Anda di halaman 1dari 16

ASPEK HUKUM PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA

KELOLA YANG BAIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah:

HUKUM PERBANKAN SYARIAH

Dosen pengampu:

Dr. Fudahil Rahman, M.A.

Disusun Oleh:

Yayah Humayah Hasbullah - 11200490000041

Muhammad Imaduddin Rahmatullah - 11200490000067

Nayla Sofa - 11200490000072

Ahmad Khoiru Roziqin – 11200490000093

Muhammad Fiqri - 11200490000129

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang
suatu apapun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan
Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita dihari akhir kelak.
Amiin.

Penulisan makalah berjudul “Aspek Hukum Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata


Kelola Yang Baik” bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perbankan
Syariah.

Selama proses penyusunan makalah, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan


dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Fudahil Rahman, M.A., selaku dosen mata kuliah Hukum Perbankan
Syariah.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan
3. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik
berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ciputat, 7 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A.Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
C.Tujuan Masalah ............................................................................................................ 2
BAB II .................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3
A. Pengertian Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik.............................. 3
B. Pengaturan Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik Dalam
Perbankan ..................................................................................................................... 4
C. Ketentuan Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik Dalam Perbankan
Syariah Dan Konvensional .......................................................................................... 6
D. Pengawasan Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik Dalam
Perbankan Syariah Dan Konvensional ...................................................................... 7
E. Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik
Dalam Perbankan Syariah Dan Konvensional ........................................................ 10
BAB III ............................................................................................................................... 11
PENUTUP .......................................................................................................................... 11
A. Simpulan ..................................................................................................................... 11
B. Saran............................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum Perbankan di Indonesia menganut sejumlah asas atau prinsip
yang diantaranya ialah asas atau prinsip kehati-hatian bank (prudential
principle). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, menentukan pada Pasal 2 bahwa “Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berazaskan demokrasi ekonomi dengan penggunaan
prinsip kehati-hatian.
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang sangat penting sebagai
pedoman operasi perbankan yang berlaku bagi perbankan di seluruh dunia
sebagaimana ditetapkan oleh Bank for International Settlement (BIS) . Pada saat
dikeluarkannya Paket Deregulasi Perbankan 28 Februari 1991 prinsip kehati-
hatian pertama kali diperkenalkan. Prinsip kehati-hatian bank adalah pedoman
pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat,
kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prudential bank (kehati-hatian bank) adalah suatu prinsip yang menegaskan
bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan
terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati.

Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang


Perbankan jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maka prinsip kehati-
hatian tersebut telah dijabarkan atau diwujudkan dalam berbagai pasal-pasalnya
dan dijabarkan juga dalam peraturan Bank Indonesia berupa rambu-rambu
kesehatan bank (prudential standards) yang berupa patokan-patokan yang
bersifat operasional.1 Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank
selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi
ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia
perbankan.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menegaskan
ketentuan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Yang
dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” berdasarkan penjelasan atas Pasal 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-

1
Trisadini P. Usanti dan Abd Shomad, Hukum Perbankan, Kencana, Jakarta, 2016, hal. 163.

1
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah demokrasi ekonomi
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sudah diuraikan sebelumnya bahwa prinsip kehati-hatian pada
perbankan mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam
menjalankan kegiatan usahanya (das sollen), akan tetapi pada kenyataannya
(das sein) bank tidak bisa menghindari resiko. Oleh karena itu, penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul: “Aspek Hukum Prinsip Kehati-Hatian
Dan Tata Kelola Yang Baik”

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik ?
2. Bagaimana Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik
dalam Perbankan ?
3. Apa Ketentuan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik dalam
Perbankan Syariah dan Konvensional ?
4. Bagaimana Pengawasan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik
dalam Perbankan Syariah dan Konvensional ?
5. Apa Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang
Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Agar Dapat Mengetahui Pengertian Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik
2. Agar Dapat Mengetahui Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik dalam Perbankan
3. Agar Dapat Mengetahui Ketentuan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional
4. Agar Dapat Mengetahui Pengawasan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional
5. Agar Dapat Mengetahui Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian dan
Tata Kelola yang Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA KELOLA YANG


BAIK

Istilah “kehati-hatian” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti


memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Pengertian “kehati-hatian” yang demikian
itu mengandung amanat bahwa dalam konteks pengelolaan Negara dan perusahaan,
setiap aparat Negara atau pengurus perusahaan harus melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan bertanggung jawab dan sungguh-sungguh untuk kepentingan
Negara dan perusahaan berlandaskan hukum dan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam konteks pengelolaan pemerintahan oleh aparatnya atau perusahaan oleh
setiap pengurusnya, haruslah dengan bersungguh-sungguh menjalankan, menerapkan,
dan memedomani asas-asas tata kelola yang baik atau good governance sebagaimana
yang telah dirumuskan tata kelola pemerintahan yang baik atau good public
governance (GPG) pada sector pemerintahan atau dalam lima prinsip dasar
pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG)
dalam mengelola perusahaan.2 Diantara prinsipnya yaitu:
1. Transparency (Keterbukaan)
2. Accountability (Akuntabilitas)
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
4. Independency (Kemandirian)
5. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan)
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam
menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran
dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip
kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan
baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di
dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU
No 10 tahun 1998.3
Prinsip kehati-hatian atau disebut juga prudential banking mengharuskan bank
untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus
konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan
berdasarkan profesionalisme dan itikad baik4

2
Rizki Kurniawan dan Rahmat Afandi Setyawan , Penyelamatan Kredit Bermasalah
Berdasarkan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit Kepada Debitur Sesuai Pasal 8 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, hal. 4
3
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 29,
ayat 2.
4
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Cet, Ke IV; Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008), hal.135.

3
Prinsip kehati-hatian bank adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut
guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.5 Prudential bank (kehati-hatian bank) adalah suatu
prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam
penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat
berhati-hati.
Dapat dipahamin bahwa prinsip kehati-hatian (prudential banking) adalah
prinsip yang dianut oleh pihak perbankan dalam memberikan pembiayaannya dengan
cara lebih hati-hati dalam menentukan nasabahnya dalam melakukan pinjaman.
Pelaksanaan prinsip kahati-hatian merupakan hal terpenting dengan tujuan untuk
mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh.

B. PENGATURAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA KELOLA YANG


BAIK DALAM PERBANKAN

Pengaturan ketentuan kahati-hatian dan pelaksanaan pengawasan serta


pemeriksaan perbankan dilaksanakan karena nasabah tidak berada dalam posisi untuk
menilai dan mengetahui keamanan serta kesehatan dari banknya serta tidak memiliki
potensi yang lengkap tentang kegiatan usaha lembaga keuangannya.6
Prinsip kehati-hatia dan tata kelola diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada bab 6 tentang Tata
Kelola, Prinsip Kehatia-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah.
Pada Pasal 34 dijelaskan mengenai Tata Kelola Perbankan Syariah :
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan tata kelola yang baik yang mencakup
prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan
kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya.
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyusun prosedur internal mengenai
pelaksanaan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.

Pada Pasal 35 – Pasal 37 menjelaskan mengenai Prinsip Kehati-hatian


Pasal 35
(1) Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian.
(2) Bank Syariah dan UUS wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan
keuangan berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta
penjelasannya yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku

5
A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001,
hal. 95-96.
6
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, edisi Tarmizi dan Suryani
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 146-147.

4
umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik.
(4) Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
(5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada publik
dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.

Pasal 36

“Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya, Bank


Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan Bank
Syariah dan/atau UUS dan kepentingan Nasabah yang mempercayakan
dananya.”
Selain itu, ruang lingkup aturan mengenai prinsip kehati-hatian juga terdapat
dalam peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, aturan-aturan
tersebut antara lain yaitu:
1. Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tanggal 31
Maret 1995 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank (PPKPB) bagi Bank Umum.
2. Peraturan Bank Indonesia No.9/16/PBI/2007 Tentang Perubahan atas
Peraturan bank Indonesia No.7/15/PBI/2005 Tentang Jumlah Modal Inti Bank
Umum.
3. Peraturan Bank Indonesia No.8/13/PBI/2006 Tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia No.7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPD) Bank Umum.
4. Surat Edaran Bank Indonesia kepada Bank Umum No.9/12/DPNP Tanggal 30
Mei 2007 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi
Bank Umum.
5. Peraturan Bank Indonesia No.10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia No.10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.7
Sebagaimana pengaturan pada bank konvensional, pada bank syariah juga
diatur pembatasan kegiatan usaha karena apabila dibenarkan bank syariah melakukan
kegiatan usaha tanpa ada pembatasan maka dapat membahayakan eksistensi bank
syariah, yang pada gilirannya dapat merugikan kepentingan nasabah penyimpan dan
dana nasabah investor. Oleh karena itu, undangundang perbankan syariah mengatur
kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh bank syariah pada pasal 19 dan pasal 20
undangundang perbankan syariah.8

7
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati hatian Perbankan
8
Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), hal. 61-62.

5
C. KETENTUAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA KELOLA YANG
BAIK DALAM PERBANKAN SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Ketentuan kehati-hatian bank dan nasabah merupakan wujud pengaplikasian


penanganan resiko pembiayaan. Kehati-hatian sangat diperlukan sehingga Bank
Indonesia (BI) membuat regulasi peundang-udangan yang ditujukan kepada bank-
bank umum.
Pasal 2 UU No 7 tahun 1992 menetapkan bahwa Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian.9 Untuk mempertegas makna asas demokrasi ekonomi ini penjelasan
umum dan penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi
adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Demokrasi ekonomi ini tersimpul dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluragaan.10
Sebenarnya banyak ketentuan didalam hukum Islam yang bermuatan prinsip-
prinsip kehati-hatian atau prinsip berusaha yang beretika Islami yang mau tidak mau
juga harus diadopsi dan diterapkan dalam praktek perbankan syariah, sesuai dengan
komitmen awal seperti diatur dalam pasal 1 butir 13 UU Perbankan. Ketentuan
tersebut antara lain diatur dalam QS. 5 : 49 dan Hadits Riwayat Ath Thabrani, yang
artinya sebagai berikut :
“Dan hendaklan kamu memutuskan perkara diatara mereka (menurut
apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka.
Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan
kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu”. (QS. 5 : 49)
“Sikap hati-hati itu datangnya dari Allah, sebaliknya sikap ceroboh itu
datangnya dari syetan” (HR. Ath Thabrani).
Pelaksanaan prinsip kahati-hatian merupakan hal terpenting dengan tujuan
untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh. Untuk itu lembaga
keuangan khususnya perbankan perlu melakukan studi kelayakan (feasibility study)
sebelum memberikan pembiayaan kepada nasabahnya. Kewajiban menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usaha perbankan, secara tegas dinyatakan dalam
ketentuan Pasal 2 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, bahwa “perbankan indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian.11
Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 UU No. 10 tahun 1998 menyatakan bahwa:
1. Ayat 2, Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas rentabilitas,

9
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
10
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, pasal 33.
11
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 195

6
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib
melakukan kegiatan uasaha sesuai dengan pinsip kehati-hatian.
2. Ayat 3, Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menmpuh caracara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
bank.
3. Ayat 4, Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29 ayat 2,3, dan 4 UU No. 10 Tahun
1998 diatur bahwa bank harus menjalankan usahanya dengan prinsip kehati - hatian,
yang mana bank wajib senantiasa untuk memelihara tingkat kesehatan bank,
kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan
aspek lain yang berhubungan dengan usaha yang dijalankan oleh bank. Ruang lingkup
yang tersebut dalam Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 tersebut termasuk dalam lingkup
pembinaan dan pengawasan bank.
Pembiayaan syariah sangat berhati-hati dalam penentuan margin karena
produk-produk yang dikeluarkan bank syariah haruslah betul-betul bebas dari riba,
oleh karena itu peran Dewan Pengawas Syariah sangat penting.12
Berbeda halnya dalam penentuan keuntungan versi perbankan syariah.
Apabila tadi dijelaskan bahwa penentuan keuntungan pada bank syariah adalah
berdasar pada konsep bagi hasil, maka pada bank konvensional mengacu kepada
penentuan suku bunga. Besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat
dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling
mempengaruhi. Disamping pengaruh faktor-faktor lainnya seperti jaminan, jangka
waktu, kebijakan pemerintah dan target laba.13

D. PENGAWASAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA KELOLA YANG


BAIK DALAM PERBANKAN SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Untuk mencapai tujuan dalam perbankan, prinsip kehati-hatian dapat diterapkan


oleh bank dengan cara melakukan berbagai macam analisa-analisa diantaranya dengan
menerapkan prinsip 7P, yakni sebagai berikut :14
1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-
hari maupun kepribadiaannya di masa lalu. Penilaian personality juga mencakup

12
Syahriyah Semaun dan Wahidin, Bunga Bank dan Nisbah Bagi Hasil, sebuah Analisis
Perbandingan (Yogyakarta:Trust Media Publishing, 2016), hal. 92
13
Ibid, hal. 46
14
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank danLembaga Keuangan, Edisi I (Cet. III;
Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 174-175.

7
sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah
dan menyelesaikannya.
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi atau
golongangolongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya
sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan
fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank.
3. Purpose
Yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk jenis
kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-
macam sesuai kebutuhan. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja, investasi,
konsumtif, produktif dan lain-lain.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah
menguntungkan atau tidak dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa
mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang
telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin
banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah
satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh usaha lainnya.
6. Profitabillity
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan
mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar- benar
aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau
orang atau jaminan asuransi.

Organisasi seperti Islamic Financial Service Board (IFSB) sepakat perlunya


ada lembaga pengawas untuk keuangan yang berprinsip syariah. IFSB memuat tujuh
standar tentang tata kelola dari lembaga keuangan syariah yang di bagi lagi menjadi
empat bagian salah satunya adalah kepatuhan syariah. Adanya lembaga pengawas
bertujuan untuk Lembaga tersebut bertanggungjawab memberikan nasehat kepada
pihak lembaga keuangan sekaligus mengawasi pelaksanaan prinsip syariah dalam
lembaga keuangan.

8
The Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) merupakan lembaga Internasional yang tujuannya menyiapkan standar
akunting, auditing, tata kelola etika dan syariah untuk lembaga keuangan dan industri
berdasarkan syariah menyatakan lembaga pengawas di dalam lembaga keuangan
syariah berperan sangat penting dalam membangun kepatuhan syariah (Hasan, 2012).
AAOIFI mensyaratkan adanya empat unsur dalam pengawasan syariah yaitu, Sharia
Supervisory Board, Sharia Review, Internal Sharia Review, dan Audit And
Governance Committee For Islamic Financial Institution yang ke semuanya dalam
ketentuan AAOIFI ditetapkan standar penempatan, komposisi anggota dan laporan
yang harus mereka buat (Hasan, 2012).
Indonesia yang menjadi negara pendukung dari adanya ketentuan dalam
AAOIFI, mengimplementasikan ketentuan tersebut dalam undangundang, Peraturan
Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Indonesia juga mengenal adanya Sharia Supervisory Board atau yang lebih dikenal
dengan Dewan Pengawas Syariah. Di dalam Pasal 109 Undang-undang No. 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris
wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Secara otomatis perusahaan fintech
yang berbadan hukum berbentuk Perseroan Terbatas harus memiliki Dawan
Pengawas Syariah. Penunjukan DPS dalam fintech syariah dapat berdasarkan
rekomendasi dari DSNMUI.
Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk
mengawasi perjalanan lembaga keuangan Islam sehingga senantiasa sesuai dengan
tujuan syariah. DPS sendiri merupakan bentuk pengawasan dari DSN-MUI terhadap
perusahaan fintech syariah di masingmasing lembaga ini disebutkan dalam Peraturan
Organisasi Majelis Ulama Indonesia No. Kep-407/MUI/VI/2016 Tentang Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia. Pengawasan ini terhadap kepatuhan lembaga keuangan akan prinsip
syariah yang telah diatur dalam Fatwa DSNMUI. Fatwa DSN-MUI merupakan suatu
ketentuan yang mengikat lembaga keuangan syariah yang mana bertujuan
menghindari dari praktik riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram.15
Ada 7 standar di bawah standar tata kelola untuk Lembaga Keuangan Islam
yang diterbitkan oleh AAOIFI :
(1) DPS : Pengikatan, Susunan/kerangka dan Laporan,
(2) Tinjauan Syariah
(3) Tinjauan Internal Syariah,
(4) Audit & Pemerintahan Komite Lembaga Keuangan Islam,
(5) Kemerdekaan/ Kebebasan Dewan Pengawas Syariah,
(6) Pernyataan mengenai Prinsip Tata Kelola untuk Lembaga Keuangan Islam,

15
Fadzlurrahman,dkk, Penerapan Prinsip Kehati-Hatian terhadap Kepatuhan Syariah oleh
Penyelenggara Teknologi Finansial, (J-HES Volume 04 - Nomor 02), Desember 2020, hal. 183-184.

9
(7) Perilaku Tanggung Jawab Sosial dan Pengungkapan Lembaga Keuangan
Islam.16

E. SANKSI ATAS PELANGGARAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA


KELOLA YANG BAIK DALAM PERBANKAN SYARIAH DAN
KONVENSIONAL

Pasal 49 ayat (2) b UU Perbankan dan Pasal 63 ayat (2) b UU Perbankan


Syariah mengatur sanksi yang sama bagi Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai
bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang dan
ketentuan perundang-undangan yang lain yang berlaku bagi bank, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun,
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).17
Dalam praktik, kasus pidana perbankan yang mendasarkan pada Pasal 49 ayat
(2) relatif sering terjadi, seperti pemberian kredit yang tidak sesuai dengan pedoman
atau SOP pemberian kredit, atau kredit diberikan tanpa memenuhi persyaratan
dokumen-dokumen yang diwajibkan berdasarkan pedoman pemberian kredit.
Meskipun UU Perbankan dan UU Perbankan syariah secara tegas meng-klasifikasikan
pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian sebagai tindak pidana perbankan, tetapi
dalam tataran global berkembang pemikiran bahwa tindak pidana perbankan termasuk
ke dalam lingkup kejahatan bisnis.

16
Kompas.com,
https://www.kompasiana.com/androagil/57491c99129773d5043fc7d7/analisis-komparatif-pada-aaoifi-
ifsb-dan-pedoman-pemerintahan-bnm-syariah, diakses pada Minggu, 9 Oktober 2022, pukul 19.23
17
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal
49, ayat 2 dan pasal 63, ayat 2.

10
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam
menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran
dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-
hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan
mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia
perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10
tahun 1998.
Dalam tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG)
dalam mengelola perusahaan. Diantara prinsipnya yaitu:
1. Transparency (Keterbukaan)
2. Accountability (Akuntabilitas)
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
4. Independency (Kemandirian)
5. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan)
Prinsip kehati-hatia dan tata kelola diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada bab 6 tentang Tata
Kelola, Prinsip Kehatia-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah. Selain itu,
ruang lingkup aturan mengenai prinsip kehati-hatian juga terdapat dalam peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan kehati-hatian bank dan nasabah merupakan wujud pengaplikasian
penanganan resiko pembiayaan. Kehati-hatian sangat diperlukan sehingga Bank
Indonesia (BI) membuat regulasi peundang-udangan yang ditujukan kepada bank-
bank umum. Pelaksanaan prinsip kahati-hatian merupakan hal terpenting dengan
tujuan untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh. Untuk itu
lembaga keuangan khususnya perbankan perlu melakukan studi kelayakan (feasibility
study) sebelum memberikan pembiayaan kepada nasabahnya.Untuk mencapai tujuan
dalam perbankan, prinsip kehati-hatian dapat diterapkan oleh bank dengan cara
melakukan berbagai macam analisa-analisa diantaranya dengan menerapkan prinsip
7P.
Ada 7 standar di bawah standar tata kelola untuk Lembaga Keuangan Islam
yang diterbitkan oleh AAOIFI :
(1) DPS : Pengikatan, Susunan/kerangka dan Laporan,
(2) Tinjauan Syariah
(3) Tinjauan Internal Syariah,
(4) Audit & Pemerintahan Komite Lembaga Keuangan Islam,
(5) Kemerdekaan/ Kebebasan Dewan Pengawas Syariah,
(6) Pernyataan mengenai Prinsip Tata Kelola untuk Lembaga Keuangan Islam,
(7) Perilaku Tanggung Jawab Sosial dan Pengungkapan Lembaga Keuangan Islam.

11
Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik
Dalam Perbankan yaitu diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).

B. SARAN

Kami selaku penulis makalah mengaku masih banyak kesalahan baik dalam
menggunakan ejaan, tata bahasa, kalimat maupun yang lainnya. Kami sudahmengerjakan
dan memaparkan dengan penuh usaha agar dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan pembaca untuk memberikan masukan saran
dan kritik untuk kami, agar kedepannya kami bisa menjadi lebih baik dalam pembuatan
selanjutnya. Kami juga mengharapkan kepada pembaca agar mengambil hal-hal positif
dari apa yang telah kami kerjakan pada makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Fadzlurrahman,dkk, Penerapan Prinsip Kehati-Hatian terhadap Kepatuhan Syariah oleh
Penyelenggara Teknologi Finansial, (J-HES Volume 04 - Nomor 02), Desember 2020.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Cet, Ke IV; Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2008), hal.135.
Kompas.com, https://www.kompasiana.com/androagil/57491c99129773d5043fc7d7/analisis-komparatif-
pada-aaoifi-ifsb-dan-pedoman-pemerintahan-bnm-syariah
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, edisi Tarmizi dan Suryani
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014).
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati hatian Perbankan
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, pasal 33.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 29, ayat
2.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 49, ayat
2 dan pasal 63, ayat 2.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Rizki Kurniawan dan Rahmat Afandi Setyawan , Penyelamatan Kredit Bermasalah Berdasarkan
Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit Kepada Debitur Sesuai Pasal 8 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Syahriyah Semaun dan Wahidin, Bunga Bank dan Nisbah Bagi Hasil, sebuah Analisis
Perbandingan (Yogyakarta:Trust Media Publishing, 2016).
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank danLembaga Keuangan, Edisi I (Cet. III; Jakarta:
Rajawali Pers, 2014).
Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013).
Trisadini P. Usanti dan Abd Shomad, Hukum Perbankan, Kencana, Jakarta, 2016,

13

Anda mungkin juga menyukai