Anda di halaman 1dari 9

Nama

: Desy Intan Purnama Wijanarko

NPM

: 2402213055

Kelas

: Akuntansi S1/B

Mata Kuliah : Standar dan Etika Profesi

KERAHASIAAN DAN PERILAKU PROFESIONAL AUDITOR


A. Kerahasiaan
Seorang akuntan dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh informasi
tentang atau dari kliennnya. Seringkali informasi yang diperoleh ini tidak boleh diketahui
(rahasia) oleh pihak lain, karena dapat merugikan kepentingan kliennya. Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Seorang akuntan harus menyadari mengenai tugas menjaga kerahasiaan tersebut,
dan tidak memanfaatkan informasi yang bersangkutan bagi kepentingan pribadinya
maupun pihak lain. Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau
hukum untuk mengungkapkannya.
Akuntan mempunyai kewajiban untuk memastikan staf di bawah pengawasannya
dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan staf yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak
menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi
atau keuntungan pihak ketiga
Akuntan mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi klien
atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien pemberi kerja
berakhir. Akuntan yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima
jasa tidak boleh mengungkapkannya kepada publik. Karena itu akuntan tidak boleh
membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain.

Hal ini tidak berlaku untuk pengngkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung
jawab berdasarkan standar profesional.
Contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana
informasi rahasia dapat diungkapkan :
1. Apabila pengungkapan dijinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan
oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketida yang
kepentingannnya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
2. Pengungkapan diharuskan oleh hukum, misal untuk menghasilkan dokumen atau
memberikan bukti dalam proses hukum dan untuk mengungkapkan adanya
pelanggaran hukum kepada publik
3. Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkannya. Misal :m
untuik mematuhi standar teknis dan aturan etika, melindungi kepentingan profesioanl
anggota dalam persidangan, mentaati penelaahan mutuiu atau penelaahan sejawat IA
atau bada profesioanl lainnya, menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau
badan pengatur.
Asas kerahasian adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan
ini adalah untuk kepentingan bank sendiri,karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat menyimpan uangnya di bank dan masyarakat hanya mempercayakan uangnya
pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada
penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dalam Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1992 rahasia bank meliputi keadaan keuangan nasabah penyimpan dana
dan nasabah debitur,sedangkan dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998
membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan nasabah penyimpan dana saja. Dengan
demikian bank harus memegang teguh rahasia bank.
Di Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun
1960 dengan keluarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor. 23 tahun
1960 tentang rahasia bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami perubahan
dari waktu ke waktu yang dapat dikelompokan menjadi 2 bagian :
1. Pengertian rahasia bank yang hanya meliputi keterngan mengenai nasabah penyimpan
dana dan simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10
November 1998 dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 10 tahun 1998
tentang undang-undang perbankan.
2. Pengertian rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan
dan lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank.

Pengertian ini sangat luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah dan
diterapkan dalam ketentuan yang berlaku dari tahun 1960 sampai tanggal 10
November 1998 dengan lahirnya undang-undang nomor 10 tahun 1998.
3. Pengertian rahasia bank dalam undang-undang Nomor 7 1992 yang dimuat Pasal 1
ayat 16 mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian
baru oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang mengatakan bahwa Rahasia
Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ketentuan mengenai nasabah
menyimpan dan penyimpan.
Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia
bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah
penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga
kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam
pengaturan rahasia bank,menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank,bahwa keterangan mengenai
nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan
oleh bank.
Selain itu didalam Undang Undang Perbankan Indonesia dalam pengaturan
kerahasian bank tidak secara mutlak untuk menutupi informasi dan data yang ada untuk
kalangan pihak tertentu. Dari ketentuan larangan pembukaan rahasia bank menurut
ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
tersebut dapat dikecualikan beberapa kondisi tertentu. Dengan demikian Indonesia
menganut teori nisbi,yaitu bahwa pemberian data dan informasi yang menyangkut
kerahasian bank kepada pihak lain dimungkinkan dengan alasan tertentu.
Tetapi mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan
pekerjaannya hampir sama ketentuannya dengan Swiss yaitu menyangkut semua pihak
yang berhubungan dengan kegiatan bank. Kata kecuali dalam pasal 40 ayat (1) ini
merupakan pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang
disebutkan dalam pasal pasal yang dikecualikan itu,bank boleh mengungkapkannya /
tidak.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:

1. Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi
tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan
kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga
termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari pengungkapan informasi
ini.
2. Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan, seperti
tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.
3. Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-undang.
Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasi situasi di atas, ada
tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
1. Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya
pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta tersebut tidak
didukung dengan bukti yang kuat.
2. Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki tanggung
jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.
3. Perlunya nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat
sebelum melakukan pengungkapan informasi.

B. Perilaku Profesional Auditor


Perilaku etika merupakan

fondasi

peradaban

modern

menggarisbawahi

keberhasilan berfungsinya hampir setiap aspek masyarakat, dari kehidupan keluarga


sehari-hari sampai hukum, kedokteran,dan bisnis. Etika (ethic) mengacu pada suatu
sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana
seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat.
Perilaku etika juga merupakan fondasi profesionalisme modern. Profesionalisme
didefinisikan secara luas, mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas yang membentuk
karakter atau member ciri suatu profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi
menyusun aturan atau kode perilakuyang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota
profesi tersebut.
S. M. Mintz telah mengusulkan bahwa terdapat tiga metode atau teori perilaku
etika yang dapat menjadi pedoman analisis isu-isu etika dalam akuntansi. Teori ini antara
lain (1) paham manfaat atau utilitarianisme. (2) pendekatan berbasis hak (rights based
approach),dan (3) pendeketan berbasis keadilan (justice based approach).
Teori utilitarian mengakui bahwa pengambilan keputusan mencakup pilihan antara
manfaat dan beban dari tindakan-tindakan alternatif, dan menfokuskan pada konsekuensi

tindakan pada individu yang terpengaruh. Teori hak mengasumsikan bahwa individu
memiliki hak tertentu dan individu lainnya memiliki kewajiban untuk menghormati hak
tersebut. Teori keadilan berhubungan dengan isu seperti ekuitas, kewajaran,dan keadilan.
Teori keadilan mencakup dua prinsip dasar. Prinsip pertama menganggap bahwa setiap
orang memiliki hak untuk memiliki kebebasan pribadi tingkat maksimum yang masih
sesuai dengan kebebasan orang lain. Prinsip kedua menyatakan bahwa tindakan sosial dan
ekonomi harus dilakukan untuk memberikan manfaat bagi setiap orang dan tersedia bagi
semuanya.
Prinsip Prinsip Etika IFAC, AICPA, dan IAI
a) KODE PERILAKU PROFESIONAL AICPA:
Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
a) Prinsip-prinsip Perilaku Profesional (Principles of Profesionnal Conduct);
menyatakan tindak - tanduk dan perilaku ideal.
b) Aturan Perilaku (Rules of Conduct); menentukan standar minimum.
Prinsip-prinsip Perilaku Profesional menyediakan kerangka kerja untuk Aturan
Perilaku.
Pedoman tambahan untuk penerapan Aturan Perilaku tersedia melalui:

Interpretasi Aturan Perilaku (Interpretations of Rules of Conduct)

Putusan (Rulings) oleh Professional Ethics Executive Committee.


Enam Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:
a) Tanggung jawab: Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh
keluarga.
b) Kepentingan publik: Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam
suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
c) Integritas: Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota
harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan
integritas tinggi.
d) Objektivitas dan Independesi: Anggota harus mempertahankan objektivitas dan
bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
e) Kecermatan dan keseksamaan: Anggota harus mengamati standar teknis dan
standar etik profesi.
f) Lingkup dan sifat jasa: Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip
prinsip Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan
diberikan.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :

a) Integritas. Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua
hubungan bisnis dan profesionalnya.
b) Objektivitas. Seorag akuntan profesional seharusnya tidak boleh

membiarkan

terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga
mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
c) Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan profesionalmempunyai
kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara
berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjaminseorang klien atau atasan
menerima jasa profesional yang kompeten yangdidasarkan atas perkembangan
praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorangakntan profesional harus bekerja secara
tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta
mengikuti standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa
profesional.
d) Kerahasiaan. Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi
yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya.
e) Perilaku Profesional. Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan
perundang-undangan

yang

relevan

dan

harus

menghindari

tindakan

yang

dapatmendiskreditkan profesi.
Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan
empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut. Ketujuh prinsip
dasar IAI tersebut adalah:
1. Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung
tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga
sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini
ditunjukkan oleh auditor

ketika memunculkan keunggulan personal ketika

memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja dan kepada
auditannya.
2. Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi
profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak
boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau
pengaruh dari pihak lain. Obyektivitas ini dipraktikkan ketika auditor mengambil
keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang

mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena
pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan
pengaruh orang lain.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan
mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan
bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan

dapat menerima manfaat

dari

layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, danteknik-teknik


yang

terbaru. Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat melakukan suatu

audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga
ahli yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
4. Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam
melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara
terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor
harus memperoleh persetujuan khusus
adanya

apabila

akan

mengungkapkannya,

kecuali

kewajiban pengungkapan karena peraturan perundang-undangan. Kerahasiaan

ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan ketika auditor telah berhenti bekerja pada
instansinya.

Dalam

prinsip

kerahasiaan

ini

menggunakan informasi yang dimilikinya untuk

juga,

auditor

dilarang

kepentingan pribadinya, misalnya

untuk memperoleh keuntungan finansial.


5. Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan
instansi tempat

ia bekerja. Dalam

untuk

melakukan pengungkapan ini, auditor

dan
harus

mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya


saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari
pengungkapan informasi ini.
6. Ketepatan Bertindak
Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta
lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat
mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor profesional. Tindakantindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan.
Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka
auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi

masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi
lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
7. Standar teknis dan professional
Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit
publik,

terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan

berlaku

bagi para

auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat ia bekerja.
Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan
profesi dengan standar audit

dan

aturan

instansi,

maka

permasalahannya

dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut


.
Aturan dan Interpretasi Etika
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam
pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Aturan
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi:
a) Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
b) Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
c) Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
d) Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2)
Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar
bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan
Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak

berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan
untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini
dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.

Anda mungkin juga menyukai