
perusahaan yang melakukan kegiatan jual beli saham atau pembelian obligasi
yang diperdagangkan di pasar modal
2) Memiliki saham yang tidak dimaksudkan sebagai penyertaan.
Disempurnakan dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
24/23/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 24/1/UKU masing-
masing tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit pada Perusahan Sekuritas dan
Kredit dengan Agunan Saham. Bank Indonesia menetapkan beberapa hal yang
berkaitan dengan pembatasan dalam pemberian kredit bank untuk jual beli saham,
yaitu:
1) Bank dilarang memberikan kredit dengan agunan pokok dan agunan
tambahan berupa saham perusahaan lain.
2) Bank dilarang memberikan kredit kepada perorangan atau perusahaan yang
bukan perusahaan sekuritas untuk jual beli saham, kecuali pemberian kredit
kepada koperasi dalam rangka pembelian saham bank yang bersangkutan.21

b. Restrukturisasi Pembiayaan
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank syariah dan
UUS dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia nomor 10/18/PBI/2008 sebagaimana telah
diubah dengan peraturan Bank Indonesia nomor 13/9/PBI/2011, Bank Indonesia

21
Ibid, Hlm. 169-173
11

menetapkan pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan ini pada bank syariah dan


UUS, antara lain melalui:
1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran
kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
2) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah
dibayarkan kepada bank.
3) Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan
yang antara lain meliputi penambahan dana pembiayaan fasilitas pembayaran
bank, konversi akad pembiayaan, konvensi pembiayaan menjadi surat
berharga syariah berjangka waktu menengah, dan/ atau konversi pembayaran
menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah, yang dapat
disertai dengan rescheduling dan reconditioning
Pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 9, pasal 10 dan pasal 18 peraturan
Bank Indonesia nomor 10/18/PBI/2011 mensyaratkan restrukturisasi pembiayaan
sebagai berikut:
1) Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan
secara tertulis dari nasabah.
2) Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran
b) Nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi
kewajiban setelah restrukturisasi
3) Restrukturisasi untuk pembiayaan konsumtif hanya dapat dilakukan untuk
nasabah.
4) Restrukturisasi pembiayaan wajib di dukung dengan analisis dan bukti-bukti
yang memadai serta di dokumentasikan dengan baik.
5) Restrukturisasi untuk pembiayaan dengan kualitas lancar atau dalam
perhatian khusus, hanya dapat dilakukan 1 kali dan apabila lebih 1 kali, maka
di golongkan paling tinggi kurang lancar.
12

6) Restrukturisasi pembiayaan terhadap nasabah yang memiliki beberapa


fasilitas pembiayaan dari bank, dapat dilakukan terhadap masing-masing
pembiayaan
7) Restrukturisasi pembiayaan dilakukan dengan memperhatikan fatwa majelis
ulama indonesia yang berlaku
8) Bank syariah dan UUS wajib memiliki kebijakan dan standart operating
procedure (SOP) tertulis mengenai restrukturisasi pembayaran, termasuk atas
pembiayaan kurang lancar, diragukan atau macet
9) Bank syariah dan UUS wajib melaporkan restrukturisasi pembiayaan kepada
Bank Indonesia.
Dengan peraturan bank inonesia nomor 10/18/PBI2008 sebagaimana telah
diubah dengan peraturan Bank Indonesia nomor 13/9/PBI/2011 dan surat edaran
Bank Indonesia nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008, Bank Indonesia
telah menetapkan restruktirisasi yang dapat dilakukan untuk masing-masing
bentuk pembayaran sebagai berikut: (1) Piutang murabahah dan piutang istishna’;
(2) Piutang Salam; (3) Piutang Qardh; (4) Mudharabah dan musyarakah; (5)
Ijarah dan ijarah Muntahiyyah Bittamlik; (6) Ijarah Multi jasa.22

c. Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Laporan Rugi Tahunan


Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib mengumumkan laporan
keuangan dalam bentuk neraca, perhitungan laba rugi dan bentuk lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kemudian kewajiban perbankan syariah untuk
mengumumkan laporan keuangan mendapatkan penegasan kembali dalam
ketentuan Pasal 35 ayat (5) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 yang
menentukan, bahwa Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba
rugi kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Selain itu, dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 ditetapkan, bahwa Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan
22
Ibid, Hlm. 218-224
13

kepada Bank Indonesia laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan
laba rugi tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi
syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, yang sebelumnya
wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor publik.
Bank Indonesia menetapkan bahwa bank umum diwajibkan untuk
mengumumkan laporan keuangan publikasi secara tiwulanan, yang disajikan
dalam mata uang rupiah dan sekurang-kurangnya mencangkup:23
a. Laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, dan laporan
perubahan ekuitas.
b. Komitmen dan kontijensi.
c. Jumlah penyediaan dana kepada pihak terkait.
d. Kualitas aktiva produktif, kredit properti, dan kredit direstrukturisasi.
e. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang telah dibentuk dibandingkan
dengan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk.
f. Presentase pelanggaran dan pelampauan BMPK.
g. Perhitungan KPMM.
h. Transaksi Spot dan transaksi derivatif.
i. Rasio PDN.
j. Beberapa rasio keuangan bank.
k. Aktiva bank yang dijaminkan.
l. Kredit usaha kecil.
m. Informasi lain yang meliputu komposisi pemegang saham dan susunan
pengurus.
Sebagai bukti, bank umum diwajibkan menyampaikan kepada Bank Indonesia
fotokopi atau guntingan surat kabar yang memuat laporan keuangan publikasi
triwulanan dan disket yang berisi laporan keuangan publikasi triwulanan,
selambat-lambatnya 5 hari kerja sejak tanggal pengumuman di surat kabar. Di
samping itu, Bank Indonesia juga mengumumkan laporan keuangan publikasi
triwulanan yang disampaikan oleh bank umum pada home page Bank Indonesia.

23
Ibid, Hlm. 224-227.
14

Pengumuman dilaksanakan oleh bank umum melalui Bank Indonesia


berdasarkan Laporan Bulanan Umum (LBU) yang disampaikan kepada Bank
Indonesia yang telah diklarifikasi oleh Bank Indonesia berdasarkan standart
laporan sebagaimana diatur dalam pernyataan Standart Akuntansi Keuangan dan
Peraturan Bank Indonesia yang berlaku. 24

24
Ibid, Hlm. 228-229.
BAB III
PENUTUP

Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 mengenai asas, tujuan, fungsi perbankan


syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasakan prinsip syariah, demokrasi
ekonomi, dan prinsip kehati-hatian ditegaskan lagi pada Pasal 35 bab Tata kelola,
prinsip kehati-hatian, dan pengelolaan risiko bank.25
Pasal 35
(6) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian.
(7) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia
laporan keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi
tahunan serta penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi
syariah yang berlaku umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu
dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
(8) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik.
(9) Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
(10) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada
publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Segelintir pasal diatas menyatakan bahwa prinsip kehati-hatian harus
diaplikasikan untuk memberikan kepercayaan bagi kedua belah pihak mengenai
konsekuensi bank dalam melindungi dana nasabah ataupun saat bank melakukan
pembiayaan pada nasabah.

25
UU No. 21 Tahun 2008

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemah, QS. Al-Maidaah ayat 49

Anshori, Abdul Ghofur. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah (Analisis


Konsep UU No. 21 Tahun 2008) Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. 2010.

Asikin, Zainal. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. (Jakarta: Kencana).


2016.

Dendhana, Toto Octaviano. Penerapan Prudental Banking Principles Dalam


Upaya perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana. Penerapan
et SocietatisVol. I/No.I/Jan-Mrt/2013. 2013.

Mulhadi. Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka UU


Perbankan di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
USU Repository 2006. 2005

Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit (Suatu Tinjauan di Bidang


Yuridis). (Jakarta: PT Rineka Cipta). 2009.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

Usman, Rachmadi. Aspek Hukum Perbankan Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika).


2014

16

Anda mungkin juga menyukai