Dosen pengampu:
Disusun Oleh:
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang
suatu apapun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan
Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita dihari akhir kelak.
Amiin.
1. Bapak Dr. Fudahil Rahman, M.A., selaku dosen mata kuliah Hukum Perbankan
Syariah.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan
3. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik
berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum Perbankan di Indonesia menganut sejumlah asas atau prinsip
yang diantaranya ialah asas atau prinsip kehati-hatian bank (prudential
principle). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, menentukan pada Pasal 2 bahwa “Perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berazaskan demokrasi ekonomi dengan penggunaan
prinsip kehati-hatian.
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang sangat penting sebagai
pedoman operasi perbankan yang berlaku bagi perbankan di seluruh dunia
sebagaimana ditetapkan oleh Bank for International Settlement (BIS) . Pada saat
dikeluarkannya Paket Deregulasi Perbankan 28 Februari 1991 prinsip kehati-
hatian pertama kali diperkenalkan. Prinsip kehati-hatian bank adalah pedoman
pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat,
kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Prudential bank (kehati-hatian bank) adalah suatu prinsip yang menegaskan
bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan
terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati.
1
Trisadini P. Usanti dan Abd Shomad, Hukum Perbankan, Kencana, Jakarta, 2016, hal. 163.
1
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah demokrasi ekonomi
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sudah diuraikan sebelumnya bahwa prinsip kehati-hatian pada
perbankan mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam
menjalankan kegiatan usahanya (das sollen), akan tetapi pada kenyataannya
(das sein) bank tidak bisa menghindari resiko. Oleh karena itu, penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul: “Aspek Hukum Prinsip Kehati-Hatian
Dan Tata Kelola Yang Baik”
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik ?
2. Bagaimana Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik
dalam Perbankan ?
3. Apa Ketentuan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik dalam
Perbankan Syariah dan Konvensional ?
4. Bagaimana Pengawasan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang Baik
dalam Perbankan Syariah dan Konvensional ?
5. Apa Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola yang
Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional ?
C. TUJUAN MASALAH
1. Agar Dapat Mengetahui Pengertian Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik
2. Agar Dapat Mengetahui Pengaturan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik dalam Perbankan
3. Agar Dapat Mengetahui Ketentuan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional
4. Agar Dapat Mengetahui Pengawasan Prinsip Kehati-hatian dan Tata Kelola
yang Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional
5. Agar Dapat Mengetahui Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian dan
Tata Kelola yang Baik dalam Perbankan Syariah dan Konvensional
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Rizki Kurniawan dan Rahmat Afandi Setyawan , Penyelamatan Kredit Bermasalah
Berdasarkan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit Kepada Debitur Sesuai Pasal 8 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, hal. 4
3
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 29,
ayat 2.
4
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Cet, Ke IV; Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008), hal.135.
3
Prinsip kehati-hatian bank adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut
guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.5 Prudential bank (kehati-hatian bank) adalah suatu
prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam
penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat
berhati-hati.
Dapat dipahamin bahwa prinsip kehati-hatian (prudential banking) adalah
prinsip yang dianut oleh pihak perbankan dalam memberikan pembiayaannya dengan
cara lebih hati-hati dalam menentukan nasabahnya dalam melakukan pinjaman.
Pelaksanaan prinsip kahati-hatian merupakan hal terpenting dengan tujuan untuk
mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh.
5
A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001,
hal. 95-96.
6
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, edisi Tarmizi dan Suryani
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 146-147.
4
umum, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik.
(4) Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
(5) Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada publik
dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
Pasal 36
7
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati hatian Perbankan
8
Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), hal. 61-62.
5
C. KETENTUAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN TATA KELOLA YANG
BAIK DALAM PERBANKAN SYARIAH DAN KONVENSIONAL
9
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
10
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, pasal 33.
11
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 195
6
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib
melakukan kegiatan uasaha sesuai dengan pinsip kehati-hatian.
2. Ayat 3, Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menmpuh caracara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
bank.
3. Ayat 4, Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29 ayat 2,3, dan 4 UU No. 10 Tahun
1998 diatur bahwa bank harus menjalankan usahanya dengan prinsip kehati - hatian,
yang mana bank wajib senantiasa untuk memelihara tingkat kesehatan bank,
kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan
aspek lain yang berhubungan dengan usaha yang dijalankan oleh bank. Ruang lingkup
yang tersebut dalam Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 tersebut termasuk dalam lingkup
pembinaan dan pengawasan bank.
Pembiayaan syariah sangat berhati-hati dalam penentuan margin karena
produk-produk yang dikeluarkan bank syariah haruslah betul-betul bebas dari riba,
oleh karena itu peran Dewan Pengawas Syariah sangat penting.12
Berbeda halnya dalam penentuan keuntungan versi perbankan syariah.
Apabila tadi dijelaskan bahwa penentuan keuntungan pada bank syariah adalah
berdasar pada konsep bagi hasil, maka pada bank konvensional mengacu kepada
penentuan suku bunga. Besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat
dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling
mempengaruhi. Disamping pengaruh faktor-faktor lainnya seperti jaminan, jangka
waktu, kebijakan pemerintah dan target laba.13
12
Syahriyah Semaun dan Wahidin, Bunga Bank dan Nisbah Bagi Hasil, sebuah Analisis
Perbandingan (Yogyakarta:Trust Media Publishing, 2016), hal. 92
13
Ibid, hal. 46
14
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank danLembaga Keuangan, Edisi I (Cet. III;
Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 174-175.
7
sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah
dan menyelesaikannya.
2. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi atau
golongangolongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya
sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan
fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank.
3. Purpose
Yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk jenis
kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-
macam sesuai kebutuhan. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja, investasi,
konsumtif, produktif dan lain-lain.
4. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah
menguntungkan atau tidak dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa
mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang
telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin
banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah
satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh usaha lainnya.
6. Profitabillity
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan
mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar- benar
aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau
orang atau jaminan asuransi.
8
The Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) merupakan lembaga Internasional yang tujuannya menyiapkan standar
akunting, auditing, tata kelola etika dan syariah untuk lembaga keuangan dan industri
berdasarkan syariah menyatakan lembaga pengawas di dalam lembaga keuangan
syariah berperan sangat penting dalam membangun kepatuhan syariah (Hasan, 2012).
AAOIFI mensyaratkan adanya empat unsur dalam pengawasan syariah yaitu, Sharia
Supervisory Board, Sharia Review, Internal Sharia Review, dan Audit And
Governance Committee For Islamic Financial Institution yang ke semuanya dalam
ketentuan AAOIFI ditetapkan standar penempatan, komposisi anggota dan laporan
yang harus mereka buat (Hasan, 2012).
Indonesia yang menjadi negara pendukung dari adanya ketentuan dalam
AAOIFI, mengimplementasikan ketentuan tersebut dalam undangundang, Peraturan
Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Indonesia juga mengenal adanya Sharia Supervisory Board atau yang lebih dikenal
dengan Dewan Pengawas Syariah. Di dalam Pasal 109 Undang-undang No. 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris
wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Secara otomatis perusahaan fintech
yang berbadan hukum berbentuk Perseroan Terbatas harus memiliki Dawan
Pengawas Syariah. Penunjukan DPS dalam fintech syariah dapat berdasarkan
rekomendasi dari DSNMUI.
Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk
mengawasi perjalanan lembaga keuangan Islam sehingga senantiasa sesuai dengan
tujuan syariah. DPS sendiri merupakan bentuk pengawasan dari DSN-MUI terhadap
perusahaan fintech syariah di masingmasing lembaga ini disebutkan dalam Peraturan
Organisasi Majelis Ulama Indonesia No. Kep-407/MUI/VI/2016 Tentang Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia. Pengawasan ini terhadap kepatuhan lembaga keuangan akan prinsip
syariah yang telah diatur dalam Fatwa DSNMUI. Fatwa DSN-MUI merupakan suatu
ketentuan yang mengikat lembaga keuangan syariah yang mana bertujuan
menghindari dari praktik riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram.15
Ada 7 standar di bawah standar tata kelola untuk Lembaga Keuangan Islam
yang diterbitkan oleh AAOIFI :
(1) DPS : Pengikatan, Susunan/kerangka dan Laporan,
(2) Tinjauan Syariah
(3) Tinjauan Internal Syariah,
(4) Audit & Pemerintahan Komite Lembaga Keuangan Islam,
(5) Kemerdekaan/ Kebebasan Dewan Pengawas Syariah,
(6) Pernyataan mengenai Prinsip Tata Kelola untuk Lembaga Keuangan Islam,
15
Fadzlurrahman,dkk, Penerapan Prinsip Kehati-Hatian terhadap Kepatuhan Syariah oleh
Penyelenggara Teknologi Finansial, (J-HES Volume 04 - Nomor 02), Desember 2020, hal. 183-184.
9
(7) Perilaku Tanggung Jawab Sosial dan Pengungkapan Lembaga Keuangan
Islam.16
16
Kompas.com,
https://www.kompasiana.com/androagil/57491c99129773d5043fc7d7/analisis-komparatif-pada-aaoifi-
ifsb-dan-pedoman-pemerintahan-bnm-syariah, diakses pada Minggu, 9 Oktober 2022, pukul 19.23
17
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal
49, ayat 2 dan pasal 63, ayat 2.
10
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam
menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran
dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-
hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan
mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia
perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10
tahun 1998.
Dalam tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG)
dalam mengelola perusahaan. Diantara prinsipnya yaitu:
1. Transparency (Keterbukaan)
2. Accountability (Akuntabilitas)
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
4. Independency (Kemandirian)
5. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan)
Prinsip kehati-hatia dan tata kelola diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada bab 6 tentang Tata
Kelola, Prinsip Kehatia-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah. Selain itu,
ruang lingkup aturan mengenai prinsip kehati-hatian juga terdapat dalam peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan kehati-hatian bank dan nasabah merupakan wujud pengaplikasian
penanganan resiko pembiayaan. Kehati-hatian sangat diperlukan sehingga Bank
Indonesia (BI) membuat regulasi peundang-udangan yang ditujukan kepada bank-
bank umum. Pelaksanaan prinsip kahati-hatian merupakan hal terpenting dengan
tujuan untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh. Untuk itu
lembaga keuangan khususnya perbankan perlu melakukan studi kelayakan (feasibility
study) sebelum memberikan pembiayaan kepada nasabahnya.Untuk mencapai tujuan
dalam perbankan, prinsip kehati-hatian dapat diterapkan oleh bank dengan cara
melakukan berbagai macam analisa-analisa diantaranya dengan menerapkan prinsip
7P.
Ada 7 standar di bawah standar tata kelola untuk Lembaga Keuangan Islam
yang diterbitkan oleh AAOIFI :
(1) DPS : Pengikatan, Susunan/kerangka dan Laporan,
(2) Tinjauan Syariah
(3) Tinjauan Internal Syariah,
(4) Audit & Pemerintahan Komite Lembaga Keuangan Islam,
(5) Kemerdekaan/ Kebebasan Dewan Pengawas Syariah,
(6) Pernyataan mengenai Prinsip Tata Kelola untuk Lembaga Keuangan Islam,
(7) Perilaku Tanggung Jawab Sosial dan Pengungkapan Lembaga Keuangan Islam.
11
Sanksi Atas Pelanggaran Prinsip Kehati-Hatian Dan Tata Kelola Yang Baik
Dalam Perbankan yaitu diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
B. SARAN
Kami selaku penulis makalah mengaku masih banyak kesalahan baik dalam
menggunakan ejaan, tata bahasa, kalimat maupun yang lainnya. Kami sudahmengerjakan
dan memaparkan dengan penuh usaha agar dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan pembaca untuk memberikan masukan saran
dan kritik untuk kami, agar kedepannya kami bisa menjadi lebih baik dalam pembuatan
selanjutnya. Kami juga mengharapkan kepada pembaca agar mengambil hal-hal positif
dari apa yang telah kami kerjakan pada makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Abdul Ghofur Anshori, Penerapan Prinsip syariah dalam Lembaga Keuangan Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Fadzlurrahman,dkk, Penerapan Prinsip Kehati-Hatian terhadap Kepatuhan Syariah oleh
Penyelenggara Teknologi Finansial, (J-HES Volume 04 - Nomor 02), Desember 2020.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Cet, Ke IV; Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2008), hal.135.
Kompas.com, https://www.kompasiana.com/androagil/57491c99129773d5043fc7d7/analisis-komparatif-
pada-aaoifi-ifsb-dan-pedoman-pemerintahan-bnm-syariah
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, edisi Tarmizi dan Suryani
(Jakarta: Sinar Grafika, 2014).
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati hatian Perbankan
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, pasal 33.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 29, ayat
2.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pasal 49, ayat
2 dan pasal 63, ayat 2.
Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Rizki Kurniawan dan Rahmat Afandi Setyawan , Penyelamatan Kredit Bermasalah Berdasarkan
Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit Kepada Debitur Sesuai Pasal 8 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Syahriyah Semaun dan Wahidin, Bunga Bank dan Nisbah Bagi Hasil, sebuah Analisis
Perbandingan (Yogyakarta:Trust Media Publishing, 2016).
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank danLembaga Keuangan, Edisi I (Cet. III; Jakarta:
Rajawali Pers, 2014).
Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013).
Trisadini P. Usanti dan Abd Shomad, Hukum Perbankan, Kencana, Jakarta, 2016,
13