PERTEMUAN 4 :
RAHASIA BANK MEKANISME DAN SUBSTANSI
RAHASIA BANK
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Rahasia bank, mekanisme
membuka rahasia bank dan substansi rahasia bank, Anda harus mampu :
1.1 Memahami dan menjelaskan depinisi rahasia bank dan sumber hukum
rahasia bank
1.2 Memahami dan menjelaskan teori dan praktik rahasia bank
1.3 Memahami dan menjelaskan cakupan rahasia bank
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
DEPINISI RAHASIA BANK DAN SUMBER HUKUM RAHASIA BANK
Pada dasarnya setiap orang baik sebagai pribadi maupun sebagai usahawan
tidak menginginkan mengenai keadaan pribadinya termasuk keadaan dasarnya
termasuk keadaan keuangannya diketahui oleh orang lain. Tiap kepentingan dari
setiap orang itu harus mendapat perhatian dan harus dihormati sepenuhnya oleh
siapapun juga termasuk negara, untuk itu jika perlu dilindungi dengan hukum
pidana yaitu sejauh kepentingan itu secara langsung ataupun tidak langsung juga
mempunyai arti bagi masyarakat/negara. Rahasia bank tidak boleh dijadikan alat
untuk melindungi pelaku kejahatan. Ketentuan rahasia bank seharusnya tidak
boleh dipegang secara absolut, informasi tentang data bank harus lentur serta
mengingat kepentingan yang lebih besar artinya keterbukaan akan informasi dapat
jalan asalkan untuk kepentingan masyarakat. Jadi keterbukaan informasi dapat
didahulukan dibandingkan tetap mempertahankan kerahasiaan bak sehingga
melindungi pelaku kejahatan.
yang berada di suatu bank, apakah sehat atau tidak, bermasalah atau tidak. Tetapi
di lain pihak bank terbentur oleh aturan hukum yang menyangkut rahasia
bank. (Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Raja
Grafindo Persada 1996, hal.51)
mutlak perlu bagi kepentingan bank itu sendiri yakni untk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. (Muhammad
Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia),
Op.Cit., hal.132.)
Ketentuan tentang rahasia bank dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998, diatur
lebih jelas pada pasal 40 sampai dengan pasal.
berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan
dan nasabah peminjam. Sedangkan ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam
Undang-undang No. 10 tahun 1998 lebih sempit, karena hanya berlaku bagi
nasabah penyimpan dan simpanannya saja. (Hermansyah, Op.Cit,hal. 124.)
Di Indonesia, rahasia bank pertama kali diatur dalam hukum publik oleh
Undang-undang No. 23 (Prp) Tahun 1960. Pengaturan tentang rahasia bank
tersebut adalah bank bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang
keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang
harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan (Pasal
2). Pengecualian dari ketentuan tersebut meliputi : keperluan perpajakan dan
keperluan peradilan dalam perkara tindak pidana, dimana terhadap
pelanggarannya diancam sanksi pidana berupa hukuman penjara. Selama-lamanya
1 (satu) tahun atau denda setinggi-tinnginya Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh
ribu rupiah). Ketentuan rahasia bank tersebut berlaku dengan beberapa kali
mengalami perubahan, karena ada pendapat bahwa ketentuan rahasia bank perlu
disempurnakan dengan memperluas pengecualiannya, karena menurut mereka
rahasia bank yang sangat ketat kadangkala dimanfaatkan oleh debitur yang nakal
untuk melakukan skenario bisnis yang mengarah pada white collar crime, antara
lain dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
dan terakhir dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. (Muhammad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya
di Indonesia),, Op.Cit.,hal.118.)
nasabahnya (duty of confidentiality) karena kewajiban ini timbul atas dasar adanya
kepercayaan (fiduciary duty). Di lain pihak, bank juga berkewajiban untuk
mengungkapkan (disclose) keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam
keadaan-keadaan tertentu. (Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan
Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2001, hal.155.)
Untuk dapat mengetahui apakah prinsip rahasia bank dapat dilaksanakan oleh
sesuatu bank atau tidak, ada tiga tahap yang mesti diklarifikasi, yaitu sebagai
berikut :
Tahap I : Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk dalam
ruang lingkup rahasia bank
Tahap II : Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang
memang memang dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku
Tahap III : Jika informasi tersebut termasuk kedalam ruang lingkup
rahasia bank, maka harus diteliti apakah pembukaan informasi tersebut
tidak tergolong ke dalam pengecualian yang dibenarkan oleh perundang-
undangan yang berlaku. (Munir Fuady, Op.Cit.,hal 95)
a. Apakah informasi yang diberikan oleh bank itu termasuk dalam ruang lingkup
rahasia bank.
Mengenai ruang lingkup dari rahasia bank, Pasal 40 dari Undan-Undang
Perbankan dengan tegas menyebutkan bahwa yang tergolong ke dalam rahasia
bank adalah hanya keterangan mengenai :
c. Jika informasi tersebut termasuk kedalam ruang lingkup rahasia bank, maka
harus diteliti apakah pembukaan informasi tersebut tidak tergolong ke dalam
pengecualian yang dibenarkan oleh perundang-undangan yang berlaku. (Ibid, hal
96)
Di lain pihak pengaturan rahasia bank dan pertukaran informasi antara bank
menyangkut pula kepentingan nasabah. Dalam hal ini pun nasabah mendapat
perlindungan hukum bila terjadi sesuatu yang membuat nasabah merasa
dirugikan. Dalam hal keadaan berupa diketahuinya keterangan mengenai dirinya
atas data-data keuangannya oleh pihak lain, pihak nasabah berhak dan bisa
menuntut kepada bank yang mengungkapkan data dirinya, yaitu bila merasa
dirugikan oleh terbukanya keterangan tersebut, maka nasabah yang bersangkutan
berhak untuk mengetahui keterangan yang dibuka oleh pihak bank, serta dapat
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dari keterangan yang dibuka
tersebut. Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat
keterangan yang diberikan oleh bank tidak dipenuhi, maka masalah tersebut dapat
diajukan oleh nasabah yang bersangkutan ke pengadilan yang berwenang.
Ketentuan ini diatur pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak Negara di dunia, termasuk
Indonesia. Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan
untuk kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta
keterangan atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Hermansyah, Op.Cit.,hal.
120.)
Menurut Hendrobudiyanto seorang ahli perbankan Direktur Bank Indonesia,
menjelaskan bahwa :
“Di negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Malaysia serta Singapura
rahasia bank umumnya diberlakukan berdasarkan hubungan kontraktual.
Maksudnya, prinsip rahasia bank yang ditetapkan dapat bersifat lentur bisa
ditembus jika memang ada alasan yang benar-benar relevan dan sangat
kuat”. (Muhammad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di
Indonesia),, Op.Cit.,hal.121.)
Menentukan hal-hal yang termasuk rahasia bank sangatlah sulit, dan sampai
kini belum ada satu keragaman tentang hal-hal apa saja yang dapat dikategorikan
sebagai suatu yang masuk kategori untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi
dan data-data seorang nasabah. Penentuan ini perlu untung dilindungi oleh hukum
kerahasiaan. Hukum kerahasian berkaitan dengan perlindungan rahasia-rahasia
baik yang menyangkut perdagangan, rahasia yang bersifat pribadi atau mengenai
pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum
kerahasiaan.
Penentuan hal-hal termasuk dalam kategori rahasia bank harus berpijak pada :
Namun selalu ada pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan
menimbulkan kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk
kalangan perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan
informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai sumber keputusan utama
untuk menentukan informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang
konfidensial. (Ibid.,hal.121.)
3. Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa informasi
itu benar-benar belum diketahui masyarakat luas.
Dari pijakan tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi yang dapat
disimpulkan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal
yang sangat khusus. Selanjutnya dalam Undang_undang No. 10 Tahun 1998
memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tersebut
bersifat limitatif, artinya diluar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tidak terdapat
pengecualian yang lain. Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Kepentingan perpajakan;
Kepentingan piutang bank;
Kepentingan peradilan pidana;
Kepentingan pemerikasaan peradilan perdata;
Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank;
Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah;
Kepentingan penyelesaian kewarisan. (Rachmadi Usman, Aspek-Aspek
Hukum Perbankan Indonesia, Op.Cit, hal.156 )
Dikaitkan dengan hal limitatif tersebut, apabila ada pihak-pihak lain (selain
dari yang telah ditentukan sebagai pihak-pihak yang boleh memperoleh
pengecualian ) meminta penjelasan mengenai keadaan keuangan suatu nasabah
dari suatu bank, jelas jawabannya adalah “tidak boleh”. Misalnya saja, apabila
Dewan Perwakilan Rakyat ( yang notabenenya adalah lembaga tinggi Negara
yang mewakili rakyat atau kepentingan umum, dengan demikian segala
tindakannya tentu dilandasi oleh kepentingan umum) menghendaki agar bank
dalam suatu sidang dengar pendapat mengungkapkan tentang nasabah penyimpan
dan simpananya, maka bank tidak boleh memberikan keterangan yang demikian
itu. Hal ini tidak pula dapat diterobos dengan cara DPR meminta izin dari
pimpinan Bank Indonesia. (http://hukum-perbankan.blogspot.com/2008/04/apa
yang perlu diketahui dari rahasia.html, diakses pada tanggal 14 Februari 2012)
a. Kepentingan Perpajakan
Pasal 41 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa , “Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat
mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak.(Hermansyah, Op.Cit, hal 125)
b. Kepentingan penyelesaian piutang pajak
Pasal 41 A Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk
penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara /
Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan nasabah debitur”. Izin tersebut diberikan :
1. Atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara (BUPLN) / Ketua Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
dengan menyebutkan :
o nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang meminta
keterangan
o nama nasabah debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya
keterangan dan
o alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitur tersebut.
2. Izin tersebut dengan sendirinya :
o diberikan secara tertulis
o menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang
meminta keterangan
Jika diteliti pengecualian ini berkaitan dengan kepentingan bank itu sendiri (in
the interest of the bank) untuk menjamin kelangsungan dalam berusaha.
(Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia ,Op.Cit, hal 158)
diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tata cara
seperti disebutkan dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3). (Ibid, hal. 159.)
Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau
diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara
perdata antara bank dan nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank
yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keuangan
dari nasabah tersebut. (Hermansyah, Op.Cit., hal. 112.)
Ketentuan di atas tentu dapat dilakukan apabila ada suatu kepentingan dari
bank yang bersangkutan yang berkaitan dengan nasabah tersebut dan tidak
menimbulkan kerugian bagi nasabah. Oleh sebabitu, pelaksanaan dari ketentuan
ini lebih lanjut diatur oleh Bank Indonesia, sebagaimana ditentukan oeh Pasal 44
ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. (Ibid, hal. 127.)
1. informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka
melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank;
2. informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur bank guna
mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan;
3. informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi
likuiditas pasar.
data debitur
data pengurus
data agunan
data jumlah fasilitas kredit yang diberikan
data keadaan kolektibilitas terakhir
Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib
digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaiman disebutkan dalam surat
permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi admininstratif
yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
2. Permintaan informasi melalui Bank Indonesia
Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitur kepada Bank
Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia secara
tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.
Informasi mengenai bank yang dat diberikan oleh Bank Indonesia tersebut
meliputi :
C. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Apa yang dimaksud dengan rahasia bank ? kapankah rahasia bank dapat
diperbolehkan di buka ?
2. Hal-hal apa saja yang memperbolehkan dibukanya rahasia bank menurut
perundang-undangan ?
3. Apa saja cakupan rahasia bank ? dan bagaimana batasannya ?
4. Apa upaya bank untuk menjaga rahasia bank ? kenapa harus
dirahasiakan ?
5. Jelaskan bagaimana mekanisme membuka rahasia bank jika terkait
dengan tindak pidana dan siapa yang berhak melakukannya ?
D. DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Raja Grafindo persada,
2008.