Anda di halaman 1dari 10

ULANGAN AKHIR SEMESTER

HUKUM PERBANKAN
SEKSI D
PENILAIAN KESEHATAN PERBANKAN
KELOMPOK 3

Oleh:
Leonardus Adven 2015-050-256
Joshua Jones N 2015-050-279
Arkandika Ramzy  2015-050-327
Lestari Josika Naomi  2015-050-090
Emil Fransantoso  2015-050-140
Jonathan Steven C  2015-050-211
Viko Viator F  2015-050-353
Gregorius satria eka P 2015-50-189
FAKULTAS HUKUM
UNIKA ATMA JAYA
JAKARTA
2019
 
1
 
BAB I
PENDAHULUAN
 
Pengertian Bank
Pengertian bank menurut UU No 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Kasmir, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan
dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
 
Fungsi dari Bank
Fungsi utama bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank
menghimpun dana dari masyarakat yang mempunyai uang lebih, kemudian dana tersebut
disalurkan kembali ke masyarakat yang kekurangan dana. Sedangkan bank menyalurkan
kredit dalam menyelesaikan permasalahan keuangan yang dialami perorangan maupun
badan usaha. Fungsi bank adalah sebagai berikut:
Agent of Trust
Hal yang paling penting di dunia perbankan untuk menarik nasabah adalah kepercayaan
atau dengan kata lain adalah Trust. Bank memberikan kepercayaan dan jaminan kepada
masyarakat yang menabung sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman untuk menyimpan
dananya ke bank tersebut. Bank dipercaya oleh masyarakat sekiranya dapat menjaga
dan memelihara dana-dana masyarakat yang telah disetorkan. Selain itu, bank juga
harus memberikan pelayanan dan kepuasan bagi nasabah atau masyarakat.
Seperti halnya antara pihak bank dan para debitur atau peminjam dana, dana-dana
yang cair menandakan bahwa pihak bank percaya kepada debitur tersebut. Oleh karena
itu, debitur atau peminjam dana harus dapat mengelola dana yang diberikan oleh bank
dengan sebaik mungkin.
Agent of Developtment
Agent of Development berkaitan dengan sektor moneter dengan sektor riil. Antara
sektor moneter dan sektor riil yang terdapat dalam masyarakat keduanya tidak dapat
dipisahkan, sektor-sektor tersebut saling berinteraksi. Sektor riil tidak akan
berjalan dengan baik apabila sektor moneternya tidak berjalan baik pula. Dalam hal
ini tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat dibutuhkan untuk
kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil. Dengan kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat mempunyai keinginan untuk investasi, distribusi, dan jasa
komunikasi barang dan jasa, mengingat semua kegunaan tersebut selalu berkaitan
dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan komunikasi
ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
Agent of Services
Agent of Services merupakan pelayanan yang diberikan oleh bank dan pada umumnya
setiap bank memiliki cara tersendiri. Tidak hanya melakukan kegiatan penghimpunan
dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa yang ditawarkan bank
dan sangat berhubungan dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum, jasa-
jasa ini antara lain dapat berupa pengiriman uang, pemberian jaminan bank, jasa
penitipan barang berharga dan lain-lain.
 
Asas Perbankan
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam
melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian. Ini berarti fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan UUD
1945, Demokrasi ekonomi ini tersimpul dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluragaan. Yang mana dengan asas
ini, tidak terjadi monopoli. Hal ini dikarenakan setiap warganegara berhak untuk
mendapat suatu hal yang sama.
Menurut Rochmat Soemitro pembangunan di bidang ekonomi yang didasarkan pada
demokrasi ekonomi menentukan masyarakat harus memegang peran aktif dalam kegiatan
pembangunan, memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta
menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.
 
Prinsip-Prinsip Perbankan
Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip kepercayaan
(fiduciary relation principle), prinsip kehatia-hatian (prudential principle),
prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah (know how
costumer principle). Prinsip perbankan ini ada yang dituangkan dalam pasal-pasal
pada UU Perbankan, ada pula yang tidak.
Prinsip Kepercayaan
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi
oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja
dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga
setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya.
Prinsip ini merupakan tulang punggung dari suatu bank yang dapat mendukung kemajuan
bank. Dengan kokohnya kepercayaan yang diterima oleh bank dari masyarakat, maka
akan dapat memberikan eksistensi dan value yang baik terhadap bank tersebut.
Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No. 10 Tahun 1998.
 
 
Prinsip Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan adalah Prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan
ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam UU perbankan menyatakan bahwa bank
wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Prinsip Kehati-hatian
Prinsip Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian
dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.
Tentunya bahwa bank sebagai lembaga yang mengelola uang nasabah, diharapkan oleh
nasabah itu pula bahwa bank dapat mengelola uang yang disimpan secara baik dan
hati-hati. Ketika hal ini dapat dilakukan dengan baik oleh pihak bank, maka bukan
tidak mungkin akan dapat meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank yang
digunakan untuk menyimpan uangnya tersebut. Prinsip kehati-hatian diatur dalam
Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998.
Prinsip Mengenal Nasabah
Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal
dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal nasabah.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah
meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang
praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan
dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas ilegal yang dilakukan nasabah, dan
melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
 
Pengertian kesehatan Bank
Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal
dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan
perbankan yang berlaku. Kegiatan tersebut antara lain:
Kemampuan menghimpun dana.
Kemampuan mengelola dana.
Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.
Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain.
Pemenuhan peraturan yang berlaku.
 
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Bank yang sehat adalah :
dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat.
dapat menjalankan fungsi intermediasi.
dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran.
dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama
kebijakan moneter.
Untuk menjalankan fungsinya dengan baik bank harus :
mempunyai modal yang cukup.
menjaga kualitas asetnya dengan baik.
dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian.
menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat .
 
Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Oleh Bank Indonesia
Pasal 8 Undang-Undang No.3 tahun 2004, tentang Bank Indonesia:
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Mengatur dan mengawasi bank.
 
Pasal 29 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:
Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
Bank Indonesia menetapkan ketetuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan
aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas,
solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
 
Pasal 30 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan,dan penjelasan
mengenai usahannya menurut tatacara yang ditetepkan oleh Bank Indonesia.
Bank atas permintaan Bank Indonesia,wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan
buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya,serta wajib memberikan bantuan yang
diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,dokumen dan
penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
Keterangan tetang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia. 
 
Pasal 31 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:
BI melakukan pemeriksaan terhadap bank,baik secara berkala maupun setiap waktu
apabila diperlukan.
D. Perbedaan CAMEL Dan RGEC 
Capital CAMELS vs Capital RGEC
Untuk perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang
sama.Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (Aktiva
Tertimbang MenurutRisiko. Pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I,
hanya memperhitungkanATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja.
Sedangkan untuk perhitunganATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah
digunakan, selain menggunakan risiko kreditdan risiko pasar, maka ditambah dengan
menggunakan risiko operasional.
 
Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, Risk Profile yang wajib
dinilaiterdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko
Likuiditas, Risiko Hukum,Risiko Stratejik, Risko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
 
Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau
indikator padaAsset Quality, Liquidity, & Sensitifity to Market Risk buruk, maka
dapat diprediksi bahwa banktersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam
penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada
Risk Profile buruk, maka bank tersebut belum dapatdiprediksi akan mengalami
kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat
mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
 
Kredit Asset Quality vs Kredit Risk ProfileSeperti halnya perbedaan Capital seperti
penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada AssetQuality dan Risk Profile pun
mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahanregulasi juga yaitu adanya
revisi PSAK No. 50 dan No. 55 pada tahun 2006 tentang InstrumenKeuangan. Adanya
revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadiCKPN. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karenasama-
sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang membedakan adalah perlakuannya,dimana
pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya
sedangkanuntuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit
yang telah terjadi.
Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk ProfileParameter atau indikator yang digunakan
untuk memperhitungkan antara Liquidity CAMELSdengan Liquidity Risk Profile sebagian
besar memiliki persamaan. Yang membedakan
adalah bahwa pada parameter Liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio LDR (Loan D
epositsRatio) sedangkan pada parameter Liquidity Risk Profile tidak terdapat adanya
perhitungan rasiotersebut.
Market Risk CAMELS vs Market Risk ProfilePerbedaan yang signifikan antara Market
Risk CAMELS dengan Market Risk Profile adalahadanya parameter atau indikator
strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada penilaian pada Market
Risk Profile. Sedangkan untuk Market Risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan
sistem manajemen risiko pasar.
Management CAMELS vs Good Corporate Governance RGEC Pada Management CAMELS, selain
menggunakan parameter atau indikator Good CorporateGovernance pada manajemen umum,
digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonyaserta kepatuhan bank terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC,kepatuhan tersebut
terdapat dalam penjelasan mengenai Risiko Kepatuhan pada Risk Profile.
Earnings CAMELS vs Earnings RGECPada Earnings CAMELS, terdapat parameter atau
indikator perhitungan BOPO (BebanOperasional dibagi dengan Pendapatan Operasional),
sedangkan Earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada Earnings
RGEC terdapat parameter atau indikatorBeban Operasional dibagi dengan Total Aset
dan Pendapatan Operasional yang juga dibagidengan Total Aset.
Metode RGEC dibanding dengan metode CAMELS maka lebih baik metode RGEC
karenadilihat dari penggunan komponen-komponen nya jika RGEC sudah menggunakan
aspek terbaruseperti pada aspek untuk perhitungan ATMR pada capital metode RGEC
sudah menggunakanBasel II, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka
ditambah dengan menggunakan risiko operasional. Sedangkan pada metode CAMELS masih
menggunakan Basel I.
E. System Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Menurut Bank Indonesia (Metode CAMEL)
Capital (Permodalan)
Suatu bank dikatakan sehat apabila memiliki permodalan yang kuat, dengan modal
tersebut bank mampu menjalankan operasionalnya dan menjamin aset-aset yang
bermasalah. Berkenaan dengan hal itu, penilaian terhadap aspek modal
dititikberatkan pada kecukupan dan komposisi modal, proyeksi modal, kemampuan modal
menutup aset bermasalah, serta rencana modal untuk ekspansi usaha.
Kekurangan modal merupakan masalah umum yang dialami bank di negara berkembang.
Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal :
Karena modal yang jumlahnya kecil, dan
Kualitas modalnya yang buruk.
 
Asset (Kekayaan/Kualitas Aktiva Produktif)
Aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menjadi sumber
pendapatan bagi bank, sehingga aktiva ini disebut sebagai aktiva produktif. Dengan
kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun
valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penyertaan modal,
penyertaan modal sementara, dan komitmen pada bank.
Kualitas aktiva produktif mencerminkan kinerja keuangan bank. Penilaian kualitas
aktiva dilakukan dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
 
Management (Manajemen)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank.
Karena pengelolaan manajemen bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian
tingkat kesehatan suatu bank yang diharapkan dapat memelihara kesehatan bank.
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen, yaitu:
Manajemen umum;
Penerapan sistem manajemen risiko; dan
Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia
dan atau pihak lainnya.
 
Earning (Pendapatan)
Bank yang sehat dan kinerjanya baik dapat dilihat untuk mengukur tingkat kesehatan
suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Semakin besar laba
yang diperoleh menunjukkan bahwa kinerja bank semakin baik dan kondisi keuangannya
semakin sehat.
Apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka kerugian
tersebut akan menghabiskan modal bank. Jika ini terjadi maka Bank yang dalam
kondisi tersebut tentu tidak dapat dikatakan suatu bank yang sehat.
 
Liquidity (Likuiditas)
Aspek likuiditas berkaitan dengan kemampuan bank membayar utangnya, terutama utang
jangka pendek. Semakin mampu suatu bank membayar utangnya, maka semakin baik likuid
bank tersebut.
 
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Menurut Otoritas Jasa Keuangan (Metode
RGEC)
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum, Bank melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan Risiko. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap
Bank baik secara individu maupun konsolidasi, dengan mekanisme sebagai berikut:
Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Secara Individu penilaian Tingkat
Kesehatan Bank secara individu mencakup penilaian terhadap faktor profil risiko
(Risk), tata kelola (Good Corporate Governance), rentabilitas (Earning), dan
permodalan (Capital).
Penilaian Profil Risiko (Risk)
Penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan
kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang
dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar,
Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko
Stratejik, dan Risiko Kepatuhan. Dalam menilai profil risiko, Bank juga
memperhatikan cakupan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Dalam menilai profil risiko, Bank juga memperhatikan cakupan penerapan Manajemen
Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
 
Tata Kelola (Good Corporate Governance)
Penilaian faktor Tata Kelola merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen Bank
atas penerapan prinsip Tata Kelola yang baik. Prinsip Tata Kelola yang baik dan
fokus penilaian terhadap penerapan prinsip Tata Kelola yang baik berpedoman pada
ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum
dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penetapan faktor Tata Kelola dilakukan berdasarkan analisis atas:
Penerapan prinsip Tata Kelola yang baik pada Bank.
Kecukupan Tata Kelola atas struktur, proses, dan hasil penerapan Tata Kelola pada
Bank; dan
Informasi lain yang terkait dengan Tata Kelola Bank yang didasarkan pada data dan
informasi yang relevan.
Rentabilitas (Earning)
Penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas,
sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan rentabilitas, dan manajemen rentabilitas.
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, tren, struktur, stabilitas
rentabilitas, dan perbandingan kinerja Bank.
 
Permodalan (Capital)
Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi kecukupan permodalan dan
kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, termasuk
mengaitkan kecukupan modal dengan profil risiko, Bank mengacu pada ketentuan
Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum. Semakin tinggi Risiko Bank, semakin besar modal yang harus disediakan
untuk mengantisipasi Risiko tersebut.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
KASUS DAN ANALISIS
 
Kasus
Kasus Bank Mutiara Sentilan Bagi Industri Perbankan
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti mengungkapkan masalah kecukupan
modal (CAR) yang membelit Bank Mutiara bisa menjadi sentilan bagi regulator untuk
memperhatikan kesehatan bank-bank nasional.
"Adanya masalah Bank Mutiara jadi semacam sentilan buat perbankan, pelaku bisnis,
regulator dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mengambil peran mengawasi
sektor perbankan tahun depan. Jadi OJK sudah harus aware dengan masalah ini," kata
dia di kantornya, Jakarta, Jumat (20/12/2013).
Guncangan internal akibat merosotnya kecukupan modal pada eks Bank Century ini,
tambah Destry, sangat bagus bagi perbankan di seluruh Indonesia. Pasalnya selama
ini bank-bank nasional terbuai dengan geliat bisnis industri perbankan yang terus
bertumbuh.
"Selama ini bank-bank terlalu terlena karena melihat besaran agregat sangat aman.
Dana Pihak Ketiga (DKP) dan aset naik, pertumbuhan kredit tinggi di atas 20% tapi
Non Performing Loan (NPL) cuma 1,9%," paparnya.
Sayang, menurut dia, hanya beberapa bank saja yang mampu mencatatkan kinerja
positif secara keseluruhan. Padahal, jumlah bank-bank di Indonesia sangat banyak.
"Basis bank di Indonesia sangat banyak tapi terlalu segmented. Perbedaan antara
satu bank dengan bank lain terlalu dalam, akibatnya hanya 10 bank saja yang
kondisinya relatif sehat karena punya CAR cukup dan menguasai pasar," tukasnya.
Destry menilai, bahwa permasalahan di tubuh Bank Mutiara bukan sepenuhnya kesalahan
dari manajemen baru, mengingat banyak warisan masalah yang ditimbulkan dari
manajemen Bank Century.
"Kalau ini menjadi satu warisan, kita tidak boleh menyalahkan manajemen (baru)
begitu saja karena ada pengaruh dari sebelumnya. Kan kita tahu sendiri pemberian
kredit (Century) bagaimana," sambungnya.
Dia berharap, suntikan modal sebesar Rp 1,5 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) dapat menaikkan posisi kecukupan modal Bank Mutiara. "Mudah-mudahan injeksi
modal ini bisa dioptimalkan untuk memperbaiki dari kredit (loan)," tandas Destry.
Sebelumnya, LPS memastikan akan menyuntikkan modal ke Bank Mutiara atas permintaan
dari Bank Indonesia (BI). "Kami menambahkan modal Rp 1,5 triliun. Ini atas
permintaan BI. Dari BI mintanya Rp 1,5 triliun itu," tutur Sekretaris Perusahaan
LPS Samsu Adi Nugroho.
Adapun kucuran modal tersebut dijadwalkan dilakukan paling lambat tanggal 23
Desember 2013 atau Senin mendatang. Hal ini berdasarkan aturan ICAAP, CAR minimal
harus 14%.
Samsu mengaku LPS tidak memerlukan izin DPR untuk melakukan penyuntikan modal
kepada Bank Mutiara. "Tidak perlu izin DPR, itu surat konsultasi. Di undang-undang
LPS tidak ada harus izin ke DPR," pungkasnya.
 
Analisis
Tidak berjalannya permodalan Bank Mutiara tak terlepas dari memburuknya kinerja
keuangan perseroan. Hasilnya bekas Bank Century ini perlu mendapat suntikan dana
hingga triliunan rupiah. Tujuannya supaya bank tersebut dapat kembali sehat dan
mampu menjalankan kegiatan operasionalnya. Bank Indonesia menilai kasus dana
talangan Bank Mutiara merupakan dampak dari kinerja internal perusahaan yang kurang
baik.
Hal ini tercermin dari kinerja bekas Bank Century itu mencatat kerugian hingga Rp.
545,51 miliar hingga kuartal 3 2013. Akhirnya masalah tersebut menjadi beban baru
bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perlu diketahui hingga kuartal 3 tahun 2013 Bank
Mutiara telah mencatat kerugian perusahaan mencapai Rp. 645,51 miliar. Padahal
dibanding periode yang sama tahun 2012 bank tersebut sempat mencatat surplus
sebesar Rp. 143,59 miliar. Dengan begitu hingga kuartal 3 tahun 2013, pendapatan
bunga bersih perseroan turun menjadi Rp. 213,31 miliar dari periode sama tahun 2012
sebesar Rp. 277,49 miliar. Begitu juga dengan ekuitas perseroan turun menjadi Rp.
569,12 miliar per 30 September 2013. Padahal jika dibandingkan per 31 Desember 2012
ekutitas perusahaan masih sebesar Rp. 1,24 triliun.
LPS memberikan suntikan penambahan modal kepada Bank Mutiara sebesar Rp. 1,5
triliun agar rasio kecukupan modal (capital adequancy ratio/CAR) bank tersebut
menembus 14 persen. LPS mengatakan tindakan penambahan modal dilakukan sebagai
salah satu upaya LPS menyelamatkan bank yang tergolong gagal.
Manajemen PT Bank Mutiara Tbk akan menerima dana talangan sebesar Rp. 1,5 triliun.
Dana talangan itu untuk memenuhi ketentuan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio) perbankan minimal 8% yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia. Namun dana
talangan itu menyusut menjadi Rp. 1,24 triliun. Manajemen Bank Mutiara Tbk telah
mendapatkan dana talangan itu dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Lembaga
Penjaminan Simpanan (LPS) telah mengirim surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
untuk meminta tambahan modal Bank Mutiara.
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI),
Perseroan mencatatkan rugi mencapai Rp. 645,51 miliar hingga kuartal 3 2013 dari
periode sama tahun 2012 untung Rp. 143,39 miliar. Pendapatan bunga bersih turun
menjadi Rp. 213,31 miliar hingga kuartal 3 2013 dari periode sama tahun 2012
senilai Rp. 277,49 miliar.
Lebih jauh Bank Mutiara perusahaan tersebut telah terjadi penurunan kualitas aset
dan portofolio kredit bank tersebut. Untuk itu diperlukan langkah strategis agar
Bank Mutiara dapat tetap berdiri. Pasalnya jika tidak diusakakan untuk membuat bank
tersebut kembali sehat maka akan ada dampaknya terhadap kinerja industri keuangan
lainnya.
Seharusnya untuk manajemen Bank Mutiara terus melakukan pengelolaan bank secara
profesional. Juga menjunjung asas kehati-hatian dan memperbaiki kualitas kredit
serta asetnya.
Otoritas Jasa Keuangan seharusnya memperkuat pengawasan supaya kasus Bank Mutiara
tak terulang kembali di Indonesia dan menghindari supaya kasus ini tidak terjadi
lagi menimpa bank-bank lain. Bank Mutiara bermasalah pada  kekurangan likuiditas
sehingga perlu suntikan modal dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). OJK harus
memperkuat serta memperbaiki kualitas pengawasan sebagai langkah mengantisipasi
peristiwa itu tidak terulang kembali.
OJK tidak menyangkal bahwa kasus Bank Mutiara telah menjadi beban tanggungjawab
pihaknya, di awal kewenangan OJK dalam mengawasi industri perbankan. Seharusnya OJK
memiliki banyak strategi untuk mengawasi kesehatan bank. Pasalnya OJK sendiri telah
mempersiapkan perpindahan pengawasan bank dari BI selama satu tahun penuh di 2013.
Hal itu dilakukan secara nyata dengan lahirnya berbagai macam regulasi dari OJK
undtuk industri perbankan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB IV
KESIMPULAN
 
Fungsi bank sangat krusial bagi perekonomian suatu Negara. Bank sangat berperan
penting dalam perekonomian di Indonesia secara nasional dalam perekonomian
masyarakat. Keberadaan bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting
dijaga.
Kesehatan pada sistem perbankan sangat penting karena kesehatan bank dapat
berdampak pada kepercayaan masyarakat untuk menggunakan bank tersebut, apalagi bank
umum yang pasti bergantung kepada masyarakat karena pendapatan bank tersebut
bersumber dari dana simpanan masyarakat dan dana pinjaman masyarakat.
Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap
risiko dan kinerja. Tingkat kesehatan bank adalah suatu gambaran bahwa sebuah bank
dapat menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan tujuannya. Tujuan kesehatan
bank tersebut untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup
sehat, kurang sehat atau tidak sehat.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
 
Buku-buku:
Kasmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Raja Grafindo.
Budisantoso, Totok dan Triandaru Sigit. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
Jakarta: Salemba Empat.
Sri Imaniyati, Neni. 2000. Hukum Perbankan dan Perbankan Syariah: Teori dan
Praktik. Bandung: LPMM Unisba.
Sri Imaniyati, Neni. 2005. Pencucian Uang (Money Londering) Dalam Perspektif Hukum
Perbankan dan Hukum Islam. Bandung: UNISBA. Hlm 104-105.
Simurangkir, O.P, 2001, Dasar dan Mekanisme Perbankan, Jakarta : Yagraf.
 
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No.3 tahun 2004 Tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.03/2017 Tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum.
 
Artikel dari Internet:
https://www.liputan6.com/bisnis/read/780832/kasus-bank-mutiara-sentilan-bagi-
industri perbankan (diakses pada Minggu, 21 April 2019).
https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Pages/PBI-tentang-Penilaian-Tingkat-Kesehatan-
Bank-Umum.aspx/ (diakses pada Senin, 22 April 2019).
1

Anda mungkin juga menyukai