Anda di halaman 1dari 27

SISTEM PERBANKAN SYARIAH

Perbedaan Operasional Perbankan Syariah Dan Bank Konvensional

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Sistem Perbankan Syariah”


Dosen Pengampuh
Muslihati, S.E.I.,M.E

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


 Ayu Natasia Indar (90100122120)
 Muh Ryan Anugrah A.P (90100122097)
 Rafika Fitrah (90100122103)

KELAS EKIS D

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM JURUSAN EKONOMI
ISLAM
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panajatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Shalawat serta salam taklupa pula kita limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Judul dari makalah ini adalah “Perbedaan Operasional Perbankan Syariah
dan Konfensional”.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


dosen mata kuliah Sistem Perbankan Syariah yang telah memberikan kami
tugas. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang ikut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh


dari kata sempurna baik materi ataupun penulisannya, oleh karena itu,
keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna
bagi penulis pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya

Gowa, 31 Maret 2023

penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL.................................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................

A. Latar Belakang............................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................
C. Tujuan Penelitian.........................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................

A. Pengertian Asbabun Nuzul..........................................................


B. Macam – Macam Asbabun Nuzul...............................................
C. Factor – factor terjadinya Asbabun Nuzul..................................

BAB III PENUTUP.................................................................................

A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai


peranan penting di dalam perekonomian negara sebagai lembaga keuangan.
Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan, bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Jenis bank di Indonesia dibedakan
menjadi dua jenis bank, yang dibedakan berdasarkan pembayaran bunga atau
bagi hasil usaha:

1. Bank yang melakukan usaha secara konvensional.

2. Bank yang melakukan usaha secara syariah.

Bank Konvensional dan Bank Syariah dalam beberapa hal memiliki


persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan,
dan sebagainya. Perbedaan mendasar diantara keduanya menurut yaitu
menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan
lingkungan kerja (Muhammad Syafi’I Antonio, 2009: 29).Perkembangan
industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum
dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional
perbankan di Indonesia. Beberapa badan usaha pembiayaan non-bank telah
didirikan sebelum tahun 1992 yang telah menerapkan konsep bagi hasil
dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan
masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat
memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah. Kebutuhan
masyarakat tersebut telah terjawab dengan terwujudnya sistem perbankan
yang sesuai syariah. Pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut
dalam undang-undang yang baru. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan
yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan
Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum
beroperasinya Bank Syariah di Indonesia.Periode 1992 sampai 1998, hanya
terdapat satu Bank Umum Syariah dan 78 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) yang telah beroperasi. Tahun 1998 muncul UU No. 10 tahun 1998
tentang perubahan UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Perubahan UU
tersebut menimbulkan beberapa perubahan yang memberikan peluang yang
lebih besar bagi pengembangan Bank Syariah. Undang-undang tersebut telah
mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank Syariah. Undang-undang
tersebut juga memberikan arahan bagi bank-Bank Konvensional untuk
membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total
menjadi Bank Syariah. Pada akhirnya pemerintah menerbitkan Undang-
Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sehingga perbankan
syariah memiliki undang-undang secara independen yang akan memperkuat
keberadaan perbankan syariah di Indonesia. Perkembangan bank umum
syariah dan Bank Konvensional yang membuka cabang syariah juga
didukung dengan tetap bertahannya Bank Syariah pada saat perbankan
nasional mengalami krisis cukup parah pada tahun 1998. Sistem bagi hasil
perbankan syariah yang diterapkan dalam produk-produk Bank Muamalat
menyebabkan bank tersebut relatif mempertahankan kinerjanya dan tidak
hanyut oleh tingkat suku bunga simpanan yang melonjak sehingga beban
operasional lebih rendah dari Bank Konvensional (Muhammad: 2005).
B. Rumusah Masalah

1. Apa pengertian Bank Konvensional dan Bank Syariah


2. Bagaimana analisis perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
3. Apa perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah
4. Bagaimana Kontroversi Riba dalam Bank Konvensional dan Bank
Syariah

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian Bank Konvensional dan Bank Syariah


2. Untuk mengetahui analisis perbedaan Bank Syariah dan Bank
Konvensional
3. Untuk mengetahui perbandingan Bank Konvensional dan Bank
Syariah
4. Untuk mengetahui kontroversi riba dalam Bank Konvensional dan
Bank Syariah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Konvensional dan Bank Syariah

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998


yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada
masyarakat dalam bentuk berupa kredit dan/atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan ekonomi rakyat.1 Pierson, seorang ahli
ekonomi dari Belanda, menyatakan “Bank merupakan badan yang menerima
kredit”, maksudnya adalah badan yang menerima simpanan dari masyarakat
berupa giro,deposito berjangka dan tabungan. Untuk mengelolah simpanan
dari masyarakat dan membayar biaya operasional bank, maka bank
menyalurkan dana tersebut dalam bentuk investasi, untuk keperluan
spekulasi, dan memberikan kredit secara besar-besaran kepada bank-bank
lain atau pemerintah dengan investasi yang termasuk dalam bagian kegiatan
perusahaan, dengan demikian memperoleh bagian keuntungan berupa
dividen, atau tingkat bunga.2 Dimana bunga bank dapat diartikan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvesional kepada
nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga dapat
diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki
simpanan) dan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah
yang memperoleh pinjaman).3 Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada
dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu:

1. Bunga simpanan
Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah
yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Bunga simpanan
merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai
contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

2. Bunga pinjaman

Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam


atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank.
Sebagai contoh bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan
pendapat bagi bank. Bunga simpananmerupakan biaya dana yang harus
dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan
pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun
bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Sebagai contoh seandanyai bunga simpanna tinggi, maka secara otomatis
bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.4
Dilihat dari segi cara menentukan harga Jenis bank jika dilihat dari segi cara
menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli, terbagi dalam dua
kelompok, yaitu:

1. Bank yang Berdasarkan Prinsip Konvensional ( Barat )

Bank konvensional yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik


penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya,
memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan
dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu priode tertentu. Persentase
tertentu ini biasanya ditetapkan pertahun.Mayoritas bank yang berkembang
di indonesia saat ini adalah bank yang beriorentasi pada prinsip
konvensional. Hal ini tidsk terlepas dari sejarah bangsa indonesia dimana
asal mula bank di indonesia dibawah oleh kolonial belanda.Dalam mencari
keuntungan dan menentukan harga keadaan para nasabahnya, bank yang
berdasarkan prinsip konvensional menggunakan 2 metode, yaitu :
a). Menetapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan seperti giro,
tabungan, ataupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjaman
(kredit) juga ditentukan berdasaarkan tingkat suku bungan tertentu.
Penentuan harga dikenal dengan istilah spread based.

b). Untuk jasa-jasa bank dan lainya pihak perbankan konvensional


menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau
persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini di knal dengan istila fee
based.

2. Bank yang Berdasarkan Prinsip Syariah ( Islam )

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008


Tentang Perbankan Syariah pada Bab 1 pasal 1 dan ayat 7 di sebutkan
bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank syariah adalah usaha
yang menjalankan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam Al-
Qur‟an dan Hadits, Salah satunya yaitu prinsip “Mudharabah” yaitu akad
yang dilakukan oleh pemilik modal dengan pengelola dana atau dengan kata
lain keuntunganya berdasarkan bagi hasil. Sudarsono (2004) berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan Bank Syariah ialah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam alur
pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi pada prinsip-prinsip
syariah yang sesuai dengan isi Al Qur‟an dan Hadist. Bank berdasarkan
prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia karena mayoritas
masyarakat belum mengetahui keberaaan dari bank syariah, namun seiring
dengan perkembanganya sudah menunjukkan tanda-tanda yang
mengembirakan sejak hadirnya baank syariah saat ini yang berjumlah sekitar
empat ratussan lebih kantornya. Keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang mengharamkan bunga bank konvensional tahun 2003 lalu
memperkuata kedudukan bank syariah Bagi bank yang berdasarkan prinsip
syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank
berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain
untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan
lainya. Sedangkan bank konvensional aturan perjanjianya dibuat hanya
berdasarkan hukum positif. Dalam menentukan harga atau mencari
keuntungan bagi bank yang

berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :

1). Pembiayaan berdasarkan bagi hasil (mudarabah)

2). Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musaraha)

3). Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabaha)

4). Pemiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)

5). Dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa
dari

pihak bank ataau pihak lain (ijarah wa iqtina).

Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah


hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Al-hadist. Kegiatan
operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasul Muhammad SAW. Larangan terutama yang
berkaitan dengan kegiatan bankyang dapat diklasifikasikan sebagai riba, riba
merupakan salah satu dosa yangbesar karena merupakan kegiatan yang
meminta kelebihan dari nilai atau tambahan dari kesepakatan awal. namun
kenyataannya masih banyak masyarakat yang menerapkan sistem riba tanpa
mereka sadari khususnya dalam kegiatan sehari-hari yang bertentangan
dengan nilai nilai keislaman. Perbedaan utama antara kegiatan bank
berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvesional pada dasarnya terletak
pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana. Dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya, bank berdasarkan prinsip syariah tidak
menggunakan sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang
digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak, penentuan imbalan terhadap dana
yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank di dasarkan pada
prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Dalam hukum islam, bunga
adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap
masyarakat dan pemasaran, adanya bank atasa dasar prinsip syariah
merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar
perbankan yang tidak setuju atau tidak meyukai sistem bunga.9 Bank
Syariah telah lama berkembang di luar negeri, seperti antara lain di Negara-
negara Saudi Arabia, Kuwait, sudan, Yordania, Iran, Turki, Bangladesh,
Malysia, dan Swiss, Al Baraka merupakan salah satu Bank Syariah yang
telah berkembang lama dan mempunyai kegiatan di beberapa Negara. Di
Inonesia, keberadaan bank syariah dirintis sejak diberlakukannya Undang-
undang No. 07 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-undang tersebut
menggunakan ”istilahbank bagi hasil‟ untuk menyebut bank yang
berdasarkan prinsip syariah. Ditinjau dari segi kuantitas Bank, BPR lebih
banyak yang beroperasi atas dasar prinsip bagi hasil dibandingkan bank
umum. BPR yang beroperasi atas dasar prinsip bagi hasil sering disebut
dengan BPR Syariah. Bank umum BPR yang beroperasi atas dasar prinsip
bagi hasil sering disebut dengan BPR Syariah. Bank umum yang secara
tegas meyatakan dirinya sebagai bank syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia.Sampai dengan akhir tahun 1998, jumlah kantor bank syariah
secara nasional di Indonesia adalah sebanyak 78 kantor, yang terdiri dari 1
kantor bank umum dan 77 kantor BPR. Perkembangan bank berdasarkan
prinsip syariah masih sangat kecil dibandingkan dengan bank konvensional.
Hingga awal tahun 2005, terdapat 3 bank umum syariah dan 16 unit usaha
syariah. Dimana Bank Umum Syariah terdiri dari Bank Muamalat Indonesia
(BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Indonesia Adapun
Unit Usaha Syariah terdiri dari bank IFI syariah, bank danamon syaria, bank
rakyat indonesia syariah, bank niaga syariah, bank permata syariah, bank
Nasional Indonesia Syariah, BII syariah, bank riau syariah, bank jabar
syariah, BPD sumut syariah, BPD DKI syariah, PBD Lombok NTB, BPD
Aceh syariah, BPD Kalsel syariah, HSBC Syariah, BTN syariah. Peta
penyebaran bank berdasarkan prinsip syariah di Indonesia saat ini masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi,
dan Bandung. Perkembangan Bank Syariah justru tidak terfokus di daerah
potensial, yaitu masyarakat muslim di Banda Aceh, Sumatera Batar, dan
Jawa Timur. Pola pemelihan lokasi pendirian bank syariah saat ini terlihat
masih berpegang pada pola pendirian bank konvensional, yaitu daerah
pertumbuhan ekonomi dan sentra jabotabek dan Bandung.

B. PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH


SEBAGAI ANALISA

1. Bank Konvensional

Bank konvensional sejatinya sudah ada semenjak zaman Romawi, Yunani


dan Babilonia. Aplikasi perbankan dimasa itu sangat sangat urgen di dalam lalu
lintas perdagangan. Awal mulanya dijalankan perbankan hanya terbatas kepada
tukar-menukar uang saja. Kemudian praktek tersebut di kemudian hari tambah
berkembang menjadi usaha menerima setoran tabungan dari masyarakat,
menitipkan uang ataupun memberikan pinjaman uang dengan kemudian mengambil
bunga pinjaman dari peminjam.

Masa bank konvensional modern dimulai sejak abad ke 16 di , Belgia


Inggris, dan Belanda. Waktu itu tukang emas mau menerima uang logam (emas dan
perak) untuk dijadikan tabunggan. Tanda bukti tabungan emas ini ditunjukkan
dengan surat deposito yang disebut goldmith’s note. Dalam perkembangan
selanjutnya goldmith’s note ini digunakan sebagai alat pembayaran. Para tukang
emas mulai mengeluarkan goldmith’s note yang tidak didukung dengan cadangan
emas atau perak dan diterima sebagai alat pembayaran yang sah dalam transaksi
bisnis. Inilah cikal bakal munculnya uang kertas modern.

Dari derkriptif sejarah perbankan konvensional di atas, dapat diketahui bahwa ada
keterkaitan yang erat antara mekanisme perbankan yakni sebagai lembaga perantara
(intermediary institusion) antara debitur dan kreditur dalam hal penyaluran dan
penarikan dana dari masyarakat dengan prinsip dan mekanisme bunga. Kedua hal
tersebut tidak dapat dipisahkan, ketika membicarakan prinsip dan mekanisme
perbankan konvensional. Sebagaimana disebutkan di dalam UU Nomor. 7 1992, Di
Indonesia bank dibedakan menjadi 2 jenis bank dengan masing-masing usahanya
yaitu:

1.) Bank Umum


Menurut ketentuan pasal usaha bank umum meliputi :
a. Mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, sertifikat
deposito, simpanan giro, deposito berjangka, dan atau bentuk lainnya yang
disamakan dengan itu.
b. Menyalurkan kredit.
c. Membuat surat pengakuan hutang.

d. Menjual, membeli, dan menjamin atas resiko sendiri maupun untuk


kepentingan dan atas perintah nesabahnya yaitu :

1.Surat-surat wesel diantaranya wesel yang diakseptasi oleh bank yang


waktu berlakunya tidak lebih lama dan pada kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud.

2.Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya
tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.

3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah

4. Sertifikat bank Indonesia (SBI)

5. Obligasi

6. Surat dagang jangka waktu sampai dengan 1 tahun.

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk


kepentingan nasabah.

f. Meminjam dana dari, menempatkan dana pada, atau meminjamkan dana


kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi,
wesel unjuk, cek atau sarana lainnya
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan


suatu kontrak.

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk


berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam bal
debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

l. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip madin


keuntungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah.

m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana disebutkan di
atas, bank umum juga melakukan kegiatan-kegiatan seperti berikut ini:

a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang


ditetapkan oleh Bank Indonesia.

b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di


bidang keuangan, seperti sewa usaha, modal ventura, perusahaan efek asuransi
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memeenuhi
ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat


kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaan nya dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pension sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku.
Terhadap aktifitas usaha Bank Umum ini terdapat pembatasan atau pelarangan,
yaitu ;

a) melakukan penyertaan modal,

b) melakukan usaha perasuransian ; dan

c) melakukan usaha laiin di luar kegiatan usaha.

2) Perkreditan Rakyat

Menurut ketentuan pasal 13 LTU Nomor 7 tahun 1992 tentang usaha


perbankan, usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito


berjangka, tabunngan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit.

c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai


dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),


deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.

Sementara itu menurut ketentuan pasal 14, Bank Perkreditan Rakyat dilarang :

a. Menerima simpanan giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

c. Melakukan penyertaan modal.

e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha.

2. Bank Syariah

Menurut Niazi, praktek perbankan dalam Islam telah ada sejak lama, Ia
menyebutkan bahwa pengusaha muslim telah mengenal usaha penukaran uang
(Money changer), yang dalam sejarah Islam dikenal dengan sarraf dan adanya
siftajah yakni sejenis letter of credit atau kertas pembayaran (bill of exchange)
menandakan telah dikenal operasional transper dana (remmitance) dalam
masyarakat muslim.
Prinsip-prinsip nilai dan mekanisme-mekanisme operasional dari satu
sistem perbankan tertentu akan membedakannya dengan perbankan lain. Dalam
perbankan Islam, internalisasi nilai-nilai syariah dan operrasional perbankan
dapat dilihat dari produk-produk maupun jasa layanan yang ditawarkan
perbankan syariah.

Secara garis besar, produk-produk dan jasa layanan perbankan syariah


dapat dogolongkan berdasarkan prinsip-prinsip akad sebagai berikut
Internalisasi nilai-nilai syari’ah dalam operasional perbankan dapat dilihat dari
produk-produk maupun jasa layanan yang ditawarkan perbankan syari’ah.
Secara garis besar, produk-produk dan jasa layanan perbankan syari’ah dapat
digolongkan berdasarkan prinsip-prinsip akad sebagai berikut:

1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/ al- Wadi ’ah) 3 Dalam tradisi
fiqh Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan nama al-waa'i ’ah, yang
dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendaki. Landasan hukum al-wad'i’ah antara lain adalah Q.S. an-Nisa (4): 58.
Dua jenis al-wadi ’ah adalah:

1).Al-wadi 'ah yad al-amanah Dalam akad ini pihak penyimpan tidak
bertanggung-jawab terhadap kerusakan atau kehilangan barang yang
disimpan, yang tidak diakibatkan oleh perbuatan atau kelalaian penyimpan.
Selain itu pihak penyimpan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan
uang ataupun barang yang dititipkan, tetapi harus benar-benar menjaga
sesuai kelaziman.Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada
penitip sebagai biaya pinitipan.

2).Al-wadi ’ah yad ad-damanah Dalam akad ini, pihak penyimpan dengan
atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan titipan
tersebut, dan bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang
yang disimpan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam
penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan.

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Secara umum prinsip bagi basil dalam
perbankan syari’ah dapat dilakukan dalam empat macam akad utama, yaitu:
musyarakah, mudarabah, musaqah, dan muzara ’ah. Sungguhpun demikian,
prinsip yang paling banyak diterapkan dalam praktek perbankan adalah
mudarabah dan musyarakah.

1) Al-mudarabah (Trust Financing/ Trust Investment) Secara teknis


mudarabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama (sahib al-mal) menyediakan keseluruhan (100%) modal,
sedangkan pihak lain nya menjadi pengelola. Keuntungan usaha akad
mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang telah dituangkan dalam
kontrak. Sedangkan apabila rugi, kerugian ditanggung oleh pemilik modal,
selama kerugian itu bukan diakibatkan kekurangan atau kelalaian pihak
pengelola. Apabila demikian, maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.

2) Mudarabah muqayadah, (restrieted mudarabah/ speefied mudarabah) 4


yaitu akad kerjasama antara sahib Al-mal dengan mudarib disertai batasan-
batasan jenis usaha, waktu, ataupun tempat usaha. Aplikasinya dalam
praktek perbankan, mudarabah biasa diterapkan baik pada produk
penghimpunan dana maupun pembiayaan. Pada sisi penghimpunan dana,
mudarabah diterapkan pada:

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan


khusus, seperti: tabungan haji, tabungan qurban, dll.

b. Deposito biasa

c. Deposito spesial (speeial investment, dimana dana yang dititipkan nasabah


pengelolaannya khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau
ijarah saja. Sedangkan pada sisi pembiayaan , mudarabah diterapkan untuk:

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

b. Investasi khusus, sumber dana khusus untuk penyaluran yang khusus pula
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahib al-mal. Musyarakah
(Partnership, Projeet Finaneing Petrtieipatien).

3. Prinsip Jual-Beli (Sale and Purehase) Bentuk-bentuk akad yang menggunakan


prinsip jual beli adalah: bai ’ almurabahah, bai’ bisamanin ajil, bai’ as-salam, dan
bai al-istisna. Dasar hukum akadakad dengan prinsip jual beli seeara umum adalah
Q.S. al-Baqarah (2) : 275, dan Q.S. Al -Nisa( 4): 29.

1). Bai ’ al -Murabahah dan Bai ' Bisamanin Ajil

Al- murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga
sebesar harga pokok ditambah dengan keunmngan yang disepakati bersama
dengan pembayaran ditangguhkan satu bulan sampai satu tahun.
Persetujuan tersebut juga meliputi eara pembayaran sekaligus. Sedangkan
bai' bisamanin ajil adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga
sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati
bersama. Persetujuan ini termasuk jangka waktu angsuran dan jumlah
angsuran. Kedua bentuk akad tersebut, aplikasinya dalam praktek
perbankan.

2). Bai ’ as-salam (In-Front Payment Sale) Bai ’ as-salam adalah persetujuan
jual beli suatu barang, dimana terjadi pembayaran harga barang pada waktu
akad seeara tunai, dan penyerahan barang ditangguhkan dan dilakukan pada
waktu yang disepakati. Jika diaplikasikan dalam perbankan, keuntungan
yang didapat bank adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan
harga jual kepada pembeli.Bai’as-salam biasanya dipergunakan pada
pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek yaitu 2-6
bulan. Karena yang dibeli bank adalah barang seperti padi, jagung dan
eabai, dimana bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut
sebagai simpanan (inventory), maka dilakukanlah akad bai’ as-salam
kepada pembeli kedua, misalnya bulog, pedagang pasar induk atau grosis.

3). Bai ’ al-Istisna (Purehase By Order or Manufaeture) Akad bai’ al-istisna


merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk
membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati
dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas
harga serta sistem pembayaran, apakah dilakukan di muka, melalui eieilan,
atau ditangguhkan sampai waktu tertentu.

4. Prinsip Sewa ( al- Ijarah)5 Dasar hukum prinsip ijarah adalah Q.S. al-
Baqarah (2): 233. Akad yang menggunakan ptinsip ijarah ada dua, yaitu:
ijarah ( operational lease) itu sendiri dan al-ijarah al-muntahia bittamlik
( financial lease with purchase option).

1. Al-Ijarah (Operational Lease) Pengertiannya adalah akad


pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/
milkiyyah) atas barang itu sendiri.

2. Al-Ijarah Muntahi Bittamlik ( Financial Lease With Purchase option)


Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bittamlik adalah
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad
sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa.
Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan
ijarah biasa.

5. Prinsip Jasa (Fee Based Services) “Beberapa akad yang didasarkan pada prinsip jasa
adalah”;

1. Al- Wakalah (Deputyship. Wakalah atau wikalah berarti penyerahan,


pendelegasian, atau pemberian mandat. Dasar hukum al-wakalah adalah QS al-
Kahfi (18): 19, dan Q.S. Yusuf (12): 55. Aplikasi nya dalam perbankan, yaitu
bank melayani jasa penitipan uang atau surat berharga, dimana bank mendapat
kuasa dari si penitip, untuk mengelola uang atau surat berharga tersebut. Dalam
hal ini bank akan memperoleh fee sebagai imbalan jasanya.

2. Al-Kafalah ( Guaranty) Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh


penanggung (kafil ) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti
mengalihkan tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Dasar hukm al-
kafalah adalah QS. Yusuf (12): 72. Jenis-jenis kafalah adalah: kafalah binnafs,
kafalah bilmal, kafalah bittamlik , kafalah almunzazah, dan kafalah aI-mu
’alIaqah.

3. Al-Hawalah (Transper Service) Al-hawalah adalah akad pengalihan hutang


dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggungnya.
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Factoring atau anjak piutang, dimana nasabah yang memiliki piutang kepada
pihak ketiga memindahkan piutang tersebut kepada bank, bank lalu membayar
piutang tersebut dan menagihnya dari pihak ketiga.

b. Post-dated cheek, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa


membayarkan dulu piutang tersebut.

c. Bill discounting, seeara prinsip serupa dengan hawalah hanya saja nasabah
harus membayar fee, sedangkan pembahasan tentang fee tidak didapati dalam
kontrak hawalah.

4. Al-Rahn (Mortgage) Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si


peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut harus memilik nilai ekonomis. Seeara sederhana rahn adalah
jaminan utang atau gadai. Prakteknya nya di dalam perbankan, kontrak rahn
dipakai dalam dua hal, yaitu:

a. Sebagai produk pelengkap, artinya merupakan akad tambahan (jaminan/


collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ almurabahah.

b. Di beberapa negara Islam seperti Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai
alternatif dari pegadaian konvensional. Perbedaannya jika dalam pegadaian
konvensional dikenakan bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda,
sedang dalam rahn tidak tendapat bunga, tapi hanya biaya penitipan
pemeliharaan/ penjagaan serta penaksiran yang hanya sekali serta ditetapkan di
muka (pada saat akad).

3. Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Konvensional dan Bank Syariah dalam beberapa hal memiliki


persamaan, diantara lain yaitu terutama dalam sisi teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer yang dipergunakan, persyaratan umum
pembiayaan, dan sebagainya. Masyarakat perlahan-lahan telah mulai mengenal
dengan jelas perbedaan antara bank syriah dengan konvensional, yaitu terutama
pada sistem bunga ( interest). Artinya, bank konvensional menerapkan
sistemSalemba Empat, bunga sebagai imbal hasilnya, sedangkan bank syariah
menerapkan prinsip bagi hasil.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah atau
prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau
riba memberatkan, maka bank syariah beropersi berdasarkan kemitraan pada semua
aktivitas bisnis atas dasar keseteraan dan keadilan. Perbedaan yang mendasar antara
bank syariah dengan bank konvensional, antara lain:

a. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvesional dengan bank syariah
terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak
melaksanakan sistem bunga melainkan sistem bagi hasil dalam
aktivitasnya sedangkan bank konvesional justru kebalikannya yaitu
merapkan sistem bunga. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang
sangat mendasar terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh
bank syariah, dimana untuk menghindari sisem bunga maka sistem
yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang
diselenggarakan dalam bentuk bagi hasil. Pada dasarnya, semua jenis
transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak
mengandung unsur bunga (riba).
b. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem bank syariah dana dikelola dalam bentuk titipan


maupun investasi. Berbeda halnya dengan deposito bank Konvensional
dimana deposito adalah usaha membungakan uang. Konsep dana
titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkanya, bank syariah harus
dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan tersebut menjadi sangat
likuid. Likuiditas yang tinggi inilah yang menyebabkan dana titipan
kurang memenuhi syarat-syarat suatu investasi yang membutuhkan
pendapatan dana.

Sesuai dengan fungsi bank intermediary dimana fungsi ini sebagai


lembaga keuangan yang menyimpan dana nasabah pada nasabah
peminjam, kemudian dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan
atau investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam
traksasksi perniagaan yang digunakan dalam sistem bank syariah.
Keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam
berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Jika
keuntungan usaha semakin tinggi maka semakin besar pula keuntungan
yang diberikan bank kepada nasabah. Namun jika hasil yang diperoleh
kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang diberikan kepada
nasabah.

c. Kewajiban Mengelola Zakat


Kewajiban mengelola zakat merupakan fungsi dan peran yang
melekat pada bank syariah untuk memobilisasikan dana-dana sosial
seperti zakat, infak, dan zedekah. Artinya bank syariah wajib
mengelola zakat dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun,
mengadministrasikannya dan mendistribusikannya.
d. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi bank syariah adanya badan
pengawasan yang disebut sebagai lembaga Dewan Pengawasan Syariah
(DPS). Dimana DPS bertugas untuk mengawasi segala
aktivitas/kegiatan bank agar bank tersebut beroprasi atau bekerja selalu
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawah oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-
masing lembaga keungan syariah. DSN dapat memberikan teguran jika
lembaga tersebut yang bersangkutan melenceng dari prinsip-prinsip
syariah. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga
yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Daparteman
Keuangan untuk memberikan hukuman berupa sanksi.

4. Kontroversi Riba dalam Bank Konvesional dan Bank Syariah

Kontroversi bank konvensional dengan bank syariah lebih terfokus pada


“Riba” adapun yang dimaksud dengan riba secara etimologis adalah kelebihan,
penambahan, peningkatan atau surplus, kebanyakan dll. Kata riba dalam bahasa
Inggris disebut usury, yang diartikan bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan.
“Zuhaili menyebutkan bahwa arti riba secara etimologi adalah tambahan.” “Imam
Sarkhasi (bermazhab Hanafi) mendefinisikan riba adalah tambahan yang
disyaratkan dalam transaksi jual beli tanpa adanya iwadh (padanan).”

Pesatnya pertumbuhan/perkembangan Lembaga Keuangan Syariah dengan


berbagai intrumen menimbulkan optimesme terhadap sikap masyarakat mengenai
riba. Walaupun sudah banyak dijelaskan tentang pengertian riba baik secara
etimoligis maupun bahasa yang telah disebutkan di atas dan beberapa pandangan
para ahli tentang larangan riba. Akan tetapi masih banyak kontroversi yang timbul
tentang riba yang selalu menjadi perdebatan. Dimana pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah apa yang dimasud dengan riba dan mengapa riba itu dilarang, serta
bagaimana riba dapat dihilangkan dari perekonomian, seberapa berhasil usaha-
usaha yang telah dilakukan untuk menghilangkan riba, dan bagaimana uang
dikelola dalam suatu perekonomian setelah penghapusan riba.

Ada beberapa pendapat ulama terkait dengan perdebatan riba dan bunga bank.
“Pertama, mayoritas ulama salaf dan khalaf, termasuk al-A’immah alMujtahidin
dari kalangan Sunni dan Syi‟i. sedangkan dari kelompok neorevevalis, seperti Abu
A‟la al-Maududi, melihat riba dari segi dampak yang ditimbulkan. Mereka sepakat
bahwa hukum riba an-nasiah adalah haram berdasarkan surat AlBaqarahayat 275-
278. Jenis riba an-nasi’ah adalah praktek riba yang terjadi pada masa Jahiliyyah
pra-Islam. Terkait perdebatan apakah bunga bank sama dengan riba atau tidak, Al-
Maududi menyatakan bahwa bunga bank adalah termasuk riba yang dilarang.
Pernyataan al-Maududi adalah sesuai dengan Fatwa Majlis Ulama Indonesia yang
berpendapat bahwa bunga bank adalah haram. Menurut Adiwarman Karim, bunga
bank dalam perbankkan konvensional termasuk riba an-nasi’ah. Praktek ini
seringkali muncul dalam pembayaran bunga deposito, tabungan, giro dan lain-lain.”

“Karim menjelaskan lebih jauh bahwa keharaman bunga bank karena bank
sebagai kreditur mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan
ditentukan terlebih dahulu diawal transaksi.” Mungkin saja bisa jadi nasabah yang
mendapatkan pinjaman tersebut belum tentu mendapat keuntungan, tetapi ia harus
membayar bunganya ke bank, dan bank tidak mau tahu apakah nasabah tersebut
mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Disinilah adanya unsur saling
mendhalimi dan ketidakadilan antara nasabah dan pihak bank. Unsur-unsur yang
seperti inilah yang tidak diperbolehkan dalam Islam.

“Pendapat kedua, menurut ulama modernis, seperti Muhammad Abduh dan


Rasyaid Ridha, berpendapat bahwa bunga bank dapat dikategorikan riba jika bunga
tersebut berlipat ganda. Pendapat ini didasarkan pada ayat al-Qur‟an Surat Ali
Imran (3): 130. Konsekwensinya adalah Abduh membolehkan bunga bank dengan
alasan bahwa, pertama, bunga bank adalah tidak bersifat menindas, justru
mendorong kemajuan ekonomi; kedua, menabung di bank pada dasarnya
merupakan perkongsian (mudharabah), walaupun tidak sama persis dengan yang
diformalkan dalam fikih; dan ketiga, sebagai konsekwensi alasan pertama, yaitu
perbankkan dapat mendorong kemajuan dalam bidang-bidang lain, disamping
ekonomi. Pendapat ini juga oleh pendapat Ahmad Hasan dan Umer Chapra yang
menyatakan bahwa riba diharamkan karena berlipat ganda dan eksploitatif.
Sehingga ia berpendapat bahwa hukum bunga lembaga-lembaga keuangan modern
adalah tidak haram karena tidak sama dengan riba pada zaman Jahiliyyah yang
berlipat ganda dan eksploitatif”. “Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad
menerjemahkan riba sebagai usury dari pada bunga. Menurut Abdul Aziz Jawish
dan Hafni Nasif istilah riba sama dengan usury, tetapi, mereka membedakan antara
usury (riba) dengan Intrest (bunga)”. Menurutnya, “usury adalah jika tambahan itu
sama atau lebih besar dari jumlah pinjamannya, sedangkan interest (bunga) jika
tambahan itu lebih kurang dari pokoknya Pendapat ketiga, menurut pendapat
Fazlurrahman (1984), Muhammad Asad (1984), dan Said Najjar (1989) bahwa riba
dikatakan haram karena eksploitatif. Mereka memahami ayat-ayat riba lebih
melihat pada aspek moral dari pada legal-formalnya. Sehingga mereka berpendapat
bahwa hukum bunga bank menjadi fleksibel dan relatif. Jadi bunga bank yang
dilarang adalah yang dalam prakteknya ada unsur eksploitasi terhadap debitur. Jika
tidak, maka bunga bank tidak dilarang. Douallibi (Syiria) membedakan antara
pinjaman produktif dan konsumtif”. Beliau berpendapat bahwa dalam pinjaman
produktif diperbolehkan ada bunga, sedangkan dalam pinjaman konsumtif tidak
diperbolehkan adanya bunga karena ada unsur eksploitasi terhadap orang
lemah/orang ekonominy rendah.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasarkan temuan yang sudah dijelaskan bisa dipahami bahwa dalam


jasa-jasa dan produk beserta prinsip-prinsip aplikasi transaksi di perbankan
konvensional maupun perbankan syariah, Nampak sekalipun sama-sama
memberikan keuntungan pada pemilik modal, akan tetapi sistem bunga pada bank
konvensional dan sistem bagi hasil pada bank syariah memiliki signifikansi
perbedaan, perbedaannya adalah: pada prinsipnya antara bunga yang merupakan
instrumen utama perbankan konvensional dan sistem bagi hasil yang merupakan
instrumen bank syariah merupakan 2 hal yang berbeda dari segi esensi dan
teknisnya. Perbedaan pokoknya terletak pada landasan falsafah yang dianutnya.
Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil dalam seluruh aktivitasnya dan tidak
menenal system bunga, sedangkan bank konvensional menerapkan system bunga
dan tidak menerapkan system bagi hasil, Dari segi operasional,uang yang
diamanahkan oleh nasabah kepada bank syariah dapat berupa titipan maupun
investasi sementara pada bank konvensional berupa deposito yang memang jelas-
jelas mengupayakan pembungaan uang. Dari segi tanggungjawab, bank syariah
berkewajiban untuk mengeluarkan zakat serta mengelolanya, sedang bank
konvensional tidak mengeluarkan zakat.

Bank Syariah berfungsi sebagai sarana untuk mengumpulkan tabungan


masyarakat dan mengembangkannya. Intinya bahwa Bank Syariah adalah lembaga
yang berfungsi untuk menginvestasikan dana masyarakat sesuai dengan anjuran
Islam dengan efektif, produktif dan untuk kepentingan umat Islam. Tujuan utama
dari Bank Syariah, yaitu menyatukan umat Islam, mengembalikan kekuatan, peran,
dan kedudukan Islam di muka bumi ini bisa tercapai.Bank Konvensional didirikan
untuk mendapatkan keuntungan material sebesar-besarnya,sedangkan Bank Syariah
didirikan untuk memberikan kesejahteraan material dan spiritual. Artinya, Bank
Syariah tidak akan menyalurkan dana untuk usaha pabrik minuman keras atau
usaha lain yang tidak bisa dijamin bahwa hasilnya berasal dari kegiatan yang halal.
Karena itu dapat dikatakan bahwa konsep keuntungan pada Bank Konvensional
lebih cenderung, berfokus pada sudut keuntungan materi, sedangkan konsep
keuntungan pada Bank Syariah harus memperhatikan keuntungan dari sudut
duniawi dan ukhrawi(akhirat).Jika memang tujuan nasabah sesuai dengan tujuan
Bank Syariah, maka secara prinsip tidak ada kekurangan.

b. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan


makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu
penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan partisipasi pembaca untuk memberikan
masukan baik itu berupa kritikan maupun saran yang membangun untuk membuat
makalah ini menjadi lebih baik dari segi isi maupun segi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

RUSDI, M., SUNARTI, & SYAFAR, N. F. (2020). Perbankan Konvensional Versus


Perbankan Syariah dalam Realitas . Jurnal Perbankan.
Yusriadi. (2017). BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL. Sekolah Tinggi Ilmu
Syariah (STIS) Alhilal Sigli.

Anda mungkin juga menyukai