Anda di halaman 1dari 14

TUGAS HUKUM PERBANKAN KELAS D

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN


Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
Djairan / 135010101111014
Eudea Adeli Arsy / 135010101111008
Silvi Zahrotul Maulia / 135010101111081
Nur Ely Zulfy umala / 135010101111082
Widy Putri Intansari / 135010101111082
Desi Alinda Subyanto / 135010101111087
Dyah Alif Suryaingsih / 135010101111089

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN


A. Pengertian Nasabah
Pengertian Nasabah Bank sebagai lembaga keuangan yang
tugasnya

memberikan

jasa

keuangan

melalui

penitipan

uang

(simpanan), peminjaman uang (kredit) serta jasa-jasa keuangan


lainnya. Untuk itu, bank harus dapat menjaga kepercayaan yang
diberikan oleh nasabahnya. Kepercayaan sangat penting dan tinggi
nilainya, karena tanpa kepercayaan masyarakat mustahil bank dapat
hidup dan berkembang.
Kasmir (2008 : 230) mengemukakan bahwa nasabah adalah
raja artinya seorang raja harus dipenuhi semua keinginan dan
kebutuhannya. Pelayanan yang diberikan harus seperti melayani
seorang raja dalam arti masih dalam batas-batas etika dan moral
dengan tidak merendahkan derajat bank atau derajat CS itu sendiri.
Kedatangan nasabah ke bank adalah ingin memenuhi hasrat atau
keinginannya agar terpenuhi, baik berupa informasi, pengisian aplikasi
atau keluhan-keluhan. Jadi tugas petugas CS adalah berusaha
memenuhi keinginan dan kebutuhan nasabah. Nasabah merupakan
sumber pendapatan utama bank dari transaksi yang dilakukan oleh
nasabahnya. Oleh karena itu, jika membiarkan nasabah berarti
menghilangkan pendapatan nasabah merupakan sumber-sumber
pendapatan yang harus dijaga.1
Pengertian Nasabah Menurut Undang-Undang
1. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas undangundang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.
Bab I ketentuan umum Pasal 1 angka :
(16) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank
(17)
Nasabah
Penyimpanan
adalah
nasabah
yang
menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan
1 http://globallavebookx.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-nasabah-menurut-ahli.html

berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam


Undang-undang yang berlaku.
2. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang bank syariah
Bab I ketentuan umum Pasal 1 angka :
(16) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank
syariah dan / atau UUS.
(17)
Nasabah
Penyimpanan

adalah

nasabah

yang

menempatkan dananya di Bank Syariah dan/atau UUS dalam


bentuk Simpanan berdasarkan Akadantara Bank Syariah atau
UUS dan Nasabah yang bersangkutan.
(18) Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan
dananya di Bank Syariah dan/ atau UUS dalam bentuk
Investasi Simpanan berdasarkan Akadantara Bank Syariah atau
UUS dan Nasabah yang bersangkutan.
(19) Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah yang
memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu,
berdasarkan Prinsip Syariah.2
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat
tentang jenis dan pengertian nasabah Dalam Pasal 1 angka 17
disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan
jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni:
1. Nasabah Penyimpanan, yakni nasabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian
bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku
2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit
atau

pembiayaan

berdasarkan

prinsip

syariah

atau

yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan


nasabah yang bersangkutan.3
B. Asas- Asas Hukum Perbankan.
2 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992
tentang perbankan & UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang bank syariah.

Dalam

melaksanakan

kemitraan

antara

bank

dengan

nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan


perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus)
yaitu :
1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU nomor 7
tahun 1992 Perbankan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan.. Pasal tersebut menyatakan
bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahnya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini
berarti fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksankan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang
bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa
usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank
dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari
masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan,
sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap
memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya.
Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank,
semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat
diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan
yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan
nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang
disimpannya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan
pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah).
3 Yusuf, Shofie, Perlindungan Konsumen. Bandung: citra Aditya Bakti,2000. hlm 323

Dengan kata lain, bahwa menurut undang-undang perbankan


hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana bukan
sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitur dan kreditur yang
diliputi oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga
hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara
eksplisit undang-undang mengakui bahwa hubungan antara bank dan
nasabah penyimpan dana adalah hubungan kepercayaan, yang
membawa konsekuensi bank tidak boleh hanya memperhatikan
kepentingan nasabah penyimpan dana. Lebih lanjut, bahwa hubungan
antara bank dan nasabah debitur juga bersifat sebagai hubungan
kepercayaan yang membebankan kewajiban-kewajiban kepercyaan
kepada bank terhadap nasabahnya.
3. Asas Kerahasiaan
Asas

kerahasiaan

adalah

asas

yang

mengharuskan

atau

mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan


dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut
kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini
adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam
Pasal 40 UU perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan
informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan
rahasia bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana,
perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar
informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan dana.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa
bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana

masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam


Pasal 2 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 Perbankan bahwa
perbankan Indonesia dalam melaksankan usahanya berasaskan
demokrasi

ekonomi

dengan

menggunakan

asas

kehati-hatian.

Kemudian disebutkan pula dalam pasal 29 ayat 2 undang-undang


perbankan yang diubah bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan bank dalam memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian
tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan
diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat
besedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. 4

C. Teori Perlindungan Nasabah


Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Lembaga perbankan
sebagaii salah satu lembaga keuangan mempunyai peran strategis dalam
menunjang kehidupan ekonomi suatu negara. Kegiatan perbankan
yang menyediakan jasa pada sektor ekonomi memang tidak terlepas
dari adanya risiko yang dapat merugikan pihak bank sendiri maupun
pihak nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah
debitur. Adanya risiko itu, maka membuat bank harus benar - benar
4 Rachmadi, Usman , 2001. Aspek-aspek Hukum perbankan di Indonesia.Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama. Halmn 16-19

melaksanakan prinsip - prinsip yang seharusnya diterapkan dalam


praktek perbankan terkait dengan nasabah yaitu menyangkut prinsip
kepercayaan (Fiduciary Principle), prinsip kehati-hatian (Prudential
Principle) dan juga prinsip kerahasiaan (Confidential Principle), dalam
hal ini nasabah merupakan juga konsumen dari perbankan harus
dilindungi hak-haknya sebagaimana diatur dalam perundang-undang.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), sering terdapat klausula
baku pada suatu perjanjian kredit bank dengan cara mencantumkan
syarat sepihak dimana klausula ini menyatakan bahwa bank sewaktu waktu diperkenankan untuk merubah (menaikan / menurunkan) suku
bunga

pinjaman

(kredit)

yang

diterima

oleh

debitur,

tanpa

pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu atau


dengan kata lain ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap
segala keputusan sepihak yang diambil oleh bank untuk merubah suku
bunga kredit, yang telah diterima oleh debitur pada masa / jangka
waktu perjanjian kredit berlangsung. Disinilah letaknya kedudukan
nasabah debitur menjadi lemah secara yuridis - ekonomis dan kurang
menguntungkan.
Teori perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) terdapat dalam
Alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Secara teoritik, aline ke empat pembukaan UUD 1945 telah
menentukan suatu teori perlindungan hukum bagi segenap bangsa
Indonesia/warga negara dibidang ekonomi termasuk perlindungan hak
konsumen/nasabah perbankan.
Menurut sistem perbankan Indonesia, Perlindungan terhadap nasabah
menyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni :

1. Perlindungan secara Implisit (Implicit Deposit Protectio), yaitu


perlindungan yang diperoleh melalui :
a. Peraturan Perundang-undangan di bidang perbankan (UndangUndang Nomor 10 Tahun 1990 jo. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992).
b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan
yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu
lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap system
perbankan pada umumnya.
d. Memelihara tingkat kesehatan bank.
e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah.
g. Menyediakan informasi risiko pada nasabah.
2. Perlindungan secara Eksplisit (Explicit Deposit protection), yaitu
perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang
menjamin simpanan masyarakat sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan
Terhadap Kewajiban Bank Umum.
Pengertian perlindungan secara Implisit adalah perlindungan yang
dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif,
yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang di
awasi. Adapun yang dimaksud dengan perlindungan secara
eksplisit adalah perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga
yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank
mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti
dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
hanya mengatur perlindungan kepada nasabah secara implisit.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, pada
dasarnya perlindungan kepada nasabah tidak dapat dipisahkan
dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu

lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap system


perbankan pada umumnya. Bank yang tetap dapat menjaga
kelangsungan usahanya dan tetap tangguh dalam persaingan
dunia perbankan yang semakin ketat dewasa ini hanyalah bank
yang mampu menjaga kesehatannya dengan baik. Suatu bank
tangguh dan sehat pada dasarnya akan mampu mengamankan
dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, dan bank yang
sehat

dengan

sendirinya

mendukung

terbentuknya

system

perbankan yang sehat.


Pada perlindungan hukum yang bersifat implisit nasabah
mendapat perlindungan kesalahan atau kelalaian yang terdapat
pada bank yang berakibat timbulnya tanggung jawab perdata yang
berhubungan

dengan

kepengurusan

bank

tersebut.

Bentuk

tanggung jawab pribadi pengurus muncul apabila pengurus bank


melakukan kegiatan diluar kewenangan yang telah diatur dalam
anggaran dasar perusahaan, sedangkan bila tindakan pengurus
telah sesuai dengan kewenangannya maka merupakan tanggung
jawab perusahaan, dan bank bertanggung jawab terhadap kerugian
yang ditimbulkan oleh pengurusnya berdasarkan ketentuan 1365
KUH Perdata.
Dalam upaya untuk menjaga kelangsungan uasaha bank.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 memberikan wewenang
pembinaan dan pengawasan kepada bank di Indonesia. Untuk
kepentingan pembinaan dan pengawasan tersebut, Bank Indonesia
menetapkan

ketentuan

memperhatikan

aspek

tentang
pemodalan

kesehatan
(capital),

bank
kualitas

dengan
asset

manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lainnya


yang terhubung dengan usaha bank.

D. Perlindungan Nasabah dalam Peraturan Bank Indonesia


Dalam perlindungan nasabah Di samping harus memelihara
kesehatanya

sesuai

dengan

ketentuan

yang

ditetapkan

Bank

Indonesia, bank dalam menjaga kelangsungan usaha bank dan


perlindungan terhadap nasabah bank antara lain diwajibkan untuk :
a. Menjaga usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian antara
lain melaksanakan ketentuan batas maksimum pemberian
kredit,

pemberian

jaminan,penempatan

investasi

surat

berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan


oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam
yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan
dalam

kelompok

yang

sama

dengan

bank

yang

bersangkutan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia


b. Dalam memberikan kredit untuk melakukan kegiatan usaha
lainnya, menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya
kepada bank
c. Untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian bagi
transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.5
Dari peraturan perundang - undangan di bidang perbankan
ketentuan yang memberikan

perlindungan hukum bagi

nasabah bank selaku konsumen antara lain adalah dengan


diintrodusirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam
Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998. Di tingkat teknis
payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya

5 Sutedi, Andrian. 2008. Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang,


Merger, Likuidasi, dan Kepailitan). Jakarta: Sinar Grafika. Halm 167-170

pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan


mediasi perbankan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Kepercayaan merupakan inti perbankan sehingga bank harus
menjaganya.

Hukum

sebagai

alat

rekayasa

sosial

terlihat

aktualisasinya di sini. Di tataran undang - undang maupun Peraturan


Bank

Indonesia

(PBI)

terdapat

pengaturan

untuk

menjaga

kepercayaan masyarakat kepada perbankan dan sekaligus dapat


memberikan perlindungan hukum bagi nasabah. Pertama, untuk
memberikan perlindungan hukum bagi nasabah deposan, Undang Undang

Nomor

10

Tahun

1998

mengamanatkan

dibentuknya

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan mewajibkan setiap bank


untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan dalam bank yang
bersangkutan.
Amanat dimaksud telah direalisasikan dengan diundangkannya
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan. Fungsinya adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan
dan turut aktif dalam memelihara stabiltas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya. Kedua, perlindungan hukum bagi nasabah,
khususnya dalam hal terjadi sengketa antara nasabah dengan bank.
Hal ini diatur melalui PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.
10/10/PBI/2008 dan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008.
Pasal 1 angka 4 PBI No. 7/7/PBI/2005, mendefinisikan
Pengaduan

sebagai

ungkapan

ketidakpuasan

Nasabah

yang

disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada Nasabah


yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank. Sesuai dengan
Pasal 2 PBI No. 7/7/PBI/2005, bank wajib menetapkan kebijakan dan

memiliki

prosedur

tertulis

tentang

penerimaan

pengaduan,

penangangan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan


penanganan dan penyelesaian pengaduan. Ketentuan mengenai
kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI) No. 7/24/DPNP tertanggal 18 Juli 2005, yaitu
sebagai berikut :
1) Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup
kewajiban menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan
dan atau tertulis oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah,
termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan hukum, dan
atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut.
2) Setiap Nasabah, termasuk walk - in customer, memiliki hak untuk
mengajukan pengaduan.
3) Pengajuan pengaduan dapat dilakukan oleh Perwakilan Nasabah
yang bertindak untuk dan atas nama Nasabah berdasarkan surat
kuasa khusus dari Nasabah. Mengingat penyelesaian pengaduan
nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor 7/7/PBI/2005
tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera
ditangani

dapat

mempengaruhi

reputasi

bank,

mengurangi

kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan


hak - hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi yang
khusus menangani sengketa perbankan.
Mediasi (Perbankan) adalah proses penyelesaian Sengketa
yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang
bersengketa

guna

kesepakatan

sukarela

permasalahan

yang

mencapai
terhadap

penyelesaian
sebagian

disengketakan.

dalam

bentuk

ataupun

seluruh

Adapun

yang

menjadi

penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3 PBI No.


8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi perbankan independen yang
dibentuk asosiasi perbankan. Proses beracara dalam Mediasi

Perbankan secara teknis diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 dan


Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006,
yaitu sebagai berikut :
1. Pengajuan penyelesaian

Sengketa

dalam

rangka

Mediasi

perbankan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh Nasabah atau


Perwakilan Nasabah.
2. Dalam hal Nasabah atau Perwakilan Nasabah mengajukan
penyelesaian Sengketa kepada Bank Indonesia, Bank wajib
memenuhi panggilan Bank Indonesia.

Daftar Pustaka
1 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas undang-undang
nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan & UU Nomor 21 Tahun 2008
tentang bank syariah.
2 Yusuf, Shofie, Perlindungan

Konsumen.

(Bandung:

citraAditya

Bakti,2000). hlm 32-33.


3 Rachmadi, Usman , 2001. Aspek-aspek Hukum perbankan di
Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
4 Kasmir, 2008 Perlindungan Hukum Nasabah Bank, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
5 Sutedi, Andrian. 2008. Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian
Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan). Jakarta: Sinar Grafika.

6 Philipus M Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di


Indonesia, Surabaya : Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai