Anda di halaman 1dari 20

Modul Hukum Perbankan

PERTEMUAN 4 :
RAHASIA BANK MEKANISME DAN SUBSTANSI
RAHASIA BANK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Rahasia bank, mekanisme
membuka rahasia bank dan substansi rahasia bank, Anda harus mampu :
1.1 Memahami dan menjelaskan depinisi rahasia bank dan sumber hukum
rahasia bank
1.2 Memahami dan menjelaskan teori dan praktik rahasia bank
1.3 Memahami dan menjelaskan cakupan rahasia bank

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
DEPINISI RAHASIA BANK DAN SUMBER HUKUM RAHASIA BANK

A. Depinisi Rahasia Bank

Pengertian Rahasia bank adalah segala sesuatu yang behubungan dengan


keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat.
Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank,
adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan keuangan, dan hal- hal lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh
bank karena kegiatan usahanya. (Muhammad Djumhana, Rahasia Bank
(Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia), Bandung : Citra Aditya Bakti 1996,
hal.111. )

Menurut Munir Fuady rahasia bank adalah :


“Hubungan antara nasabah dan banknya mirip dengan hubungan antara
lawyer dan kliennya atau hubungan antara dokter dan pasiennya. Semuanya sama-
sama mengandung kewajiban untuk merahasiakan data dari

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


38
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

klien/nasabah/pasiennya. Sering juga untuk rahasia yang terbit dari hubungan


seperti ini disebut dengan istilah rahasia jabatan” (Munir Fuady, Op.Cit. hal.88.)

Menurut Kasmir rahasia bank adalah :


“Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola uang masyarakat, maka
bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga
keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan uang nasabahnya
terjamin, pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat
pada bank tentang keadaan keuangan dan hal -hal lain dari nasabahnya. Dengan
kata lain, bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan
apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi” (Kasmir,
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Raja Grafindo persada, 2008,
hal. 57)

Pada dasarnya setiap orang baik sebagai pribadi maupun sebagai usahawan
tidak menginginkan mengenai keadaan pribadinya termasuk keadaan dasarnya
termasuk keadaan keuangannya diketahui oleh orang lain. Tiap kepentingan dari
setiap orang itu harus mendapat perhatian dan harus dihormati sepenuhnya oleh
siapapun juga termasuk negara, untuk itu jika perlu dilindungi dengan hukum
pidana yaitu sejauh kepentingan itu secara langsung ataupun tidak langsung juga
mempunyai arti bagi masyarakat/negara. Rahasia bank tidak boleh dijadikan alat
untuk melindungi pelaku kejahatan. Ketentuan rahasia bank seharusnya tidak
boleh dipegang secara absolut, informasi tentang data bank harus lentur serta
mengingat kepentingan yang lebih besar artinya keterbukaan akan informasi dapat
jalan asalkan untuk kepentingan masyarakat. Jadi keterbukaan informasi dapat
didahulukan dibandingkan tetap mempertahankan kerahasiaan bak sehingga
melindungi pelaku kejahatan.

Persoalan rahasia bank seringkali menjadi pembicaraan yang menarik bagi


para ahli hukum, para praktisi dan bahkan bagi kalangan anggota Fewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Menariknya persoalan rahasia bank tersebut mengingat
di satu segi masyarakat ingin mengetahui tentang kondisi keuangan suatu debitur

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


39
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

yang berada di suatu bank, apakah sehat atau tidak, bermasalah atau tidak. Tetapi
di lain pihak bank terbentur oleh aturan hukum yang menyangkut rahasia
bank. (Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Raja
Grafindo Persada 1996, hal.51)

Banyak pertanyaan muncul tentang rahasia bank, salah satunya adalah


pengertian dari “keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.
Pengertian “keterangan” meliputi semua data dan informasi mengenai diri dan
keuangan nasabah penyimpan yang diketahui oleh dan tercatat di bank dan wajib
dirahaisakan. Kerahasiaan ini untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Masyarakat hanya
akan memepercayakan dananya disimpan di bank atau memanfaatkan jasa bank
apabila ada jaminan terhadap nasabah bahwa bank akan merahasiakan tentang
nasabah penyimpan dan simpanannya, tentu saja sepanjang tidak dikecualikan
dalam undang-undang. (Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal.76.)

Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 menyatakan bahwa


pengertian rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan dalam pasal 1 angka
16 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 yang meyebutkan bahwa rahasia bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Ringkasnya, bahwa Undang-Undang No.7 Tahun 1992 menyangkut


kerahasiaan bank yang luas baik menyangkut objek maupun kedudukan
nasabahnya, sebab yang dilindungi rahasia bank bukan hanya keterangan dan
keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan simpanannya, melainkan juga
keterangan keuangan nasabah debitur atau pinjamannya. Sedangkan Undang-
Undang No.10 Tahun 1998 membatasi atau mempersempit hal-hal yang wajib
dirahasiakan oleh bank, yakni sebatas pada keterangan dan keadaan keuangan
nasabah penyimpan dan simpanannya. Sehingga keterangan dan keadaan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


40
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

keuangan nasabah selain sebagai nasabah penyimpana bukan merupakan


keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Bentuk dari perwujudan gagasan
untuk meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap institusi perbankansangat
diperlukan. Oleh sebab itu, pembentuk undang-undang telah melakukan
pembaharuan dam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terhadap ketentuan
mengenai rahasia bank. Pembaharuan itu meliputi pengertian dan objek rahasia
bank, pengalihan kewenangan pemberian perintah dan izin pengecualian, serta
memperberat ancaman pidana dan penambahan delik rahasia
bank.(http://omperi.wikidot.com/pengaturan23 http://omperi.wikidot.com/pengatu
ran rahasia bank, diakses pada tanggal 10 Januari 2012.)

Untuk melindungi suatu informasi dikenal adanya hukum kerahasiaan.


Hukum kerahasiaan adalah hukum yang berisikan kaidah-kaidah yang berkaitan
dengan perlindungan rahasia baik yang menyangkut rahasia perdagangan, rahasia
yang sifatnya pribadi atau rahasia pemerintahan. (Ibid.) Informasi mengenai
kegiatan bank terutama hubungannya antara nasabah dengan bank merupakan
bagian dari rahasia bank dan itu adalah salah satu bagian yang dilindungi hukum
kerahasiaan. Dengan demikian bila terjadi pembocoran atau pembukaan informasi
serta melawan hukum atau menyalahgunakan informasi tersebut maka ketentuan
hukum dapat dikenakan kepada si pelaku pembocoran atau penyalahgunaan
informasi tersebut.

Pelanggaran atas hukum kerahasiaan terjadi apabila :

1. Informasi itu dapat dikategorikan mempunyai nilai rahasia atau untuk


dirahasiakan, maksudnya tersebut bukan merupakan hal yang lumrah atau
telah menjadi pengetahuan umum.
2. Informasi tersebut diberikan kepada pihak tertentu (seperti bank) dalam
kondisi si penerima mempunyai kewajiban untuk merahasiakannya.
3. Adanya penggunaan atau pembukaan rahasia informasi secara tidak sah.
Terlepas dari adanya penyelewengan-penyelewengan ini, maka bank harus
melindungi kerahasiaan mengenai nasabah dan simpanannya. Rahasia
bank mutlak diperlukan bukan hanya untuk nasabah saja melainkan juga

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


41
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

mutlak perlu bagi kepentingan bank itu sendiri yakni untk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. (Muhammad
Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia),
Op.Cit., hal.132.)

B. Dasar Hukum Rahasia Bank

Ketentuan rahasia bank yang berlaku sekarang, merupakan bagian dari


ketentuan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, begitu juga
undang-undang perbankan sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perbankan berbeda dengan kondisi tersebut maka sebelum
lahirnya -Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan mengenai
rahasia bank diatur tersendiri dalam bentuk Peraturan pemerintah Penggganti
Undang-Undang No. 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank.

Ketentuan rahasia bank berturut-turut diatur dalam :

1. Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang No. 23 Tahun 1960


tentang Rahasia Bank
2. Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
4. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Penafsiran mengenai pengertian rahasia bank berbeda-beda antara Peraturan


Pemerintah Penggganti Undang-Undang No. 23 Tahun 1960 dengan Undang-
Undang No. 14 Tahun 1967. Oleh karena itu, Bank Indonesia membuat suatu
penafsiran resmi mengenai hal tersebut yang dimuat dalam Surat Edaran Bank
Indonesia No. 2/337/UPPB/PbB perihal Penafsiran tentang Pengertian Rahasia
Bank, tanggal 11 September 1969. Menurut Surat Edaran tersebut hal-hal yang
dirahasiakan mencakup hal-hal sebagai berikut : (Ibid, .hal. 137)

1. keadaan keuangan yang tercatat padanya, ialah keadaan menegenai


keuangan yang terdapat pada bank yang meliputi segala simpananya yang
tercantum dalam semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


42
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang


bersangkuatan.
2. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam
dunia perbankann, ialah segala keterangan orang, dan badan yang
diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagai dimaksud Pasal 23
Undang-undang No. 14 tahun 1967, yaitu :
o pemberian pelayanan, dan jasa dalam lalu-lintas uang, balik dalam
maupun luar negeri;
o mendiskontokan, dan jual beli surat berharga;
o pemberian kredit;

Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan mengatur dijelaskan


tentang ruang lingkup rahasia bank. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 Undang-
undang No. 7 tahun 1992, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank
yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Ketentuan tentang rahasia bank dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998, diatur
lebih jelas pada pasal 40 sampai dengan pasal.

Pasal 40 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa :


“bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41
A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,dan Pasal 44 A”.

Pasal ini menjelaskan bahwa nasabah penyimpan sebagai nasabah bank,


maka bank wajib merahasiakan kedudukan nasabah tersebut serta merahasiakan
simpanan nasabah tersebut. Walaupun demikian, pemberian data dan informasi
kepada pihak lain dimungkinkan. Beberapa hal yang termasuk pengecualian
terhadap pemberian data dan informasi nasabah yang bersifat rahasia kepada
pihak lain tersebut adalah :

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


43
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

1. Untuk kepentingan perpajakan bank dapat menginformasikan keterangan-


keterangan dan bukti-bukti tertulis atas permintaan Menteri Keuangan
melalui pimpinan Bank Indonesia.
2. Untuk penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan
Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.
3. Untuk kepentingan pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan
izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari
bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
4. Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, Direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain
yang relevan dengan perkara tersebut tanpa perlu izin dari Menteri.
5. Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, maka direksi bank
dapat memberitahukan tentang keadaan keuangan nasabahnya kepada
bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan
usaha bank, antara lain guna mencegah terjadinya kredit rangkap serta
untuk mengetahui keadaan dan status dari suatu bank.
6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang
dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai
simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak
yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.
7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah
dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan dari bank yang
bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan di atas, menunjukkan bahwa pengertian dan ruang


lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam Undang-undang No. 7 tahun
1992 dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998 adalah berbeda. Dalam Undang-
undang No. 7 tahun 1992 ketentuan rahasia bank tersebut lebih luas, karena

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


44
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan
dan nasabah peminjam. Sedangkan ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam
Undang-undang No. 10 tahun 1998 lebih sempit, karena hanya berlaku bagi
nasabah penyimpan dan simpanannya saja. (Hermansyah, Op.Cit,hal. 124.)

Tujuan Pembelajaran 1.2:


TEORI DAN PRAKTIK RAHASIA BANK

C. Teori dan Praktik Rahasia Bank

Di Indonesia, rahasia bank pertama kali diatur dalam hukum publik oleh
Undang-undang No. 23 (Prp) Tahun 1960. Pengaturan tentang rahasia bank
tersebut adalah bank bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang
keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang
harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan (Pasal
2). Pengecualian dari ketentuan tersebut meliputi : keperluan perpajakan dan
keperluan peradilan dalam perkara tindak pidana, dimana terhadap
pelanggarannya diancam sanksi pidana berupa hukuman penjara. Selama-lamanya
1 (satu) tahun atau denda setinggi-tinnginya Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh
ribu rupiah). Ketentuan rahasia bank tersebut berlaku dengan beberapa kali
mengalami perubahan, karena ada pendapat bahwa ketentuan rahasia bank perlu
disempurnakan dengan memperluas pengecualiannya, karena menurut mereka
rahasia bank yang sangat ketat kadangkala dimanfaatkan oleh debitur yang nakal
untuk melakukan skenario bisnis yang mengarah pada white collar crime, antara
lain dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
dan terakhir dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. (Muhammad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya
di Indonesia),, Op.Cit.,hal.118.)

Lembaga keuangan adalah lembaga yang dipercaya masyarakat (fiduciary


financial institution). Oleh karena itu, bank dihadapkan pada dua kewajiban yang
saling bertentangan dan seringkali tidak dapat dirundingkan. Di satu pihak, bank
mempunyai keajiban untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


45
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

nasabahnya (duty of confidentiality) karena kewajiban ini timbul atas dasar adanya
kepercayaan (fiduciary duty). Di lain pihak, bank juga berkewajiban untuk
mengungkapkan (disclose) keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam
keadaan-keadaan tertentu. (Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan
Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2001, hal.155.)

Untuk dapat mengetahui apakah prinsip rahasia bank dapat dilaksanakan oleh
sesuatu bank atau tidak, ada tiga tahap yang mesti diklarifikasi, yaitu sebagai
berikut :

 Tahap I : Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk dalam
ruang lingkup rahasia bank
 Tahap II : Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang
memang memang dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku
 Tahap III : Jika informasi tersebut termasuk kedalam ruang lingkup
rahasia bank, maka harus diteliti apakah pembukaan informasi tersebut
tidak tergolong ke dalam pengecualian yang dibenarkan oleh perundang-
undangan yang berlaku. (Munir Fuady, Op.Cit.,hal 95)

a. Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk dalam ruang lingkup
rahasia bank.
Mengenai ruang lingkup dari rahasia bank, Pasal 40 dari Undan-Undang
Perbankan dengan tegas menyebutkan bahwa yang tergolong ke dalam rahasia
bank adalah hanya keterangan mengenai :

1. nasabah penyimpan, atau


2. simpanan dari nasabah tersebut.

b. Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang memang


memang dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku.
Perlu pula dilihat yang membuka rahasia bank tersebut termasuk orang-orang
yang memang dilarang untuk membuka rahasia bank. Adapun yang merupakan
orang-orang yang memang dilarang membuka rahasia bank adalah sebagai berikut
:

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


46
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

1. Pihak bank sendiri dan/atau


2. Pihak terafilisasi, yang terdiri dari :
o Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi, pejabat atau
karyawan bank yang bersangkutan;
o Anggota pengurus, badan pemeriksa, direksi, pejabat atau
karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk hukum koperasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
o Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk
tetapi tidak terbatas pada akuntan publik, penilai, konsultan hukum
dan konsultan lainnya.
o Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank, termasuk tetapi tidak terbatas
pada pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris,
keluarga pengawas, keluarga direksi,keluarga pengurus.

c. Jika informasi tersebut termasuk kedalam ruang lingkup rahasia bank, maka
harus diteliti apakah pembukaan informasi tersebut tidak tergolong ke dalam
pengecualian yang dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku. (Ibid, hal
96)

Di lain pihak pengaturan rahasia bank dan pertukaran informasi antara bank
menyangkut pula kepentingan nasabah. Dalam hal ini pun nasabah mendapat
perlindungan hukum bila terjadi sesuatu yang membuat nasabah merasa
dirugikan. Dalam hal keadaan berupa diketahuinya keterangan mengenai dirinya
atas data-data keuangannya oleh pihak lain, pihak nasabah berhak dan bisa
menuntut kepada bank yang mengungkapkan data dirinya, yaitu bila merasa
dirugikan oleh terbukanya keterangan tersebut, maka nasabah yang bersangkutan
berhak untuk mengetahui keterangan yang dibuka oleh pihak bank, serta dapat
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dari keterangan yang dibuka
tersebut. Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat
keterangan yang diberikan oleh bank tidak dipenuhi, maka masalah tersebut dapat
diajukan oleh nasabah yang bersangkutan ke pengadilan yang berwenang.
Ketentuan ini diatur pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


47
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

tentang Perbankan. (Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia,


Op.Cit.,hal.115)
Ada 2 teori yang menjelaskan tentang ruang lingkup rahasia bank tersebut, yaitu :

1. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak

Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia


atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank
karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan
biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan
kepentingan individu, sehingga kepentingan Negara dan masyarakat sering
terabaikan.

2. Teori rahasia bank yang bersifat relatif

Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi


keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang
mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum.

Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak Negara di dunia, termasuk
Indonesia. Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan
untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta
keterangan atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Hermansyah, Op.Cit.,hal.
120.)
Menurut Hendrobudiyanto seorang ahli perbankan Direktur Bank Indonesia,
menjelaskan bahwa :
“Di negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Malaysia serta Singapura
rahasia bank umumnya diberlakukan berdasarkan hubungan kontraktual.
Maksudnya, prinsip rahasia bank yang ditetapkan dapat bersifat lentur bisa
ditembus jika memang ada alasan yang benar-benar relevan dan sangat
kuat”. (Muhammad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di
Indonesia),, Op.Cit.,hal.121.)

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


48
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

Tujuan Pembelajaran 1.3:


CAKUPAN RAHASIA BANK

A. Cakupan Rahasia Bank

Menentukan hal-hal yang termasuk rahasia bank sangatlah sulit, dan sampai
kini belum ada satu keragaman tentang hal-hal apa saja yang dapat dikategorikan
sebagai suatu yang masuk kategori untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi
dan data-data seorang nasabah. Penentuan ini perlu untung dilindungi oleh hukum
kerahasiaan. Hukum kerahasian berkaitan dengan perlindungan rahasia-rahasia
baik yang menyangkut perdagangan, rahasia yang bersifat pribadi atau mengenai
pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum
kerahasiaan.

Penentuan hal-hal termasuk dalam kategori rahasia bank harus berpijak pada :

1. Kelaziman operasional perbankan.


Operasional perbankan yang utama adalah menghimpun dana masyarakat
serta memberikan kredit. Dalam operasinya tersebut sudah lazim bank
mengadakan pencatatan-pencatatan data-data dan informasi jalannya usaha yang
dilakukan serta dalam hubungannya dengan nasabahnya. Keadaan keuangan
nasabah yang tercatat padanya ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat
pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos
pasiva dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai
macam bentuk kepada yang bersangkutan. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan
oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan ialah segala keterangan
orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya yang
meliputi : pemberian jasa dalam lalu lintas uang baik dalam maupun luar negeri,
pendiskontoan dan jual beli surat berharga dan pemberian kredit.

2. Apakah pembocoran/pembukuan informasi akan merugikan pemilik informasi


(nasabah) atau menguntungkan pihak lain.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


49
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

Namun selalu ada pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan
menimbulkan kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk
kalangan perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan
informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai sumber keputusan utama
untuk menentukan informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang
konfidensial. (Ibid.,hal.121.)

3. Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa informasi
itu benar-benar belum diketahui masyarakat luas.
Dari pijakan tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi yang dapat
disimpulkan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal
yang sangat khusus. Selanjutnya dalam Undang_undang No. 10 Tahun 1998
memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tersebut
bersifat limitatif, artinya diluar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tidak terdapat
pengecualian yang lain. Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

 Kepentingan perpajakan;
 Kepentingan piutang bank;
 Kepentingan peradilan pidana;
 Kepentingan pemerikasaan peradilan perdata;
 Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank;
 Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah;
 Kepentingan penyelesaian kewarisan. (Rachmadi Usman, Aspek-Aspek
Hukum Perbankan Indonesia, Op.Cit, hal.156 )

Dikaitkan dengan hal limitatif tersebut, apabila ada pihak-pihak lain (selain
dari yang telah ditentukan sebagai pihak-pihak yang boleh memperoleh
pengecualian ) meminta penjelasan mengenai keadaan keuangan suatu nasabah
dari suatu bank, jelas jawabannya adalah “tidak boleh”. Misalnya saja, apabila
Dewan Perwakilan Rakyat ( yang notabenenya adalah lembaga tinggi Negara
yang mewakili rakyat atau kepentingan umum, dengan demikian segala
tindakannya tentu dilandasi oleh kepentingan umum) menghendaki agar bank
dalam suatu sidang dengar pendapat mengungkapkan tentang nasabah penyimpan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


50
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

dan simpananya, maka bank tidak boleh memberikan keterangan yang demikian
itu. Hal ini tidak pula dapat diterobos dengan cara DPR meminta izin dari
pimpinan Bank Indonesia. (http://hukum-perbankan.blogspot.com/2008/04/apa
yang perlu diketahui dari rahasia.html, diakses pada tanggal 14 Februari 2012)
a. Kepentingan Perpajakan
Pasal 41 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa , “Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat
mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak.(Hermansyah, Op.Cit, hal 125)
b. Kepentingan penyelesaian piutang pajak
Pasal 41 A Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk
penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara /
Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan nasabah debitur”. Izin tersebut diberikan :

1. Atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara (BUPLN) / Ketua Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
dengan menyebutkan :
o nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang meminta
keterangan
o nama nasabah debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya
keterangan dan
o alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitur tersebut.
2. Izin tersebut dengan sendirinya :
o diberikan secara tertulis
o menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang
meminta keterangan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


51
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

o menyebutkan nama nasabah debitur yang akan diminta keterangan


berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPLN /
PUPN
o mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan
urusan penyelesaian piutang bank.

Jika diteliti pengecualian ini berkaitan dengan kepentingan bank itu sendiri (in
the interest of the bank) untuk menjamin kelangsungan dalam berusaha.
(Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia ,Op.Cit, hal 158)

c. Kepentingan peradilan pidana


Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa,
“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin
kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang
keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.” Izin tersebut diperoleh dengan
cara seperti diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3) :

1. Atas permintaan tertulis dari :


o Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan
o Jaksa Agung dalam tahap penuntutan
o Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka
pengadilan
2. Pemberian izin pimpinan Bank Indonesia tersebut :
o dibuat secara tertulis
o menyebut nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim yang
meminta
o nama tersangka atau terdakwa
o alasan diperlukannya keterangan dan
o hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan
yang diperlukan tersebut

Penjelasan Pasal 42 menyebutkan kata “dapat” memberikan izin dimaksudkan


untuk memberikan penegasan bahwa izin oleh pimpinan Bank Indonesia akan

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


52
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tata cara
seperti disebutkan dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3). (Ibid, hal. 159.)

d. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata


Pasal 43 disebutkan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,
direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan
tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau
diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara
perdata antara bank dan nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank
yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keuangan
dari nasabah tersebut. (Hermansyah, Op.Cit., hal. 112.)

e. Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank


Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa,“
dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain”.

Ketentuan di atas tentu dapat dilakukan apabila ada suatu kepentingan dari
bank yang bersangkutan yang berkaitan dengan nasabah tersebut dan tidak
menimbulkan kerugian bagi nasabah. Oleh sebabitu, pelaksanaan dari ketentuan
ini lebih lanjut diatur oleh Bank Indonesia, sebagaimana ditentukan oeh Pasal 44
ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. (Ibid, hal. 127.)

Bank Indonesia juga mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar


bank. Penyelenggaraan dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau
pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Informasi antar bank tersebut
antara lain berupa :

1. informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka
melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank;

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


53
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

2. informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur bank guna
mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan;
3. informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi
likuiditas pasar.

Selanjutnya dalam ayat (2), ketentuan mengenai tukar-menukar informasi


antar bank diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Selanjutnya Bank Indonesia
telah mengatur ketentuan tata cara tukar-menukar informasi antar bank
sebagaimana dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/6/UPB
masing-masing tanggal 25 Januari 1995 disebutkan bahwa yang dimaksudkan
dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian
informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitur tertentu
dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat
dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukan
sebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing-masing bank. Ada 2 bentuk
permintaan informasi antar bank ini yaitu :
1. Permintaan informasi kepada bank lain
Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor
tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menybutkan secara jelas tujuan
penggunaan informasi yang diminta;
Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh :

 bank umum kepada bank umum


 BPR kepada BPR

Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis


sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat
sebagai debitur aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah
dimaksud adalah debitur bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang
tidak lagi tercatat sebagai debitur aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat
meliputi:

 data debitur
 data pengurus

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


54
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

 data agunan
 data jumlah fasilitas kredit yang diberikan
 data keadaan kolektibilitas terakhir

Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib
digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaiman disebutkan dalam surat
permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi admininstratif
yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
2. Permintaan informasi melalui Bank Indonesia
Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitur kepada Bank
Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia secara
tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.

Informasi mengenai bank yang dat diberikan oleh Bank Indonesia tersebut
meliputi :

 nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha


 status/jenis usaha
 tempat kedudukan
 susunan pengurus
 permodalan
 neraca yang telah diumumkan
 pengikutsertaan dalam kliring dan
 jumlah kantor bank

Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administrative yang


dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. (Rachmadi Usman, Aspek-Aspek
Hukum Perbankan Indonesia, Op.Cit., hal 163)
f. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah
Pengecualian ini disebutkan dalam Pasal 44 A yang merupakan ketentuan
baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Pasal 44 A ayat (1) menetapkan bahwa atas permintaan,, persetujuan
atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


55
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang


bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.
Dapat diperhatikan, dasar pengecualian kerahasiaan bank yang ditetapkan
dalam Pasal 44 A ini berkaitan dengan kepentingan nasabah bukan menyangkut
kepentingan umum atau bank itu sendiri. Boleh jadi kerahasiaan bank boleh
dibuka asalkan hal itu disetujui oleh nasabah penyimpan dananya. Bank wajib
membuka atau memberikan keterangan yang berkaitan dengan simpanan nasabah
penyimpan asalkan ada permintaan, disetujui atau dikuasakan oleh nasabah
penyimpan dana kepada bank yang bersangkutan. (Ibid, hal 164. )

g Kepentingan penyelesaian kewarisan


Pasal 44 A ayat (2) menentukan bahwa dalam hal nasabah penyimpan telah
meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan yang bersangkutan berhak
memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

Ketentuan di atas menunjukkan bahwa bank berkewajiban untuk memberikan


keterangan mengenai simpanan dari nasabah penyimpan kepada pihak yang
merupakan ahli warisnya apabila ia meninggal dunia. (Hermansyah, Op.Cit., hal.
128.)

Khusus dalam pengaturan pengecualian ketentuan mengenai rahasia bank


menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, bagi BPK dan Bapepam
dikarenakan karena kondisi khusus, maka status pengecualiannya menjadi tidak
jelas. Kondisi khusus tersebut adalah bahwa secara redaksional pengecualian bagi
BPK dan Bapepam tidak disebutkan dalam pasal-pasal yang terdapat dlam
Undang-Undang Perbankan tersebut, hanya disebutkan dalam bagisn penjelasan.
Disamping itu, tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan yang
mewajibkan bank untuk memberikan keterangan kepada BPK dan Bapepam,
sedangkan di sisi lain terdapat peraturan perundang-undangan yang memberikan
wewenang bagi kedua belah pihak tersebut untuk mendapatkan keterangan
mengenai nasabah.(http://omperi.wikidot.com/pengaturan rahasia bank diakses
pada tanggal 5 Mei 2012.)

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


56
Universitas Pamulang
Modul Hukum Perbankan

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Apa yang dimaksud dengan rahasia bank ? kapankah rahasia bank dapat
diperbolehkan di buka ?
2. Hal-hal apa saja yang memperbolehkan dibukanya rahasia bank menurut
perundang-undangan ?
3. Apa saja cakupan rahasia bank ? dan bagaimana batasannya ?
4. Apa upaya bank untuk menjaga rahasia bank ? kenapa harus
dirahasiakan ?
5. Jelaskan bagaimana mekanisme membuka rahasia bank jika terkait
dengan tindak pidana dan siapa yang berhak melakukannya ?

D. DAFTAR PUSTAKA
Buku :

Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung, Citra


Aditya Bakti, 2000.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Raja Grafindo persada,
2008.

Muhammad Djumhana, Rahasia Bank Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia,


Bandung, Citra Aditya Bakti 1996.

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta, Gramedia


Pustaka Utama, 2001.

Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Raja


Grafindo Persada, 1996.

S1 Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum


57
Universitas Pamulang

Anda mungkin juga menyukai