Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran
suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, Bank juga telah
menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia.
Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu Bank telah
memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara
yang bersangkutan, Bank tersebut menjadi  “ milik ” masyarakat.
Menimbang bahwa rahasia Bank yang diperlukan sebagai salah
satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan,
dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang
bank, kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata
antara Bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi
antar Bank, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan
permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.
Dalam Pasal 1 angka 16 UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
(UUP 1992) dinyatakan bahwa rahasia bank adalah “ segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal dari nasabah Bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan ”. Pengertiannya dijelaskan
dalam penjelasan Pasal 40 yaitu seluruh data dan informasi mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal lain dari
seorang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.
Dasar Hukum ketentuan rahasia Bank di Indonesia, adalah
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tetapi kemudian
diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Sesuai pasal 1 ayat 28
Undang-Undang No.10 Tahun 1998, berbunyi Rahasia Bank adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam makalah Rahasia Bank di atas
penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa Pengertian Dari Bank ?
b. Apa Teori Dari Rahasia Bank ?
c. Bagaimana Sejarah Dan Konsep Rahasia Bank ?
d. Bagaimana Rumusan Pengertian Dan Rumusan Tindak Pidana
Rahasia Bank?
e. Apa Lingkup Rahasia Bank ?
f. Apa Peran Pengadilan Menembus Rahasia Bank ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam makalah Rahasia Bank adalah sebagai
berikut :
a. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Bank.
b. Untuk Mengetahui Teori Dari Rahasia Bank.
c. Untuk Mengetahui Sejarah Dan Konsep Rahasia Bank
d. Untuk Mengetahui Rumusan Pengertian Dan Rumusan Tindak Pidana
Rahasia Bank.
e. Untuk Mengetahui Lingkup Rahasia Bank.
f. Untuk Mengetahui Peran Pengadilan Menembus Rahasia Bank.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bank


Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya
dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang,
dan menerbitkan surat berharga atau Bank Note. Oleh karena itu bank
sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah
maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam
tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan
dan sistem pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas
kesehatan dari sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada
bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi sebuah bank. Ada
beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap sebuah bank, diantaranya :
1. Integritas pengurus.
2. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik pengetahuan dalam
manajerial maupun pengetahuan teknis perbankan.
3. Kesehatan bank yang bersangkutan.
4. Kepatuhan bank terhadap hukum dan kewajiban menjaga rahasia bank.
Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat
memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap
suatu bank pada khususnya, dan perbankan pada umumnya ialah
kepatuhan bank terhadap hukum dan kewajiban menjaga rahasia bank.
Poin utamanya menyangkut " dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh
masyarakat yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak
mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada
pihak lain ". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu
untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh prinsip " rahasia
bank ".

3
2.2 Teori Rahasia Bank

Asas rahasia pada lembaga keuangan perbankan sudah dikenal


sejak lama. Hal tersebut dimulai ketika runtuhnya feodalisme dalam
pertarungan memperjuangkan hak - hak individu dalam perdagangan. 
Keterangan mengenai soal keuangan dan identitas nasabah menjadi suatu
kebutuhan yang tidak bisa ditawar bagi perlindungan hak milik pribadi dan
kelangsungan praktek perdagangan. Menjelang pertengahan abad ke - 19,
boleh dikatakan semua pemerintahan di Eropa Barat telah mensahkan asas
kerahasiaan perbankan dan telah mengakomodir undang - undang serupa
di setiap negara yang menghendaki sistem perbankan yang tertib.

Pengertian Rahasia Bank dapat kita temui dalam Pasal 1 Junto 28


Undang - undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang -
undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan). Rahasia
Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai identitas nasabah, baik sebagai penyimpan dana maupun
peminjam dana.

Secara teori ada dua pendapat tentang rahasia bank yaitu :

1. Teori rahasia bank bersifat mutlak, yaitu bank berkewajiban


menyimpan rahasia nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan
usahanya dalam keadaan apapun. Semua keterangan mengenai nasabah
dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa
pengecualian dan pembatasan dengan alasan apapun dan oleh
siapapun.
2. Teori rahasia bank bersifat nisbi/relatif, yaitu bank diperbolehkan
membuka rahasia nasabahnya untuk suatu kepentingan mendesak,
misalnya demi kepentingan negara atau kepentingan umum.

Teori rahasia bank bersifat nisbi dalam penerapannya akan berdasarkan


pada asas proporsional sebelum membuka informasi rahasia bank. Asas
proporsional menghendaki pertimbangan kepentingan mana yang lebih

4
berat yaitu tidak membuka rahasia yang berarti menyimpan rahasia untuk
kepentingan terbatas atau membuka rahasia demi kepentingan negara :
1. Perpajakan (Pasal 41 ayat (1).
2. Penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
(Pasal 41A ayat (1).
3. Peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42 ayat (1).
4. Perkara perdata antara bank dan nasabahnya (Pasal 43).
5. Tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44 ayat (1).
6. Permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang
dibuat secara tertulis (Pasal 44A ayat (1).
7. Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang telah
meninggal dunia (Pasal 44A ayat 2).
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya
Pasal 72 ayat (2) yang pada intinya menyatakan untuk kepentingan
pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik,
penuntut umum atau hakim dinisbikan atau dikesampingkan ketentuan
peraturan perundang - undangan yang mengatur rahasia bank dan transaksi
keuangan lainnya. Oleh karenanya, upaya untuk mencegah dijadikannya
bank sebagai sarana pencucian uang sangat dimungkinkan untuk membuka
rahasia bank. Selain itu, pihak bank harus menerapkan prinsip mengenal
nasabah dengan melakukan Customer Due Diligence (CDD) kepada setiap
nasabahnya. Customer Due Diligence  adalah kegiatan berupa identifikasi,
verifikasi dan pemantau kesesuaian transaksi dengan profil nasabah. Oleh
karena itu sedini mungkin pihak bank bisa mencegah tindak pidana
pencucian uang yang menggunakan sarana perbankan.

5
2.3 Sejarah Dan Konsep Rahasia Bank
Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi
nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Courtof
Appeal Inggris yang secara bulat memutuskan pendiriannya dalam
kasus Tournier, National Provincialand Union Bank of England tahun
1924, putusan pengadilan yang kemudian menjadi leadingcase law yang
menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian dipacu oleh
pengadilan negara lain yang menganut Common law sistem. Bahkan 60
tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster. The
Bank of London  tahun 1862,  juri telah berpendapat bahwa terdapat
kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan
nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu
itu pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi atau pengakuan dari
putusan pengadilan berikutnya.
Timbulnya pemikiran untuk perlunya merahasiakan keadaan
keuangan nasabah bank sehingga melahirkan ketentuan hukum mengenai
kewajiban rahasia bank, adalah semula bertujuan untuk melindungi
kepentingan nasabah secara individual. Ketentuan rahasia bank di Swiss,
yaitu suatu negara yang dikenal mempunyai ketentuan rahasia bank yang
dahulunya paling ketat di dunia, adalah juga semula bertujuan untuk
melindungi kepentingan nasabah bank secara individual. Pada waktu itu
ketentuan rahasia bank bersifat mutlak yang artinya tidak dapat
dikecualikan karena alasan apapun juga. Ketentuan rahasia bank di Swiss
lahir sehubungan dengan kedudukan Swiss sebagai negara yang netral
secara tradisional. Alasan pertama, dalam abad ke17, ribuan
kaum Huguenots dari Perancis melarikan diri ke Swiss oleh karena mereka
dikejar dan dilakukan penyiksaan terhadap mereka sehubungan dengan
agama yang  mereka anut. Diantara mereka itu kemudian ada yang
menjadi bankir, dan menginginkan agar supaya kerahasiaan dari nasabah
mereka untuk urusan keuangan di negara asalnya dirahasiakan. Alasan
kedua adalah sehubungan dengan dikejarnya orang-orang Yahudi di waktu
rezim Nazi berkuasa di Jerman di tahun 1930-an dan 1940-an.

6
Namun perkembangan sehubungan dengan keadaan politik dalam
negeri, keadaan sosial, terutama yang menyangkut timbulnya kejahatan di
bidang money laundering, dan kebutuhan akan adanya stabilitas ekonomi,
terutama stabilitas moneter, telah menimbulkan kebutuhan akan perlunya
pelonggaran terhadap kewajiban rahasia bank yang mutlak itu. Artinya,
apabila kepentingan negara, bangsa dan masyarakat umum harus
didahulukan daripada kepentingan nasabah secara pribadi, maka
kewajiban bank untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual
itu (dalam arti tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah)
harus dapat dikesampingkan.
Contoh konkrit mengenai hal ini adalah berkaitan dengan kepentingan
negara untuk menghitung memungut :
1. Pajak nasabah yang bersangkutan.
2. Penindakan korupsi.
3. Pemberantasan Money Laundering.
Merupakan hal yang kontradiktif bahwa dalam hal-hal tertentu,
justru demi kepentingan negara, bangsa dan masyarakat umum,
dikehendaki agar kewajiban rahasia bank diperketat. Kepentingan negara
yang dimaksud adalah pengerahan dana perbankan untuk keperluan
pembangunan. Kepentingan negara, bangsa dan masyarakat umum itu
dilandasi oleh alasan bahwa dijunjung tingginya dan dipegang teguhnya
kewajiban rahasia bank merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan
bank dalam upaya bank itu mengerahkan tabungan masyarakat. Selain itu
terganggunya stabilitas moneter adalah antara lain dapat diakibatkan oleh
runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan karena terlalu
longgarnya rahasia bank. Dalam kaitan itu, undang-undang yang mengatur
mengenai rahasia bank harus tidak memungkinkan kewajiban rahasia bank
secara mudah dapat dikesampingkan dengan dalih karena kepentingan
umum menghendaki demikian. Dari uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa kewajiban rahasia bank yang harus dipegang teguh
oleh bank adalah :
1. Kepentingan nasabah sendiri.

7
2. Kepentingan keamanan bagi bank yang bersangkutan.
3. Kepentingan masyarakat umum demi kenyamanan.

2.4 Rumusan Pengertian Dan Rumusan Tindak Pidana Rahasia Bank.


Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian
telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.
Pengertian rahasia bank oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 adalah :
- Pasal 1 angka 16 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut : Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan wajib dirahasiakan.
- Pengertian ini telah diubah dengan pengertian yang baru oleh
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-Undang itu
rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai
berikut adalah Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah.
Selain dari memberikan rumusan dari pengertiannya, Undang-
Undang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai delik rahasia
bank. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 memberikan rumusan delik
rahasia bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1).
Bunyi lengkap dari rumusan delik rahasia bank menurut Undang-Undang
No. 7 Tahun 1992 adalah :
Pasal 40
Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang
keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasl 41, 42, 43 dan 44.

8
Rumusan delik rahasia bank tersebut di atas telah diubah dengan rumusan
yang baru, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dari Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998. Rumusan yang baru itu lengkapnya berbunyi
sebagai berikut :
Pasal 40
Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai identitas nasabah
penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.
Kedua rumusan delik rahasia bank itu sangat berbeda. Perbedaannya
Tindak pidana rahasia bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Pasal 51 ialah kejahatan. Sanksi tindak pidana rahasia bank ditentukan
dalam Pasal 47 ayat (2), yaitu pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp.
4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) dan paling banyak sejumlah Rp.
8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah).

2.5 Lingkup Rahasia Bank


Pertanyaan sehubungan dengan ketentuan rahasia bank adalah
Apakah yang harus dirahasiakan itu hanya sebatas keadaan keuangan
nasabah penyimpan dana saja? Apakah juga menyangkut keadaan
keuangan nasabah debitur? Dengan kata lain, apakah lingkup rahasia bank
hanya menyangkut pasiva (liabilities) bank berupa dana nasabah bank
ataukah juga meliputi aktiva (assets) bank berupa kredit bank kepada
nasabah.
Dari penjelasan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 yang mengemukakan "Kerahasiaan itu diperlukan untuk kepentingan
bank tersebut yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan
uangnya di Bank" dapat disimpulkan bahwa lingkup rahasia Bank
memang menyangkut simpanan nasabah. Namun bila membaca kalimat
selanjutnya dari penjelasan Pasal 40 ayat (1) itu yang berbunyi
"masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank atau
memanfaatkan jasa Bank apabila dari Bank ada jaminan bahwa

9
pengetahuan Bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak
akan disalahgunakan", dapat disimpulkan bahwa bukan hanya keadaan
keuangan dari nasabah yang menyimpan dana pada bank saja (Pasiva
Bank), tetapi juga nasabah lain yang menggunakan jasa Bank selain jasa
penyimpanan dana. Dengan demikian rahasia bank juga berlaku bagi
nasabah debitur atau kreditur Bank (Aktiva Bank) maupun nasabah yang
menggunakan jasa bank lain, seperti misalnya transaksi elektronik
keuangan, deposito, surat berharga Bank, dan lain-lain.
Berkaitan dengan lingkup yang wajib dirahasiakan berkenaan
dengan berlakunya ketentuan rahasia Bank itu adalah indentititas nasabah
Bank harus pula dirahasiakan oleh Bank. Dari rumusan Pasal 40 Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup
rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga
(identitas) nasabah penyimpan yang memiliki simpanan dana tersebut.
Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, “ Nasabah Penyimpan ” disebut lebih
dahulu dari pada “ Simpanannya ”.
Dibeberapa negara memang lingkup dari rahasia bank tidak
ditentukan hanya terbatas pada keadaan keuangan nasabah saja, tetapi
meliputi pula identitas nasabah yang bersangkutan.
Lingkup rahasia bank sebaiknya meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Menyangkut sisi liabilities (pasiva) Bank.
Sisi asset (aktiva) Bank tidak perlu dirahasiakan.
2. Sehubungan dengan itu, maka rumusan rahasia bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) Undang- Undang No. 7 Tahun 1992
telah diubah dengan rumusan yang baru sebagaimana dirumuskan oleh
Pasal 40 ayat (1) yang baru dalam Undang-Undang No. 10 Tahun
1998.
3. Identitas nasabah.

10
2.6 Peran Pengadilan Menembus Rahasia Bank
Pertanyaan yang utama adalah dapatkah Pengadilan Negeri
menembus ketentuan rahasia bank sebagaimana yang tercantum dalam UU
No. 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket dan UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.Pasal 22 ayat (1) UU No. 6 Tahun
1954 menyatakan mereka yang karena kedudukannya, karena
pekerjaannya ataupun karena jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia,
dapat membebaskan diri dari memberikan penyaksian, akan tetapi semata-
mata hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan kepadanya sebagai
rahasia dalam kedudukan, pekerjaan atau jabatan tersebut. Selanjutnya UU
No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 menyebut secara limitatif
orang yang boleh mengetahui keadaan keuangan nasabah. Mereka itu
adalah pejabat pajak (Pasal 41), pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/PUPN (Pasal 41A). Begitu juga untuk kepentingan peradilan
dalam perkara pidana Polisi, Jaksa, Hakim dapat memperoleh keterangan
dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Pasal
42). Pasal 42A menyatakan, bahwa Bank wajib memberikan keterangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42.
Pengadilan melalui putusan atau penetapan dalam suatu perkara
dapat merubah Undang-Undang. Bahkan Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan kehakiman menyatakan, bahwa Pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan pemohon dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep rahasia Bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi
nasabah Bank yang bersangkutan. Timbulnya pemikiran untuk perlunya
merahasiakan keadaan keuangan nasabah Bank sehingga melahirkan
ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia Bank, adalah semula
bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual. Dari
berbagai penjelasan diatas mengenai rahasia Bank dapat kita tarik
kesimpulan bahwa penjelasan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 yang mengemukakan kerahasiaan itu diperlukan untuk
kepentingan Bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di Bank dapat diartikan juga bahwa lingkup rahasia
Bank memang menyangkut identitas nasabah dan simpanannya. Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup
rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga
(identitas) yang memiliki simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40
itu, nasabah penyimpan disebut lebih dahulu dari pada simpanannya.

B. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan. Akan tetapi makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan baik itu kesalahan dalam penulisan maupun kesalahan
dalam pembahasan karena kurangnya pengetahuan penulis. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, dan
besar harapan penulis Ibu Dosen Ni Made Rianita, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Bahasa Indonesia di Kampus STIE Satya Dharma Singaraja
dapat memberikan bimbingan lebih lanjut demi kesempurnaan makalah
ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Poernomo, Bambang,  dan Aruan. 1990. Hukum Pidana Dasar dan Aturan

Umum Hukum Pidana Kodifikasi, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sholehudin, M,. 1997. Tindak Pidana Perbankan, Jakarta: Rajawali Press.

Gazali, dan Usman. 2010. Hukum Perbankan, Jakarta : Sinar Grafika.

Undang-Undang Perbankan  No. 7 Tahun 1992.

Undang-Undang  Perbankan No.10 Tahun 1998.

13

Anda mungkin juga menyukai