Anda di halaman 1dari 26

IMPLEMENTASI PRINSIP KEUANGAN SYARIAH MENJADI

PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah Semester Gasal
Tahun Akademik 2022/2023.

OLEH KELOMPOK 9

BRAYEN ALBACINO ERLANGGA (2021310007)


1.
MUFLIHATUN NI’MATUL AWALIYA (2021310021)
2.

DOSEN PEMBIMBING:

RINO PURNOMO, S.Pd. M.E

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (ES)


JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
Sekolah Tinggi Agama Islam Ash- Shiddiqiah Lempuing Jaya OKI
LEMPUING JAYA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta hidayahnya hingga kami mampu menyelesaikan
makalah yang berjudul “Implementasi Prinsip Keuangan Syariah Menjadi Produk
Perbankan Syariah” Selain Itu kami, selaku penulis mengucapkan rasa
terimakasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Rino Purnomo, S.Pd M.E.,
Selaku dosen pembimbing yang telah membatu dalam memberikan bimbingan
yang sangat banyak, kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini, tak lupa
pula penulis ucapkan terima kasih kepada teman teman yang terlibat, baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah
Serta sebagai media pembelajaran untuk mengenal Implementasi Prinsip
Keuangan Syarian Mejadi Produk Perbankan syariah dalam Bank Syariah lebih
dalam, Penulis berharap makalah ini dapat menjadi media pembelajaran yang baik
guna memperdalam ilmu pengetahuan tentang Perbankan Syariah, baik bagi
penulis maupun pembaca yang berkenan untuk membacanya.

Kami selaku penulis menyadari bawasanya makalah ini masih jauh dari
kata sempurna untuk itu, penulis sangat mengarapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk dapat membenahi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi demi
dapat memberikan media pembelajaran yang lebih efektif.

Lempuing Jaya,
Jum’at, 02 Desember 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ II


BAB I ...................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 1
C. TUJUAN ...................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
A. PENGERTIAN IMPLEMENTASI .............................................................. 2
B. PRODUK PERNGHIMPUNAN DANA BANK SYARIAH ...................... 5
1. Imlementasi Prinsip Wadiah..................................................................... 5
2. Implementasi Prinsip Mudhorobah .......................................................... 8
C. PRODUK PENYALURAN DANA BANK SYARIAH............................ 11
1. Implementasi Prinsip Musyarakah ......................................................... 12
2. Implementasi Prinsip Ijarah.................................................................... 14
3. Implementasi Prinsip Qardh ................................................................... 16
D. PRODUK JASA BANK SYARIAH .......................................................... 18
1. Implementasi Prinsip Murabahah ........................................................... 18
2. Implementasi Prinsip Wakalah ............................................................... 20
BAB III.................................................................................................................. 22
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 22
B. SARAN ...................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perbankan syariah merupakan salah satu lembaga keuangan berbasis
syariah yang mana dalam oprasionalnya harus selalu mengedepankan prinsip
prinsip syariah serta meninggalkan perkara perkara yang melanggar hukum syari,
makasari utu pihak perbankan syariah selalu berupaya dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat dengan sebaik baiknya tanpa melanggar perkara
perkara agama untuk itu pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah
terutama perbankan syariah menjadi hal yang sangat penting dilakukan untuk
memastikan segala macam oprasional yang dilakukan dalam bank syariah sesuai
dengan ketentuan ketentuan dalam Al Quran dan hadis sehingga bank syariah
dipastikan bebas dari praktek praktek muamalah yang melanggar ketentuan islam.
Sebagai sebuah lembaga keuangan perbankan syariah tentunya memiliki
beragam produk yang mereka tawarkan untuk mengelola keuangan sehingga
produk produk tersebut di harapkan mampu membantu perekonomian masyarakat
namun yang terpenting dari semua itu adalah memastikan bahwa produk produk
ini mengunakan prinsip prinsip yang sesuai dengan ajaran Al quran dan Al Hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah produk produk dalam perbankan syariah ?
2. Prinsip apakah yang digunakan produk produk perbankan syariah ?
3. Bagaimanakah mekanisme penggunaan produk perbankan syariah ?

C. TUJUAN
1. Mengenal produk produk dalam perbankan syariah
2. Mengetauhi prinsip dalam produk perbankan syariah
3. Mengetahui mekanisme penggunaan produk perbankan syariah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IMPLEMENTASI
Menurut kamus besar bahasa indonesia implementasi diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan yang mana jika merujuk pada prinsip prinsip
keuangan syariah bisa diartikan bahwa implementasi prinsip keuangan syariah
menjadi produk perbankan syariah adalah bentuk penerapan prinsip prinsip
keuangan syariah kedalam produk produk perbankan syariah.
Dr. Husein Syahatah menjelaskan definisi bank syariah adalah lembaga
keuangan syariah yang membuka layanan produk perbankan dan keuangan,
investasi dalam berbagai sektor sesuai dengan kaidah syariah dan bertujuan
merealisasikan pertumbuhan sosial dan ekonomi umat Islam.1 Menurut UU No. 7
tahun 1992 yang direvisi dengan UU Perbankan No. 10 Tahun 1998
mendefinisikan bank syariah adalah : lembaga keuangan yang pengoperasiannya
dengan sistem bagi hasil. Dalam UU No.21 tahun 2008 mengenai Perbankan
Syariah mengemukakan pengertian perbankan syariah dan pengertian bank
syariah. Perbankan Syariah yaitu segala sesuatu yang menyangkut bank syariah
dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, mencakup kegiatan usaha, serta
tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan didasarkan pada
prisnsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS (Bank Umum
Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah).2 Dari definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan bank
syariah adalah lembaga keuangan yang seluruh aturan dan transaksinya mengikuti
prinsip-prinsip syariah. Maka dalam operasional bank syariah sangat ditentukan

1
Muhammad Ainun Najib, Penguatan Prinsip Syariah Pada Produk Bank Syariah
(Jurisprudence, Vol 7 No 01. 2017) hal 17
2
Ibid hal 17

2
oleh prinsip-prinsip syariah, tidak boleh sedikitpun ada produknya yang
bertentangan dengan syariah.
Mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah compliance),
kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI), direpresentasikan
melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-
masing Bank Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah. Dewan Pengawas Syariah
bertugas memberi nasihat dan saran kepada direksi agar kegiatan tetap berada
dalam koridor syariah, Perkembangan industri keuangan syari’ah khususnya
sektor perbankan di negara Indonesia tentunya membutuhkan sistem tata kelola
yang menjamin tercapainya tujuan-tujuan LKS. Sistem tata kelola lembaga
keuangan syari’ah tentunya memiliki pendekatan yang berbeda dengan sistem tata
kelola perbankan umumnya. Hal ini disebabkan adanya keharusan bagi lembaga
keuangan syari’ah untuk memastikan terlaksananya prinsip-prinsip syari’ah pada
seluruh produk, instrumen, operasi, praktek dan manajemen perbankan syari’ah.
Oleh karenanya,perbankan syari’ah membutuhkan sistem tata kelola yang dapat
memastikan kepatuhan terhadap syari’ah3
Bank Syariah adalah bagian dari tatanan ekonomi Syariah, maka
komitmennya adalah patuh terhadap prinsip dan etika agama yang telah dijelaskan
dalam al-Qur’an dan Hadits, di antaranya ada yang bersifat umum seperti
kegiatannya harus selalu mengacau kepada konsep maslahat dan menjungjung
tinggi asas-asas keadilan. Karena tujuan Ekonomi Syariah secara umum adalah
mencapai falah di dunia dan akhirat,
larangan memakan dengan cara yang batil sebagaimana dalam QS. (An-
Nisa : 29),

َ ‫ٰۤيـاَيُّ َها ا َّل ِذيْنَ ا َمنُ ْوا َل تَأْ ُكلُ ٰۤ ْوا اَ ْم َوا َلـ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم ِبا ْل َبا ِط ِل ا َّ ِٰۤل اَ ْن تَ ُك ْونَ ِت َجا َرة‬
‫ع ْن ت ََرا ض‬
‫اّلل كَا نَ ِب ُك ْم َر ِحيْما‬ َ ٰ ‫س ُك ْم ۗ ِا َّن‬ َ ُ‫ِم ْن ُك ْم ۗ َو َل تَ ْقت ُ ُل ٰۤ ْوا اَ ْنـف‬

3
Arif Budiono, Penerapan Prinsip syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah (Jurnal
Law and Justice Vol 2 No 1 2017) hal 60

3
yaaa ayyuhallaziina aamanuu laa ta-kuluuu amwaalakum bainakum bil-baathili
illaaa ang takuuna tijaarotan 'ang taroodhim mingkum, wa laa taqtuluuu
angfusakum, innalloha kaana bikum rohiimaa
Artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."(QS. An-Nisa'
4: Ayat 29)

Selalu bertransaksi dengan hal-hal yang baik QS. (Al-Baqarah : 168),

‫شيْط ِن ۗ ِانَّه َلـ ُك ْم‬


َّ ‫ت ال‬ ُ ‫ط ِيبا ۖ َّو َل تَتَّ ِبعُ ْوا ُخ‬
ِ ‫طو‬ َ ‫ض َحلل‬
ِ ‫ال ْر‬ ُ ‫ٰۤيا َ يُّ َها النَّا‬
َ ْ ‫س ُكلُ ْوا ِم َّما فِى‬
‫عدُو ُّم ِبيْن‬
َ

yaaa ayyuhan-naasu kuluu mimmaa fil-ardhi halaalang thoyyibaw wa laa


tattabi'uu khuthuwaatisy-syaithoon, innahuu lakum 'aduwwum mubiin
Artinya "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh,
setan itu musuh yang nyata bagimu."(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 168)

Ataupun prinsip khusus dan terperinci seperti larangan riba, gharar, qimar
dan prinsip lain yang berkaitan dengan produk bank syariah. Dalam hal ini
Rasululullah di dalam haditsnya yang diriwayatkan Abu Hurairah Rǎdiyallahu
‘Anhu bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu masa, di mana orang tidak
lagi peduli tentang apa dan bagaimana sesuatu yang diperolehnya, apakah dari
yang halal ataukah dari yang haram” (HR. Bukhari). Penjelasan dari Al-Qur’an
dan Hadits tersebut mengisyaratkan pentingnya kehati-hatian dalam melakukan
berbagai transaksi, dan pentingnya mengetahui hukum dan prinsip syariah pada
setiap transaksi Untuk merealisasikan tujuan mulia dan cita-cita besar ekonomi
syariah, lembaga keuangan syariah sebagai bagian dari ekonomi syariah dapat
memastikan semua produk-produk yang dihasilkan adalah sesuai dengan prinsip
4
yang di atur oleh syariah, Tujuannya tidak hanya mendapatkan keuntungan materi
saja, tetapi mendapatkan keuntungan secara spiritual yang tertuang dalam
keberkahan dalam semua transaksinya.4

B. PRODUK PERNGHIMPUNAN DANA BANK SYARIAH


Dalam bank syariah penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan
dengan prinsip wadiah dan mudharabah tanpa membedakan nama produk yang
bersangkutan.5 Yang harus diperhatikan prinsip syariah dalam penghimpunan
dananya karena sangat terkait dengan imbalan yang akan diberikan kepada
pemilik dana atau pemodal. Apapun nama produknya jika penghimpunan dana
mempergunakan prinsip mudharabah, maka pemilik dana akan memperoleh bagi
hasil Sebaliknya pemilik dana wadiah pada prinsipnya tidak mendapat imbalan
kecuali Bank Syariah memberikan dalam bentuk bonus atas kebijakan bank
syariah dan tidak diperjanjikan sebelumnya.6

1. Imlementasi Prinsip Wadiah


a. Pengertian prinsip Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk
menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga
seperti uang, barang, dokumen, surat berharga, barang lain yang berharga disisi
Islam.7

4
Muhammad Ainun Najib, Op.Cit Hal 18
5
Nurul Ichsan Hasan, Perbankan Syariah Sebuah Pengantar, (Jakarta : Refrensi GP
Prees Group 2014) hal 202
6
Arif Budiono, Op.Cit hal 63
7
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, Dilengkapi UU No 21/2008-Perbankan Syariah
Kodifikasi Produk Bank Indonesia Revisi 2011,( Jakarta : LPFE Usakti 2011) hal 118

5
Wadiah di bedakan menjadi dua jenis yaitu wadiah yad-amanah, titipana
dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai
diambil kembali oleh penitip. Dan Wadiah yad-dhamanah adalah titipan dimana
barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan
oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh
keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan.8

b. Giro Wadiah
Dalam Undang-undang no 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 6 disebutkan yang
dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindahbukuan. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
ditetapkan ketentuan tentang Giro Wadiah sebagai berikut Bersifat titipan,
Titipan bisa diambil kapan saja (on call), Tidak ada imbalan yang disyaratkan
kepada pihak yang menerima simpanan, kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank.9
Dari pemaparan di atas Definisi Giro wadiah adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya, atau pemindahbukuan dengan mengunakan
Akad Wadiah Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan
untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
Dalam operasional Giro Wadiah tentunya memiliki beberapa mekanisme
yang perlu diketahui antara lain:
1) Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak
sebagai penitip dana
2) Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus
kepada nasabah

8
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 204
9
Wiroso, Op.Cit hal 123

6
3) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan
saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening
4) Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
5) Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah10

c. Tabungan Wadiah
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu.11 Dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008, pasal 1
angka 23 menjelaskan sebagai berikut Simpanan adalah dana yang dipercayakan
oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/ atau Unit Usaha Syariah berdasarkan
Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.12
Dari pemaparan sebelumnya maka dapat di tarik Definisi Tabungan adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu. Berdasar Akad Wadiah Transaksi penitipan dana
atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban
bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan
sewaktu-waktu
Dalam oprasioanal nya tabungan wadiah memiliki beberapa mekanisme
yang perlu di ketahui dalam membuat akad tabungan wadah yaitu sebagai berikut:
1) Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak
sebagai penitip dana

10
Ibid hal 125
11
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 205
12
Wiroso, Op.Cit hal 137

7
2) Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus
kepada nasabah
3) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening,
pembukaan dan penutupan rekening;
4) Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
5) Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
6) penarikan dana tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu.13

2. Implementasi Prinsip Mudhorobah


a. Pengertian Prinsip Mudhorobah
Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak
pertama (shahib al’mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib)
bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan
nisbah (porsi bagi hasil) yang telah disepakati bersama secara awal, maka kalau
rugi shahib al’mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan
managerial skil selama proyek berlangsung.14 Mudharabah dikenal sebagai suatu
akad atau perjanjian atas sekian uang untuk dipertindakkan oleh amil (pengusaha)
dalam perdagangan, kemudian keuntungannya dibagikan diantara keduannya
menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik dengan sama rata,
maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Contoh mudharabah pihak
pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan
dalam lapangan perniagaan, perindustrian, ataupun suatu usaha.15
Mudhorobah ini dibagi menjadi dua berdasarkan segi kuasa yang di
berikan kepada pengusaha yaitu Mudharabah Muthlaqah, yaitu pihak pengusaha

13
Ibid hal 138
14
Ibid hal 139
15
Zaharudin Abd. Rahman, Panduan Perbankan Islam Kontrak dan Produk Asas, (Kuala
Lumpur : Telaga Biru 2009) hal 82

8
“diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan / gangguan
apapun” urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,
tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. dan yang kedua Mudharabah Muqaidah
/ Muqayyadah (Investasi Terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi /
memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana.16

b. Tabungan Mudhorobah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau
alat yang dapat dipersamakan dengan itu.17 Karna akadnya Mudhorobah penabung
mendapatkan keuntungan dari sistem bagi hasil yang telah di sepakati berdasarkan
dana yang di tabung, namun uang tabungan hanya bisa diambil setelah memenuhi
persyaratan tertentu.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 02/DSN-MUI/IV/2000
tertanggal 1 April 2000 tentang Tabungan, memberikan landasan syariah dan
kententuan tentang tabungan mudharabah sebagai berikut:
1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak
lain
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya

16
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit Hal 209
17
Muhammad Ainun Najib, Op.Cit hal 23

9
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan18
Dari pemaparan diatas Tabungan mudharabah merupakan tabungan
dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan
dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah
yang disepakati sejak awal. Penarikan Tabungan mudharabah ini harus sesuai
dengan akad yang di sepakati di awal. Sesuai dengan prinsip yang digunakan,
tabungan mudharabah ini merupakan “investasi” yang diharapkan akan
menghasilkan keuntungan, oleh karena ini modal yang diserahkan kepada
pengelola dana / mudharib (bank) penarikan nya harus sesuai dengan akad awal
sehingga membuat akad tersebut berakhir.

c. Deposito Mudhorobah
Depsoito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank maka dari itu di
sebut juga dengan Deposito Berjangka, deposito ini di bagi menjadi dua
berdasarkan akad awal terhadap jangka waktunya antara lain, Deposito berjangka
biasa, Deposito yang berakhir pada jangka waktu yang diperjanjikan,
perpanjangan hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan baru /
pemberitahuan dari penyimpanan yang kedua Deposito berjangka otomatis
(Automatic roll over) Pada saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.19
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 03/DSN-MUI/IV/2000
tertanggal 01 April 2000 tentang Deposito memberikan landasan syariah dan
ketentuan tentang deposito mudharabah sebagai berikut :
1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana

18
Wiroso, Op.Cit hal 151
19
Muhammad Ainun Najib, Op.Cit hal 216

10
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5) Bank sebgai mudharib menutup biaya operasionaldeposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6) Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan20

Deposito ini dijalankan dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah”,karena


pengelolaan dana deposito sepenuhnya menjadi tanggung jawab mudharib (bank)
Deposito mudharabah merupakan simpanan dana dengan akad mudharabah
dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola
bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak
awal. Semua permintaan pembukaaan Deposito Mudharabah harus dilengkapi
dengan suatu “akad / kontrak / perjanjian” yang berisi antara lain nama dan alamat
shahibul maal, jumlah deposito, jangka waktu, nisbah pembagian keuntungan,
cara pembayaran bagi hasil dan pokok pada saat jatuh tempo serta syarat-syarat
lain deposito mudharabah yang lain.

C. PRODUK PENYALURAN DANA BANK SYARIAH


Sebagai bentuk usaha untuk mendapat kan keuntungan tentunya bank
syariah berusaha untuk mengelola dana yang telah masuk dan di percayakan
kepada mereka ke bidang bidang yang di ijinkan oleh syariah, dimana bank
syariah menyalurkan dananya untuk nasabah yang sedang membutuhkan dana

20
Wiroso, Op.Cit hal 154

11
baik sebagai modal usaha dan sebaginya berikut prinsip yang digunakan bank
syariah dalam menyalurkan dana nya.

1. Implementasi Prinsip Musyarakah


a. Pengertian Prinsip Musyarakah
Musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal)
dengen ketentuan bahwa keuntungandan risiko (kerugian) akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.21
Dengan kata lain Musyarakah saling bekerja sama, berkongsi, berserikat,
bermitra (cooperation, patnership) adalah pembiayaan berdasarkan akas kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh para
pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha. Dalam aplikasi
perbankan syariah pembiayaan musyarakah digunakan untuk modal kerja atau
investasi, dimana dana dari bank merupakan pertisipasi modal bank dalam usaha
yang dikelola oleh nasabah, dan bankberhak ikut serta dalam mengelola usaha.
Dalam akad Musyarakah terdapat mekanisme yang perlu di ketahui oleh
kedua belah pihak antara lain sebagai berikut:
1) Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan
bersama-sama menyediakan dana dan/ataubarang untuk membiayai suatu
kegiatan usaha tertentu
2) Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha
dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan
wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti
dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti
pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan

21
Zaharudin Abd. Rahman, Op.Cit hal 97

12
3) Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati
4) Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka
waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak
5) Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang
dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan
6) Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam
bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya
7) Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam
bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar
(net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya
8) Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian
dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan
antara Bank dan nasabah
9) Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam
dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode
Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad
Musyarakah
10) Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah
berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
11) Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut
porsi modal masing-masing.22

b. Musyarakah Permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.

c. Musyarakah Menurun

22
Wiroso Op.Cit hal 304

13
Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah
dengan ketentuan bagian dana mitra akan dialihkan secara bertahap kepada
mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.23

2. Implementasi Prinsip Ijarah


a. Pengertian Prinsip ijarah
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan
musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara
pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa
yang disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat
tertentu sesuai dengan akad sewa.24
Ijarah dengan kata lain bisa diartikan sewa menyewa yang merupakan
akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri Sedangkan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah
sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang; Sejenis perpaduan
antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa.
Dalam pelaksanaan nya ijarah memiliki berbagai mekanisme sebagai
berikut :
1) Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah
dengan nasabah
2) Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek
sewa yang dipesan nasabah
3) Pengembalian atas penyediaan dana Bank dapat dilakukan baik dengan
angsuran maupun sekaligus

23
Ibid hal 299
24
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 245

14
4) Pengembalian atas penyediaan dana Bank tidak dapat dilakukan dalam
bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang dan
5) Dalam hal pembiayaan atas dasar Ijarah Muntahiya Bittamlik, selain Bank
sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah,
juga bertindak sebagai pemberi janji (wa’ad) antara lain untuk
memberikan opsi pengalihan hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah
sesuai kesepakatan25
b. Ijarah
Sewa adalah apa yang dijanjikan untuk dibayar oleh Penyewa sebagai
suatu imbalan atas manfaat yang dia nikmati. Segala sesuatu yang tepat untuk
dipandang sebagai harga di dalam suatu penjualan bisa dianggap sebagai sewa di
dalam suatu Ijarah. Mayoritas para fuqaha mengatakan: “ syarat-syarat yang
berlaku bagi harga juga berlaku bagi sewa”. Sewa harus diketahui.26

c. Ijarah Muntahiya Bittamlik


Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah sewa yang diakhiri dengan
pemindahan kepemilikan barang; Sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan
sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang
ditangan si penyewa.27
Perlu dicatat bahwa perpindahan hak milik sah pada akhir suatu jangka
waktu Ijarah Muntahia Bittamlik baik dengan atau tanpa imbalan simbolis adalah
berdasarkan atas asumsi bahwa Pemilik Obyek Sewa akan memperoleh sewa yang
lebih tinggi dari pada yang dibayarkan untuk aset yang sama sehingga pada kedua
kasus dia akan memperoleh kembali cost atau harga aset melalui cicilan Ijarah.
Inilah sebabnya mengapa Pemilik Obyek Sewa akan sepakat untuk memindahkan
hak milik dari aset yang disewakan dengan tanpa imbalan. Menurut pengaturan ini
jika hak milik tidak berpindah dan Penyewa telah memenuhi kewajibannya dan

25
Wiroso Op.cit hal 271
26
Ibid hal 274
27
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 247

15
tidak menimbulkan kerusakan pada aset yang disewakan, maka sewa tersebut
harus disesuaikan untuk mencerminkan jumlah sewa yang wajar dan demi
keadilan, selisih antara kedua jumlah harus dikembalikan kepada Penyewa.28

3. Implementasi Prinsip Qardh


a. Pengertian Qardh
Al-Qardh adalah suatu akad pinjaman kepada nasabah tertentu dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada
lembaga keuangan syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan
nasabah.29
Terdapat beberapa ketentuan dalam akad Qard antara lain:
1) Al Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh)
yang memerlukan
2) Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama
3) Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah
4) LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu
5) Nasabah alqard dapat memberikan tambahan (sumbangan) Dengan
sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.30

b. Pinjaman Qardh
Pinjaman qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat

28
Ibid hal 248
29
Wirooso, Op.Cit hal 359
30
Ibid hal 360

16
menerima imbalan namun tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam
perjanjian.31
Bank syariah di samping memberikan pinjaman qardh, juga dapat
menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan. Qardhul hasan adalah
pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana
tersebut selama jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang
sama pada akhir periode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian
bukan karena kelalaiannya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah
pinjaman. Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan
penggunaan dana qardhul hasan.
Sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan internal. Sumber
dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima bank syariah dari pihak lain
(misalnya dari sumbangan, infaq, shadaqah, dan sebagainya), dana yang
disediakan oleh para pemilik bank syariah dan hasil pendapatannya. Sumber dana
internal meliputi hasil tagihan pinjaman qardhul hasan.32
Terdapat mekanisme pinjaman Qardh yang perlu diketahui dalam akad
pinjam meminjam Akad Qardh antara lain;
1) Pinjaman qardh merupakan pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya
imbalan. Namun demikian, peminjam dana diperkenankan untuk
memberikan imbalan.
2) Sumber dana pinjaman qardh dapat berasal dari intern dan ekstern bank.
Sumber pinjaman qardh yang berasal dari ekstern bank berasal dari dana
hasil infaq, shadaqah dan sumber dana Lain, sedangkan pinjaman qardh
yang berasal dari intern bank adalah dari ekuitas/modal bank.
3) Sumber pinjaman qardh yang berasal dari ekstern bank dilaporkan dalam
laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, sedangkan sumber
pinjaman qardh yang berasal dari intern bank dilaporkan di neraca bank
sebagai pinjaman qardh.

31
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 262
32
Wiroso, Op,Cit hal 361

17
4) Atas pinjaman qardh, bank hanya boleh mengenakan biaya administrasi.
5) Jika ada penerimaan imbalan (bonus) yang tidak dipersyaratkan
sebelumnya maka penerimaan imbalan tersebut dimasukkan sebagai
pendapatan operasi lainnya.
6) Jika pada akhir periode, peminjam dana qardh tidak dapat mengembalikan
dana, maka pinjaman qardh dapat diperpanjang.
7) Bank dapat meminta jaminan atas pemberian qardh.
8) Jika giro bersaldo negatif maka saldo giro negatif tersebut dicatat dineraca
bank sebagai pinjaman qardh.33

D. PRODUK JASA BANK SYARIAH


Kebutuhan trassaksi masyarakat membuat bank merasa perlu menyediakan
produk lain berupa jasa untuk menunjang berbagai macam oprasional trassaksi
dalam masyarakat maka dari itu produk produk jasa yang mengunakan prinsip
perbankan syariah perlu di sediakan dalam bank syariah berikut bentuk produk
jasa yang menggunakan prinsip dalam ekonomi syariah.

1. Implementasi Prinsip Murabahah


a. Pengertian Prinsip Murabahah
Bai Murabahah (bai’ul murobahah), jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ murabahah, penjual
harus membertahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Murabahah adalah mengambil keuntungan
yang disepakati.34
Antara pembeli dan penjual melakukan negosiasi tentang barang yang
akan dibeli, syarat pembayaran dan syarat penyerahan barangnya.. Penjual
memberitahukan harga perolehan barang, maka timbul kesepakatan yang
tercantum dalam akad murabahah, kemudian Barang yang akan diperjualbelikan

33
Ibid hal 362
34
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 231

18
harus telah mejadi milik penjual dan sudah ada dalam penguasaan penjual (supaya
tidak timbul gharar). Setelah akad disepakati dilakukan penyerahan barang dari
penjual kepada pembeli. Lalu Cara pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan,
baik secara tunai atau secara tangguh yaitu dengan cara cicilan/angsuran.

b. Jasa Murabahah
Dalam prosesnya pengadaan barang (barang syariah sebagai pembeli)
yang merupakan obyek jual beli, dilakukan atas dasar pesanan yang diterima
(bank syariah sebagai penjual). Apabila tidak ada yang pesan maka tidak
dilakukan pengadaan barang. Pengadaan barang sangat tergantung pada proses
jual belinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari persediaan barang yang
menumpuk dan tidak efesien.35
Dalam praktek, khususnya pada Bank Syariah, baik bank umum syariah,
cabang syariah dari bank konvensional, maupun BPR Syariah, saat ini banyak
yang menjalankan murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dan
pembayarannya dilakukan secara tangguh atau cicilan. Pada saat ini belum ada
perbankan yang melaksanakan murabahah tanpa pesanan dengan pembayaran
tunai atau tangguh seperti supermaket. Murabahah tanpa pesanan banyak
dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT) dan koperasi
syariah, termasuk pembayaran yang dilakukan cara tunai.36
Terdapat beberapa ketentuan dalam akad murabahah ini yang perlu di
ketahui dalam melakukan transaksi akad murabahah antara lain:
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

35
Ibid hal 236
36
Wiroso Op.cit hal 178

19
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitandengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untukmembeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.37

2. Implementasi Prinsip Wakalah


a. Pengertian Prinsip Wakalah
Wakalah merupakan salah satu perjanjian yang memberikan kuasa orang
yang mewakili kepada wakil untuk menjalankan suatu kerja bagi pihak diwakili
itu. Misalnya seorang nasabah minta Bank Islam untuk mewakilinya untuk
membeli sejumlah saham dari sebuah perusahaan tertentu bagi pihaknya dengan
membuat bayaran yang disetujui. Setelah pembelian tersebut selesai, maka pihak
Bank menyerahkan saham saham itu kepada nasabah, dengan itu selesailah
hubungan Wakalah antara Nasabah dengan Bank bersangkutan.38
Wakalah - perwakilan, penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat
(power of attorney) adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada
pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Praktek wakalah dalam lembaga
keuangan syariah mengharuskan adanya, muwakil (nasabah atau investor), wakil

37
Ibid hal 179
38
Nurul Ichsan Hasan, Op.Cit hal 249

20
(bank) dan taukil (obyek atau wewenang yang diwakilkan) Wakalah bil Ujrah
adalah akad wakalah dengan memberikan fee atau imbalan kepada waki.39

b. Jasa wakalah
Dalam operasional nya wakalah di bedakan menjadi Wakalah Muthlaqah,
yaitu Wakalah yang tidak terikat dengan syarat tertentu (Selain dari syarat yang
ditetapkan Islam)., tidak terbatas waktu, dan tidak terikat dengan keadaan tertentu
dan. Wakalah Muqaiyadah, yaitu Wakalah yang terikat dengan syarat tertentu,
atau terbatas waktu, atau terikat dengan syarat tertentu.
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan
kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa
tertentu, seperti transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad
pemberian kuasa harus cakap hukum. Tugas, wewenang dan tanggung jawab
bank harus jelas sesuai kehendak nasabah, Setiap tugas yang dilakukan harus
mengatasnamakan nasabah dan harus mampu dilaksanakan oleh bank. Atas
pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapatkan imbalan (fee) berdasarkan
kesepakatan bersama.40

39
Wiroso Op.Cit hal 400
40
Ibid hal 404

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Segala macam kegiatan trassaksi yang dilakukan perbankan syariah tak
pernal lepas dari yang namanya aaturan aturan dalam alquran dan hadis yang
mana mengajarkan pada manusia prinsip prinsip yang di pegang teguh dalam
trassaksi dan inilah yang menghasilkan akad akad dalam trasaksi perbankan
syariah.
Prinsip prinsip ini tentunya harus diaplikasikan dalam produk produk yang
di tawarkan oleh perbankan syariah, secara umum produk perbankan syariah
meliputi produk perhimpunan dana serta produk penyaluran dana namun dalam
oprasionalnya tetap di perlukan produk lain berupa jasa untuk menunjang
mobilitas dan pendapatan perbankan syariah, dalam produk penghimpunan dana
ada Prinsip Wadiah dan Mudhorobah prinsip wadiah berupa simpanan baik
berupa giro dan tabungan, sedangkan mudhorobah berupa investasi baik berupa
tabungan maupun deposito, serta dalam produk penyaluran dananya ada
Musyarakah, Ijarah dan Qard, sedangkan dalam bentuk jasa ada Murabahah dan
wakalah.

B. SARAN
Ketika menggunakan produk produk perbankan syariah tentunya kita perlu
memahami bentuk akad serta mekanisme oprasional produknya sehingga kita
dapat memilih produk yang tepat untuk kebutuhan yang tepat pula makadari itu
perlu adanya pengenalan terkait produk produk produk produk yang ada dalam
bank syariah untuk membantu masyarakat yang sedang membutuhkan produk
perbankan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Arif ;. Jurnal Law and Justice Vol 2 No 1 2017. Penerapan Prinsip
syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah. Universitas Muhammadiah
Ponorogo
Hasan, Nurul Ichsan ;. (2014). Perbankan Syariah Sebuah Pengantar. Jakarta:
Refrensi GP Prees Group.
Najib, Muhammad Ainun ;. Jurisprudence, Vol 7 No 01. 2017. Penguatan Prinsip
Syariah Pada Produk Bank Syariah. Universitas Sultan Agung Tirtayasa
Serang Banten
Rahman, Zaharudin Abd. ;. (2009). Panduan Perbankan Islam Kontrak dan
Produk Asas. Kuala Lumpur: Telaga Biru.
Wiroso. (2011). Produk Perbankan Syariah, Dilengkapi UU No 21/2008-
Perbankan Syariah Kodifikasi Produk Bank Indonesia Revisi 2011.
Jakarta: LPFE Usakti.

23

Anda mungkin juga menyukai