Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EKONOMI PEMBANGUNAN
“RAHASIA BANK MENURTU UU NO.7 TAHUN 1992,JO. UU NO.10 TAHUN
1998 TENTANG PERBANKAN ”

Dosen Pengampu : Salmis, S.E.I.,M.E

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. NURUL MA’RIPAH ENGGET
2. RATNA JUWITA

PRODI PERBANKAN SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ RAHASIA BANK
MENURTU UU NO.7 TAHUN 1992,JO. UU NO.10 TAHUN 1998 TENTANG
PERBANKAN ”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan mata kuliah
“EKONOMI PEMBANGUNAN “. Semester 6 jurusan Perbankan Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam meyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Ibu
Salmia, S.E.E.,M.E selaku dosen mata kuliah . Kami berharap semoga Allah SWT
memberikan keberkahan kepada kita semua khususnya kepada mereka yang telah
memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan itu sebagai ibadah, Aminyaa
Robbal’alamain.

Jambi, 25 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR…………………………….………………………………

DAFTAR ISI……………………………………..………………………………

BAB I PENDAHULUAN………………..……………………………….………

1. Latar belakang…………..………….…………………………………….
2. Rumusan masalah……………….…….………………………...……….
3. Tujuan penulis…………………………………………………………….
BAB II……………………………………………………………………………..

PEMBAHASAN……….....……………………………………………………….

1. Pengetian rahasia Bank ……………………………………………………


2. Pengertian ruag lingkup dan rahasi bank …………………………….........
3. Teori saja Rahasia Bank di Indonesia (Undang-Undang No.10 / 1998)
BAB III……………………………………………………………..……………

PENUTUP……………………………………………………………….……….

1. Kesimpulan ………………………………………………………..…….
2. Saran …………………………………………………………….….....…
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...….….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang


Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,merumuskan bahwa bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

Melalui kepercayaan dari nasabahlah sebuah bank mampu bertahan untuk tetap
menjalankan kegiatannya dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali ke masyarakat. Kepercayaan dari masyarakat dapat dikatakan sebagai kunci utama
bagi berkembang atau tidaknya sebuah lembaga perbankan. Berawal dari titik itulah maka
keadaan nasabah wajib dirahasiakan. 1

Rahasia bank (bank secrecy) dianggap sebagai “imbalan” dari kepercayaan yang
diberikan oleh nasabah demi kelangsungan hidup sebuah bank. Ini berarti bahwa bank
mempunyai kewajiban untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya
(duty of confidentiality). Sepatutnyalah bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut
secara konsisten dan bertanggung jawab.

B. Rumusan Masalah

1.  Apa yang dimaksud dengan rahasia Bank ?

2.  Apa yang dimaksud ruang lingkup rahasia Bank?

3. Apa saja Rahasia Bank di Indonesia (Undang-Undang No.10 / 1998) ?

C.  Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui arti dari pendekatan

1
Chandra Dewi Puspitasari, Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak hlm. 4
2. Untuk mengetahui arti dari teori

3. Untuk mengetahui teori – teori apa saja yang terdapat dalam pendekatan sosiologis tentang
ekonom
BAB I1

PENDAHULUAN

A. Teori-teori Rahasia Bank

Pengertian rahasia bank sebagaimana yang disebutkan undang-undang Nomor 10


Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
menyebutkan bahwa. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pengertian rahasia bank yang
lain antara lain: Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan
kontraktual biasa. Namun, dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank
untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika
ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank.
Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank
dengan nasabahnya.2

Oleh karena kegiatan dunia perbankan adalah mengelola uang masyarakat, maka
bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat Bank wajib menjaga keamanan
uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan uang nasabahnya terjamin, pihak
perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan
keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain bank harus menjaga rahasia
tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan
dikenakan sanksi.3

.Ada 2 teori tentang rahasia bank yang dikemukakan oleh Drs. Muhammad
Djumhana, S.H., dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, yaitu :

1. Teori Rahasia Bank Bersifat Mutlak


Menurut teori rahasia bank yang bersifat mutlak atau absolut ini, bank
mempunyai kewajiban yang mutlak untuk menyimpan rahasia atau keterangan
keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui oleh bank dalam keadaan apapun.
2
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 / 1992 tentang Perbankan.
3
Akhmad Yasin, Keterkaitan Kerahasiaan Bank dan Pajak: Antara Kepentingan Negara dan Pribadi Confidentiality
of Banks and Taxes: Between State and Personal Interests, Jurnal Konstitusi , Volume 16, Nomor 2, Juni 2019 hlm.
213
Penetapan sanksi yang tergolong berat dapat dikenakan kepada pelanggar rahasia bank.
Di negara penganut teori ini kepentingan nasabah sangat dihormati sehingga terkadang
menomorduakan kepentingan negara dan masyarakat luas.4
2. Teori Rahasia Bank Bersifat Nisbi
Teori rahasia bank yang bersifat nisbi atau relatif ini justru memberikan ruang
bagi bank untuk membuka rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya
apabila memang ada keadaan yang mendesak menuntut untuk itu, antara lain adalah
untuk kepentingan negara. Teori ini banyak dianut oleh negara-negara di dunia dalam
sistem perbankan mereka. Rahasia bank harus tetap dilaksanakan tetapi prinsip tersebut
secara hukum tidak terlalu sulit untuk diterobos. Ada pengecualian yang harus dipegang
pula disamping adanya tuntutan pelaksanaan rahasia bank secara konsisten dan
bertanggung jawab oleh bank.5

Dari 2 teori diatas dapat kita ketahui bahwa dalam dunia perbankan secara umum
rahasia bank dapat diberlakukan secara mutlak dan relatif. Negara-negara didunia pun
menganut prinsip kerahasiaan tersebut sebagai sebuah kelaziman dalam dunia perbankan.
Bagi negara-negara yang menganut rahasia bank yang bersifat mutlak maka dunia
perbankan menjadi tempat yang sangat menguntungkan bagi nasabah untuk menyimpan
dananya. Mengapa? Ini disebabkan karena rahasia bank betul-betul dipegang teguh.
Rahasia bank sangat sulit untuk dapat dibuka. Hal positif dari prinsip tersebut adalah
terjaminnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan sehingga “roda
kehidupan” sebuah bank akan lancar bergulir. Akan tetapi prinsip tersebut juga membawa
dampak negatif yaitu dapat digunakannya lembaga perbankan sebagai “sarang”
kejahatan. Bank dapat disalahgunakan untuk menampung dana-dana masyarakat dengan
asal usul yang kurang jelas dan yang pasti dengan perlindungan yang sangat kuat atau
mutlak tersebut peluang untuk “menyembunyikan” kekayaan seseorang dari target
pemeriksaan dibidang perpajakan akan sulit sekali ditembus. Seorang nasabah yang
menjadi penyimpan dana di negara dengan prinsip ini setelah memasukkan dananya ke
bank tersebut maka akan amanlah selama-lamanya tanpa bisa diganggu gugat oleh pihak
lain. Sebenarnya prinsip rahasia bank yang ketat tersebut dapat saja diterobos, hanya saja

4
Ibid hlm. 6
5
Chandra Dewi Puspitasari, Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak hlm. 7
prosedurnya dipersulit, bahkan sangat sulit. Harus ada alasan yang betul-betul dipilih
secara selektif, biasanya hanya mengenai tindak pidana korupsi dan uang haram hasil
perdagangan narkotika. Prinsip rahasia bank yang demikian antara lain dianut oleh
Cayman Island, Bahama, Venezuela, Liberia, Swiss. (Munir Fuady, 2001:221)
Disamping adanya prinsip rahasia bank yang diberlakukan secara mutlak tersebut ada
juga prinsip rahasia bank yang diberlakukan secara relatif atau secara moderat.
Sebagaimana telah disebutkan pada uraian teori rahasia bank secara relatif bahwa prinsip
ini melindungi nasabah disertai dengan perkecualian yang lebih mudah untuk ditembus.
Ketika seorang nasabah didapati atau diduga sebagai wajib pajak yang melakukan
pelanggaran atau penyimpangan, maka masih dimungkinkan adanya akses yang diberikan
kepada petugas pemeriksa pajak untuk “menikmati” penerobosan rahasia bank sehingga
terbuka pintu untuk mendapatkan segala informasi yang diperlukan dalam rangka
melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran pembayaran pajak seseorang. Pembukaan
rahasia bank dengan prinsip ini cenderung lebih mudah dilakukan dan biasanya negara
menyediakan prosedur yang tidak terlalu rumit. Hal tersebut menjadi sisi positif dari
rahasia bank yang diberlakukan secara relatif, terlebih dalam hal adanya dugaan
penyimpangan pelaksanaan kewajiban pajak. Sedangkan sisi negatif yang terjadi pada
rahasia bank yang mudah dibuka adalah adanya kemungkinan turunnya kuantitas dana
masyarakat yang diserahkan pada bank dan dalam jangka panjang tentu akan
mempengaruhi kehidupan lembaga perbankan di suatu negara. Masyarakat tertentu akan
lebih memilih untuk menyimpan dananya ke negara lain yang lebih menguntungkan bagi
nasabah.

Dari uraian tersebut diatas, maka dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya rahasia
bank menjadi perlindungan sebagai sebuah jaminan yang diberikan oleh pihak bank
kepada nasabahnya baik secara mutlak ataupun relatif, dalam rangka menjaga
kepercayaan nasabah yang juga mempercayakan privacy nya kepada bank (timbal balik).
Meskipun pada awalnya kelahiran rahasia bank lebih banyak untuk kepentingan bank itu
sendiri. Lalu bagaimana dengan ketentuan mengenai rahasia bank di Indonesia,
khususnya dalam rangka menunjang upaya penegakan kepatuhan pajak? Sudahkah
ketentuan tersebut membuka akses dalam menjawab tuntutan ketentuan perpajakan,
sehingga penegakan hukum dibidang perpajakan tersebut dapat di-support? Hal tersebut
dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 10 / 1998 tentang Perubahan Undang-Undang
No. 7 / 1992 tentang Perbankan.

B. Ruang Lingkup Rahasi Bank


1. Dasar Hukum dan Ruang Lingkup Rahasia BankMengenai ketentuan rahasia bank
sebelum berlaku undang-undang no. 7 tahun 1998 jo. UU No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan dapat ditemukan dalam undang-undang no. 23 PrP 1960 tentang rahasia
bank dan dalam UU No. 14 tahun 1967 tentang pokok- pokok perbankan. Selain itu
Rahasia bank juga diatur di dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 jo. UU No. 10
tahun 1998 tentang perbankan.
2. Pengecualian Rahasia BankPengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam UU
No. 7 tahun 1992 jo. UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah mengacu
kepada ketentuan pasal 40 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 yang menentukan bahwa
bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 41 A, pasal 42, pasal 43,
pasal 44, dan pasal 44 A.Berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (1) pengecualian
terhadap ketentuan rahasia bank adalah sebagai berikut :1.Untuk kepentingan
perpajakan.2.Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan
kepada BUPLN/ PUPN.3.Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.4.Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah.5.Dalam
tukar-menukar informasi antar bank .6.Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan atau ahli warisnya.Hukum yang mengatur masalah perbankan
disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah
hukum dalam bentuk peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-
lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para pihak
yang tersangkut dengan bisnis

perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi
bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.Sumber hukum
dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu diketahui akan asal usul
hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya ketentuan
hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Sumber
hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-
undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu ketentuan perbankan
yang sedang berlaku pada saat ini.Dalam melaksanakan kemitraan antara bank
dengan nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan
perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :1.Asas
Demokrasi Ekonomi.2.Asas Kepercayaan.3.Asas Kerahasiaan.4.Asas Kehati-hatian
(Prudential Principle).Sumber:

C. Rahasia Bank di Indonesia (Undang-Undang No.10 / 1998)

Ketentuan mengenai rahasia bank di Indonesia diatur dalam pasal 40 ayat 1 dan 2
UU No. 10 /1998. Namun sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa yang
dimaksud dengan rahasia bank menurut undang-undang tersebut. Pasal 1 butir 28
menyebutkan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Dari pengertian rahasia bank
tersebut secara tersirat terbaca bahwa yang dilindungi oleh rahasia bank hanyalah
nasabah penyimpan saja. Artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
nasabah debitur (nasabah peminjam) tidak dibawah perlindungan rahasia bank. Bank
tidak terikat kewajiban menjaga segala keterangan nasabah debitur. Pihak-pihak yang
berkewajiban menjaga segala keterangan nasabah penyimpan disebutkan dalam pasal 47
ayat 2 adalah anggota dewan komisaris, direksi bank, pegawai bank dan pihak terafiliasi.
Pihak terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta
pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh bank. Hubungan tersebut melalui
cara menggabungkan dirinya pada bank tetapi dengan tidak kehilangan identitasnya.
Penggabungan diri tersebut karena keterikatan kepemilikan bahkan adanya keterikatan
hubungan keluarga dengan pihak tertentu, pengurusan maupun karena hubungan kerja
biasa seperti karyawan, atau hubungan kerja dalam rangka memberikan pelayanan
jasanya kepada bank seperti konsultan hukum.6Kewajiban memegang rahasia bank ini

6
Muhammad Djumhana, 2000:hlm.238
secara terang diatur dalam pasal 40 ayat 1 dan 2. Ayat 1 pasal tersebut menyatakan
bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41A, pasal
42, pasal 43, pasal 44 dan pasal 44A. Ayat berikutnya menentukan bahwa ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. 7Dari ketentuan
pasal 40 tersebut dapat diketahui beberapa hal. Pertama, bahwa menjaga keterangan-
keterangan nasabah menjadi sebuah kewajiban bagi bank. Hal tersebut dikuatkan oleh
pasal 47 ayat 2, yaitu bahwa apabila kewajiban tersebut dilanggar, maka ketentuan
mengenai sanksi pelanggaran atas kewajiban menyimpan rahasia bank menanti. Pasal
tersebut menyebutkan bahwa anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak
terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan
menurut pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan
paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,- (empat milyar
rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah). Selanjutnya
disebutkan bahwa tindakan tersebut dikategorikan sebagai kejahatan (pasal 51). Kedua,
keterangan-keterangan yang dilindungi oleh rahasia bank hanyalah milik nasabah
penyimpan. Bagaimana dengan nasabah debitur? Secara gamblang tidak diatur dalam
undang-undang tersebut. Dalam penjelasan pasal 40 hanya dijelaskan bahwa nasabah
penyimpan yang sekaligus nasabah debitur tetap harus dirahasiakan keterangannya dalam
kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Ketiga, ada pengecualian-pengecualian yang
disediakan oleh undang-undang sehingga kewajiban mengenai rahasia bank tersebut
dapat disimpangi pemberlakuannya, yaitu:

1. Kepentingan perpajakan
Ketentuan diperbolehkannya membuka rahasia bank untuk kepentingan perpajakan
diatur dalam Pasal 41 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan “Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
2. Kepentingan Penyelesaian Piutang Negara
7
Chandra Dewi Puspitasari, Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan Pajak hlm. 14
Ketentuan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian piutang negara,
merupakan ketentuan baru dalam UU Perbankan 1998 sebagai pasal tambahan
diantara Pasal 41 dan Pasal 42 yang dijadikan Pasal 41A. Untuk penyelesaian piutang
bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
Urusan Piutang Negara (Ditjen Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, pen),
pimpinan Bank Indonesia memberi izin secara tertulis kepada pejabat Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas permintaan tertulis
dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara, untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur.
Permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
Urusan Piutang Negara, harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur
yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.
3. Kepentingan Peradilan Pidana
Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan pidana
diatur dalam Pasal 42 ayat (1), (2), dan (3). Untuk kepentingan peradilan dalam
perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,
jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
tersangka atau terdakwa bank. Pemberian izin oleh pimpinan Bank Indonesia
diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Permintaan tertulis tersebut
harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau
terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang
bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Izin oleh Pimpinan Bank
Indonesia akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus
dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah dokumen permintaan
diterima secara lengkap.
4. Kepentingan Peradilan Perdata Pasal 43 UU No. 7 Tahun 2010 menyatakan bahwa
dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan
nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan
perkara tersebut. Perkara perdata antara bank dan nasabahnya dapat diselesaikan
melalui pengadilan dimana direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan
secara langsung kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah dan
keterangan yang relevan dengan perkara yang sedang disidangkan tanpa persetujuan
tertulis dari Menteri Keuangan.5. Kepentingan Kegiatan Pertukaran Informasi
Antarbank Ketentuan mengenai pertukaran informasi nasabah antarbank diatur dalam
Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU No. 7/2010. Dalam rangka tukar menukar informasi
antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya
kepada bank lain. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Penjelasan Pasal 44
menyatakan bahwa tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk
memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah
kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain.
Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum
melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan
yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai
tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi
tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit
yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan
dalam daftar kredit macet.6. Kepentingan Nasabah Penyimpan Pasal 44A
menyatakan, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang
dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan
Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh
Nasabah Penyimpan tersebut. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang
menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan. Dananya ini dapat berupa produk dana, yang
pada praktiknya dapat berbentuk tabungan, deposito maupun giro. Untuk dapat
mengungkapkan data detail terkait dengan nasabah penyimpan dan
simpanan/rekeningnya tersebut, maka berdasarkan UU Perbankan, bank dapat
memberikan keterangan kepada pihak yang ditunjuk dengan mendapatkan
persetujuan dari pihak yang berwenang/ berhak mewakili nasabah penyimpan terkait
dengan hubungan kepada pihak ketiga (Bank).7. Kepentingan Ahli Waris yang Sah
dari Nasabah Penyimpan Ketentuan yang membolehkan ahli waris dari nasabah
penyimpan mendapatkan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan diatur
dalam Pasal 44A ayat (2). Pada ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal Nasabah
Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang
bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah
Penyimpan tersebut. Mengacu pada Pasal 2 ayat (4) huruf g PBI 2/19/2000 dan Pasal
44A ayat (2) UU Perbankan, sebagai ahli waris yang sah diperbolehkan
mengeluarkan atau membuka rekening simpanan nasabah penyimpan, dalam hal ini
tidak melanggar ketentuan rahasia bank. Namun, tentu saja dengan ketentuan rahasia
bank. Namun, tentu saja ketentuan bahwa memang para ahli waris yang lain setuju
dengan hal ini.8

BAB III
PENUTUP

8
Akhmad Yasin, Keterkaitan Kerahasiaan Bank dan Pajak: Antara Kepentingan Negara dan Pribadi Confidentiality
of Banks and Taxes: Between State and Personal Interests, Jurnal Konstitusi , Volume 16, Nomor 2, Juni 2019 hlm.
225
A. Kesimpulan

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Pengertian rahasia bank yang lain antara lain:
Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa.
Namun, dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka
rahasia nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-
undangan yang berlaku.

B.   SARAN

Dalam penulisan ini, kami menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari
kesalahan, selayaknya penulis hanya manusia biasa yang tak terlepas dari kesempurnaan.
Untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca agar dapat lebih baik lagi
dalam pembuatan makalah dimasa yang akan datang. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Chandra Dewi Puspitasari, Penerobosan Rahasia Bank : Upaya Penegakan Kepatuhan
Pajak hlm. 4

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 / 1992


tentang Perbankan.

Akhmad Yasin, Keterkaitan Kerahasiaan Bank dan Pajak: Antara Kepentingan Negara
dan Pribadi Confidentiality of Banks and Taxes: Between State and Personal Interests,
Jurnal Konstitusi , Volume 16, Nomor 2, Juni 2019 hlm. 213

Anda mungkin juga menyukai