Anda di halaman 1dari 18

SISTEM PENGAWASAN BANK SYARIAH

Ditulis Guna Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan


Pada Mata Kuliah Dasar-Dasar Perbankan Syariah
Dosen Pengampu : Muhammad Sholeh S.H.M.E.I

DISUSUN OLEH :

1. ridho algustiansyah : 2021.05.10.002


2. sara Yunita : 2021.05.10.010

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL AZHAAR
LUBUKLINGGAU SUMATERA SELATAN
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur, kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karna atas rahmat-
Nyalah alhamdullillah akhirnya makalah yang kami susun mengenai “sistem
pengawasan bank syariah” ini dapat selesai pada waktunya.
Dengan ini kami menyadari benar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan-kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, sekalipun
telah diupayakan seoptimal mungkin. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat konstruktif dan membangun sangat kami harapkan guna perbaikan
makalah selanjutnya di kemudian hari.
Demikian pengantar kata yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini
bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi semua kalangan yang
memebacanya.
Amin, Yaa Rabbal ‘Alamin.

Lubuk linggau, Mei 2022


Penulis

Kelompok 02

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................... 1
Bab II Pembahasan
A. EksistensI Perbankan Syariah di Indonesia .................................... 2
B. Pengawasan Perbankan Syariah DI Indonesia ................................ 3
C. Tugas Dan Wewenang DSN............................................................ 5
D. Mekanisme Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Bank Syariah. 12
Bab III Penutup
A. Kesimpulan...................................................................................... 14
B. Saran................................................................................................. 14
Daftar Pustaka............................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewan Syariah Nasional (DSN), didirikan pada tahun 1999 berdasarkan
surat keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor Kp-754/MUI/II/1999
tertanggal 10 Februari 1999, yang ditandatangani oleh KH Ali Yafie dan Drs.
H. Nazri Adlani masing-masing selaku ketua umum dan sekretaris umum MUI.
Pada bagian konsideran surat keputusan tersebut, antara lain dinyatakan bahwa
di antara hal yang melatarbelakangi pembentukan DSN ialah dalam rangka
mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan
mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan
yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa EksistensI Perbankan Syariah di Indonesia?
2. Bagaimana Pengawasan Perbankan Syariah DI Indonesia?
3. Bagaimana Tugas Dan Wewenang DSN?
4. Bagaiman Pengawasan Bank Syariah?
5. Bagaimana Mekanisme Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Bank
Syariah?

B. Tujuan
1. Menjelaskan EksistensI Perbankan Syariah di Indonesia
2. Menjelaskan Bagaimana Pengawasan Perbankan Syariah DI Indonesia
3. Menjelaskan Bagaimana Tugas Dan Wewenang DSN
4. Menjelaskan Bagaimana Mekanisme Pengawasan Bank Indonesia
Terhadap Bank Syariah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. EksistensI Perbankan Syariah di Indonesia


Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan
UndangUndang No. 7 Tahun 1992tentang Perbankan. Bank diperkenankan
melakukan usahanya berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan penyediaan jasa perbankan berdasarkan
prinsip bagi hasil. Pasal 6 huruf m UU No. 10 tahun 1998, disebutkan:1

menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan


Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".
Dengan diperkenankannya bank melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah
diharapkan terjadi situasi yang saling melengkapi dengan lembaga-lembaga
keuangan iainnya yang telah lebih dahulu dikenal dalam sistem perbankan
nasional. Menindalanjuti pengaturan bankberdasarkan prinsip syariah tersebut,
Bank Indonesia menetapkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah dan Peraturan Bank Indone sia No. 2/27/PB1/2000 tanggal 15 Desember
2000 tentang Bank Umum, maka keberadaan Perbankan Syariah di Indonesia
memiliki pijakan hukum meskipun belum mengakomodir keseluruhan instrumen
yang terkait dengan sistem perbankan Islam.2

Dalam rangka menggali potensi industri yang mempunyai prospekcerah


dalam bidang perbankan syariah, sementara pengaturan diatas dirasa masih
kurang memenuhi kebutuhan perkembangan perbankan syariah, maka kini tengah
dipersiapkan olehBank In donesia, pengaturan khusus yang lebih kuat, berupa
undang-undang. Kesadaran dan pemikiran demiklan menunjukkan bahwa
eksistensi perbankansyariahsemakin mantap. Diharapan dengan berbagai
1
BacaUndang-Undang No. 10Tahun 1998, tentang Perbankan.
2
Rochmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum PerbankandiIndonesia (Jakarta; Gramedia Pustaka
Utama, 2001), him. 65

2
keunggulan pada sistem yang dimiliklnya, perkembanganriya tidak kalah dengan
industri perbankan konvensional yang ada.

B. Pengawasan Perbankan Syariah DI Indonesia


Pengawasan merupakan hal utama untuk dapat membangun serta
mengembangkan sebuah industri perbankan, mengingat operasionalisasinya
berpijak pada unsur kepercayaan. Oleh karena itu guna mengakomodir kebutuhan
sistem perbankan syariah, maka substansi pengaturan dalam RUU tentang
Perbankan Syariah nantinya, harus memuat asas-asas dan norma-normo hukum
yan^ mendorong serta mengarahkan pengembangan dan perkembangan perbankan
syariah yang dilengkapi dengan pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan
perbankan syariah. Hal terakhir merupakan perwujudan perlindungan hukum
syariah bagi para nasabanya, yang melekat pada tugas pengawasan.3
Mengingat kegiatan operaslonal perbankan syariah memiliki landasan
teoritis dan karakteristik yang berbeda dengan bank konvensional, materi
pengaturannya pun selain tunduk pada ketentuan yang bersifat umum (lex
generalis) yang berlaku terhadap kegiatan perbankan pada umumnya, juga akan
tunduk pada ketentuan-ketcntuan khusus(lex spesialis) yang hanya berlaku bagi
perbankan syariah.
Hingga saat ini, melalui amanah peaindang-undangan, Bank Indonesia
selaku Bank Sentral masih memegang otoritas dalam pengaturan dan pengawasan
perbankan dl Indonesia/ Dengan dipersiapkannya pembentukan Lembaga Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), maka dimungkinkan kewenangan melakukan pengaturan
dan pengawasan terhadap lembaga perbankan akan- beralih atau
dipindahbebankan kepada OJK. RUU tentang OJKtersebut merupakan realisasi
dari ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia.

3
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari'ah Lingkup, Peluang, Tanlangan
danProspek(Jakarta: Alvabel, 1999). him. 23

3
C. Tugas Dan Wewenang DSN
Paling sedikit ada empat hal yang menjadi tugas pokok DSN, yaitu:
1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkakan fatwa atas produk keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan
Adapun wewenang yang diberikan MUI kepada DSN adalah :
a. Mengeluarkan fatwa yang bersifat mengikat dewan pengawas syariah pada
masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum
pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan,
Badan Pengawas Pasar Modal dan Bank Indonesia
c. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang
akan duduk sebagai dewan pengawas syariah pada suatu lembaga keuangan
syariah
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan
dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga
keuangan dalam maupun luar negeri
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
f. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan
apabila peringatan tidakdiindahkan (Lampiran II SK MUI No. Kep.
754/II/1999).

Meskipun secara internal maupun eksternal dewan syariah masih


mengalami beberapa kendala, namun lembaga ini tampak tetap melaksanakan
tugas pokoknya. Hingga dewasa ini, tidak kurang dari 16 fatwa telah dihasilkan
oleh DSN. Perlu diingat, bahwa disamping DSN ada yang disebut dengan Badan
Pelaksana Harian DSN dan Dewan Pengawas Syariah. DSN adalah dewan yang

4
dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan
aktivitas lembaga keuangan syariah, sedangkan badan pelaksana DSN adalah
badan yang sehari-hari melaksanakan tugas DSN. Adapun dewan pengawas
syariah adalah badan di lembagalembaga keuangan syariah yang bertugas
mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga-lembaga keuangan syariah.
Yang dimaksud dengan lembaga keuangan syariah adalah lembaga
keuangan yang mengeluarkan produk keuangan berdasarkan sistem syariah dan
yang mendapat izin operasional sebaga lembaga keuangan syariah. Adapun yang
dimaksud dengan produk keuangan syariah ialah produk keuangan yang
mengikuti sistem hukum syariat Islam. Lembaga keuangan yang secara formal
beroperasi menurut sistem hukum syariat, di Indonesia dewasa ini masih relatif
terbatas yakni baru pada bidang-bidang perbankan, perasuransian, reksadana, dan
BMT. Dalam perbankan relatif masih sedikit bank-bank membuka divisi/unit
syariah. Selain Bank Muamalat Indonesia (BMI), tercatat nama-nama Bank
Mandiri, Bank IFI, Bank BNI, (Bank Jabar, Bank BRI, red.) dan BPR syariah
lainnya.

D. Pengawasan Bank Syariah


Pengawasan bank syariah (termasuk pula pengaturannya) pada dasarnya
memiliki dua sisim, yaitu pengawasan dari aspek:
1. kondisi keuangan, kepatuhan pada ketentuan perbankan secara umum dan
prinsip kehati-hatian bank, dan
2. pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Berkaitan
dengan hal itu maka struktur pengawasan perbankan syariah lebih bersifat
multilayer yang secara ideal akan terdiri dari :
a. Sistem Pengawasan Internal, yang memiliki unsur-unsur; RUPS, Dewan
Komisaris, Dewan Audit, DPS, Direktur Kepatuhan, SKAI – Internal
Syariah Reviewer, dan
b. Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri dari unsur BI, Akuntan Publik
(termasuk external syariah auditor), DSN dan Stakeholder/Masyarakat
Pengguna Jasa. Sistem pengawasan internal lebih bersifat mengatur ke

5
dalam dan dilakukan agar ada mekanisme dan sistem kontrol untuk
kepentingan manajemen. Sedangkan pengawasan eksternal pada dasarnya
untuk memenuhi kepentingan nasabah dan kepentingna publik secara umum
yang dalam hal ini dilakukan oleh BI dan DSN. Secara umum peran dan
tanggung jawab BI lebih kepada pengawasan aspek keuangan, sedangkan
jaminan pemenuhan prinsip syariah adalah tanggung jawab dan kewenangan
DSN dengan DPS sebagai perpanjangan tangannya. Dalam hal ini tentu saja
kompetensi dan kemampuan pemahaman prinsip syariah tetap wajib
dimiliki oleh pengawas bank dari BI.

Kerjasama antara BI dengan DSN juga dilakukan dalam pengawasan


terhadap produk bank syariah. Sedangkan untuk pengawasan operasional bank
syariah, BI bekerja sama dengan DSN yang dalam hal ini dilakukan oleh DPS.
Hal ini sejalan dengan fungsi dan peran DSN yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia dengan Surat Keputusannya No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan
Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000–2005. SK itu antara lain
menyebutkan, DSN memberikan tugas kepada DPS untuk
a. melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
b. mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN;
c. melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah
yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun
anggaran;
d. merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

Karena pengembangan perbankan syariah masih dalam tahap awal, maka


sistem dan mekanisme pengawasan perbankan syariah masih belum lengkap dan
perlu banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, upaya pengembangan pengawasan
perbankan syariah oleh BI akan terus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengembangkan dan menyempurnakan tools dan sistem pengawasan, serta
meningkatkan kompetensi dan mengembangkan etika pengawasan.Satu langkah

6
penting yang telah dilakukan adalah dihasilkannya PSAK No.59 tentang Standar
Akuntansi Keuangan Perbankan Syariah yang akan diikuti dengan penerbitan
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) dan Pedoman Audit Syariah,
serta format pelaporan bank syariah. Secara teknis di BI juga dikembangkan
pedoman pengawasan dan pemeriksaan bank syariah dan ke depan akan dilakukan
kajian untuk implementasi sistem pengawasan berbasis risiko dan penerapan real-
time supervision.

Dalam konsideran Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No-


mor KMA/080/SK/VII/2006 huruf (a) dise-butkan bahwa pengawasan merupakan
salah satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar
tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat ber-jalan sebagaimana mestinya sesuai
dengan rencana dan aturan yang berlaku, maka terbitlah surat keputusan tersebut
dimak-sudkan sebagai Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan
Lembaga Peradilan. Lahirnya Pedoman Pelaksanaan Pengawa-san tersebut
dimaksudkan untuk:
a) Memperoleh informasi apakah penye-lenggaraan teknis peradilan pengelolaan
administrasi peradilaln, dan pelak-sanaan tugas umum peradilan telah di-
laksanakan telah sesuai dengan renca-naa dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b) Memperoleh umpan balik bagi kebijak-sanaan, perencanaan dan pelaksanaan
tugas-tugas peradilaan.
c) Mencegah terjadinya penyimpangan, mal administrasi, dan ketidakefisienan
pen-yelenggaraan peradilan.
d) Menilai kinerja. Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk
meluruskan yang tidak lu-rus, mengoreksi yang salah, dan membenar-kan yang
hak. Pengawasan (control) dalam ajaran Islam (hukum Syariah), paling tidak
terbagi menjadi dua hal. Pertama, kontrol yang bersasal dari diri sendiri yang
bersum-ber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Kedua sebuah
pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan itu dapat terdiri atas
mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyele-saian

7
tugas yang telah didelegasikan, kese-suaian antara penyelesaian tugas dan per-
encanaan tugas, dan lain-lain. Takwa tidak mengenal tempat. Takwa bukan
sekedar di masjid, bukan sekedar diatas sajadah, na-mun juga ketika
beraktivitas, ketika di kan-tor, ketika dimeja perundingan, dan ketika
melakukan berbagai aktifitas. Takwa semacam inilah yang mampu mejadi
kontrol yang paling efektif. Takwa seperti ini hanya mungkin tercapai jika para
manager ber-sama-sama dengan karyawan melakukan kegiatan-kegiatan
ibadah secara intensif.
Kehadiran Bank Syariah di Indonesia sejak tahun 1992 merupakan
fenomena tersendiri yang telah menarik perhatian, karena sebagai bank yang
bebas bunga telah berhasil lolos dari badai negative spread dalam krisis pada
tahun 1997-1998. Karakteristik Bank Syariah telah menarik perhatian para pelaku
perbankan di Indone-sia. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang nomor 10 tahun
1998, perkembangan Bank Syariah tumbuh dengan pesat, sehingga keberadaan
Bank Syariah di Indonesia telah memberikan warna baru bagi dunia per-bankan
Indonesia. Disamping itu, berkem-bang pula lembaga keuangan lainnya Peru-
sahaan Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Reksadana Syariah dan lembaga
Keuangan Syariah non Bank lainnya yang jumlahnya senantiasa bertambah.
Dengan berkembangnya lembaga-lembaga syariah dengan basis ekonomi Islam,
tidak menutup kemungkinan akan muncul permasalahan antar para pelaku dalam
lembaga syariah.
Secara umum, peranan Bank Sen-tral sangat penting dan strategis dalam
upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu
diwujudkannya sis-tem perbankan yang sehat dan efisien itu karena dunia
perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu
negara. Sedangkan secara khusus, Bank Sentral mempunyai peranan yang penting
dalam mencegah timbulnya resiko-resiko kerugian yang diderita oleh bank itu
sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan
kehidupan perekonomian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan
dengan penga-wasan, diantaranya adalah :
1. Proses Pengawasan.

8
a. Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan
Dalam kegiatan pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan
adalah menentukan standar yang menjadi ukuran dan pola untuk melaksana-
kan suatu pekerjaan dan produk yang dihasilkan. Standar itu harus jelas,
wajar, obyektif sesuai dengan keadaan dan sumber daya yang tersedia.
Setiap bank mungkin mem-punyai sistem pengawasan yang ber-beda-beda.
Namun demikian harus tetap dapat diidentifikasikan adanya unsur-unsur
pengawasan yang lazim terdapat pada semua sistem yang baik. Standar itu
dapat ditetapkan dengan menggunakan dua cara yaitu didasarkan pada data
periode sebelumnya atau didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan. Untuk keperluan analisis standarstandar itu dapat ditetapkan
dengan meng-gunakan rasio-rasio. Misalnya tren hubungan antara
penghasilan den-gan biaya yang dikeluarkan. Hal ini lebih bermakna dari
pada masing-masing item itu diukur secara sendiri-sendiri. Misalnya
kerugian investasi meningkat secara absolut, tetapi bila dibandingkan
dengan meningkatnya volume investasi rasionya lebih kecil.
Maka dapat dikatakan bahwa rasio kerugian itu membaik. Contoh lain
adalah market share (pangsa pasar). Boleh jadi perkembangan dana bank
secara absolute meningkat, tetapi bila dibandingkan dengan perkem-bangan
danadana perbankan secara keseluruhan ternyata share-nya menurun. Ini
dapat berarti bahwa daya saing bank itu menurun.
b. Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana
yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu
diawasi dengan cermat. Untuk keperluan tersebut harus pula dibuat catatan
(record) sebagai lapo-ran perkembangan proses mana-jemen. Berdasarkan
catatan itu hen-daknya dilakukan pengukuran pres-tasi, baik secara
kwantitatif maupun kwalitatif.
c. Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang
diminta. Prestasi pekerjaan harus diberikan penilaian dengan memberikan
penaf-siran apakah sesuai dengan standar, sejauh mana terdapat
penyimpangan dan apa saja faktor-faktor penyebab-nya.

9
d. Melakukan tindakan koreksi terha-dap penyimpangan. Tindakan koreksi,
selain untuk men-getahui adanya kesalahan, juga menerangkan apa yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana
mem-perbaikinya agar kembali kepada standar dan rencana yang seharus-
nya.
e. Perbandingan hasil akhir (output) dengan masukan (input) yang digunakan
Setelah proses pelaksanaan selesai segera diberikan pengukuran dengan
membandingkan hasil yang diperoleh dengan sumber daya digunakan serta
standar yang ditetapkan. Hasil pengu-kuran ini akan memperlihatkan
tingkat efisiensi kerja dan produktifitas sumber daya yang ada.
2. Sistem Informasi Manajemen
Laporan-laporan yang dihasilkan dari proses pengawasan itu harus
disusun dalam suatu format yang sistematis, agar dapat dengan segera dan
mudah digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan secara cepat dan
tepat. Ke-majuan tehnologi informasi telah me-mungkinkan sistem informasi
mana-jemen memiliki kesanggupan memberi-kan berbagai jenis informasi
dengan ce-pat dan akurat serta memberikan fleksi-bilitas dalam cara
penyajiannya. Melalui laporan ini para manajer dapat mem-peroleh informasi
atau data yang tidak termuat dalam laporan reguler, yang dibutuhkan untuk
menghadapi keadaan tertentu.
3. Program Audit Internal
Audit adalah proses pemeriksaan yang dilakukan akuntan perusahaan
atau pi-hak ketiga atas validitas catatan-catatn akunting (dan atau manajemen)
yang dibuat perusahaan untuk menjamin ke-absahan catatan-catatan tersebut.
Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap Bank
Syariah Fatwa Dewan Syariah Nasional Keberadaan ulama dalam struktur
kepengurusan perbankan merupakan keuni-kan tersendiri bagi perbankan
syariah. Para ulama yang berkompeten di bidang hukum syariah dan aplikasi
perbankan memiliki fungsi dan peranan yang amat besar dalam penetapan dan
pengawasan pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam perbankan.
Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi pelaksanaan hukum

10
perbankan syariah berada dibawah koordinasi Dewan Syari’ah Nasional Majlis
Ulama Indonesia (DSN – MUI). Lembaga dewan syariah na-sional bertugas
mengawasi dan menga-rahkan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk
mendorong penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan perekonomian.
Karena itu, keberadaan DSN diharapkan dapat berperan secara optimal dalam
pengembangan ekonomi syariah guna memenuhi tuntutan kebutuhan umat.
Selain itu, DSN juga memberikan teguran jika ada lembaga ekonomi tertentu
yang menyim-pang dari hukum yang telah ditetapkan.
Jika lembaga yang bersangkutan tidak mengin-dahkan teguran yang
diberikan, maka DSN dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang
memiliki otoritas untuk mem-berikan sanksi hukum, seperti ke Bank Indo-
nesia (BI) jika berkaitan dengan perbankan atau Bapepam-LK jika berkaitan
dengan pasar modal, atau ke Departemen Keuan-gan, untuk memberikan
sanksi agar perusa-haan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-
tindakannya yang tidak se-suai dengan syariah. Dewan Pengawas Syariah
(DPS) adalah badan independen yang ditempat-kan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) pada perbankan dan lembaga keuangan syariah. Anggota DPS
harus terdiri atas para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki
pengetahuan di bidang eko-nomi perbankan. Dalam hal ini Bank Syariah telah
mengangkat anggota DPS, yang diang-kat berdasarkan hasil rapat umum pe-
megang saham dan direksi. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib
mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam menge-luarkan
fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip
syariah. Tugas utama DPS adalah men-gawasi kegiatan usaha bank agar tidak
menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh
DSN. Peranan DPS sangat strategis dalam penerapan prinsip syariah di
lembaga per-bankan syariah.
Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan kegiatan
usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya dapat
menyampaikan per-mohonan penempatan anggota DPS kepada DSN. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa mekanisme pengawasan dewan pengawas

11
syariah, setidaktidaknya setiap enam bulan sekali dewan pengawas syariah
menga-nalisa operasional Bank Syariah dan menilai kegiatan maupun produk
bank tersebut yang pada akhirnya dewan pengawas syariah dapat memastikan
bahwa kegiatan operasioanl Bank Syariah telah sesuai fatwa yang dikeluarkan
oleh dewan syariah nasional kemudian menyampaikan hasil pengawasan
tersebut kepada direksi, ko-misaris, dewan syariah nasional dan Bank
Indonesia.

E. Mekanisme Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Bank Syariah


Pada pokoknya Bank Indonesia se-bagai Bank Sentral mempunyai tiga
bidang tugas, yaitu
1. menetapkan dan melak-sanakan kebijakan moneter,
2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
3. mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur
dan mengawasi bank, menurut ketentuan Pasal 24 Undang- Undang No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberi-kan dan mencabut izin atas


kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank. Menurut ketentuan Pasal 29
ayat (1) Un-dang-Undang Perbankan, kegiatan Pembinaan dan pengawasan bank
dilakukan oleh Bank Indonesia. Pengertian yang dimaksud dengan pembinaan
adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang
menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, pengurusan, kegiatan usaha,
pelaporan serta aspek lain yang ber-hubungan dengan kegiatan operasional bank.
Dalam rangka melaksanakan penga-wasan, Bank Indonesia menetapkan
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap
bank sesuai dengan peraturan perundangundan-gan (Pasal 24). Disamping itu,
bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang
memuat prinsip kehatihatian (Pasal 25), dimana prinsip ke-hati-hatian tersebut
bertujuan untuk mem-berikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha

12
perbankan, guan mewujud-kan sistem perbankan yang sehat. Oleh karena itu,
peraturanperaturan di bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indo-nesia
harus didukung oleh penerapan sanksisanksi yang adil. Berkaitan dengan
kewenangan di bidang pengawasan, sesuai ketentuan Pasal 26 UndangUndang
No. 23 Tahun 1999 tentang Perbankan.
Pemeriksaan terhadap bank yang dilakukan oleh Akuntan Publik tersebut
me-rupakan pemeriksaan setempat sebagai pengejawantahan dari pendelegasian
wewe-nang Bank Indonesia selaku otoritas pem-bina dan pengawas bank. Selaku
otoritas pembina dan pengawas bank, maka Bank Indonesia menjalankan upaya
dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan,
kepemilikan, kepengu-rusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang
berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Pelaksanaan tugas pengaturan
ditetapkan dalam bentuk produk Peraturan Bank Indonesia. Materi yang termuat
dalam Peraturan Bank Indone-sia tersebut pada dasarnya ketentuan-ketentuan
perbankan yang mengarahkan terlaksananya prinsip kehati-hatian dengan tujuan
untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggara jasa perbankan dalam
menjalankan kegiatan usahanya, sehingga tercapai sistem perbankan yang sehat.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Dengan diterbitkannya undang-undang No. 10 tahun
1998 tentang perubahan undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan
yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam
bentuk surat keputusan (SK) direksi BI/Peraturan Bank Indonesia, telah
memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi pengembangan perbankan
syariah di Indonesia. Industri perbankan syariah sejatinya dijalankan
berdasarkan prinsip dan sistem syariah
B. Saran
penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.

14
DAFTAR PUSTAKA

BacaUndang-Undang No. 10Tahun 1998, tentang Perbankan.

Rochmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum PerbankandiIndonesia (Jakarta;


Gramedia Pustaka Utama, 2001), him. 65

Zainul Arifin, Memahami Bank Syari'ah Lingkup, Peluang, Tanlangan


danProspek(Jakarta: Alvabel, 1999). him. 23

15

Anda mungkin juga menyukai